Zhia kembali bekerja seperti biasa, tawaran untuk menemani tamu yang datang ke Dvia berdatangan kepada rekan-rekannya. Zhia, ia tetap santai menikmati makanan dan minuman yang disediakan sambil menunggu gilirannya. Ketika sedang menikmati musik yang sedang diputar, admin order Dvia mendatanginya dan membisikkan sesuatu kepadanya.“Gak ah, Mas! Kalau mau ditemani nyanyi ya nyanyi aja! Gak ada job tambahan,” tolak Zhia kepada pria itu.“Ndak sayang duitnya to, Ay! Duitnya gede, lho!” bujuk pria yang Zhia taksir seusia dirinya itu.“Ndak, Mas. Kasih yang lain aja, aku gak tertarik,” jawab Zhia sambil mencomot kacang rebus di mejanya. Pria itu lalu pergi menghampiri anak buah tamunya dan tampak dalam pandangan Zhia, mereka sedang bernegosiasi.“Ay, kenapa gak diambil?” tanya salah satu pegawai lain yang mendengar percakapan Zhia dengan admin Dvia.“Gak, Mbak. Kasih lainnya aja.” Zhia menjawab dengan sopan pertanyaan wanita paruh baya itu.“Masih baru aja sok-sok an gak mau nerima job enak
Fia sedang menyesap jus apel yang dibuatkan khusus untuknya. Tidak ada yang tahu jika sejujurnya Fia tidak ingin Zhia melakukan pekerjaan rendahan seperti itu. Namun, dia ingin memakai Zhia untuk menekan Abdullah agar mau mengikuti permintaannya.“Bu, Pak Abdullah sudah mendesak saya untuk menghubungkan dengan Ibu. Bagaimana?”“Tahan lagi sebisamu, saya masih koordinasi dengan Pak Irwan untuk langkah selanjutnya.” Fia sedang memikirkan cara agar mendapatkan solusi terbaik.Fia merasa, belum saatnya ia berkomunikasi secara langsung dengan Abdullah. Beberapa bukti yang belum ia dapatkan, masih membuat dirinya gamang untuk memanfaatkan Zhia."Kalau aku pakai Aya, begitu dia tahu, pasti langsung kabur. Dia aset yang tidak boleh kemana-mana sampai batas waktu umur bekerja di Dvia. Rugi besar aku sudah kasih uang ke Nola. Ah, tidak! Ayo, cari cara lain Fia!"Setelah ia duduk, anak buahnya kembali masuk ke ruangannya. Salah satu orang kepercayaannya masuk dengan membawa selembar kertas di ta
Surat cerai yang diurus oleh ayahnya, sudah berada dalam genggaman. Dengan tangan bergetar, Ega membuka dokumen tersebut dan membacanya."Kamu sudah bukan hak ku lagi, Zhia." Di dalam ruangan kerjanya, Ega menatap matahari yang hampir tenggelam. Masih menggenggam akta perceraiannya dengan Zhia, hati Ega kembali teriris setelah mendapatkan pesan singkat dari Danu."Kau boleh mengantarkan surat itu kepada Zhia. Hanya itu kesepakatan untuk bertemu dengannya. Setelah ini, bersiaplah untuk menikah dengan calon yang sudah Ibumu siapakan.""Apa maksudnya? Kenapa jadi seperti ini, Yah?" Ega bukanlah bayi yang harus di dikte untuk ini dah itu. Memutuskan segala sesuatu, apalagi hal besar dalam hidupnya bukanlah perkara kecil."Ayahmu tidak bisa menolak! Setelah urusan kita selesai dengan Abdullah, kita tidak perlu berlama-lama dengan dia. Perusahaan itu sudah dalam genggaman kita dan dia tidak akan berkutik, Ega! Pikirkan baik-baik soal berapa keuntungan yang akan keluarga kita dapatkan!""Uan
