Oliv dan Olano memperhatikan keromantisan papa dan mamanya yang memang selalu terlihat mesra, baik di depan umum sekalipun.
Mungkin bagi sebagian orang yang melihat pasti mengira jika kedua orang tuanya suka mengumbar kemesraan. Tetapi, bagi Oliv dan Olano itu semua karena cinta kedua orang tuanya yang begitu kuat.
Mereka bahagia, tentu saja. Oliv dan Olano bersyukur lahir di keluarga yang harmonis seperti ini. Keduanya juga merasa iri dengan keromantisan papa dan mama mereka.
Oliv dan Olano sangat berharap kelak akan seperti mama dan papanya, yang tetap saling mencintai sampai kapanpun, sampai maut memisahkan.
Diantara Oliv dan Olano, sepertinya Oliv lah yang terlalu menghayati keromantisan pagi ini. Terbukti gadis itu sampai senyum-senyum sendiri terbawa suasana.
Merasa malu ketika menyadari tatapan sang kakak yang seakan meledeknya. "Kenapa?" tanya Oliv menaikkan sebelah alisnya.
"Pengen ya?"
"Ap
Ternyata Oliv tidak main-main dengan ucapannya kemarin pada sang abang. Ia benar-benar Mengundurkan diri dari tempatnya bekerja."Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Devan terlihat marah dan tak terima.Sebisa mungkin Oliv bersikap santai, tak mau sedikitpun terbawa suasana dan emosi. "Karena saya ingin membuka usaha sendiri, Pak.""Usaha sendiri?" Oliv mengangguk. "Usaha sendiri seperti apa?""Jualan online."Devan memijit pelipisnya, ini terlalu mendadak sekali untuknya. Kenapa tiba-tiba begini Oliv mengundurkan diri."Saya ada salah ya sama kamu?""Tidak sama sekali, Pak.""Lalu kenapa kamu mendadak mengundurkan diri seperti ini, Liv?""Maaf Pak. Tadi saya sudah menjelaskan alasan saya berhenti bekerja. Jadi, saya tidak akan mengulanginya lagi.""Baik," Devan menganggukkan kepalanya. "Saya terima surat peng
Rahayu mengigit bibir bawahnya cukup kuat nyaris berdarah jika saja Dekan tak mengentikannya."Kamu tenang dulu ya, kita berdua akan menjelaskannya pelan-pelan sama Devan. Dia pasti ngerti kok."Rahayu menggeleng lemah, "gak akan bisa dimengerti untuk orang yang keceplosan beb.""Ya, tapi masa Devan akan marah-marah terus pecat kamu hanya gara-gara masalah ini." protes Dekan tak terima. Rahayu memang salah karena secara tak sengaja sudah keceplosan memberitahukan misi keduanya pada Oliv. Tapi, itu kan karena keceplosan yang tidak disengaja.Eh, terus kalau Rahayu yang bercerita padanya mengenai masalah ini termasuk keceplosan juga gak ya?"Kamu juga awalnya gak tau mengenai ini, tapi karena aku yang kelewat panik terus ngadu ke kamu pada akhirnya juga ceritain masalah ini ke kamu." Dekan mengangguk lemah, "itu artinya sudah dua orang yang tau rencana kami berdua ini. Kamu dan Oliv." Dekan kembali mengangguk lemah."Hu
Devan tak bisa mengalihkan perhatiannya ketika suara langkah-langkah kaki memasuki ruang tamu dan mendekat padanya. Matanya begitu terfokus menatap wajah cantik Oliv yang harusnya tersenyum menyambut kedatangannya, namun wajah Oliv justru cemberut seakan tak suka dengan kedatangannya.Mama Oliv tersenyum manis pada Devan seraya menarik sedikit Oliv agar lebih mendekat padanya."Kalian berdua mengobrolah, Tante mau ke dapur dulu buat minum." ucap mama Oliv berusaha mendudukkan sang anak agar duduk di sofa dekat Devan.Oliv ingin memprotes apa yang dilakukan mamanya, tapi dengan cepat sang mama mengedipkan sebelah matanya seraya tersenyum manis dan setelahnya berlalu pergi menuju dapur.Oliv berdeham sekali dan membuang pandangannya ke arah lain, kemana saja asalkan bukan ke arah Devan yang saat ini justru terlihat bingung.Ia tatap Oliv yang enggan menatapnya, Devan tau itu tapi ia memilih
"Apa? Kutil?" pekik Devan kaget. Beberapa saat yang lalu Oliv sudah mengatakannya pada Devan mengenai rahasia yang selama ini ia tutupi."D-dimana?" tanya Devan ingin tahu pasti letak keberadaan kutil-kutil di tangan Oliv."Ini!" Oliv memperlihatkan telapak tangannya pada Devan serta menunjuk dimana saja letak kutil-kutilnya."Lumayan banyak ya," ucap Devan menatap lekat kutil-kutil di jari jemari tangan Oliv yang terlihat lebih menonjol daripada yang di telapak tangannya."Susah berapa lama ini?" tanya Devan antusias dan juga penasaran."Beberapa tahun yang lalu."Devan mengangguk, "memang apa saja yang kamu makan selama ini?""M-maksudnya? Ya, makan nasi sama sayur mayur dan juga lauk pauk." sahut Oliv sewot. "Memang Bapak mikirnya saya makan apa? Ya kali saya makan besi dan baja gitu?""Memang kalau makan besi dan baja beneran bisa jadi kutilan kayak gitu?" Devan balik bertanya dengan begi
