"Iya, Mbak, sebentar ya," sahutku.Aku pun segera membuka pintu kamar mandi, kemudian keluar dari sana. Saat aku membuka pintu kamar mandi, ternyata Mbak Wina sudah berkacak pinggang di depan pintu kamar mandi tersebut."Kamu ini mau ngerjain aku ya, Mila. Bikin kesel aja," sungutnya."Maaf, Mbak, tadi perut aku bener-bener sakit," sahutku, walau pun itu bohong."Ah, ngeles saja kamu," ujarnya.Kemudian ia pun kembali mengikat kedua tanganku ke belakang. Saat ia sedang mengikat tanganku, aku memperhatikan ruang lingkup tempat penyekapan ini. Aku mencari posisi pintu depan dan juga pintu belakang. Jadi jika nanti ada kesempatan bagus untuk kabur, aku sudah tahu dimana posisi kedua pintu tersebut. Aku tadinya menyangka, kalau aku disekap di rumah Bu Risma, atau di rumah Mbak Wina. Tapi saat aku melihat ruangannya, ternyata aku juga merasa asing dengan rumah ini. Karena ternyata tempat ini bukanlah rumah Bu Risma, maupun rumah Mbak Wina seperti yang ada dalam dugaanku."Ayo jalan, nga
"Ada apa sih? Ngapain kalian begitu mengkhawatirkan aku?" tanya seorang pria, yang suaranya mirip dengan pria misterius itu."Mas Reno, kamu itu habis dari mana sih?kami semua khawatir tau sama kamu," kini terdengar suara Mbak Wina yang bertanya.Aku begitu terkejut, saat mendengar Mbwk Wina memanggil nama Mas Reno. Ternyata benar, kalau Mas Reno itu masih hidup. Tapi jika Mas Reno masih hidup, terus siapa yang menjadi korban meninggal di rumah sakit jiwa kemarin? Kok semua ciri-cirinya mirip seperti Mas Reno, apa semua ini cuma rekayasa doang? Aku mendengar dari pembicarannya, Mas Reno juga tidak seperti orang gila pada umumnya. Ia berbicara normal serta nyambung, tidak seperti orang yang tidak waras. Tetapi kenapa kemarin Bu Risma nangis-nangis meminta pertanggung jawaban padaku, bahkan ia juga menyalahkan aku atas semua yang terjadi pada anaknya. Tetapi ternyata, anaknya itu baik-baik saja. Ia tidak gila, tidak juga meninggal dunia. Aku merasa benar-benar tertipu, telah merasa pr
"Reni, tolong kamu tutup dulu matanya, si Mila! Jangan lupa, tutup yang rapat dan jangan sampai ia bisa melihatnya," perintah Bu Risma kepada anak perempuannya."Iya, Bu, sahur Reni.Ia mengikuti intruksi, yang diberikan oleh ibunya. Reni menutup mataku serapat mungkin, seperti yang diminta Ibunya. Sehingga aku benar-benar tidak bisa melihat, entah mereka mendapat ide dari mana untuk melakukan kriminal seperti ini. Setelah itu, aku disuruh jalan sambil dituntun entah oleh siapa. Aku pun mengikuti apa yang diminta, tanpa mau melawannya untuk saat ini dan dalam keadaan seperti ini. Bukan karena aku takut, tetapi demi untuk menyelamatkan diri. Karena walau kami sesama perempuan, tetapi jumlah kami berbeda jauh. Aku hanya sendirian, sedangkan mereka bertiga. Ditambah lagi ada Mas Reno, yang membuat pertahanan mereka semakin kuat."Ayo naik," perintah Mbak Wina. "Naik ke mana, Mbak? Aku kan tidak bisa melihatnya," tanyaku."Di depan kamu ada mobil, pintunya juga sudah terbuka. Ayo langk
