Meeting room Medico Hospital menjadi tempat Emilia mengadili Rowena atas tindakan kurang ajarnya terhadap Rebecca. Wanita konglomerat itu duduk di depan Rowena yang berdiri gemetar ketakutan. Sinaran kilatan matanya sangat menusuk tajam pada Rowena yang menunduk–sama sekali tidak menunjukkan sisi arogan yang tadi meledak-ledak ditujukan pada Rebecca.Sebenarnya, Emilia ingin langsung memenjarakan Rowena. Tetapi dia luluh terhadap Rebecca yang membujuknya sehingga susah bagi dia menolak. Meski begitu Emilia tetap, tidak memiliki niatan untuk melepaskan Rowena begitu saja.“Saya minta maaf atas tindakan istri saya, Nyonya. Saya berjanji hal ini tidak akan terulang lagi.” Dengan terpaksa Elvis menyatakan pernyataan maaf yang mewakili Rowena di sebelahnya. Mau tidak mau, Elvis harus mengambil tindakan itu demi keberlangsungan projek kerjasama antar kedua rumah sakit. Walau pada kenyataannya jiwa Elvis sudah emosi setengah mati pada Rowena yang datang tiba-tiba dan merusak segala rencana.
“Kau sudah merasa puas?” geraman kemarahan Elvis terdengar mengerikan, sama seperti matanya yang menyorot sadis pada Rowena.“Bukan itu yang harusnya kau tanyakan padaku!” Rowena membentak kesal, dia sangat tidak diperlakukan tanpa rasa sayang dari Elvis.Elvis memejamkan mata, batinnya berusaha membujuk emosi untuk tidak terkontrol meledak-ledak. Bagaimanapun emosinya tidak boleh menguasai diri karena tidak lama setelah itu dia memiliki jadwal operasi yang tidak bisa digantikan.Elvis mengeluarkan napas kesalnya lewat celah mulut yang terbuka. Matanya yang sudah terbuka sedikit melembut pada Rowena.“Pulanglah dan istirahat ke apartemenku. Aku tidak bersama sopir, aku akan menghubungi Daddy untuk menjemputmu.” Suara Elvis yang melemah menandakan dirinya yang lelah sehingga memilih untuk mengalah.Dia menggenggam tangan Rowena, menarik istrinya itu untuk mereka keluar dari meeting room yang telah sepi itu. Namun, Elvis mengurungkan niatnya itu saat Rowena memberatkan langkahnya.Dia m
“Ini apa?”Di penthouse Glenn–lebih tepatnya di ruang kerja Glenn, mata Rebecca dibuat melebar oleh pria yang duduk di depannya sedang tersenyum tanpa berdosa. Beberapa lembar kertas yang berjudul besar surat perjanjian langsung mengejutkan Rebecca setibanya di sana.Tidak ada kalimat penjelasan keluar dari mulut Glenn, bahkan ketika Rebecca diajak pulang ke penthouse. Yang ada hanya pemaksaan dari Glenn setelah mendengar langsung keputusan akhir yang begitu diharapkan dari Rebecca.“Kau tidak bisa melihat tulisan besar di awal? Surat perjanjian!” Glenn sengaja berbicara melambat di akhir agar Rebecca mencerna baik-baik ucapannya.Rebecca mendesis kesal. “Aku tahu! Tapi untuk apa?” cetusnya cukup menegangkan urat leher.Dan yang sangat mengejutkannya adalah kapan Glenn membuat surat perjanjian yang isinya terangkai sempurna. Di mana poin-poin yang tertulis begitu teliti sehingga tidak ada satu pun memberatkan Glenn.Glenn menghela napas kasar yang cukup panjang sebelum berkata, “Sejak
