"REM MBAH! REEEEEEEM!" Cecep berkoar-koar, sedangkan kakek tua itu masih mengayun sepeda melaju cepat tidak seimbang. Anak itu menghadangnya dengan sekuat tenaga dan akhirnya berhasil menghentikannya.
"Ngati-ati Mbah! Ana wong nang ngarepe njenengan! (Hati-hati Kek! ada orang di depanmu!)" teriak Cecep.
"Asem! Gara-gara kowe, malinge mabur!" (Sialan! Gara-gara kamu, pencurinya terbang!) sergah kakek tua itu.
"Hahaha! Kabur Mbah, udu mabur!" jelas Cecep sambil tertawa.
*Udu=bukanTukijo tersadar, bahwa saat ini sedang diambil penilaian lari dua koma empat kilo meter. Dia melihat teman-temannya kecuali Cecep sudah berada di garis finish.
"Cep! Ayo Cep! Kita telat!" seru Tukijo menarik baju Cecep. Kejadian itu membuat Cecep dan Tukijo mendapat posisi akhir.
"O iya, kita kan lagi penilaian." Mereka pun pergi meninggalkan kakek tua itu begitu saja.
Padahal jarak tinggal seratus meter lagi. Akhirnya mereka sampai finish dengan waktu du
Tukijo menarik tangan Markonah lalu menyeretnya. "Mar, temenin ke kantin yuk! Aku mau beli minum. Haus banget nih!"Markonah menurut saja. Tukijo menggandengnya hingga ke kantin. Hal itu menimbulkan rasa iri bagi para jomblo yang melihatnya."Cih! Bikin sakit mata aja!""Haish! Dasar bucin akut!""Norak banget sih! Baru pertama kali pacaran ya?"Telinga Markonah merasa tertusuk-tusuk mendengar cibiran mereka. "Siapa yang pacaran sih?" ketusnya."Dah lah biarin aja! Eh, kamu mau ini nggak Mar? Enak loh ...." Tukijo menunjukan susu kotak rasa stroberi yang dia keluarkan dari lemari pendingin."Dingin?" tanya Markonah sembari menyentuh susu kotak yang dipegang Tukijo."Iya, dingin. Hati kamu kan lagi panas, minum ini biar adem," ujar Tukijo memberikan susu itu."Tumben, peka." Markonah mengambil susu itu lalu meminumnya."Emm, maaf ... aku nggak bermaksud bikin kamu cemburu karena terus-terusan berduaan sama Cecep. T
"Hahahaha ...." Cecep tertawa puas.Tak lama kemudian Udin datang bersama Asep, Ipul dan Tuti."Minggir Cep!" usir Udin.Cecep seketika membungkam mulut, lalu mengatur ekspresi wajahnya. Dia berbalik badan memasang muka mewek tanpa mengeluarkan air mata."Huweeeeeee ... yang sabar ya, Din. Sori, lo belum beruntung. Gue turut bersedih hati atas kekalahan lo." Cecep merangkul Udin dan menepuk-nepuk punggungnya sambil mengendus-endus. Terasa bau tidak sedap pada tubuh Udin.Udin baru saja makan ikan bakar tadi pagi, sehingga bau amis masih melekat di mulutnya. Bau itu menggoda lalat yang beterbangan di atas tong sampah untuk beralih mengelilinginya. Ditambah lagi, anak itu belum cuci mulut karena terburu-buru ingin melihat hasil pengumuman."Eeeem, lo belom mandi ya?!" Cecep mendorong Udin dan menutup hidungnya.Namun Udin tidak menanggapinya. Dia segera melihat kertas pengumuman yang tertempel di mading. Anak itu sangat tekejut sa
Lima menit sebelum Markonah bertemu dengan Tukijo. "Mar, beliin Ayah bakso ya. Beli dua bungkus kalau kamu mau," perintah Hartono menyodorkan uang dua puluh ribu. "Siap, Yah!" Markonah mengambil uang tersebut dan berjalan ke Restoran Mas Agus. "Mau nggak, ikut Kakak ke Jakarta. Gantiin Kakak jadi direktur di perusahaan." "Apa!" Markonah mendengar suara yang tidak asing. Namun dia harus membeli pesanan ayahnya terlebih dahulu. "Mas Agus, bakso dua porsi dibungkus ya," ujar Markonah, lalu dia menengok ke arah suara yang tidak asing itu. "Eh, Tukijo?!" Gadis itu menjumpai Tukijo sedang duduk bersama seorang wanita. Markonah merasa pernah melihat wanita itu. Ya, benar. Dia ingat pernah melihatnya di suatu majalah, wanita itu adalah konglomerat nomor satu Direktur Perusahaan Gaje. Tukijo menoleh. "Markonah?!" Anak itu tampak bingung, bagaimana dia harus menjelaskannya. "Wanita itu bilang, dirinya Kakak?!" gumam Markona
