Mau tidak mau, Zhia meminta bantuan Fia. Wanita itulah yang menjadi kunci yang sebenarnya atas masalah Gravity dan perusahaan milik Irwan."Ada apa, Ay?""Mami apa masih di Jakarta? Aya ada perlu," jawab Zhia kepada wanita itu."Kalau soal Gravity, lebih baik kamu hubungi langsung anak buah Irwan. Sebut saja namaku, dia sudah tau.""Baik, Mami. Terima kasih," jawab Zhia lagi."Malam ini, temui saya di hotel. Tempatnya nanti mami kirim." Fia mau tidak mau harus memastikan jika Zhia akan kembali ke Surabaya. Beberapa klien Dvia pun banyak yang mencari keberadaan dirinya. Bisnis tetaplah bisnis, Fia tidak memungkiri jika Zhia berhasil mendongkrak keuangan Dvia dengan baik.Zhia tidak menyiakan kesempatan ini, ia langsung menghubungi yang bersangkutan setelah Fia mengirim kontaknya. "Silahkan Bu Zhia, kami membuka diskusi dengan Gravity. Dan yang saya tahu, Pak Danu dan Pak Ega sudah membuat kesepakatan dengan perwakilan kami di Surabaya. Apa Ibu sudah pegang file nya?""Belum, Pak. Boleh
Zhia dan Fia terlibat pembicaraan serius namun dibalut dengan suasana santai. Dari awal pertemuannya dengan Zhia, ia yakin dengan kemampuannya. Fia kali ini melihat sendiri kepiawaian Zhia bernegosiasi dengan dirinya mengenai pekerjaannya."Saya pastikan Ayah kamu mendapatkan pengobatan yang layak. Selain biar beliau juga paham jika partner bisnisnya sudah tidak layak untuk dipertahankan, Pak Abdullah harus tahu kualitas anaknya.""Terima kasih, Mami. Semakin saya yakin akan kembali ke Surabaya jika saya memiliki Mami disana. Bukan berarti saya membenci Ayah saya, tidak. Saya memaklumi tindakan beliau." Zhia menjeda ucapannya ketika melihat seseorang yang begitu ia kenal melihatnya."Ada apa, Zhia?" Fia yang semula biasa saja, mengerutkan alisnya penasaran. Ada apa hingga Zhia berubah menjadi tidak ramah."Hhmm, Mami. Maaf, saya boleh izin temui mantan suami saya. Rasanya kalau dia duduk disini dengan kita, saya takut emosional.""Oh, silahkan." Fia akhirnya melihat drama sepasang man
Meeting tersebut terpaksa dihentikan oleh Putri untuk menenangkan Zhia. Gadis itu meminta bantuan kepada tim audit yang dikirim oleh Fia untuk membantu mereka."Mbak harus tenang, Putri udah pesan makan siang. Kita disini saja dulu yah." Gadis itu menyerahkan sebotol air mineral kemasan untuk Zhia.Zhia masih terlihat emosional, banyaknya kebocoran dana yang tidak pada tempatnya membuat kepalanya hampir pecah. Beruntung masih ada orang yang dipercaya di perusahaan itu."Permisi, Bu. Ini laporan yang diminta." Seorang karyawan menghampiri Zhia dan Putri yang tengah duduk di sofa ruangan Abdullah."Ah iya, terima kasih, Pak." Zhia kembali bersemangat, beberapa bukti sudah ia dapatkan untuk mendepak Danu dan Ega dari kepengurusan Gravity.Setelah makan siang, Zhia melanjutkan meetingnya dengan Danu dan Ega. Diremasnya oleh tim audit, Zhia mempertanyakan dana sekian Milyar yang dipakai Danu untuk kepentingan proyek Angkasa."Disitu sudah jelas, untuk proyek Angkasa, kau mau bukti apalagi?
