Pensiunan Pelacur yang Tetap 'Melacur'
Satu jam setelah semua pintu sel dibuka pagi itu, sebanyak 25 kurir rekrutan Rita berkumpul merencanakan pengeroyokan. Dari 25 oang itu diantaranya Osih dan Mpok Romlah, masih satu keluarga. Rika, Elin, Wiwin, Mak Prih, Zaenab, Nisa, Titin, dan Bu Ela. Mereka merasa dikompori dengan wejangan Jenderal Noella, napi hukuman mati.
‘’Kenapa kalian nuntut saya harus biayain kalian? Memangnya saya ada janji apa dengan kalian?!”Rita dikeroyok 25 orang kurirnya. Mereka semuanya berangkat ke luar negeri berurusan hanya dengan Rita, bos yang merekrut dan memberangkatkan. Mereka ingat detail prosesnya. Maka jika kemudian Rita mengelak tak mau bertaggung jawab atas musibah penangkapan mereka hidup di penjara, bikin mereka jengah.
‘’Kita minta ganti ruginya, Bu! Ibu Bos besar narkoba. Ibu yang nyuruh kami berangkat. Ibu yang suruh kami nganter narkoba!” Kata Yati, ponakan Abang Anto.
‘’Sa
Nikmat Service Ranjang, Tak sebanding dengan Akibatnya Siang itu, Refan tengah tertidur pulas di atas tempat tidur ruang perawatan super duper VIP di RS Pondok Indah. Ia tak menyadari bahwa istrinya bersama rombongan datang membesuk. ‘’Papa, ini adek Eif datang. Papa udah siang. Adek mau main sama Papa, nih...’”Sapa Olive saat mengunjungi suaminya di ruang perawatan di sela jam istirahat makan siangnya. Ia sengaja membawa Mba Nung, baby sitter agar mengantar bayinya yang beberapa bulan lagi berumur setahun setengah. ‘’Papa, udah siang nih. Papa nggak lapar?” Olive mendudukkan bayinya di samping kiri tubuh suaminya. ‘’Seketika Refan terbangun dan mendapati istri dan anaknya ada di sebelahnya. Sementara baby sitter duduk di sofa bersama Pak Simbolon. ‘’Eh, Mama udah lama datang? Tumben ngajak si Dhedhek Eif?”Tanya Refan sambil berusaha duduk dan mengumpulkan nyawa, lalu memangku bayinya. Bayi kecil itu memai
Perpisahan dan Perjumpaan Yang MengesankanPagi itu, Refan meninggalkan RS Pondok Indah, setelah menjalani rawat inap di rumah sakit itu selama tiga pekan lamanya. Ia sudah sehat meski masih kuyu dan pucat. Olive dengan tangan kirinya menggendong bayinya sementara tangan kanannya menggandeng tangan suaminya menyusuri lorong dan akhirnya tangga kecil rumah sakit itu sebelum masuk ke mobil. Irawan membawa kendaraannya untuk mengantarkan kawan baiknya yang juga kliennya ini kembali ke rumah mereka. Irawan membukakan pintu mobil agar Refan dan istrinya masuk. Lalu menutup pintu itu kembali. Di jok depan sebelah kiri, duduk Pak Simbolon.‘’Gimana ini? Langsung ke Apartemen Plaza Senayan, ya?” Tanya Irawan.‘’Iya, langsung aja. Kita ngga pingin ke mana-mana, kok,’’jawab Refan.Setibanya di rumahnya, Refan duduk di ruang tamu, memandangi sekeliling rumah itu. Lalu ia menuju ruang kerj