Dua minggu kemudian....Hari ini Devan menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke rumah Oliv disela-sela kesibukannya yang lumayan padat. Rencananya, hari ini ia ingin mengajak Oliv ke suatu tempat.Namun Devan masih merahasiakan tujuannya, sehingga membuat Oliv menjadi sangat penasaran. Akan dibawa kemanakah fotonya oleh Devan?"Aku semakin penasaran," ucap Oliv menoleh pada Devan yang saat ini tengah fokus menyetir.Devan tersenyum menyeringai, "kenapa? Kamu berpikiran kalau aku ingin menyulik kamu gitu?""Bukan gitu...." elak Oliv memprotes asumsi Devan. "Saya cuma penasaran aja kemana Bapak akan membawa saya.""Hah, formal lagi." gantian kali ini Devan yang memprotes cara gaya bicara Oliv yang kembali formal padanya. "Dan apa itu? Bapak?"Oliv mengangguk, "lalu saya harus panggil anda apa?"Devan melirik kesal Oliv sekilas, "menyebalkan!" cibirnya tak suka. Sementara Oliv mati-mat
Devan kaget dan bingung dengan reaksi tiba-tiba dari Oliv yang menjerit histeris. Bahkan belum sempat baginya bertanya Oliv malah main nyelonong pergi begitu saja.Saat Devan bergerak hendak menyusul Oliv, si nenek mencekal lengannya. Devan menoleh dengan raut bingung."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia."Devan tak terlalu begitu mendengarkannya dengan jelas. Namun ia tetap menganggukkan kepalanya dan berpamitan pada sang nenek serta meminta maaf atas nama Oliv yang telah bertindak tak sopan."Oliv?!" jerit Devan memanggil Oliv yang entah sudah pergi kemana."Kemana sih dia perginya?" gumam Devan ngomel. Bukannya apa, Devan khawatir pada Oliv yang main kabur gitu aja di tempat baru seperti ini pula.Kan, ini
Devan kembali memikirkan ucapan si nenek misterius waktu itu. Dimana si nenek memberi saran baik untuknya dalam menjaga serta melindungi Oliv."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia.""Perasaan bimbang dan keragu-raguan?" gumam Devan sedikit bingung dengan dua kata itu.Memang apa sebenarnya yang tengah membebani pikiran Oliv sehingga gadis itu kerap merasa bimbang dan ragu? pikir Devan bertanya-tanya."Apa aku harus tanya langsung aja ya sama Oliv?" ujar Devan bermonolog."Mau tanya apa?"Devan langsung berbalik badan saat mendengar sebuah suara yang sangat dikenalnya. Kedua sudut bibirnya bergerak membentuk sebuah senyuman manis menyambut kedatangan Oliv yang secara
"Oliv?" panggil Devan gemas, pasalnya gadis itu hanya diam saja. Tak memberi jawaban atas pertanyaannya.Padahal Devan sudah sangat berharap sekali gadis pujaan hatinya ini langsung memberikan jawaban untuknya.Apapun itu, mau diterima atau tidak. Devan sudah menyiapkan dirinya. Ya walaupun dia sangat berharap Oliv menjawab. Ya, aku mau.Tapi, kalaupun tidak, ya sudah tidak apa-apa. Devan akan berusaha berlapang dada menerimanya."Kamu tidak ingin menjawab lamaranku?" goda Devan menyentuh lembut pipi Oliv dan kembali mengecup punggung tangannya."Oliv, aku—""Kamu serius?" sela Oliv balik bertanya. "Devan, kamu serius dengan ucapan kamu ini?""Ya, tentu saja. Kenapa tidak?""Aku takut.""Takut kenapa?" tanya Devan dengan dahi berkerut."Aku takut kalau kamu bukan cinta sejatiku. Uhm, maksudnya, aku t
Ekstra part.Beberapa bulan kemudian....Devan dan Oliv merasa pusing sekali dibuat sepasang kekasih yang tengah sibuk berdebat memilih konsep untuk acara pesta pernikahan mereka nanti.Siapa lagi kalau bukan Dekan dan Rahayu saling tak mau mengalah. Rahayu ingin pesta pernikahan yang paling mewah, berbanding terbalik dengan Dekan yang justru ingin pesta pernikahan yang sederhana."Pokoknya aku mau pesta pernikahan yang megah, pesta pernikahan yang besar-besaran." ucap Rahayu bersikeras."Iya sayang, aku ngerti. Tapi apa gak buang-buang duit banyak kalau pestanya terlalu mewah kali?""Loh, memangnya kenapa? Gak apa-apa dong uang kamu terkuras banyak untuk pesta pernikahan kita. Kan sekali seumur hidup, jadi apa ruginya? Toh, untuk acara kita berdua juga. Benar gak Van, Liv?" tanya Rahayu meminta persetujuan dari pasutri itu yang terlihat kelagapan menjawabnya.
