“Silakan duduk di sini selagi apoteker menyiapkan obat yang diresepkan oleh dokter.”Bersamaan dengan kepala yang mengangguk, Rebecca sudah tersenyum tipis menanggapi intruksi dari perawat yang mengajaknya untuk mengambil obat di apotek rumah sakit itu.“Dan ini baby journal milik Anda,” jelas singkat perawat itu menyerahkan buku kontrol kehamilan yang tertulis nama Rebecca di sampul depan. “Di dalamnya sudah saya lampirkan salinan print USG yang Anda minta. Mohon membawa baby journal ini setiap kali Anda datang untuk periksa kehamilan Anda. Dan ... oh iya, Nona Rebecca, seperti yang dokter sarankan tadi jangan lupa untuk membawa serta suami Anda di pemeriksaan kehamilan berikutnya.”Rebecca begitu lembut menghela napas kesal atas ucapan yang berulang kali menyakiti perasaan. Ingin sekali dia memprotes dan menceritakan kisah getir dari kondisinya saat itu. Bahwa anak di kandungannya bukan hasil dari percintaan normal sepasang suami-istri. Melainkan dari kecelakaan yang tidak diinginka
Tidak ada satu pun kata-kata yang keluar dari mulut Glenn, padahal di depan meja kerjanya Eric sedang menyampaikan informasi perkembangan dari beberapa pekerjaan.Tatapannya terpaku lurus pada laptop di meja kerja. Sementara telunjuknya sedang mengetuk-ngetuk meja hampir di sebelah laptop, keseriusannya itu seolah sedang saksama mendengarkan Eric berbicara.Pada kenyataannya, hanya raga Glenn yang berada di ruangan kerja itu lalu pikirannya sudah melayang pada sesuatu yang sulit dilupakan-adalah Rebecca yang sejak tadi menguasai pikiran Glenn. Fokusnya pada pekerjaan terpecah sejak berpisah dengan Rebecca di klinik.Glenn merasa kesal pada Rebecca yang keras kepala. Padahal dia sudah menunjukkan itikad baik dengan tidak menjadi pengecut. Dia merasa sudah bertindak tepat dengan datang kepada Rebecca. Tetapi yang dia dapatkan adalah sebuah penolakan.“Tuan Glenn? Tuan Glenn?” seru Eric berulang kali.Sayangnya, panggilan itu belum menembus dinding lamunan Glenn. Atau mungkin suara Eric
“Jadi, bagaimana perasaanmu setelah tahu itu anakmu?”Pertanyaan Jolie tidak mengusik Glenn yang menikmati secangkir espresso pilihannya. Jolie malah terperangah kesal melihat Glenn begitu tenang menikmati sepahit itu.Tidak ada keseriusan yang ditunjukkan oleh Glenn, padahal saat mengajak Jolie ke restoran mewah keseriusannya sangat tajam dan nyata. Lebih baik Jolie meninggalkan pria menyebalkan itu daripada nanti emosinya terkuras habis. Dia juga memiliki kesibukan di kliniknya dibandingkan menemani Glenn.Ketika Jolie berniat menghabiskan orange juice yang dipesan, dia teralihkan oleh Glenn yang sudah meletakkan cangkir kopi dan melayangkan tatapan tajam tanpa berdosa kepada Jolie.“Menurutmu, bagaimana reaksi dia saat aku tahu itu adalah anakku?” Glenn tanpa beban bertanya.Di pikiran Jolie sudah terbentuk kalimat kekesalan yang meledak dan tak sabar untuk segera dimuntahkan.“Jika itu Becca, sudah pasti dia akan memendam rasa sakit hatinya sendiri dan mengatakan anak itu bukan an
~ Beberapa menit sebelumnya ~Hujan deras yang mengguyur London sore itu menarik perhatian Glenn dari tablet PC. Dia melemparkan pandangan ke dinding kaca raksasa yang menampilkan suasana basah London sore itu.Ketenangan yang meresap ke jiwa ketika memandang lekat-lekat pemandangan hujan itu menciptakan senyar kesepian di jiwa Glenn. Saat itu pikirannya terisi oleh sosok yang memporak-porandakan hidupnya belakangan itu.“Rebecca,” Glenn menggumam lemah.Glenn teringat dengan pernyataan Jolie di restoran. Bahwa dia yang sudah sepakat membantu Glenn demi kebaikan Rebecca menceritakan keadaan wanita hamil itu.Jolie menceritakan mengenai Rebecca yang memeriksakan kandungan di hari itu. Sehingga muncul hasrat Glenn untuk menemui Rebecca ke rumahnya lalu bertanya-tanya di sana.Glenn beranjak dari ruangannya tanpa menunda-nunda. Dengan disopiri oleh Eric, akhirnya Glenn tiba di alamat Rebecca yang Jolie berikan padanya.Setibanya di sana Glenn mendapatkan tontonan yang mengejutkan. Dia me
