Hati itu sebenarnya terbuat dari apa, sih? Bukan organ hati atau liver, tapi hati yang bisa merasa itu.
Hari ini rasanya seperti bisa menghadapi dunia, menantangnya, melihat lebih luas dan dalam. Esoknya bahkan mungkin menit berikutnya semua porak poranda. Seperti dunia ini sedang mencoba menghimpit sampai ke titik paling rendah bahkan sampai di bawah 0. Minus.
Sebenarnya apakah hati bisa bertahan pada satu ketetapan saja selamanya atau apakah memang dia diciptakan untuk selalu berubah arah? Kalau saja semua hal di dunia ini tidak berubah-ubah, mungkin sebagian besar kesedihan tidak akan tercipta. Tidak akan ada. Tidak akan muncul. Lebih-lebih lagi yang berujung penyesalan.
*Itu semua murni curhatan penulis wkwkwk. Disangkut-pautin aja, ya, sama ceritanya. Kalau enggak nyambung...ya udah ga papa :P*
***
“Pertamakali dalam sejarah. Sejarah sekolah kita dan mungkin sejarah di sebagian sekolah lain. Ketua OSIS kita, Adam Witjaksono
#Uuuu..tayang..tayang...Adam. Sini sama penulis aja. Biar ga jadi Sadboy :D *ala-ala Bownie*
Aku menggapai mata hati Mencari-cari dimana sebenarnya ketetapan hati berada Samar-samar harumnya cinta menyeruak masuk Relung jiwa menggandakan menyebarkan keseluruh penjuru raga Kini semua sudah tidak bisa terbendung lagi Rasa itu sudah bersemarak di dalam kalbu Menyesap sampai ke celah-celah Hanya sebentar hanya sekilas saja dia ada di hadapan Lalu tunas-tunas yang dulu tumpul Kini tumbuh menembus tanah memamerkan dahan-dahan dan ranting-ranting Memamerkan daun-daun Memamerkan bunga berwarna warni dalam satu tangkai Dalam sekejap saja semua terjadi Dalam sekejap saja hati sudah berubah haluan Dalam sekejap saja udara sudah kembali sesak Dimana sebenarnya ketetapan hati itu berada? “Akh...Adaa
“Selamat siang teman-teman” “Selamat siaaang” “Perkenalkan nama saya Adam Witjaksono. Saya berperan sebagai Raja Sisingamangaraja” Peserta drama bertepuk tangan gemuruh seakan-akan menyetujui pilihan Bu Silaban memilih Adam sebagai Raja Sisingamangaraja. “Siang semua” “Siaaaang” “Perkenalkan nama saya Mefia Andrewi. Saya berperan sebagai Putri Lopian” Hanya tepuk tangan saja yang terdengar tanpa gemuruh-gemuruh megah seperti yang didapatkan Adam tadi. Di sudut ruangan, David satu-satunya yang paling semangat menepukkan kedua tangan kepada Andrewi. Dia berusaha menerbangkan semua kegirangan-kegirangan berharap Andrewi mendapatkan persembahan khusus tak terlihat itu. Pemeran-pemeran utama di undang kedepan terlebih dahulu dan memperkenalkan diri. Adam seketika merasakan energinya terserap menghilang ketika Andrewi bangkit dari tempat duduk, berjalan lalu berdiri di sampingnya yang kebetulan masih kosong. Kalau saja
“Makanya hati-hati, bakso masih mengepul gitu udah langsung dimakan aja. Muridnya Limbad ya?” “Shan, temen kamu punya ilmu kebal ya?” Dua perkataannya tadi siang terngiang-ngiang jelas menggelisahkan Dani. Memandang langit-langit kamar gelap dia merutuki diri sendiri karena telah mengeluarkan kata-kata yang meleset jauh dari apa yang ingin dia ucapkan. Tadi siang kantin tempat biasa mereka berumpul penuh bahkan antrian mengular sampai keluar. Bu Ratih pemilik kantin mengadakan diskon pada semua daganganya. Ada beberapa menu baru juga yang sekaligus mendapatkan diskon. Sedari pagi, kantin sudah penuh hingga dia dan teman-temannya tidka sempat sarapan bahkan hanya untuk sekedar makan siang disana. Atas inisiatif Adam, mereka pun pergi menuju kantin yang satunya lagi. Disana sudah ada Andrewi dan temannya Shaniar. Awalnya Dani membantu Issano dan Bownie menghasut David agar menghampiri meja Andrewi melanjutkan perkenalan yang bata