Perempuan Rumahan Vs Perempuan Murahan Ini adalah babak lanjutan pertempuran perang urat syaraf Rita Anastasia melawan Olivia Mananta di ranah hukum. Sebagai bentuk perang dingin episode sambungan antara perempuan rumahan versus perempuan murahan memeperebutkan hak menjadi permaisuri dari seorang pria, arjuna, nan didamba. Istri melawan wanita simpanan suami. Refan tiba di BNN siang itu. Ia diterima oleh Kompol Agung yang menyalaminya dan menyambutnya dengan ramah. Masih ada Olive menemani di sana hingga tiga jam awal menginapnya Refan di BNN. Refan diminta menandatangani satu lembar surat, yang ia tak paham itu apa, lantaran begitu penatnya pikirannya. Ketakutannya datang lagi. Irawan melihat langsung peristwa itu. Ia bersiap menggunakan moment penandatanganan berkas yang dilakukan kliennya ini sebagai salah satu dalil untuk mempraperadilankan institusi BNN yang menangkap kliennya. ‘’Belum 6 hari diselidiki, kok sudah mau dikeluarin su
Dispensasi dari Kantor Bayinya masih berumur hampir setahun setengah. Tapi kesibukannya belakangan ini seperti orang tua yang sibuk mendaftarkan sekolah anaknya dengan dua pilihan sekolah, satu rayon di sini dan pilhan kedua di beda rayon. Berkas persyaratannya juga banyak, seolah ia sedang mencari pilihan sekolah terbaik. Olive disibukkan dengan rencana masuknya suaminya ke Sekolah Tinggi Ilmu Bersyukur, sebuah sekolah kehidupan yang bukan lagi makan bangku sekolahan, tapi makan jeruji besi. Seleksi masuknya sangat sulit. Yang memenuhi syarat mengingkari nikmat dan berkat Tuhan di level paling brengsek, dialah yang akan lolos seleksi. ‘’Ih, amit-amit jabang bayi.’’Gumamnya. Ia teringat kata-kata Mama Refan saat ia hamil tua, bahwa suatu hari nanti pria ini akan kualat atas istri dan bayinya. Lantaran begitu kejamnya, pria ini menelantarkan istri yang sedang hamil. Namun, Olive merasa tak pernah menuntut balas atas kekejaman ya
Istri Baik-Baik Disia-siakan, Jablay Murahan Disayang-sayang Suatu siang pk 10.30 di atas sebuah sofa panjang kuning berlapis kain wool, di lantai 5 Gedung utama BNN. Sepertinya sofa ini telah setahun tak disedot debu atau ditreatment pembersihan. Refan telah tiga malam menginap di ruangan seorang perwira polisi, tidur di atas sofa itu. Tak ada bantal ataupun selimut. Buat dia, tidur seperti ini seperti gelandangan. Ia mendapatkan ransum nasi bungkus ala warteg, yang ia lahap habis. Untuk air minumnya, ia masih punya stok cukup dari istrinya. Ia menunggu jam-jam pemeriksaannya yang tak kunjung jelas, Ini hari keempat ia ditangkap. Ia belum kunjung dipanggil untuk periksa dalam rangka penyelidikan. Padahal kuota hari masa penyelidikannya hanya sampai hari keenam. Jika ia tak lolos dari seleksi audisi penjahat, ia akan dibebaskan. Ia masih memandangi lembar demi lembar halaman buku diary istrinya. Ketika membaca ulang halaman-halamannya,
Menghitung Hari Dag Dig Dug Hari keempat penangkapan Refan Mananta. Hari masih pagi. Olive tak jenak bekerja. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia ingin jam cepat menunuju 11.30, dia harus mengunjungi suaminya. Saat ini baru jam 09.00. Lalu ia pergi menuju ruangan Tubagus, seperti biasa ingin minta saran dan masukan. Ia melihat Tubagus berada di kabin server IT, maka ia tak berani mengganggu. Namun karena telah satu jam Tubagus tak kunjung nongol ke luar kabin, maka ia memberanikan diri masuk ke ruangan Tubagus. ‘’Gus....Gus....Lagi sibuk ya, Gus?” ‘’Hem...kenapa, Non?’’ Tubagus mencondongkan kepala ke luar kabin. ‘’Aku duduk di sini aja boleh ya, Gus? Aku ganggu kamu sehari ini, boleh? Mau ngomongin itu tuh?” ‘’Boleh....Tapi aku di sini, ya Non? Soalnya ini sedikit lagi kelar. Paling setengah jam,’’jelas Bagus. ‘’Ok, makasih, Gus,’’jawab Olive. ‘’Udah, kamu sambil cerita, aku dengerin,’’Jawab Tu