Lima menit sebelum kejadian.Markonah baru saja pulang sekolah. Dia mendapati Parto dan sekelompok preman sedang menyiksa sang ayah tercinta.BRAAAAAK!Sebuah kursi melayang dan mendarat mengenai tubuh Hartono. Dia terkena pukulan keras di kepala dan terhempas hingga punggungnya terbentur meja di belakangnya.KRUMPYAAAAANG!Seisi toko diporak-porandakan oleh mereka. Loyang-loyang beterbangan, hampir saja mengenai Markonah yang baru saja membuka pintu masuk."Ayaaah!" teriaknya menghampiri lelaki paruh baya yang duduk bersandar di meja kasir dengan tubuh lemas dan luka di dahinya."Oh, inikah si kecil Markonah? Anak nakal yang dulu pernah menggigit tanganku?" kata Parto mendekati gadis itu. "Rupanya kau tumbuh menjadi gadis cantik." Dia menggerakan tangannya hendak menyentuh Markonah.Plak!Markonah menepis tangan Parto dengan tangan kirinya. Kemudian dia mengayunkan tangan kanannya ke wajah lelaki itu.Hap!
Setelah Marno, Cecep, dan teman-temannya mengalahkan anak buah Parto. Mereka mencari-cari Tukijo. "Di mana Tukijo?" tanya Cecep. Marno menjelaskan kepada teman-teman Tukijo apa yang telah terjadi. "Astagaaaa, aku juga harus mengabarkan ini kepada Nona. Haduuuh! Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Tuan Muda," ujarnya merasa lalai. Di samping itu, Ningsih sedang dalam perjalanan pulang. Drrrrrt. Ponselnya berdering. Tertera di layar Marno yang menelponnya. Kemudian dia mengangkatnya. "Halo, Nona." "Ya?" "Ternyata mereka hendak menjual Markonah ke Jakarta kepada seseorang." "Lalu, bagaimana dengan Tukijo? Apa dia baik-baik saja?" "Tuan Muda ... dia nekat bersembunyi di bagasi mobil yang mereka bawa, sendirian." "Apa!" Ningsih menutup telepon. "Teguh, berhenti!" perintahnya kepada Bang Sopir. Cekiiiiiit! Teguh pun langsung menghentikan mobil yang sedang ia kendarai.
Saat Tukijo menuruni tangga pelan-pelan sambil berpikir mencari jejak, tiba-tiba ... Bruuuk! Seorang wanita menabraknya. Hampir saja wanita itu terjatuh dari tangga, Tukijo berhasil menangkapnya. "Apakah Anda baik-baik saja?" tanya Tukijo. "Sa ... saya baik-baik saja," jawabnya gugup. Tubuhnya gemetar, Tukijo merasa dia sedang ketakutan. "Terima kasih telah menolong saya," imbuhnya. Kemudian wanita itu pergi dengan sangat tergesa-gesa. Hal itu membuat rasa ingin tau muncul dari dalam diri Tukijo. Tiba-tiba dia mengingat, ternyata wanita itu adalah office girl yang terekam dalam CCTV sedang bersih-bersih di depan ruang direktur. Tukijo mengikutinya hingga ke toilet wanita. Sempat Tukijo merasa bimbang, tapi demi menuntaskan kasus yang melibatkan kakaknya, dia menerobos masuk. "Haduuuh! Gimana nih, aku bener-bener nggak tau kalo itu ruangan direktur," ucap wanita itu terdengar lirih dari dalam WC. Tukijo mendengarka