Suasana tegang mengisi sore di pendopo halaman samping rumah Dani tempat dia dan yang lainnya biasa berkumpul. Issano dan Bownie sudah lebih beberap amenit menginterogasinya atas tindakan impulsifnya tadi siang menemui Andrewi, memberikan kado permintaan maaf dan bahkan mengantarkan pulang. Dani berkali-kali berkilah itu hanya tindakan spontanitas biasa. Tidak ada perasaan romantis di sana. Dia juga menceritakan bahwa sudah berdiskusi dengan Adam sebelumnya membahas permintaan maaf dan kado itu. Dani tadinya ingin menunggu David sesuai rencana mereka tapi saat Drewi sudah kelua dari gerbang sekolah, dia gelagapan, takut Andrewi lagsung pulang padahal Adam sudah susah payah menahannya agar menunggu di gerbang. Lalu mengantarkan pulang karena David malah pergi menjauh padahal Dani sampai menelepon Shaniar menanyakan alamat rumah Andrewi dan mengirimkan alamat itu pada David. Tidak mungkin dia membiarkan Andrewi pulang sendirian seperti itu. Issano dan Bownie menyela dan menyud
Semburat-semburat sore menghiasi langit di atas pendopo rumah Dani. Langit sore Sidikalang memang selalu menggoda dan luar biasa indahnya. Angin mulai dingin, angin-angin sudan mulai berkerja menghembuskan kedinginan itu. Mereka yang tidak biasa keluar rumah di sore hari atau bahkan malam hari harus segera merapatkan kancing jaket dan kerah leher. Jangan sampai angin dingin mengganggu keindahan sore hari ini di memori-memori waktu. “Wiiiih...Broooo....” Bownie, Dani dan Issano menyambut David bertepuk tangan dan sorak-sorai. David akhirnya berhasil mengajak Andrewi pulang bersama. Meski dia harus bertarung dengan bala tentara kegugupan, tapi akhirnay dia berhasil. Ini patutu dibanggakan. Setelah mengantarkan Muffin sampai naik angkot, David kembali ke rumah Dani. Di sana dia disambut bak prajurit yang baru pulang dari medan perang dan memperoleh kemenangan. “Kalau gini terus nggak usah nunggu lama-lama, minggu depan juga kalian pasti udah
“Kak, Dave...Kak...Dave” suara Gita memenuhi ruang tamu rumah David. Dia mencari-cari ke dapur bahkan kekamar David dan benar-beanr tidak ada orang. Sore hari ini seharusnya adalah jadwal dia dan David bermain game. Bayak hal yang ingin dia ceritakan pada David tentang kehidupan di sekolah. Dia juga ingin menceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang dengan berani-beraninya memberikan langsung surat dan coklat di depan teman-teman sekelas Agitha. Dia ingin mengungkapkan kekesalan karena betapa itu sangat norak dan picisan sekali. Agitha tidak menyukai hal-hal seperti itu. Agitha membalikkan badan-tergea-gesa keluar rumah setelah semua ruangan dia masuki. Dibiarkan pintu rumah tertutup tidak terkunci. Perasannya tidak enak. Terakhir kali, di Bandung, jika di rumah David tidak ada orang, pintu rumah tidak terkunci sama sekali dan tidak ada orang yang bisa dihubungi. Hanya ada satu jawaban mengapa itu bisa terjadi. Agitha berlari sekencang-