"Tolong ... tolong," teriakku lagi.Tapi ternyata memang tidak ada orang, di sekitar tempat ini. Aku pun terus berjalan menelusuri jalanan, yang terdapat bekas ban mobil tersebut. Aku berjalan sembari berdoa, semoga Allah segera mengirim malaikat penolong buatku. Sudah hampir tiga puluh menit aku berjalan, kini aku merasa sudah tidak sanggup lagi melanjutkan perjalananku ini. Aku pun mencari tempat untuk beristirahat, sambil menunggu keajaiban datang. Saat beristirahat, aku mendengar suara mobil yang mendekat ke arahku. Aku mencari tempat persembunyian, sebab aku takut jika itu adalah mobil yang dikendarai Bu Risma dan juga Mbak Wina. Aku takut, jika mereka berniat membawaku lagi. Tapi saat mobil tersebut mendekat, aku begitu merasa bahagia, sebab aku sangat mengenal mobil tersebut. Ternyata doaku diijabah Allah karena mobil itu adalah mobil Papa, yang selama ini selalu aku pakai. Karena dulu setelah mobilku hancur, akibat kecelakaan tempo hari. Kemana pun aku pegi, aku selalu men
Ekspresi wajahnya terlihat sangat kaget, ia tidak percaya, dengan apa yang aku ucapkan barusan. Apalagi Papa taunya, kalau Mas Reno telah pergi untuk selamanya. "Iya, Nak, mana mungkin ia masih hidup. Terus jenazah siapa, yang tempo hari itu?" timpal Mama. Ia pun sama seperti Papa, tidak mempercayai ucapanku. Jangankan mereka, aku pun sebenarnya tidak akan percaya dengan semua ucapanku sendiri, jika tidak mendengar perkataan keluarga Bu Risma waktu itu."Mila, aku juga tidak percaya, kalau ternyata Reno masih hidup. Karena mana mungkin, orang yang telah meninggal, serta telah dikuburkan bisa hidup lagi. Kamu salah kali, Mila," ujar Dokter Reynaldi, sambil menghampiri kami."Mas, Mah, Pah, sebenarnya aku juga tadinya tidak percaya. Tetapi itulah kenyataannya, kalau ternyata Mas Reno masih hidup," tegasku.Mereka semua saling lirik, saat mendapat penjelasan dariku. "Jadi benar, kalau Reno masih hidup?" tanya mereka serempak."Iya, benar," sahutku.Aku memperjelas, jika semua perkataa
"Jadi begini, Pak. Menurut pengakuan anak saya, Mila, kalau Reno itu sebenarnya belum meninggal dunia. Ia masih hidup dan orang yang meninggal tempo hari itu bukanlah mantan suaminya," terang Papa."Jadi maksudnya, Reno itu telah mengelabui kita, Pak Darmawan? Ia berpura-pura telah meninggal dunia, padahal orang yang meninggal itu orang lain?" tanya Pak Komandan lagi.Terdengar dari nada bicaranya, sepertinya ia juga kaget, dengan apa yang disampaikan Papa tentang Mas Reno. Bagaimana tidak kaget, orang berita kematian Mas Reno telah tersebar, serta semua orang menganggap jika Mas Reno telah benar-benar meninggal. Tetapi kenyataannya lain, ia malah masih bisa berkeliaran bebas. Bahkan ia juga ternyata tidak gila, seperti yang selama ini kami kira."Benar sekali, Pak Komandan. Sepertinya kita telah dikelabui olehnya," jawab Papa."Wah, benar-benar kurang ajar itu si Reno. Jangan-jangan, kebakaran yang terjadi tempo hari, ada unsur kesengajaan lagi. Ini semuanya harus segera kembali dit
"Oh iya, terima kasih," ucap kami."Sama-sama," sahutnya. Setelah itu, kami pun pergi menuju ruang UGD tersebut. Kami dipandu oleh Dokter Reynaldi, yang telah mengetahui di mana letaknya. Sesampainya di sana, ternyata di depan ruang UGD, sudah ada dua orang anggota polisi yang sedang berjaga.Melihat kedatangan kami, mereka pun langsung mempersilakan masuk. Tetapi tidak bisa semuanya, hanya dua orang saja. Pertama-tama, Papa dan juga Pak Edi, kedua Mama bersama Bi Ratih, yang terakhir aku dan juga Mas Reynaldi.Saat aku masuk, ada dua orang yang sedang dirawat, keduanya terlentang tidak berdaya, keduanya juga sama-sama menggunakan alat bantu. Namun, kondisi Bu Risma terlihat begitu lemah, jika dibandingkan dengan Reni. Keadaannya kini terlentang tidak berdaya, tidak seperti biasanya ketika ia sehat, Bu Risma selalu penantang-petenteng kepadaku."Mas, ternyata nasib orang itu tidak ada yang tau ya. Tadi Bu Risma masih sehat dan juga segar, bahkan tadi ia masih sempat berkata kasar ke