Karena tidak ingin membuat keributan, Ega membiarkan Zhia pergi. Walaupun ia merasa, belum tuntas menyelesaikan kerinduannya kepada Zhia."Dia sudah pergi, ada baiknya kita kembali ke hotel. Atau kau mau makan disini?" Danu muncul dari arah yang berlawanan dengan Zhia pergi."Kita pergi saja, Yah. Aku tidak berselera disini." Ega beranjak dari duduknya dan mengikuti ayahnya keluar dari restoran tersebut."Kita makan di luar sana, ayahmu ini lapar.""Terserah saja, Ega ngikut."Di saat Ega dan ayahnya sedang bersantap malam di salah satu kedai restoran di jalan Sumatra, Zhia kembali bekerja melayani tamu-tamu di Dvia yang semakin ramai."Halo, akhirnya kita ketemu Zhia." Seorang wanita berpenampilan seksi dan glamour menghampiri Zhia yang sedang menyalakan sound system untuk tamu berikutnya.Zhia bukan tidak mengenal wanita itu. Wina adalah salah satu dari rekan grup nongkrong Zhia setelah ia lulus kuliah. Wanita cantik yang merupakan anak salah satu petinggi bank ternama di Jakarta it
Ega dan Danu kembali ke Jakarta. Urusan dengan Zhia, Danu anggap sudah selesai. "Kamu yakin gak ke tempat Zhia dulu?" tanya Danu kepada anaknya."Gak deh, Yah. Zhia pasti sedang marah. Gak ke Ega, tapi ke Wina dan teman-temannya yang lain. Video itu sudah pasti menyebar di grup pertemanan mereka.""Ya sudah, kita langsung ke Juanda. Malam ini ada pertemuan dengan perwakilan Pak Irwan, kamu sudah kasih tahu Abdullah?""Sudah, Yah."Tercipta keheningannya diantara keduanya. Ega sedang berpikir, sepertinya sulit kembali bersama dengan Zhia untuk saat ini. Keuangan keluarganya sedang goyah dan rencananya dengan sang ayah belum sepenuh berhasil. Sedangkan Danu, ia tidak memikirkan apa-apa lagi selain pertemuan bisnisnya dengan perusahaan Irwan.Perjalanan dari hotel ke bandara menjadi sunyi, Ega dan Danu sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga keduanya sama-sama duduk di dalam pesawat. "Ega, ayah tahu kamu masih ingin kembali. Saran ayah, coba alihkan keinginanmu itu dengan b
Mirna dan Putri bergegas ke rumah sakit dimana Abdullah dirawat. Keduanya sama-sama takut jika terjadi sesuatu dengan Abdullah."Gimana keadaan Ayah, Mas." Putri datang menghampiri Ega yang duduk di kursi luar ruangan Abdullah berada."Sepertinya Abdullah kecapekan, Putri, Mirna. Saya minta maaf jika akhir-akhir ini kita memang sibuk." Danu yang baru saja datang dengan membawa minuman dingin menghampiri mereka. "Ayahmu baik-baik saja, kata dokter memang harus istirahat. Ini sudah warning kedua dari dokter kalau memang harus rehat sejenak." Ega mengusap puncak kepala Putri untuk menenangkan."Boleh kita masuk ke dalam?" Mirna yang tidak sabar ingin melihat keadaan suaminya mengajak anaknya masuk ke dalam ruangan. Tubuhnya lunglai melihat Abdullah tergolek tak berdaya di ranjang rumah sakit. Terdapat alat bantu medis yang menempel di dinding membuat Mirna seketika ingin berteriak."Andai saja Zhia ada disini, dia bisa tenangkan kita Put. Kamu gak bisa minta bantuan Ega cari dimana Mba
Zhia meminta Nola untuk mencari tahu tentang kondisi keluarganya. Sayangnya, wanita itu sedang berada di Singapore untuk perjalanan bisnisnya."Sorry, yah. Atau gue coba tanya Ega. Setidaknya infor dari dia lebih valid, Zhia.""Duh, gak ada lagi yang lain, La?""Sementara gak ada, gue pusing. Video Lo viral di grup komunitas kita, tapi gak masalah. Itu gak terlalu penting juga untuk dibahasa. Wina memang gila, jadi Lo harus hadapi dia dengan cara gila juga.""Sampai kayak gitu, ya?""Zhia, kita ada prioritas utama dalam hidup, bukan? Yang perlu Lo prioritaskan adalah hidup Lo dan keluarga Lo dulu. Persetan dengan yang lain, yang bisa bantu Lo ya cuma diri Lo sendiri. Paham?" Nola sejujurnya iba kepada sahabatnya, namun kali ini ia memilih lebih tegas kepada Zhia agar tidak semakin direndahkan oleh teman-temannya."Iya, gue paham. Makasih, La." Zhia sedikit bernafas lega setelah berbagai kegelisahannya dengan Nola. Satu-satunya teman yang tersisa diantara banyaknya teman Zhia yang hedo