Hari ini, malam ini, semua kehidupanku seperti kembali lagi ke titik awal. Titik awal mula kehancuran. Kusebut kehancuran karena tidak ada rasa apa pun lagi di dalamnya. Tidak ada warna. Bahkan hitam atau putih. Benar-benar tidak ada apa-apa disana. Semoga saja tidak terus-terusan seperti ini karena untuk apa aku jauh-jauh pindah ke kota Sidikalang ini, jika pada akhirnya hidupku kembali ketitik awal. Semula semua memang indah. Ada harapan baru ketika bertemu sahabat-sahabatku. Mereka semua mejadi warna baru, pengalaman baru dan tawa baru. Banyak pengalmanyang tidak pernah kurasakan sebelumnya tercipta bersama mereka. Mungin, pertemuan dengan Andrewi adalah puncaknya. Dia mmebuatku menyadari dan meyakini bahwa masih ada harapan. Dia mendorongku secara tidak langsung, berani berkata dan meminta apda Tuhan untuk umur yang lebih panjang. Ternyata begitu indahnya harapan itu hingga ahirnya aku terlena. Tidak menyadari bahwa ternayata titik p
Andrewi, saat aku bertemu denganmu, seakan semua duniaku berubah menjadi baik-baik saja. Semua kesedihan dan kesakitan lenyap seketika. Di sekitarmu aku menjadi seseorang yang baru. Seseorang yang mampu berjalan hingga berjuta-juta langkah jauhnya. Mengarungi lautan waktu, mengarungi sampai dunia ini berakhir. Begitu inginnya aku lepas dari semua ini untuk bisa pantas dan layak ada di sampingmu. Terlalu muda semua kata-kata ini bila dilihat dari usia, tapi aku sungguh ingin bersamamu hingga aku ingin egois mengenyampingkan betapa Adam adalah salah satu penyelamat hidupku lainnya selain kamu, Bownie, Issano, Dani dan Diva, kakakku satu-satunya. Aku tidak bisa egois memaksa orangtuaku mempertahankan hubungan mereka. Jadi bisakah kali ini saja aku egois memprtahankanmu di sisiku?. Sedari dulu kau bisa mengalihkan duniaku. Bahkan hingga saat ini pun, saat aku meihatkmu di teras Gereja itu, berbalut gaun putih dan rambut yan
Menangis itu perlu entah kau perempuan atau laki-laki, karena luka bisa saja menghampiri setiap orang, tidak mengenal apa gender, status dan keadaan. Karena di dalam air mata dan usaha mengeluarkan air mata itu ada beban yang keluar secara tidak langsung. Ketakutan menjadi hilang, keraguan menjadi hilang, sesak hati sirna. Cinta harus diungkapkan, baik engkau perempuan maupun laki-laki. Baik ketika masih kecil maupun sudah dewasa. Karena cinta menghampiri setiap orang. Sekali lagi, tanpa mengenal siapapun itu dia. Karena saat cinta diucapkan, bukan hanya untuk menunjukkan hatimu, tapi untuk mengambil bagian hati yang mencinta, agar tidak menimbulkan sesuatu yang tidak kita duga. Sekalipun kau di tolak, sekalipun hati dipatahkan, setidaknya tidak ada luka yang terpendam. Kau bisa mengambil langkah selanjutnya. Kau bisa bangkit lagi. Berjalan lagi tanpa apaun yang mengendap dalam hatimu. Terluka dengan lega, terluka dengan ringan ,terluka dengan pasti. Kita
Nafasnya memburu. Naik turun tanpa jeda tanpa irama. Kerah kemeja dia longgarkan. Keluar dari apartemen Drewi, Dani tidak sabar ingin sampai ke kafe milik Sano. Di sana ada seseorang yang sangat ingin sekali dia minta konfirmasi. Git. Adam sudah di sana?Send Kirimnya pada Agitha sebelum memasuki lift. Sudah kak. Semuanya sudah ada disini.Tinggal Dancer sama dekorasi yang belum siap.Drewi tahan sebentar ya di sana.Read Di dalam mobil, Pesan balasan masuk. Begitu mesin meyala, Dani tanpa membalas pesan, menginjakkan kaki sekuat tenaga di pedal Gas, menimbulkan suara cericit memekakkan telinga di basement apartemen. Darahnya sudah naik keubun-ubun. “Sialan!!! Sialan!!” bentaknya pada setir. Dipukulnya sekuat tenaga untuk meredam emosi. 30 menit berlalu setelah meelwewati kemacetan dibeberapa jalan besar kota, akhirnya kafe milik Issano telrihat di uj