"Oliv?" panggil Devan gemas, pasalnya gadis itu hanya diam saja. Tak memberi jawaban atas pertanyaannya.Padahal Devan sudah sangat berharap sekali gadis pujaan hatinya ini langsung memberikan jawaban untuknya.Apapun itu, mau diterima atau tidak. Devan sudah menyiapkan dirinya. Ya walaupun dia sangat berharap Oliv menjawab. Ya, aku mau.Tapi, kalaupun tidak, ya sudah tidak apa-apa. Devan akan berusaha berlapang dada menerimanya."Kamu tidak ingin menjawab lamaranku?" goda Devan menyentuh lembut pipi Oliv dan kembali mengecup punggung tangannya."Oliv, aku—""Kamu serius?" sela Oliv balik bertanya. "Devan, kamu serius dengan ucapan kamu ini?""Ya, tentu saja. Kenapa tidak?""Aku takut.""Takut kenapa?" tanya Devan dengan dahi berkerut."Aku takut kalau kamu bukan cinta sejatiku. Uhm, maksudnya, aku t
Devan kembali memikirkan ucapan si nenek misterius waktu itu. Dimana si nenek memberi saran baik untuknya dalam menjaga serta melindungi Oliv."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia.""Perasaan bimbang dan keragu-raguan?" gumam Devan sedikit bingung dengan dua kata itu.Memang apa sebenarnya yang tengah membebani pikiran Oliv sehingga gadis itu kerap merasa bimbang dan ragu? pikir Devan bertanya-tanya."Apa aku harus tanya langsung aja ya sama Oliv?" ujar Devan bermonolog."Mau tanya apa?"Devan langsung berbalik badan saat mendengar sebuah suara yang sangat dikenalnya. Kedua sudut bibirnya bergerak membentuk sebuah senyuman manis menyambut kedatangan Oliv yang secara
Devan kaget dan bingung dengan reaksi tiba-tiba dari Oliv yang menjerit histeris. Bahkan belum sempat baginya bertanya Oliv malah main nyelonong pergi begitu saja.Saat Devan bergerak hendak menyusul Oliv, si nenek mencekal lengannya. Devan menoleh dengan raut bingung."Jaga dan tetap lindungilah dia, perasaan bimbang dan keragu-raguan itu masih terus membayanginya. Buatlah dirinya untuk terus berpikiran positif dan percaya, karena kedua itulah kunci untuknya bahagia."Devan tak terlalu begitu mendengarkannya dengan jelas. Namun ia tetap menganggukkan kepalanya dan berpamitan pada sang nenek serta meminta maaf atas nama Oliv yang telah bertindak tak sopan."Oliv?!" jerit Devan memanggil Oliv yang entah sudah pergi kemana."Kemana sih dia perginya?" gumam Devan ngomel. Bukannya apa, Devan khawatir pada Oliv yang main kabur gitu aja di tempat baru seperti ini pula.Kan, ini
Dua minggu kemudian....Hari ini Devan menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke rumah Oliv disela-sela kesibukannya yang lumayan padat. Rencananya, hari ini ia ingin mengajak Oliv ke suatu tempat.Namun Devan masih merahasiakan tujuannya, sehingga membuat Oliv menjadi sangat penasaran. Akan dibawa kemanakah fotonya oleh Devan?"Aku semakin penasaran," ucap Oliv menoleh pada Devan yang saat ini tengah fokus menyetir.Devan tersenyum menyeringai, "kenapa? Kamu berpikiran kalau aku ingin menyulik kamu gitu?""Bukan gitu...." elak Oliv memprotes asumsi Devan. "Saya cuma penasaran aja kemana Bapak akan membawa saya.""Hah, formal lagi." gantian kali ini Devan yang memprotes cara gaya bicara Oliv yang kembali formal padanya. "Dan apa itu? Bapak?"Oliv mengangguk, "lalu saya harus panggil anda apa?"Devan melirik kesal Oliv sekilas, "menyebalkan!" cibirnya tak suka. Sementara Oliv mati-mat