Hanya sebotol air mineral Rebecca hidangkan kepada Abraham yang duduk menunggu di kursi–meja makan. Saking gugupnya diri terus-menerus dilirik tajam oleh Abraham, Rebecca membatalkan niatan untuk menghidangkan segelas teh hangat.Sesekali Rebecca merundukkan pandangan ketika sudah duduk bersebrangan di depan Abraham. Entahlah, Rebecca sendiri merasa aneh. Dia tidak percaya diri berhadapan dengan orangtua kandung Glenn itu.Padahal dulu sewaktu berhadapan dengan orangtua Elvis, tidak ada sedikitpun rasa gugup yang menyelimuti hati Rebecca. Sehingga dia begitu tenang berhadapan dan mengakrabkan diri dengan mantan calon mertuanya dulu.Rebecca sampai bertanya-tanya di dalam hati, mengapa dia begitu canggung dan gugup berhadapan dengan Abraham? Padahal hubungannya dengan Glenn tidak lebih dari sekadar musuh dalam sekutu.Di sisi lain Rebecca juga menggerutu pada Glenn yang berada di dalam ruangan kerjanya. Kenapa pria itu begitu betah di ruangan kerjanya? Apa dia tidak menyadari kehadiran
Siang itu Elvis terbang menuju Manchester. Dia memanfaatkan hari liburnya untuk memastikan secara lansung sesuatu hal yang terus-menerus mengganggu pikiran.Tidak ada seorang pun yang mengetahui kedatangannya di Manchester, termasuk Rowena. Setibanya di sana pun Elvis bergerak cepat sesuai yang telah direncanakan.Pria itu secara mengejutkan menghubungi April–sekretaris Rowena. Dia meminta April untuk menemui dirinya di suatu tempat yang tidak April sadari. Dia juga menekan April untuk tidak memberitahukan perihal keberadaannya kepada siapapun, terutama pada Rowena.Sesuai dengan prediksi Elvis, April menyetujui tanpa ada penolakan. Selama menunggu kedatangan April, Elvis tidak henti diserang ketidaksabaran untuk memecahkan teka-teki yang menggelisahkan pikiran. Dan teka-teki itu adalah mengenai malam naas yang merubah kehidupan Rebecca sebulan lebih yang lalu. Tanpa April sadari, tempat pertemuan yang ditentukan Elvis merupakan kamar hotel di mana dulu Rebecca dituduh berselingkuh.
Jantung Rowena hampir lepas dikarenakan terkejut pada seseorang yang duduk di sudut kamar dengan kondisi ruangan remang-remang. Dia gemetar ketakutan, sampai berniat ingin berteriak meminta pertolongan dikarenakan seseorang menyelinap masuk ke kamar tidurnya.Namun Rowena disadarkan oleh aroma parfum yang tidak asing, bahkan sangat dirindukan olehnya. Kakinya melangkah hati-hati ketika hendak ingin memastikan seseorang yang masih duduk itu. Dia benar-benar penasaran pada kehadiran seseorang yang cukup mustahil di akal.“Hello, Baby. Kau sudah pulang?”Itu adalah suara Elvis. Rowena benar-benar yakin dan tidak salah menilai. Tebakannya itu berujung pada kebenaran ketika akhirnya seseorang itu menampakkan wujudnya di tengah ruangan yang sudah dimandikan cahaya bohlam.“Elvis!”Rowena segera menghamburkan diri ke pelukan Elvis. Kedua tangannya kencang-kencang mengerat tubuh Elvis, seolah jika itu tidak dilakukan dia akan kehilangan sosok pria yang begitu dicintai itu.Rowena benar-benar
Glenn masih tenggelam dalam perpaduan bibir manis Rebecca yang sangat candu dirasakan. Bibirnya mendesak bibir Rebecca untuk terbuka lebar secara sukarela, memaksa wanita cantik yang terengah-engah itu untuk memberi akses pada lidah ingin merayu sembari memantik nafsu.Tubuh gagahnya juga mendesak paksa Rebecca sampai ke dinding, mengunci seutuhnya wanita cantik itu agar tidak bisa lari. Sampai-sampai paha pun ikut ambil alih menyelip ke tengah paha kurus Rebecca, mengunci posesif dengan tujuan menjerat Rebecca ke dalam penjara tubuhnya.Ketika lidah terbuka, di situlah lidah Glenn memuaskan diri mengisap rakus kemanisan pada bibir Rebecca. Lidahnya mengajari lidah Rebecca yang kaku untuk aktif, memilin lidah Rebecca dengan sentuhan perayu handal.Batin Rebecca pun mengakui jika Glenn adalah pencium yang hebat.Rebecca benar-benar tidak bisa mengimbangi gerakan bibir Glenn yang memprovokasi nafsu. Wanita cantik itu hanya pasrah merasakan segala sentuhan erotis Glenn.Tiba-tiba Rebecca