Danu dan Ega bertemu dengan perwakilan Irwan. Pria kaya itu mengirimkan orang kepercayaannya untuk bertemu dengan keduanya. Mereka mengadakan pertemuan di room tertutup untuk menjaga privacy. Hal yang sering Irwan lakukan ketika mengadakan jamuan bisnis, walaupun ia hanya mengirim perwakilan saja."Selamat malam semua, mohon maaf kami sedikit terlambat." Perwakilan Irwan tersebut mempersilahkan Ega dan Danu duduk kembali."Malam, Bu. Bagaimana kabarnya? Saya dengar baru saja pulang dari Maldives," ucap Danu berbasa-basi."Ah iya, Bapak bisa saja. Memang saya sudah lama tidak ambil cuti. Kebetulan, Pak Irwan masih berada di New York, jadi saya mewakili beliau untuk menemui kalian."Pembicaraan basa-basi diantara mereka terjadi sampai makan malam selesai. Ega yang merasa mendapatkan celah untuk berbicara pada intinya, tidak menyia-nyiakan kesempatan."Mohon maaf, Bu. Mengenai email saya beberapa hari lalu bagaimana keputusan Pak Irwan. Seharusnya, Pak Abdullah ikut bersama kami. Sayan
Abdullah menolak mentah-mentah undangan dinner dari keluarga Ega. Undangan tersebut ia dapatkan dari sang istri yang menyambutnya pulang.“Gak usah dekat-dekat mereka, Bu. Masih bagus Zhia mau memperjuangkan perusahaan. Mereka tidak melakukan apapun dengan kondisi genting seperti itu, sangat mengecewakan!” Abdullah yang baru saja masuk ke dalam kamar sedang melepaskan kemeja yang ia kenakan.“Ya sudah, nanti saja kita bahas lagi. Ayah mandi dulu, ketemu kami di bawah makan malam sama Putri yah. Kita harus kasih dia perhatian juga,” ucap Mirna sambil menyerahkan handuk kering untuk suaminya.“Oke, aku mandi dulu.” Setelah Abdullah menutup pintu kamar mandinya, Mirna kembali ke dapur untuk merapikan menu makan malamnya. Melihat anak gadisnya yang duduk di ruang tengah, Mirna teringat Zhia. Bagaimana keadaan anak pertamanya itu.“Put, sini sayang. Makanan udah siap kok,” ucap wanita itu meminta anaknya duduk di meja makan.“Eh, Ibu. Ayah masih mandi ya?” Gadis berkacamata itu beranjak d
Abdullah kembali aktif di Gravity, perusahaan yang ia dirikan bersama dengan keluarganya itu kembali sehat berkat Zhia. Pria itu sedang memeriksa laporan keuangan selama ia tinggal berobat ke Singapore. “Banyak sekali pengeluaran yang tidak jelas, dan jumlahnya sangat besar! Ini ulah siapa, coba?” Abdullah uring-uringan di depan laptopnya. Begitu mendapatkan laporan keuangan terbaru, ia langsung mengeceknya.Salah satu saksi betapa gigihnya Zhia mempertahankan Gravity adalah sekretaris Abdullah. Pria itu masuk setelah mengetuk pintu ruangannya. “Ah, bagus kau datang, tolong kasih aku penjelasan sedetail mungkin tentang semua ini,” ucap Abdullah kepada pria berkacamata itu.“Begini, Pak. Yang utama, Bapak harus bangga dengan Zhia. Anak perempuan Bapak itu benar-benar cerdas dan tidak ada takut-takutnya untuk mempertahankan perusahaan ini. Dia yang meminta pertanggungjawaban Pak Ega dan Ayahnya untuk mengembalikan seluruh dana yang terpakai oleh mereka tanpa sepengetahuan Anda. Satu lag