POV BU RISMA bagian 1"Bu, ini namanya Mila, calon istri aku," ucap Reno anakku memperkenalkan seorang gadis kepadaku.Aku bukannya tidak senang, ketika sang anak membawa seorang gadis menemuiku. Hanya saja gadis itu mengingatkanku kepada seseorang. Ia begitu mirip, dengan wanita yang dulu telah menghancurkan rumah tangga Ibuku.Seorang wanita, yang telah tega mengambil kebahagiaanku. Karena Bapakku malah memilih perempuan itu dan pergi dengan wanita tersebut. Bapak lebih memilih wanita kaya itu, dibanding aku dan juga Ibu. Ia meninggalkan aku dan juga Ibu, padahal waktu itu aku masih kecil, serta masih butuh banyak perhatian darinya.Semenjak Bapakku pergi, ia sudah tidak peduli lagi kepadaku dan juga Ibu. Hingga Ibumembesarkan aku dengan susah payah. Semenjak saat itu aku benci dengan wanita itu dan juga Bapak. Aku mendengar kabar, kalau ternyata perempuan itu seorang pengusaha dan memiliki anak semata wayang, yang bernama Darmawan.Jadi Darmawan adalah anak sambung Bapak. Karena
"Aku lebih memilih memaafkannya, Mas. Karena sepertinya dia bersungguh-sungguh meminta maaf kepadaku. Akupun tidak mau menyimpan dendam, apalagi orang tersebut sudah mengatakan maaf," terangku.Mas Reynaldi pun manggut-manggut, saat mendengar penuturanku tentang keputusan apa yang aku ambil."Baguslah kalau memang begitu, kamu memang orang baik, Mila. Kamu tidak mempunyai rasa dendam, walaupun orang tersebut telah menyakiti kamu," puji Mas Reynaldi."Ya memang harus seperti itu, Kan mas? Lagian untuk apa juga aku memperpanjang masalah, toh dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan dia juga telah mengucapkan kata maaf. Itulah yang penting buatku,"Setelah itu kami membahas tentang persoalan lain, yaitu membicarakan masalah pertunangan kami, yang akan dilaksanakan besok malam. Kami akan melaksanakan pertunangan tersebut di sebuah gedung, yang telah kami persiapkan jauh-jauh hari. Lumayan banyak juga orang yang akan kami undang, yaitu keluarga dekat kami, seluruh karyaw
"Oh, ada Maya ya, Bi. Ya sudah, Bi, bilang sama Maya tunggu sebentar ya," pintaku."Iya, Non," sahut Bi Ratih.Aku pun segera merapikan pakaian, serta memakai kerudung, lalu setelah selesai baru aku menemui Maya beserta keluarganya. "Mila, maaf aku menganggu," ucap Maya dengan lembut.Maya tidak seperti biasanya yang selalu bersikap arogan. Ia bertanya saat aku baru saja masuk ke ruang tamu. Padahal tadinya aku berniat mau menyapa mereka duluan, tapi ternyata malah didahului oleh Maya."Lho ... kenapa kamu meminta maaf, Maya? Memangnya kamu punya salah apa sama aku," tanyaku berpura-pura tidak mengerti."Mila, kamu jangan melaporkan aku ke Polisi ya! Aku mohon, Mila," pinta Maya memelas.Memangnya kamu salah apa, hingga aku harus melaporkan kamu ke Polisi?" Aku masih tetap berpura-pura tidak tahu, tentang apa yang telah dilakukannya. Maya pun kemudian menjelaskan semuanya, tentang perbuatannya yang menyewa orang untuk mencelakaiku tempo hari.Dia terus memohon kepadaku, jika dia ti