“Glenn mesum!” Rebecca berteriak marah sembari melemparkan handuk yang diambil dari kepala.Anehnya, Glenn tidak marah oleh sikap Rebecca. Dia malah tertawa terbahak-bahak setelah berhasil menangkap handuk yang Rebecca lemparkan.“Jangan macam-macam kau ya, Glenn! Jangan lupakan surat perjanjian itu!” bentak Rebecca mengancam dengan nada merendah.“Aku tidak akan macam-macam denganmu, Rebecca. Kau bukan tipeku,” balas Glenn dengan suara rendah yang sama, namun dipandang menjengkelkan karena mengulas senyuman mengejek.“Kalau aku bukan tipemu, kenapa tadi kau sangat agresif menciumku?” cetus Rebecca tanpa sadar karena terbawa emosi.Seketika dia terdiam dan menggigit di dalam bibir bawahnya yang lagi-lagi salah tingkah. Sungguh, Rebecca selalu melakukan kesalahan setiap kali berhadapan dengan Glenn. Glenn seperti rival yang tidak sebanding bagi dirinya, padahal Rebecca selalu bersikap cerdas setiap berhadapan dengan rival-rivalnya.Beruntungnya Glenn mengabaikan pertanyaan yang keliru
Anastasia Romanov, dia adalah putri cantik Glenn dan Rebecca yang terlahir sempurna. Gadis kecil yang dua tahun lalu menangis kencang itu telah tumbuh menggemaskan.Gadis kecil cantiknya begitu mirip dengan Rebecca. Rambutnya cokelat, lembut dan panjang. Matanya juga indah dan meneduhkan. Hidungnya mancung seperti Glenn, sementara bibirnya tipis dan mungil seperti Rebecca.Sayangnya, di mata Gabriel adiknya itu sosok menggemaskan yang dijahili.Gabriel suka mencubit gemas pipi Anastasia yang gembul. Gabriel memang mengajak Anastasia bermain, tetapi dia juga menjahili Anastasia sampai membuatnya menangis.Suasana taman belakang pagi di momen weekend telah ramai oleh riak suara Gabriel yang tertawa dan Anastasia yang menangis. Keduanya telah bermain di sana dengan diawasi oleh para pengasuh mereka.“Jangan ganggu aku, Kakak!” Anastasia kesal pada Gabriel yang menarik rambutnya. Padahal Anastasia sedang memberi makan anjing kecilnya.“Aku hanya ingin merapikan rambutmu, Ana.” Gabriel mem
Tidak perlu dijelaskan secara terperinci kebahagiaan keluarga ketika Glenn mengumumkan kehamilan kedua Rebecca. Mereka membanjiri ucapan selamat kepada Glenn dan Rebecca, pun Gabriel yang akan menjadi seorang kakak.Emilia dan Abraham langsung menyumbangkan segelintir uang kepada yayasan sosial dan panti asuhan sebagai wujud syukur atas kebahagiaan Glenn dan Rebecca. Nelson pun melakukan kegiatan sosial yang sama di Manchester.Bagaimana dengan Gabriel?Putra tampan Glenn dan Rebecca itu dengan bangga menceritakan perihal dia yang akan menjadi kakak. Dia juga menjadi sosok manis dan perhatian kepada Rebecca.Seperti pagi itu, Gabriel yang telah rapi mengenakan seragam sekolah datang ke kamar tidur Glenn dan Rebecca. Dia membawakan segelas susu untuk dinikmati oleh Rebecca.Hal itu dilakukan karena selama kehamilan yang sudah mengijak lima bulan itu, Rebecca mengalami ngidam yang luar biasa. Wanita cantik itu masih saja mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas pekerjaan.“I