Sesal Itu Pasti Belakangan Jam tangan menunjukkan Pukul 11.30. Olive bersiap meluncur ke BNN untuk membesuk suaminya. Namun sebelum berangkat ke sana, ia merasa perlu menghubungi pengacaranya.‘’Halo, selamat siang, Pak Irawan. Bapak sudah ketemu suami saya hari ini? Ada kabar apa, Bapak?” Tanya Olive saat menghubungi Irawan, siang itu.‘’Sudah, Ibu. Saya sudah ketemu beliau. Saya juga sudah menghadap Kepala Deputy IV BNN Pak Benny. Saya beritahukan kepada BNN, bahwa kuasa hukum Pak Refan sudah mendaftarkan praperadilan ke PN Selatan,’’‘’Terus itu reaksi BNN gimana, Pak?”‘’Ya, itu ancaman buat mereka. Itu akan menurunkan kredibilitas kinerja mereka. Karena kalau menang atau tidak di praperadilan, kita tetap akan laporkan kinerja institusi BNN ke Indonesia Police Watch. Terus bukan itu saja, kita akan laporkan juga ke lembaga PBB United Nations
Titik Terang Olive merasakan kelelahannya memuncak hari ini. Ia berharap dua rekening bank ini adalah pencarian terakhirnya. Ia sungguh kecewa, ketika sampai di kantor Bank, itu Customer Service (CS) mengatakan akan tutup dalam satu jam ke depan dan tidak menerima permintaan pelayanan yang membutuhkan waktu tunggu cukup lama. Maka ia meminta kepada staf CS itu agar mengerjakan print out rekening bank suaminya esok hari. ‘’Jika Ibu bisa kerjakan selesai besok siang jam 12, saya ambil ke sini jam 12. Saya minta nomor ponselnya, boleh? Saya akan memberikan tips yang layak untuk kerja keras Ibu. Karena saya sadar, yang saya minta itu cetak buku rekening koran selama 5 tahun,’’jelas Olive ke staf CS Bank OCBC NISP Gedung wisma 46. Staf perempuan berambut panjang dengan bulu mata lentik itu langsung membelalakkan matanya, lalu tersenyum. ‘’Ibu sangat membutuhkan segera ya, Bu? Saya bisa kerjakan setelah ini. Berhubung i
Perlawanan Sayap Patah, Suami Tertebus Sore itu cukup panas. Suhu udara Jakarta 28 derajat. Hangat tergolong panas. Namun, sore itu sangat sejuk buat Refan dan Olive. Sementara buat sebelas orang pengacara kuasa hukum pembela Refan, cuaca hari itu sangat segar menyemangati mereka. Detik-detik pelepasan klien mereka sedang berlangsung. Kemenangan mereka di depan mata. ‘’Selamat, Bapak Refan, buat prestasinya, luput dari jerat hukum,’’Kompol Agung menyalami Refan dengan sebuah senyuman. Refan membalas dengan senyuman asli, benar-benar tersenyum. ‘’Selamat, Pak Irawan. Sukses dalam tugas, ya, Pak?” Kompol Agung juga menyalami Ketua Tim Kuasa Hukum beranggotakan 10 orang pengacara ini. ‘’Terima kasih, Bapak Agung,’’balas Irawan. ‘’Saran dan masukan saya buat Bapak Refan dan juga 11 orang kuasa hukumnya. Barangkali bisa disampaikan ke khalayak yang lain. Tapi secara khusus siang ini saya pesan buat Bapak Refan. Bahwa jerat hukum narkoba itu sulit buat mengurainya, buat lepas dari itu.