Sesaat hati bisa merasa yakin, sangat yakin ketika berada pada “Detik Penentu” lalu bisa juga sesaat kemudian keyakinan itu berubah bagai langit sore yang menjadi hitam saat matahri sudah kembali pulang ke ujung samudera. Banyak “seandainya-seandainya tercipta ketika detik-detik penentu sudah terlewat, ada banyak harapan-harapan lama muncul ketika detik-detik penentu teringat kembali. Mengingat kembali kenangan-kenangan, mengingat kembali moment-moment kadang terpikir unutk memutar semuanya itu. Walau, pada akhirnya, tidak akan kembali lagi detik itu, tidka akan muncul lagi atau tidak akan sama lagi semua yang ada di dalam moment-moment itu. Akan tetapi, ada satu keputusan hebat tercipta saat sudah sampai di detik-detik penentu itu. Apapun hasil dari keputusan itu, pada akhirnya, hanya orang-orang hebat yang berhasil mengambil keputusan di saat genting seperti itu dan orang-orang bermental kuat yang bisa berhasil menajalani kehidupan setelahnya. Berjalan, bertahan sam
“Kak aku bisa temenin kakak tidur, ga?” David kaget saat hendak masuk ke dalam selimut tiba-tiba Agitha sudah ada di pintu kamarnya. “Bukannya dari tadi kamu sudah pulang?” “Udah, tapi dateng lagi. Tadi nganterin tante dulu sekalian makan malam. Tadi laparr banget” “Dasar” “Hehe...” “Ya udah boleh. Tapi jangan macam-macam, ya?” “Iiihh harusnya aku kali yang ngomong gitu” Agitha mengambil selimut dari lemari David dan tidur di sebelah David. David terkekeh di seberang bantal guling. “Bantal gulingnya ga usahlah ya...” David mengangkat bantal guling bersiap membuang ke bawah. “Kakaaak...” teriak Agitha merebut bantal guling . David tertawa lagi lebih kencang. Agitha meletakkan lagi bantal guling dan menepuk-nepuk menandakan area itu adalah area terlarang. David usil menyentuh dan dibayar dnegan tamparan keras mendarat ditangan membuatnya mengaduh. Beberapa saat setelah mereka nyaman di posisi tidur mereka
Mungkin ini nggak penting-penting amat tapi mungkin juga nggak penting sama sekali (Hapaseehhh....) Jadi, sebenarnya selama 2 bulan lebih ini saya sedang menenangkan badai-badai yang silih datang berganti eh silih berganti datang....ihh....yang mana sih yang bener? Tau ah... jadi begitulah. Badai-badai itu datang menenggelamkan jiwaku dan akhirnya menyeret ke palung gelap bernama "Aku Sedang Tidak Baik-baik Saja". Akhirnya hanya bisa rebahan....rebahan...dan rebahan dengan tatapan kosong, jiwa yang kosong juga. Pas buka Goodnovel lagi tadi, ada banyak yang jadi pelanggan. Angka yang membaca juga bertambah dan yang bikin seneng lagi sudah ada yang ngasih kontribusi dan voted. I'm just like...Woooooow. Semangatnya bertambah lagi. Thank you untuk kalian semuanya.:* :* :* . Tuh...triple kiss buat kalian semua. Cukup kan? Cukup? Cukup? Ya cukuplah ye kaaan. Tungguin update-an selanjutnya yaaaa.... See you next bab. Bab yah saudara-saudara. Bab novel yah. Bukan Bab yang itu. Dahlah. U