"Apa? Kutil?" pekik Devan kaget. Beberapa saat yang lalu Oliv sudah mengatakannya pada Devan mengenai rahasia yang selama ini ia tutupi."D-dimana?" tanya Devan ingin tahu pasti letak keberadaan kutil-kutil di tangan Oliv."Ini!" Oliv memperlihatkan telapak tangannya pada Devan serta menunjuk dimana saja letak kutil-kutilnya."Lumayan banyak ya," ucap Devan menatap lekat kutil-kutil di jari jemari tangan Oliv yang terlihat lebih menonjol daripada yang di telapak tangannya."Susah berapa lama ini?" tanya Devan antusias dan juga penasaran."Beberapa tahun yang lalu."Devan mengangguk, "memang apa saja yang kamu makan selama ini?""M-maksudnya? Ya, makan nasi sama sayur mayur dan juga lauk pauk." sahut Oliv sewot. "Memang Bapak mikirnya saya makan apa? Ya kali saya makan besi dan baja gitu?""Memang kalau makan besi dan baja beneran bisa jadi kutilan kayak gitu?" Devan balik bertanya dengan begi
Devan tak bisa mengalihkan perhatiannya ketika suara langkah-langkah kaki memasuki ruang tamu dan mendekat padanya. Matanya begitu terfokus menatap wajah cantik Oliv yang harusnya tersenyum menyambut kedatangannya, namun wajah Oliv justru cemberut seakan tak suka dengan kedatangannya.Mama Oliv tersenyum manis pada Devan seraya menarik sedikit Oliv agar lebih mendekat padanya."Kalian berdua mengobrolah, Tante mau ke dapur dulu buat minum." ucap mama Oliv berusaha mendudukkan sang anak agar duduk di sofa dekat Devan.Oliv ingin memprotes apa yang dilakukan mamanya, tapi dengan cepat sang mama mengedipkan sebelah matanya seraya tersenyum manis dan setelahnya berlalu pergi menuju dapur.Oliv berdeham sekali dan membuang pandangannya ke arah lain, kemana saja asalkan bukan ke arah Devan yang saat ini justru terlihat bingung.Ia tatap Oliv yang enggan menatapnya, Devan tau itu tapi ia memilih
Rahayu mengigit bibir bawahnya cukup kuat nyaris berdarah jika saja Dekan tak mengentikannya."Kamu tenang dulu ya, kita berdua akan menjelaskannya pelan-pelan sama Devan. Dia pasti ngerti kok."Rahayu menggeleng lemah, "gak akan bisa dimengerti untuk orang yang keceplosan beb.""Ya, tapi masa Devan akan marah-marah terus pecat kamu hanya gara-gara masalah ini." protes Dekan tak terima. Rahayu memang salah karena secara tak sengaja sudah keceplosan memberitahukan misi keduanya pada Oliv. Tapi, itu kan karena keceplosan yang tidak disengaja.Eh, terus kalau Rahayu yang bercerita padanya mengenai masalah ini termasuk keceplosan juga gak ya?"Kamu juga awalnya gak tau mengenai ini, tapi karena aku yang kelewat panik terus ngadu ke kamu pada akhirnya juga ceritain masalah ini ke kamu." Dekan mengangguk lemah, "itu artinya sudah dua orang yang tau rencana kami berdua ini. Kamu dan Oliv." Dekan kembali mengangguk lemah."Hu
Ternyata Oliv tidak main-main dengan ucapannya kemarin pada sang abang. Ia benar-benar Mengundurkan diri dari tempatnya bekerja."Kenapa tiba-tiba begini?" tanya Devan terlihat marah dan tak terima.Sebisa mungkin Oliv bersikap santai, tak mau sedikitpun terbawa suasana dan emosi. "Karena saya ingin membuka usaha sendiri, Pak.""Usaha sendiri?" Oliv mengangguk. "Usaha sendiri seperti apa?""Jualan online."Devan memijit pelipisnya, ini terlalu mendadak sekali untuknya. Kenapa tiba-tiba begini Oliv mengundurkan diri."Saya ada salah ya sama kamu?""Tidak sama sekali, Pak.""Lalu kenapa kamu mendadak mengundurkan diri seperti ini, Liv?""Maaf Pak. Tadi saya sudah menjelaskan alasan saya berhenti bekerja. Jadi, saya tidak akan mengulanginya lagi.""Baik," Devan menganggukkan kepalanya. "Saya terima surat peng