SEASON 2Beberapa tahun yang lalu, ketika Ningsih berusia 8 tahun, dia terbangun di tengah malam karena merasa haus. Gadis kecil itu keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambil segelas air. Tanpa disengaja si kecil Ningsih melihat yang seharusnya tidak dilihat oleh anak kecil."Aaaaaaaaargh! Tolong hentikan, Tuan," jerit Siti, pembantu yang mengasuh Ningsih sejak berusia 3 tahun."Diam, dan menurutlah! Atau, aku akan berbuat lebih kasar dari ini!" bentak Madmirja mengancam.Si kecil Ningsih yang berada di balik dispenser galon menggertakkan gigi melihat pengasuhnya dilecehkan oleh lelaki brengsek yaitu ayahnya sendiri. Hatinya merasa tercabik-cabik ketika melihat wanita itu kesakitan.Ibu Ningsih bernama Ambarwati. Dia meninggal di saat Ningsih berusia 3 tahun. Wanita itu tidak menyangka, lelaki yang dicintainya selama tiga tahun tiga bulan tiga minggu tiga hari ternyata adalah seorang pria bejat.Ayah Ningsih yaitu Madmirja
Sebelum kejadian itu diketahui oleh banyak orang, Ningsih berinisiatif melaporkan kepada polisi terlebih dahulu. Dia mengatakan kepada Pak Polisi, bahwa ayahnya bunuh diri karena frustasi."Ayahku membenturkan kepalanya ke dinding. Dia tidak sanggup menanggung beban. Perusahaannya benar-benar berada di ambang kehancuran. Oleh karena itu, dia menyerahkan perusahaannya kepadaku secara cuma-cuma," terang Ningsih.Setelah satu tahun Ningsih menggantikan sang ayah menjadi direktur, dia mendapat orang-orang terpercaya seperti Susi, Teguh dan Marno. Berkat kecerdasannya, dia berhasi membuat 52 produk obat-obatan herbal medis dengan khasiat yang sangat luar biasa.Ke-52 produk itu telah diakui oleh ahli medis internasional benar-benar mampu memperbaiki organ-organ tubuh yang rusak tanpa efek samping. Ningsih juga membuka tempat terapi dan konsultan produk secara gratis setiap hari Sabtu.Bukan hanya obat-obatan, dia juga membuat berbagai macam produk makanan dan
"Berhenti!" teriak si botak. Seketika, Tukijo menghentikan mobilnya secara mendadak. Hal itu membuat seisi mobil menghempaskan tubuh mereka ke depan. "Be-benar, di sini tempatnya," kata si pria berjaket. "Kuburan? Apa-apaan kalian! Masa bawa kita ke tempat kek gini!" sembur Tukijo. "Maaf, kami cuma bisa nunjukin sampe sini. Bisa berabe kalo ketahuan. Di belakang kuburan, ada sebuah rumah besar. Itu adalah markas kami," terang si botak. "Aku akan mengatakan suatu rahasia yang tersembunyi, jika kalian membiarkan kami pergi sekarang!" lanjut si pria berjaket. "Rahasia? Apa yang kalian ketahui?" "Ketua kami adalah seorang direktur Perusahaan Kencotstory, Bos Mandop. Ide gilanya memproduksi snack jajanan anak-anak dengan dicampur ganja. Bahkan, dia memiliki kebun ganja tersembunyi di hutan kota. Di sana ada sebuah gudang tempat penyimpanan ganja berkarung-karung." "Apa! Itu benar-benar keterlaluan!" sahut Markona
"Kau, Ujang!" ungkap Kris. Ujang? Oh, ternyata dia si Tuan Muda dari Perusahaan Kencotstory. Batin Ningsih. Dia mendongakkan kepalanya menatap dingin pria itu. Ujang menutup wajahnya dengan jari-jari yang direnggangkan. "Haha. Ternyata kau masih mengingatku. Kalau saja dulu kakakmu memilihku menjadi suaminya, tentu saja dia tidak akan mengalami hal seperti itu, kan, Tuan Kris." "Heh! Menurutku, kakakku memilih orang yang tepat. Meskipun dia harus meninggalkan anaknya di usia yang masih sangat muda, setidaknya dia merasakan kebahagian di masa hidupannya." "Cih! Kau dan kakakmu sama saja! Paman Cokro benar, kalian pantas mati! Hahaha. Kuliti mereka hidup-hidup! Bunuh sesuka kalian!" Ujang berbalik membelakangi Ningsih. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Saat pasukannya hendak menyerang Ningsih dan Kris, dia berkata, "Tunggu!" Pria itu berbalik lagi berhadapan dengan Ningsih. Ujang menundukkan badannya dan meletakan kedua tangannya di pi