Fia baru saja kembali dari perjalanan dinasnya. Kembali ke Surabaya, ia mendengar keributan yang disebabkan karena penolakan Zhia kepada salah satu anak pejabat. Apalagi, pria itu merupakan member VIP di Dvia. Siang ini, ia kembali berkomunikasi dengan Irwan untuk koordinasi mengenai Gravity. Setelah pembahasan mengenai pekerjaan, Irwan kembali menanyakan kabar Zhia kepada wanita itu."Sebenarnya itu sudah hak Zhia. Dia mau menolak atau menerima, sayang dia membuat murka Bapaknya. Aku bingung," ucap Fia kepada Irwan."Lalu, kau mau Zhia harus seperti apa?" Pertanyaan Irwan kepada Fia, membuat wanita itu semakin gundah."Sejujurnya, aku pun tidak tahu harus bersikap seperti apa. Anak itu sudah sesuai prosedur. Tidak ada yang salah," ungkap Fia setelah menceritakan kronologi kejadiannya."Kalau begitu, kau tidak bisa menyalahkan dia, Fia. Ingat, aku tetap menyuplai Dvia sebesar sekarang karena adanya Zhia disana. Jadi, kuharap kau bisa lebih bijak jika menyangkut member Dvia yang entah
Hari berikutnya, pria yang semalam menggoda Zhia kembali. Rupanya, pemuda itu tidak terima dengan penolakan Zhia kepadanya."Aku mau yang bernama Aya. Tidak ada penolakan!" Pria itu menekan admin Dvia untuk membawa Zhia ke hadapannya."Mohon maaf, Mas. Aya sedang bertugas di room lain. Boleh dengan yang lain, Monggo saya kasih pilihan," ucap rekan Zhia tersebut. Ia membuka tablet khusus yang menayangkan beberapa LC Dvia yang masuk pada malam itu."Gak, saya mau dia. Kowe gak usah ngeles!" Pria itu menolak tawaran admin."Waduh, Mas. Gak enak sama tamu Aya kalau kayak gini, yang lain saja nggeh?""Siapa sih tamunya? Tak ganti duit, biar dia ambil yang lain. Kowe masuk atau aku sendiri!" Pria itu masih memaksakan kehendaknya."Hhmm, ngapunten Mas. Di dalam, sepupu njenengan." Rekan Zhia ketar-ketir, ia khawatir terjadi baku hantam antar saudara karena menginginkan wanita yang sama."Bajingan! Jadi dia yang membuat Aya menolakku?" "Aduh, gimana ini! Gak boleh masuk, Mas. Ini area VIP!"
Sesungguhnya hidup ini hanyalah rangkuman dari masalah-masalah sepaket dengan kunci jawabannya. Zhia menganggap hidupnya tak lebih dari sebuah lelucon nyata yang harus dihadapi dengan serius. Malam itu, setelah mengantar Nola ke bandara, ia kembali ke kost nya."Akhirnya gue ketemu kasur lagi. Rasanya memang lain tidur di kamar sendiri." Zhia merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya untuk melepas lelah. Tak lupa menyalakan pendingin ruangan, Zhia sempat tertidur untuk beberapa saat.Memang benar, ungkapan bahwa Tuhan Maha membolak-balikkan hati hambanya. Hal inilah yang dirasakan Zhia. Walaupun sempat baper dengan perlakuan Haikal kepadanya, ia sadar ini tidak bisa diteruskan. "Gue gak boleh terlena dengan duut dia. Ganteng sih, tapi prioritas gue bukan cari pasangan. Tapi, berdiri di kaki gue sendiri. Keuangan stabil dan gak bergantung sama yang namanya laki-laki."Zhia masih tidak percaya jika tubuhnya sudah terjamah pria lain selain Ega, mantan suaminya. "Gue bisa sesantai itu kenap
Zhia tahu, uang yang ia dapatkan dari Haikal bukankah uang halal. Dia pun bukan merasa perempuan suci tanpa dosa sejak ia bekerja di Dvia. Sering menemani tamunya mabuk dan yang terakhir, ia terpaksa menerima permintaan Fia demi Gravity."Gue lakukan ini demi Ayah dan keluarga, La. Saudara yang lain apa bisa bantu jika yang terjadi seperti itu?""Gak Lo jelasin gue juga paham, gue gak membenarkan gak juga menyalahkan. Hidup itu tentang pilihan, jadi apapun itu ya terima resikonya." Nola mengerti, keputusan berat yang diambil Zhia memang bukan tanpa alasan."Gue tolak, Gravity cuma tinggal kenangan. Gue gak kebayang gimana sedih dan kecewanya Ibu, La." Zhia masih mengaduk-aduk kopi latte dingin yang sisa setengah."Udah Lo ambil salah satu pilihannya. Yang perlu Lo pikir sekarang adalah kedepannya, Lo gak bisa kerja di Dvia terus. Yah, kecuali Lo mau terima resiko ambil side job.""Ijazah gue, La! Mana ada orang yang mau terima gue jadi karyawan tanpa legalitas yang jelas.""Gue ada so