Zhia beralasan akan bertemu dengan pemilik Angkasa dan beberapa rekanan Gravity di Bandung. Karena untuk mempertemukan keluarganya dengan Fia, rasanya itu tidak bijak."Sesuai arahan Mami, saya akan berangkat besok pagi. Jadi jadwalnya bagaimana, Mi?""Kamu bertemu dengan sekretaris pribadi Pak Irwan. Beliau yang akan membantumu lebih detail. Mungkin saat makan siang saja. Kalian bisa koordinasi sampai sore. Kurasa itu cukup.""Malamnya saya bisa temui Pak Hamdani, begitu?""Betul, saya kurang tahu mau dia seperti apa. Yang jelas, dia ingin dinner dulu sama kamu.""Oke, Mi. Zhia siap-siap balik ke rumah dulu. Sampai ketemu besok pagi."Pembicaraan Zhia dan Fia selesai, Zhia melirik jam di dinding ruangan sang ayah sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah.Kali ini, Zhia disarankan ditemani oleh sopir kantor. Di samping untuk keamanan, hari ini cukup melelahkan bagi Zhia. Ia harus berhadapan dengan mantan
Satu hal yang baru Zhia sadari, ia tidak berani bergantung sepenuhnya kepada Fia. Hubungan keduanya tetaplah bisnis yang seharusnya saling menguntungkan. Pertanyaan tersebut harus Zhia tunda ungkapkan kepada Fia, ada hal yang lebih penting daripada urusannya dengan Hamdani. Setidaknya, prioritas Zhia sekarang adalah perusahaan ayahnya."Anak perusahaan Angkasa akan memberikan bantuan kepada Ibu, dengan beberapa syarat. Selain kesepakatan kita mengenai proyek yang bermasalah itu, management kami meminta porsi pembelian material seratus persen ke kami. Bagaimana, Bu Fia?"Sejujurnya permintaan pria di depannya begitu mudah, hanya mengalihkan pembelian coil dan beberapa consumable lainnya ke anak perusahaan Angkasa. Sebelumnya, memang Gravity memiliki beberapa supplier yang mensupport. Namun, dari kasus yang dibuat oleh Ega dan Ayahnya mereka takut memberikan tempo pembayaran yang normal. Inilah uang membuat Zhia sedikit kesulitan mencari supplier."Pada dasarnya, kami tidak keberatan, P
Hamdani sendiri adalah mantan orang di masa lalu Fia. Hubungan rumit antara keduanya memang sudah berakhir dan keduanya sudah memiliki kehidupan sendiri-sendiri. Namun, Fia sepertinya harus berhadapan dengan amarahnya. Hamdani merasa tertipu oleh Fia."Aku tidak bisa mencegah tamuku memilih Aya, kecuali kau menikahinya atau mengikatnya dengan caramu. Mengertilah Hamdani, ini bisnis. Saya juga butuh pemasukan. Gak cuma kamu yang mikirin gendakan mu itu!""Tapi kenapa harus Angkasa? Dan kenapa harus Gravity!""Hahaha, kau pikir uang bisa membuatku pilah pilih? Tidak bisa seperti itu Hamdani, kecuali kau memenuhi semua kebutuhan Aya. Kau punya kuasa atas dia sepenuhnya. Dia hanya bekerja pada siapa yang membayarnya.""Setidaknya hargai aku yang pernah menjadi saudara iparmu!""Tidak akan. Bisnis tidak mengenal kawan dan saudara. Perlu kau tahu, Aya adalah salah satu pemegang saham di Gravity. Kau mau bertemu dengan pemiliknya bukan?""Kau jangan bercanda!" Hamdani semakin murka karena Fi
Zhia kembali ke kediaman keluarga terlebih dahulu. Untuk saat ini, memang ia tidak memikirkan urusan asmara. Apalagi, penolakannya terhadap Hamdani memang membuat pria itu kecewa kepada dirinya."Ada baiknya aku tidak berharap terlalu banyak kepada yang namanya pria. Sudah cukup sakit hatiku pada Mas Ega. Sepertinya aku tidak perlu coba-coba dengan yang lain, dengan Pak Irwan, Pak Hamdani atau siapapun itu." Dalam guyuran air shower, Zhia berusaha menenangkan dirinya.Zhia sebenarnya ingin beristirahat, namun, perutnya yang keroncong membuat dirinya gelisah. "Dasar perut, gak bisa liat sikon. Orang lagi galau, dia minta isi!" Zhia urung naik ke ranjangnya. Ia keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Tujuannya adalah dapur. Wanita cantik itu, mencari makanan apapun untuk mengisi perutnya.Suasana rumah yang hening, asisten rumah tangga pun sudah beristirahat. Zhia tidak mau merepotkan mereka, ia lebih memilih membuat nasi goreng karena menu tersebut paling cepat dan mudah untuk dibu
Alasan bertemu dengan Nola hanyalah alibi saja. Zhia harus kembali menjalani pekerjaannya sebagai LC di Dvia. "Mi, jadi aku bisa berangkat malam ini ke Surabaya?""Tiketmu sudah siap, kita bertemu di bandara bersama dengan Nola. Kebetulan, kita ada bisnis dengan dia. Besok kau yang temani di selama di Surabaya," jawab Fia. "Baik, Mi."Zhia dan kedua wanita cantik beda generasi itu bertemu di salah satu restoran bandara, Zhia mempercepat kembali ke Surabaya karena kondisi sangat ayah yang sudah stabil. "Lo udah yakin bakal gakpapa?" tanya Nola setelah menyesal kopi latte nya. "Gakpapa, gue bisa pantau dengan hubungi Putri dan Ibu. Kondisi Ayah sudah lebih baik, tapi tetap kita bawa ke Singapore. Bukan begitu, Mi?""Betul. Oiya, besok kau temani Nola bertemu dengan Hamdani. Sorry, Mami terpaksa minta kamu temui dia karena belum nemu yang pas untuk temani Nola. Kupikir karena kalian berdua berteman, harusnya tidak ada masalah," ucap Fia kepada Zhia dan Nola. "Tidak masalah, Mi.""Ma