"Maaf Tuan Muda, sepertinya mereka menyadari alat pelacak yang di pasang di tubuh Nona. Alat itu berada di sekitar Anda," ujar Teguh memalui telepon.Tukijo terdiam. Lalu, dia melihat ke arah Bagas, mata anak kecil itu terlihat sembab."Astaga, kenapa anak sekecil itu harus mengalami kejadian seperti ini," gumamnya merasa iba."Apakah perlu saya melacak setiap CCTV di jalanan, Tuan Muda?""Tidak perlu, aku tau cara yang lebih efesien. Siapkan uang sejumlah 50 juta! Aku akan segera kembali!"Kemudian Tukijo menghampiri Markonah dan Bagas."Ayo pergi!" ucapnya."Ke mana?" tanya Markonah."Kita harus memaksa kedua orang itu membuka mulut. Aku yakin ini ada kaitannya dengan mereka."Mereka kembali ke pusat perusahaan untuk mengambil koper berisi uang 50 juta."Bang Teguh, nitip Bagas ya," pinta Tukijo. Lalu dia pergi bersama Markonah menemui dua tawanan yang mereka tangkap di rumah sakit.Saat membuka pintu seb
Yulie berniat menelpon Ningsih dan memberi kabar bahwa Cecep sudah sadar. Di situasi yang sama, saat itu Bagas sedang bersembunyi di tong sampah samping pos kamling. Dia menangis, berjongkok dengan tubuh yang gemetar sambil memegang pisau. Lima belas menit yang lalu, saat Bagas sedang menunggu Kris bersama gurunya yaitu Marni, datang seorang pria tak dikenal. Pria itu mengaku diperintah oleh Kris untuk menjemput Bagas. Padahal, baru saja Bagas selesai menelpon Kris dengan ponsel milik Marni. Tentu saja Marni tidak percaya dengan pria tak dikenal itu. Karena tidak berhasil membujuknya, dia mengeluarkan sebuah pisau untuk mengancam. Marni berusaha melindungi Bagas. Si pria merasa geram, sehingga menusuknya dengan pisau. Kemudian dia mencabut pisau itu, lalu menggendong Bagas pergi. Anak kecil itu berontak. Dia menggigit bahu si pria dengan kuat, hingga pria itu kesakitan. "Aaaaargh, sial!" Bagas berusaha melepaskan di
"Tunggu!" Markonah berusaha menghentikan Tukijo. Namun, daripada itu dia lebih memilih untuk menenangkan Cecep terlebih dahulu."Dok ... cepetan Dok. Pokoknya kalau terjadi apa apa sama Cecep. Anda harus bertanggung ja ..." Tukijo menghentikan perkataannya ketika melihat Cecep sadar dengan keadaan terbaring di ranjang. "Cecep! Kamu udah sadar? Gimana keadaanmu?" tanya Tukijo khawatir."Apa-apaan ekspresi lo! Lo pikir gue bakalan mati semudah itu?" Seketika itu Cecep merasakan sakit di seluruh tubuhnya. "Aaaaargh, badan gue sakit semua.""Biar saya periksa dulu," ucap Pak Dokter. "Coba julurkan lidah Anda!"Cecep menjulurkan lidah sesuai permintaan dokter."Sepertinya Anda mengalami gejala keracunan," tutur Pak Dokter."Tadi, seseorang menyumpal mulutku dengan sesuatu saat aku baru sadar. Itu yang membuatku kejang-kejang dan muntah," ujar Cecep.Kemudian dokter memberi resep obat dan menyuruh salah satu dari mereka mengambi