"Maaf, semuanya, kami sebagai pihak rumah sakit sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun sayang, pasien tidak bisa bertahan dan ia meninggal dunia," terang Dokter."Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap kami serempakHatiku terhenyak saat mendengar kabar duka yang diucapkan oleh sang dokter yang telah menangani Mas Reno selama ini. Mbak Wina pun menangis, ia memelukku erat. Aku pun tidak kuasa menahan haru dan akhirnya ikut menangis. Aku merasa ikut sedih karena Mas Reno meninggal, sebab ia tidak kuat menahan peluru yang bersarang di pinggangnya. Karena kata dokter, peluru tersebut sampai mengenai ginjalnya. Mengerikan memang, tapi inilah jalan hidup yang harus dijalaninya. "Sudahlah, Mbak, kamu yang sabar ya. Mungkin ini memang jalan Mas Reno untuk kembali kepada pemilikNya. Kita doakan saja, semoga Mas Reno bisa diterima amal ibadahnya, serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah." Aku berusaha membujuk Mbak Wina, supaya ia tidak berlarut dalam kes
"Aku kok malas banget ya, Mas. Apalagi jika mengingat semua perbuatannya, ujarku."Mas paham, Mila, tapi kamu juga jangan seperti itu. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapa pun, walaupun orang tersebut telah menyakiti kita," tegur Mas Reynaldi.Perkataannya itu membuat aku malu, padahal yang seharusnya julid itu dia. Karena Mas Reno merupakan mantan suamiku, sedangkan dia merupakan calon suamiku. Tapi kini malah dia yang mengingatkan aku, supaya aku mau menengok mantanku tersebut."Iya, Mas, kamu benar. Ternyata aku telah salah telah berpikir seperti itu," ucapku."Itu manusiawi kok, Mila. Karena yang namanya manusia pasti mempunyai salah dan khilaf. Makanya sekarang Mas ngingetin kamu, barangkali kamu sedang khilaf kan," sahut Mas Reynaldi."Bener, Mas, terima kasih ya kamu telah mengingatkan aku. Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit! Kita ajak Mama sama Papa ya, barangkali saja mereka juga mau menengok, biar sekalian kita berangkat bareng," kataku.Aku pun kemudian s
"Keadaan Pak Reno untuk saat ini masih hidup, ia membutuhkan perawatan secara medis. Semoga saja dia bisa selamat," sahut Pak Polisi.Aku merasa ngeri saat mendengar Pak Polisi menjelaskan, tentang keadaan Mas Reno saat ini. Ternyata ia di tembak polisi karena berusaha melawan pihak yang berwajib. Pantas saja jika tadi terdengar suara tembakan, serta terdengar suara jeritan bahkan suara tembakannya sampai terdengar dua kali.Aku tidak menyangka, jika Mas Reno sampai segitunya. Hanya karena niat ingin mengusai harta bendaku, sehingga ia menjadi seorang kriminal, yang harus berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Ia bahkan sepertinya tidak kapok, telah membuat Ibu dan adiknya meninggal dunia. Atau mungkin juga ia belum tahu, jika Bu Risma dan juga Reni telah tiada. Kemudian aku melirik ke arah Mbak Wina, ia hanya tertunduk tanpa bersuara. Tetapi wajahnya begitu pucat, entah karena sedang sakit, atau karena kaget dengan semua yang terjadi barusan kepadanya. "Jadi maksudnya, Mas R
"Siap, Mas. Apa pun yang terjadi nanti dan hukuman apa yang akan ditanggungnya, itu merupakan resiko yang harus dia pertanggung jawabkan," jawabku."Ya sudah, jika kamu sudah siap. Biar para polisi segera melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin," pungkas Mas Reynaldi.Ia mengakhiri perkataannya, aku pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Mas Reynaldi. Kemudian kami berdua kembali fokus untuk melihat para polisi, yang sedang melakukan tugasnya tersebut. Ada sekitar delapan orang polisi yang menjalankan misi ini. Para polisi tersebut mengepung rumah, yang dikatakan detektif ada kedua tersangka tersebut. Setelah itu salah satu polisi mendobrak pintu, hingga akhirnya pintu terbuka. Kemudian setelah pintu terbuka, masuklah empat orang polisi. Sedangkan keempat orang lainnya berjaga-jaga di luar. Tidak berapa lama setelah polisi masuk, terdengar dua kali suara tembakan dari dalam rumah tersebut, serta jeritan seseorang entah siapa itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, sehingga terde