“Granny tidak bisa ke penthouse-ku sekarang!” kepanikan Glenn begitu nyata terdengar lewat suaranya.“Kenapa? Kau mau bilang kau sedang keluar?” Emilia menuduh karena terbiasa dengan alasan Glenn yang selalu menghindar.“Aku memang sedang keluar, Granny.” Glenn membenarkan demi menunjang kebohongannya.“Oke, kalau begitu aku akan menunggu sampai kau pulang.” Emilia memilih keras kepala.“Aku akan lama pulang, nanti Granny akan bosan menungguku,” ujar Glenn gencar menghalangi-halangi kedatang Emilia.“Demi menunggu cucu tersayang aku tidak akan bosan. Lagipula hal penting yang ingin aku bicarakan ini tidak bisa ditunda-tunda.”Sial! Emilia begitu keras kepala. Dia pasti akan memaksa tanpa peduli Glenn setuju atau tidak.Tetapi Glenn tidak kehilangan akal untuk mencegah kedatangan Emilia. Dia telah terpikirkan ide cemerlang yang sudah pasti akan meluluhkan hati Emilia.“Kita bisa bahas hal penting itu besok kan, Granny? Hari ini aku sangat lelah, sekarang saja aku masih meeting. Besok a
Setelah menyelesaikan mandi, Elvis membanting tubuhnya ke sofa yang berhadapan ke arah jendela. Dia merebahkan kepalanya ke sandaran sofa untuk menenangkan kepalanya yang terasa pusing.Setelah berpisah dengan Rebecca, pikiran Elvis ditumpuk oleh sebuah kabar mengejutkan dari teman yang ditemui di rumah sakit itu.Temannya itu merupakan dokter senior yang merawat Rebecca sewaktu pingsan. Walau bermula dengan keraguan, temannya itu akhirnya menceritakan detail kronologi mengenai Rebecca yang pingsan–yang dibawa oleh Glenn ke rumah sakit milik orangtua Elvis.Tidak ada satu pun detail yang terlewatkan, temannya juga menceritakan mengenai Glenn yang menjaga Rebecca di kamar perawatan.Elvis menghela napas kasar untuk mengeluarkan sesak yang menyebalkan memenuhi dada. Dia marah mengetahui Rebecca yang ternyata sudah dekat dengan pria lain dari sebulan lalu.Elvis pun tidak bisa membohongi perasaannya. Bahwa sebenci-benci dia pada Rebecca yang berkhianat, nama Rebecca tidak bisa terhapus d
“Kami tidak melakukan apapun, Granny.” Kalimat bantahan keluar dari Glenn yang menghadap Emilia di ruangan santai.Pria tampan itu sengaja membiarkan Rebecca yang masih shock pasca tertangkap basah oleh Emilia. Dia memberi waktu pada Rebecca untuk membasuh wajah dan mencari alasan terbaik untuk nantinya menyusulnya menghadap pada Emilia. Sayangnya, bantahan itu tidak dipercaya oleh Emilia. Wanita tua yang menjabat sebagai komisaris utama di Medico Group itu malah tertawa geli yang begitu menjengkelkan bagi Glenn.“Kau mau tahu, Glenn? Dulu aku dan grandpa juga seperti itu. Kami tidur sambil berpelukan sama seperti kalian. Makanya di umur 21 tahun aku sudah diajak menikah oleh grandpa-mu.”Glenn melepaskan sesak yang menjengkelkan lewat embusan napas kasar. Dia juga mengalihkan pandangan dari Emilia yang masih tertawa geli mengolok-olok dengan sengaja.Ini semua salah Rebecca. Kalau saja kemarin malam wanita itu tidak menahan Glenn, situasi menjengkelkan pagi itu tidak akan terjadi.B