Akhir dari Perang DinginIrawan dan Olive sedang mendiskusikan perihal keterkaitan keuangan suaminya dengan selingkuhannya. Namun, Irawan menggiring Olive agar ia memiliki strategi defensif yang lebih baik saat menghadapi suami yang berselingkuh. Irawan melihat Olive terlalu lembek menghadapi perselingkuhan suaminya. Sebagai akibatnya sangat fatal, kesehatan suaminya menjadi taruhan.‘’Saya punya klien orang-orang hebat sekelas Bapak Refan di habitat pekerjaannya masing-masing. Kasus pemakai narkoba. Kemiripannya sama. Mereka mengalami gangguan kejiwaan. Terlihat dari penjelasan keluarganya bahwa klien saya itu konsul ke dokter psikhiater. Umumnya mereka itu sama seperti Ibu, terlalu lembek, tidak mau sedikit galak. Akibatnya, racun narkoba masuk terus. Pemakaian narkoba jangka panjang bikin syaraf dan otak putus,’’ papar Irawan.‘’Bukannya Bapak pernah bilang, suami saya bukan sekedar dira
Pembuktian Dua Lacak Jejak TerakhirDari mana datangya lintah? Dari darat turun ke kali. Dari mana datangnya Rita? Dari diskotek turun ke kantor polisi. Ini peribahasa yang mencibir Refan sejak tadi. Ia mendengar seorang polisi berkelakar tentang perilaku selingkuhnya. Ia merasa sangat malu dan geram.Sepi kembali mencekam. Refan masih meniduri sofa panjang berlapis kain wool kuning. Berusaha tidur, namun ia gelisah. Dari terbaring, kembali berubah posisi ke duduk. Ia yakin Rita berada hanya berjarak beberapa meter dari gedung ini. Ia merasa sangat heran, kenapa kisah cinta yang ia tutup rapat seakan hanya dia dan iblis yang tahu, dipisahkan di tempat ini dengan cara ditelanjangi banyak pihak. Ketika rombongan pengacara, istri dan ibunya meninggalkannya di tempat itu seorang diri malam ini, ia merasakan lagi kesepian ini sebagai sebuah hukuman Tuhan. Sebuah karma. Jika bukan, tidak mungkin perasaan yang ia alami seperti ini.Ia mel
Harta Dalam Pernikahan dengan Mafia Narkoba, Disita Negara Refan adalah orang pertama yang kaget dan tidak bisa terima penjelasan itu. Namun ia menahan diri seolah tanpa ekspresi meski dalam batinnya marah, kecewa tak terperi. Yang jelas sedih mendengar hal itu adalah Olive. Ia berpikir, mulai malam ini ia beristirahat dari penat mengumpulkan data pembelaan untuk suaminya. Namun, Olive juga berusaha berwajah dingin seolah tak perlu bereaksi. Namun, yang wajahnya tak bisa dibohongi dan tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya adlah Tante Anita. ‘’Loh, kenapa?” Tanya Tante Anita. Irawan segera menghadap Kompol Agung dan membahas hal itu tidak di hadapan kliennya. Dari kejauhan terlihat Polisi dan Irawan terlibat negosiasi yang alot. Namun tak berapa lama kemudian, Irawan kembali ke ruangan di mana klien dan keluarganya sedang berkumpul. Tim kuasa hukum Refan berada di pihak yang diombang-ambingkan nasibnya. Di dalam hati s
Detik-Detik Penentuan ''Kutunggu Cinta.Apakah berpihak kepadaku. Ku meminta jawab saat ini.''Sebuah puisi yang dituliskan entah oleh siapa di sebuah brosur sekolah playgroup yang sengaja dimasukkan orang ke celah di bawah pintu unit apertemennya. Olive berterima kasih atas tanda alam yang dianugerahkan Tuhan lewat brosur ini. Ia meminggirkannya ke tong sampah. Brosur itu ia baca sesaat sebelum meninggalkan apartemennya, malam itu Waktu menunjukkan pukul 20.10. Langit Jakarta tak segelap rona hidup yang baru saja melewati rumah tangga Olive-Refan. Olive dan mertuanya sedang dalam perjalanan menuju BNN Cawang. Mercedes Benz S-Class Hitam bernomor polisi B 1988 RO itu memasuki jalan besar Gatot Subroto menuju arah Cawang. Mereka masih membahas perselingkuhan Refan dengan penari striptis mafia narkoba, Rita Anastasia ‘’Nak, kamu memang beda dibandingkan para istri kebanyakan. Ekspresi kamu itu melihat kelakuan anak Tant