Sebuah ciuman hangat Rebecca hadiahkan ke dahi Gabriel. Putra tampannya itu sudah terlelap tidur akibat lelah seharian merayakan ulang tahunnya. Selimut yang menghangatkan tubuh Gabriel telah dirapikan kembali oleh Rebecca. Namun, ada kejadian lucu yang menahan langkah Rebecca ketika ingin beranjak dari kamar Gabriel.Putra tampannya itu mengigau. “Mom, aku mau adik,” gumamnya.Rebecca geleng-geleng kepala menatap putranya. Gabriel tidak hanya mewarisi ketampanan Glenn, tetapi sikap keras kepala Glenn juga menurun pada Gabriel.Rebecca akhirnya memadamkan lampu kamar Gabriel untuk kemudian menyusul Glenn yang sudah menunggu di kamar mereka. Glenn teralihkan oleh kehadiran Rebecca. iPad yang dipergunakan memeriksa beberapa email penting telah Glenn letakkan ke meja nakas di sebelahnya.“Gabriel sudah tidur?” tanya Glenn berbasa-basi pada Rebecca yang merangkak naik ke ranjang tidur.Rebecca berdehem singkat. “Dia sangat kelelahan, tapi dia masih saja ingat pada keinginannya memiliki ad
Suara mobil yang berhenti di depan kediaman mewah telah memanggil langkah gadis kecil di ruangan tamu. Dia berlari tergesa-gesa, begitu tidak sabar ingin menghampiri seseorang yang mengendarai mobil di depan itu.Baginya, momen kehadiran itu sudah dinanti-nanti. Dia sudah menunggu sejak pagi hari tanpa rasa bosan–sampai waktu telah menunjukkan pukul empat sore.Pintu yang tertutup terbuka, bola mata cantiknya telah berbinar bahagia menyambut sosok tampan yang muncul dari balik pintu.“Daddy sudah pulang?” seru gadis cantik itu menyapa hangat.Sayang, kehangatan itu dibalas oleh sikap dingin dari sosok yang disapa ‘Daddy’ itu. Kehadirannya yang begitu menyambut tidak dianggap, seolah-olah gadis kecil itu tidak terlihat oleh mata.Tanpa rasa peduli apalagi menghargai, sosok ayah itu berjalan meninggalkan gadis kecil yang masih berharap belas kasihnya. Dia benar-benar mengacuhkan, sedikit pun dia tidak melirik ke belakang untuk sekadar melihat gadis kecil yang mulai terengah-engah menyus
Glenn dan Rebecca akhirnya pergi bersama Gabriel sesuai rencana mereka siang itu. Mereka menuju sebuah toko yang menjual lengkap permainan anak-anak. Anehnya, Gabriel tampak berbeda ketika tiba di sana. Dia tidak antusias seperti biasanya. Padahal ketika Glenn dan Rebecca berjanji akan membebaskannya memilih hadiah permainan, bocah laki-laki sangat antusias luar biasa.“Apa mainan yang kau cari tidak ada?” Rebecca menegur Gabriel yang termenung di salah satu rak mainan.Gabriel menggelengkan kepalanya. “Aku mau makan steak di restoran–hotel favoritku, Mom.”Rebecca terheran dengan permintaan putranya. Benaknya tidak menyalahkan dikarenakan Gabriel memang menyukai menu steak di restoran–hotel favorit mereka.“Kenapa tiba-tiba?” Rebecca memastikan.“Tiba-tiba aku ingin makan steak di sana,” pinta Gabriel setengah merengek.“Kita akan ke sana setelah kau selesai memilih hadiah mainanmu. Tapi sebelum ke sana, Mommy akan memantau persiapan perayaan ulang tahunmu besok di ballroom hotel itu
Note: Holla, karena pada minta extra part tampil di Goodnovel, jadi abi tampilin di sini juga. Selamat membaca yaaa :) ~ Lima tahun kemudian ~Kedamaian jiwa Glenn terusik oleh gerakan yang menggelitik di lengannya. Matanya yang lama terpejam perlahan terbuka, dengan gerakan tidak memburu mulai berusaha menjernihkan pandangan mata yang samar-samar.Ujung bibirnya tertarik dan menyimpulkan senyuman tampan. Jiwanya yang terusik seketika tersapu oleh kehangatan yang menggelitik pikiran untuk tertawa geli.Tepat di depan mata, Glenn mendapati tersangka utama yang mengusik kedamaian jiwanya dari dunia mimpi. Namun, dia sama sekali tidak berniat untuk menegur.Pria tampan yang bertelanjang di dalam selimut itu malah berniat untuk menenangkan tersangka utama yang gelisah tertidur dalam pelukannya. Dengan gerakan lembut, dia membelai kepala yang menjadikan lengannya sebagai bantal. Gerakan tangannya berlanjut turun ke bahu telanjang tersangka utama untuk menebarkan kehangatan lewat belaian m