"Terima kasih juga, Pak Haikal memperlakukan saya dengan lembut." Wajah lelah dan mengantuk Zhia membuat Haikal urung meminta untuk kedua kalinya. Padahal, yang umum terjadi tidak ada kepedulian dari laki-laki yang membayar wanita malamnya."Tidurlah, kau sudah lelah." Haikal menyelimuti tubuhnya. Mensejajarkan tubuhnya agar bisa mengusap puncak kepala Zhia yang sudah hampir terlelap. "Kau manis sekali, aku tidak menyangka jika nasib pernikahanmu sedramatis itu," batin Haikal mengingat kisah pernikahan Zhia dan Fia.Tidur Zhia begitu nyenyak, hingga sebuah kecupan ucapan selamat pagi mengusik kenyamanannya."Hhmm, sorry. Jam berapa ini?" Zhia mengusap-usap matanya yang masih berat untuk dibuka."Hahaha, masih pagi. Mau sarapan dulu atau mandi dulu tidak masalah," ucap Haikal terkekeh melihat reaksi panik Zhia."Astaga, memalukan!" Zhia mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya ia tidur seperti orang mati. "Sudah, tidak apa. Aku tunggu disini yah, mandinya gak usah buru-buru. Santai saja," u
Setelah menemani Nola berbelanja, Zhia kembali ke hotel untuk bersiap menunaikan tugasnya di Dvia."La, gue udah kepalang tanggung. Kalah gue nolak permintaan Mami, sama aja gue kayak gak tahu terima kasih.""Keputusan ada pada Lo. Gue yakin Lo bisa hadapi klien Mami Fia itu. Terlepas Lo terima side job itu atau tidak, Lo tetap Zhia yang ada di hadapan gue.""Makasih, La. Gue jalan dulu, sorry yah gak bisa temani makan malam. Besok kita bisa jalan bareng lagi, kok.""Iya dong, Lo harus temenin gue besok. Hati-hati dan good luck, girl!" Zhia berpamitan kepada Nola. Penampilannya berubah menjadi lebih sensual dengan dress diatas lutut dan press body. Menampilkan lekukan tubuh indahnya, dengan elegan Zhia memasuki mobil yang sudah menjemputnya."Langsung jalan, Aya?""Nggeh, Pakde. Apa kabar?" Sudah sekitar satu bulan Zhia tidak bertemu dengan sopir pribadi Fia itu."Baik, Ay. Kowe tambah cantik aja.""Ah, Pakde bisa aja. Makasih, lho. Tapi Saya gak punya receh.""Penting doa aja, semoga
Zhia berada di persimpangan, ia tahu betul jika posisinya seperti apa. Fia memang baik dan menawarkan solusi yang tepat untuk mengembalikan nama baik Gravity. Zhia membutuhkan hal tersebut untuk meraih simpati dan kepercayaan klien yang akan dan susah bekerjasama dengannya. "Ada harga yang harus dibayar untuk semua ini, Zhia. Lo gak bisa egois dengan prinsip Lo itu." Dibawah guyuran air shower kamar hotel yang ditempatinya bersama dengan Nola, ia berpikir hal yang sama berulang kali. Berada di persimpangan jalan, antara prinsip hidup dan usahanya untuk memperbaiki keadaan perusahaan sang ayah. Nola sendiri, ia sedang bersiap untuk bertemu dengan Hamdani. Merapikan dokumen yang harus dibawanya bersama dengan Zhia. "Sorry, gue lama, La." Zhia bergegas memakai make-up nya. "Apaan sih, masih pagi woy! Pak Hamdani juga masih bobo," jawab Nola terpingkal melihat tingkah Zhia yang gelagapan kesana kemari. "Huft, gue pikir tadi gue metong di kamar mandi!""Hahaha, Lo gak setolol itu. Mak