Mencerna Sebuah Kehilangan Hari ini pertempuran wanita murahan Vs wanita rumahan sepertinya segera berakhir, Olive mencerna makna kehilangan. Ia menemukan kembali hati suaminya utuh, meski raganya babak belur. Suaminya lolos dari lubang maut jerat hukum cinta sang mafia narkoba, Rita Anastasia. Bisa maut service ranjang Rita Anastasia yang merasuk di tubuh Refan juga telah habis. Refan Mananta akhirnya menyadari ia meminum racun mut setiap hari. Namun bersyukur ia punya Tuhan yang memberi dia seorang penolong, istri yang baik budi. Irawan menghubungi istri kliennya, Olivia Mananta memberitahukan bahwa malam itu sekitar pukul 11. 00 dalam tiga jam ke depan suaminya akan dibebaskan BNN. Irawan meminta Olive agar menyiapkan penyambutan terbaik atas kemenangan suaminya melawan mafia narkoba yang menjeratnya dalam masalah besar ini. Olive sedang kelelahan beristrahat di rumah. Namun ia siaga dengan ponselnya kalau-kalau pengac
Titik Terang Olive merasakan kelelahannya memuncak hari ini. Ia berharap dua rekening bank ini adalah pencarian terakhirnya. Ia sungguh kecewa, ketika sampai di kantor Bank, itu Customer Service (CS) mengatakan akan tutup dalam satu jam ke depan dan tidak menerima permintaan pelayanan yang membutuhkan waktu tunggu cukup lama. Maka ia meminta kepada staf CS itu agar mengerjakan print out rekening bank suaminya esok hari. ‘’Jika Ibu bisa kerjakan selesai besok siang jam 12, saya ambil ke sini jam 12. Saya minta nomor ponselnya, boleh? Saya akan memberikan tips yang layak untuk kerja keras Ibu. Karena saya sadar, yang saya minta itu cetak buku rekening koran selama 5 tahun,’’jelas Olive ke staf CS Bank OCBC NISP Gedung wisma 46. Staf perempuan berambut panjang dengan bulu mata lentik itu langsung membelalakkan matanya, lalu tersenyum. ‘’Ibu sangat membutuhkan segera ya, Bu? Saya bisa kerjakan setelah ini. Berhubung i
Sesal Itu Pasti Belakangan Jam tangan menunjukkan Pukul 11.30. Olive bersiap meluncur ke BNN untuk membesuk suaminya. Namun sebelum berangkat ke sana, ia merasa perlu menghubungi pengacaranya.‘’Halo, selamat siang, Pak Irawan. Bapak sudah ketemu suami saya hari ini? Ada kabar apa, Bapak?” Tanya Olive saat menghubungi Irawan, siang itu.‘’Sudah, Ibu. Saya sudah ketemu beliau. Saya juga sudah menghadap Kepala Deputy IV BNN Pak Benny. Saya beritahukan kepada BNN, bahwa kuasa hukum Pak Refan sudah mendaftarkan praperadilan ke PN Selatan,’’‘’Terus itu reaksi BNN gimana, Pak?”‘’Ya, itu ancaman buat mereka. Itu akan menurunkan kredibilitas kinerja mereka. Karena kalau menang atau tidak di praperadilan, kita tetap akan laporkan kinerja institusi BNN ke Indonesia Police Watch. Terus bukan itu saja, kita akan laporkan juga ke lembaga PBB United Nations
Menghitung Hari Dag Dig Dug Hari keempat penangkapan Refan Mananta. Hari masih pagi. Olive tak jenak bekerja. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia ingin jam cepat menunuju 11.30, dia harus mengunjungi suaminya. Saat ini baru jam 09.00. Lalu ia pergi menuju ruangan Tubagus, seperti biasa ingin minta saran dan masukan. Ia melihat Tubagus berada di kabin server IT, maka ia tak berani mengganggu. Namun karena telah satu jam Tubagus tak kunjung nongol ke luar kabin, maka ia memberanikan diri masuk ke ruangan Tubagus. ‘’Gus....Gus....Lagi sibuk ya, Gus?” ‘’Hem...kenapa, Non?’’ Tubagus mencondongkan kepala ke luar kabin. ‘’Aku duduk di sini aja boleh ya, Gus? Aku ganggu kamu sehari ini, boleh? Mau ngomongin itu tuh?” ‘’Boleh....Tapi aku di sini, ya Non? Soalnya ini sedikit lagi kelar. Paling setengah jam,’’jelas Bagus. ‘’Ok, makasih, Gus,’’jawab Olive. ‘’Udah, kamu sambil cerita, aku dengerin,’’Jawab Tu