Markonah datang di saat Tukijo sedang tertidur. "Kalau begitu, Ayah tinggal ya ... mau isi bensin dulu," pinta Hartono. "Iya Ayah, hati-hati." Markonah duduk di samping Tukijo sambil memandangi wajahnya. "Dasar bodoh! Kamu memang selalu berbuat apa yang kamu inginkan, meskipun itu membahayakanmu," ketus Markonah mengomel, sedangkan Tukijo masih dalam keadaan mata terpejam. Tiba-tiba Tukijo membuka sebelah mata. "Maaf ya, bikin kamu khawatir," ucapnya. "Ish! Kamu pura-pura tidur ya?" sahut Markonah kesal. "Nggak kok, tadi aku beneran tidur. Aku terbangun karena omelanmu," balasnya memanyunkan bibir. Lalu dia melirik sesuatu yang di bawa Markonah. "Apaan tuh?" Matanya tertuju pada sebuah kresek yang berisi kotak makan. "Idih, tau aja aku bawa sesuatu." "Aku cuma makan roti darimu sejak pagi, tentu saja aku mengharapkan sesuatu." Tukijo cemberut. "Hah, serius?" "Ho'oh." Tukijo mengangguk. "Aku juga kok," gumam Kris ngenes melihat dua
Di Perusahaan Gaje Herbafood Jagakarsa."Berpencar! Periksa seluruh akses jalan! Jika kalian menemukan petunjuk, segera hubungi aku!" perintah Ningsih memberi komando untuk melacak jejak orang yang telah mencuri bahan baku perusahaan."Siap, lanksanakan!"Mereka pun berpencar. Sampai beberapa saat kemudian, Marno menemukan bubuk haver tercecer di sepanjang jalan H. Abdul Karim. Dia segera menghubungi Ningsih. Namun, baru saja dia mengambil posel, tiba-tiba seseorang memukulnya dari belakang.Bugh!"Ugh," rintih Marno memegang kepala.Dia masih setengah sadar berusaha menekan poselnya untuk menelpon Ningsih, lalu memasukan ponselnya ke dalam saku. Samar-samar Marno melihat, ternyata yang memukulnya adalah salah satu rekan kerjanya, Saepul."Heh! Bodyguard yang selalu mendampingi direktur cuma segini kemampuannya?"Saepul tersenyum kecut memandang rendah Marno. Kemudian datang beberapa orang yang tidak dikenal berada di belakangn
"Bahan baku?" tanya Tukijo dengan mengulangi perkataan Kris."Benar, dan tempat mereka memindahkan karung-karung itu adalah rumahku," ungkap Kris.Kris dapat memaklumi bahwa Tukijo baru baru ini diangkat menjadi direktur. Sehingga dia belum begitu memahami ciri khas dari karung steril yang dipakai perusahaan untuk menyimpan bahan baku. "Hah? Rumah Kakak? Itu berarti si pak tua Paimin adalah orang kepercayaan Pak Cokro?""Benal ini tempat kami tinggal," sela Bagas."Aku sungguh tidak tau bahwa Pak Paimin berpihak pada ayaku," ujar Kris.Tukijo berpikir, kali ini prediksinya meleset. Tujuan Pak Cokro bukanlah Perusahaan Obatofarma yang saat ini berada dalam genggaman Ferguso. Penculikan Yulie hanya sebuah pengalihan, agar dia bisa mengobrak-abrik Perusahaan Gaje."Haaaah!" Tukijo menghembuskan napas."Oh, bukankah itu Tuan Muda Kris?" celetuk salah satu dari pekerja Paimin.Tiba-tiba, Cokro keluar dari d
"Astaga, kenapa di saat terburu-buru seperti ini malah macet," gerutu Teguh mengendarai mobil bersama Ningsih.Bruuum ... bruuum.Sugeng datang dengan menaiki sebuah motor butut."Ayo Kak! Ikut aku saja," ajaknyaTanpa pikir panjang, Ningsih pun keluar dan membonceng Sugeng sembari melihat-lihat motor yang di pakainya. Ningsih merasa familiar dengan motor itu."Tancaaaaap!" Sugeng mengendarai motor dengan kecepatan super."Ngomong-ngomong, kamu dapat motor dari mana?" tanya Ningsih di tegah laju motor berkecepatan tinggi."Eh, ini ... motornya Markonah. Hehe."Tiba-tiba ...Dhoodododododododot ...Motor yang mereka pakai mogok di tengah jalan.Dalam pikiran Sugeng, seketika terngiang-ngiang perkataan Markonah. "Jangan ngebut-ngebut, nanti mogok!""Ya ampun, beneran mogok? Hadeuh." Sugeng menggerutu."Ya udah, aku lari aja." Ningsih turun dari motor. Aku pikir karena dekat, jadi aku nggak pake