"Ya iya dong, Mas, aku ingin tau. Makanya aku bertanya sekarang," sahutku.Mas Reynaldi, kembali membuka sabuk pengamannya, kemudian langsung menghadapku."Baiklah, Mila, aku akan memberitahumu, kenapa aku tidak mengajarimu waktu itu. Aku menyuruh Mbak Rika yang mengajari kamu karena belum tentu juga kalau Mas yang mau mengajari kamu, kamunya mau. Apalagi waktu itu Mas sedang dalam tahap pendekatan sama kamu. Jadi Mas takut, kalau nantinya kamu malah tidak mau menerima Mas. Jadi Mas minta tolong saja sama Mbak Rika, beres kan," terang Mas Reynaldi."Oh, jadi seperti itu ya," "Hooh. Ya sudah, ayo kita pulang," ajaknya."Ayo," kataku.Setelah itu, Mas Reynaldi pun kembali memakai sabuk pengaman. Kemudian ia segera melajukan mobilnya membelah jalanan kota. Sedangkan mobilku, yang dibawa Pak Edi telah berangkat lebih dulu. "Mila, apa kamu tahu, siapa orang yang telah menyuruh ketiga pria tadi untuk menghadangmu," tanya Mas Reynaldi."Iya, Mas, aku tau,""Lalu siapa orang yang telah ber
Saat mereka bertiga akan menyentuhku, aku segera memberi mereka jurus, yang selama ini aku pelajari dari Mbak Rika. Ternyata benar-benar ada manfaatnya semua ini, sebab aku bisa membuat mereka bertiga kalah dan terjatuh satu-persatu. Maya pun terlihat kaget, saat melihat semuanya itu. Mungkin ia tidak menyangka, jika aku ternyata bisa bela diri. "Mila, ternyata kamu sekarang ada kemajuan ya. Kamu juga bahkan sudah bisa bela diri sekarang," ujar Maya."Kenapa, Mbak Maya? Apa kamu kaget melihat aku bisa bela diri, atau kamu takut menghadapiku?" tanyaku balik."Sombong kamu, Mila, kamu itu sekarang menyebalkan sekali. Lihat saja kamu, apa kamu sekarang bisa melawan ketiga anak buahku? Kalau memang kamu bisa, baru aku akan mengakui kalau kamu hebat," ujar Maya."Heh ... kalian bertiga, ayo kalian maju! Cepat tangkap perempuan ini, lalu bawa dia ke tempat yang sudah ditentukan! Aku percayakan semuanya kepada kalian, masa iya kalian bertiga harus kalah dengan seorang perempuan. Badan kali
"Mbak, maaf ya, bisa pindah nggak? Mbak, jangan tidur di jalan, soalnya menghalangi kendaraan yang mau melintas. Mbak bisa tidur di pinggir jalan biar aman," panggung.Tetapi ia tidak bergeming, Namun, saat aku mau mengecek keadaannya, ada tiga orang pria kekar yang menghampiriku. Mereka berhenti, kurang lebih dua meter dari tempat aku berdiri. Kemudian si perempuan yang tadi tergeletak pun bangun, bersamaan dengan suara tepuk tangan yang datang dari arah belakang tiga pria tadi.Kemudian tiga orang pria ini menyebar mengelilingiku, ia memberi jalan kepada orang yang bertepuk tangan tersebut. Namun, yang begitu mengejutkan buatku. Karena ternyata, orang yang bertepuk tangan tersebut adalah Maya. Seorang perempuan, yang bersikukuh ingin mendapatkan Mas Reynaldi."Mbak Maya" kataku, kaget."Iya, Mila, aku adalah Maya. Kenapa, kamu kaget melihatku?" tanya Mbak Maya.Ia bertanya kepadaku, sambil terus mendekatiku. Sampai kini kami berdiri dan saling berhadapan."Mbak, kenapa kamu ada di s