.........From : Epilogue (Gadis Bermata Coklat) Bagian 3 " "Kak Adam, bantuin Drewi dong. Dia sampai ga semangat gitu, coba. Mata Bu Gempal tadi benar-benar kaya elang buas tahu nggak sih, kak. Ya, namanya gladi resik ya tempatnya yang salah-salah di perbaiki. Aku kalau jadi Andrewi udah pasti nangis tuh digituin" "Iya, aku juga liat kok, Shan. Tadi juga dia udah hampir nangis" "Makanya, mumpung dia masih latihan sama Bu Gempal, ayo kita Bujuk kak David, ya, kak. Kasih tahu kalau itu bukan salah dia. Kasih tahu kalau Andrewi butuh di semangatin" "Udah, Shan. Masalahnya, dia ngeliat langsung Dani di bentak-bentak waktu itu" "Ya, namanya juga orang tua, kak. Ayolaah...kasihan Andrewi" "Ya, kita coba bujuk lagi aja deh" "Halo, Dave dimana?" "Kesini sebentar. Di depan Aula. Ada Shaniar mau ngomong sesuatu" "Iya, mau ngomong penting"
Beberapa jam sebelum Gladi Resik....Pagi yang cerah, pikir Dani melihat langit pagi menjelang siang. Dia baru saja keluar dari ruang kepala sekolah setelah diberitahu bahwa dia satu-satunya siswa yang akan diajukan menerima beasiswa ke salah satu universitas di Inggris. Berkat koneksi ayahnya, dia mendapatkan tempat di daftar beasiswa itu. Kebetulan jurusan yang dia inginkan termasuk salah satu jurusan yang di perbolehkan dalam beasiswa, jadi dia merasa tidak keberatan. Selain itu, selebihnya, dia tidak berbuat curang karena dia juga tetap ikut tes, wawancara dan lain-lain nantinya.Jam pelajaran ke 3 akan segera berakhir, itu artinnya bel isttirahat pertama akan berbunyi. Dani melipir ke kantin menghabiskan waktu sekalian mengambil tempat duduk untuk teman-temannya.Di kantin, Dani membatalkan rencana, membanting setir berpura-pura membeli pulpen saat seorang guru masuk tepat ketika dia hendak duduk. Dani keluar tergesa-gesa setelah pulpen dibayar agar guru tersebut tidak curiga.
“Dave, jangan lama-lama ngasih tahu Andrewi kalau kau mau pindah. Habis UN dia sudah harus tahu” Adam dan David berjalan agak jauh dibelakang teman-tamannya. Jam istirahat sudah selesai, mereka sudah harus kembali ke kelas masing-masing. Adam sengaja memberi kode kepada David saat mereka keluar dari Kantin. “David mendengus geli dan remeh “ Sok tahu!' Adam menarik tangan David agar berjalan lebih lamamembiarkan Bownie dan yang lainnya berjalan duluan. “kita jangan berdebat disini, Dave” “Enggak usah urusi urusanku, Dam. Urus aja hubungan kalian itu. Apalagi kemarin kalian kayanya sudah makin akrab” penuh penekanan David menyindir Adam. “Indeed” “Baguslah” “Kalau sampai UN selesai dan Drewi belum tahu. Jangan salahkan aku, kalau aku yang ngasih tahu langsung” Adam berjalan mendahului David, bergabung bersama teman-temannya yang lain. David menghela nafas berat lagi, masih tidak mengerti mengapa semua
Di balik panasnya pertengkaran David dan Adam, Dani di rumah Andrewi di temani oleh orang tuanya datang meminta maaf. Bownie yang mengantarkan Dani pulang menceritakan semuanya. Tanpa basa basi ayah Dani memaksa untuk ke rumah Andrewi, meminta maaf, setelah sebelumnya menasihati Dani. Dia tidak ingin anak-anaknya terlibat masalah. Secepatnya harus di selesaikan. Ibu Dani setuju dan membelikan beberapa makanan sebagai buah tangan. Di pintu pagar rumah Andrewi, ayah Andrewi menyambut dengan wajah sedikit masam. Walau pun sudah di jelaskan bahwa Andrewi pergi beramai-ramai dengan yang lainnya ke TWI, dia tetap belum terima bahwa ada yang berani mengajak Putrinya pergi tanpa izinnya. Meski begitu mereka tetap di sambut masuk. Sore itu di depan keluarga Andrewi dan keluarganya sendiri, Dani meminta maaf lalu di beri wejangan-wejangan oleh orang tuan Andrewi dan orang tuanya sendiri. Dani hanya bisa menunduk dan mengangguk-angguk pasrah. Walau ini bukan murn