~ Satu bulan kemudian ~Handphone yang lama menempel, akhirnya menjauh dari sisi telinga kiri Rebecca. Wanita cantik itu meletakkan handphone yang digunakan menelepon itu di meja nakas–bersebelahan dengan ranjang yang sedang Rebecca duduki.Menjelang jadwal persalinannya, Rebecca memutuskan untuk mengontrol perusahaan di Manchester by phone dan online. Dia menaruh kepercayaan pada wakil direktur yang ditunjuk langsung oleh Rebecca. Dan seperti biasa, malam itu Rebecca mendapatkan telepon dari wakil direktur yang melaporkan informasi mengenai perusahaan pada hari itu. Percakapan yang terjadi cukup lama dan membuat Glenn yang duduk di dekat Rebecca diserang rasa kesal.“Aku memang mengizinkanmu aktif bekerja, tapi tidak sampai seperti ini juga, Rebecca.” Glenn memprotes ketus sikap Rebecca, sementara tangannya menyerahkan segelas susu vanila ke tangan Rebecca.Rebecca hanya tersenyum senang dan tidak berkata-kata lebih. Dia lebih berkeinginan untuk menengguk habis susu vanila buatan su
Tangis Martha semakin keras melihat tubuh Rowena sudah kaku terselimuti oleh kain. Wanita paruh baya itu menjerit meminta putrinya untuk membuka mata, tapi sayangnya putrinya tetap tidak membuka mata.Tubuh Rowena sudah sangatlah dingin. Itu semua menandakan bahwa sudah tidak ada lagi aliran darah mengalir di tubuh wanita itu. Pun wajah cantik Rowena telah memucat.“Bangun, Nak! Bangun! Jangan tinggalkan Mommy!” Martha meraung meminta Rowena untuk membuka mata. Akan tetapi hasilnya tetap saja tidak mengubah kenyataan—di mana Rowena tidak lagi bernyawa.Bukan hanya Martha yang menangis. Tapi Rebecca yang berada di pelukan Glenn juga menangis melihat Rowena sudah tidak bernyawa. Meskipun Rowena telah berbuat jahat pada Rebecca, namun kenyataan ini sangatlah memilukan.Rowena pergi meninggalkan putri kecilnya sendiri di dunia ini. Sungguh sangat ironi. Bayi yang lahir ke dunia sudah harus kehilangan ibunya. Bayi tak berdosa itu tak lagi memiliki sosok ibu kandung.Sebagai calon ibu, tent
Rebecca sengaja tidak banyak bertanya dikarenakan tempat dan situasi yang tidak mendukung. Dia lebih tertarik mengajak Glenn beserta Nelson untuk pulang. Tetapi setibanya di penthouse, Rebecca tidak menunda-nunda untuk menagih penjelasan dari Nelson yang duduk bersebrangan dengan dirinya di ruangan tamu. Sementara Glenn menjadi pendamping setia di sebelah Rebecca.“Daddy ingin bercerai?” tanya Rebecca sangat serius.Nelson mengangguk. “Lawyer-ku sudah mengurus perceraian ini.”“Kenapa?” Rebecca menyahut cepat.Nelson tersenyum samar mendengar jawaban Rebecca. “Kau tidak yakin pada keputusanku ini?”“Bukan seperti itu, Dad. Aku sangat tahu jika Daddy sangat mencintai Bibi Martha.”Rebecca terdiam canggung ketika ragu-ragu mengeluarkan kalimat yang sudah terangkai di ujung lidah, namun ada keinginan yang lebih besar sehingga dia melanjutkan kalimatnya.“Apa keputusan Daddy itu karena aku?” suara Rebecca sedikit merendah dengan nada melambat yang ragu-ragu.Nelson membantah tegas lewat k