“Kau sengaja melakukannya?” bentakan kemarahan Rebecca menggelegar ketika Emilia sudah beranjak pulang dari penthouse.Sebelumnya, dia langsung memberontakan dari pelukan Glenn, menjauh dari pria berbahaya itu ketika berpura-pura mengantarkan kepulangan Emilia.Demi apa pun, Rebecca tidak bisa membendung emosi yang meledak di jiwa. Dia menilai Glenn sudah kurang ajar memberikan klarifikasi atas kehamilannya.Memang benar anak itu adalah anaknya Glenn, tetapi Rebecca merasa lebih berhak mengakui kepemilikan atas anak yang ada di kandungannya. Rebecca menilai dia dan anaknya lebih sah terhubung satu sama lain dibandingkan Glenn.Apalagi menyaksikan reaksi Emilia yang terharu bercampur antusias menyambut kehadiran anak itu membuat Rebecca semakin tidak bisa bergerak.Pernikahan ... mereka akan diikat dalam sebuah pernikahan.“Aku tidak bisa berbuat apa-apa!” Glenn membela diri.“Harusnya kau kompromi lebih dahulu padaku! Jangan bertindak sesuka hatimu seperti tadi, Glenn!” Rebecca semaki
Anastasia Romanov, dia adalah putri cantik Glenn dan Rebecca yang terlahir sempurna. Gadis kecil yang dua tahun lalu menangis kencang itu telah tumbuh menggemaskan.Gadis kecil cantiknya begitu mirip dengan Rebecca. Rambutnya cokelat, lembut dan panjang. Matanya juga indah dan meneduhkan. Hidungnya mancung seperti Glenn, sementara bibirnya tipis dan mungil seperti Rebecca.Sayangnya, di mata Gabriel adiknya itu sosok menggemaskan yang dijahili.Gabriel suka mencubit gemas pipi Anastasia yang gembul. Gabriel memang mengajak Anastasia bermain, tetapi dia juga menjahili Anastasia sampai membuatnya menangis.Suasana taman belakang pagi di momen weekend telah ramai oleh riak suara Gabriel yang tertawa dan Anastasia yang menangis. Keduanya telah bermain di sana dengan diawasi oleh para pengasuh mereka.“Jangan ganggu aku, Kakak!” Anastasia kesal pada Gabriel yang menarik rambutnya. Padahal Anastasia sedang memberi makan anjing kecilnya.“Aku hanya ingin merapikan rambutmu, Ana.” Gabriel mem
Tidak perlu dijelaskan secara terperinci kebahagiaan keluarga ketika Glenn mengumumkan kehamilan kedua Rebecca. Mereka membanjiri ucapan selamat kepada Glenn dan Rebecca, pun Gabriel yang akan menjadi seorang kakak.Emilia dan Abraham langsung menyumbangkan segelintir uang kepada yayasan sosial dan panti asuhan sebagai wujud syukur atas kebahagiaan Glenn dan Rebecca. Nelson pun melakukan kegiatan sosial yang sama di Manchester.Bagaimana dengan Gabriel?Putra tampan Glenn dan Rebecca itu dengan bangga menceritakan perihal dia yang akan menjadi kakak. Dia juga menjadi sosok manis dan perhatian kepada Rebecca.Seperti pagi itu, Gabriel yang telah rapi mengenakan seragam sekolah datang ke kamar tidur Glenn dan Rebecca. Dia membawakan segelas susu untuk dinikmati oleh Rebecca.Hal itu dilakukan karena selama kehamilan yang sudah mengijak lima bulan itu, Rebecca mengalami ngidam yang luar biasa. Wanita cantik itu masih saja mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas pekerjaan.“I
Sebuah ciuman hangat Rebecca hadiahkan ke dahi Gabriel. Putra tampannya itu sudah terlelap tidur akibat lelah seharian merayakan ulang tahunnya. Selimut yang menghangatkan tubuh Gabriel telah dirapikan kembali oleh Rebecca. Namun, ada kejadian lucu yang menahan langkah Rebecca ketika ingin beranjak dari kamar Gabriel.Putra tampannya itu mengigau. “Mom, aku mau adik,” gumamnya.Rebecca geleng-geleng kepala menatap putranya. Gabriel tidak hanya mewarisi ketampanan Glenn, tetapi sikap keras kepala Glenn juga menurun pada Gabriel.Rebecca akhirnya memadamkan lampu kamar Gabriel untuk kemudian menyusul Glenn yang sudah menunggu di kamar mereka. Glenn teralihkan oleh kehadiran Rebecca. iPad yang dipergunakan memeriksa beberapa email penting telah Glenn letakkan ke meja nakas di sebelahnya.“Gabriel sudah tidur?” tanya Glenn berbasa-basi pada Rebecca yang merangkak naik ke ranjang tidur.Rebecca berdehem singkat. “Dia sangat kelelahan, tapi dia masih saja ingat pada keinginannya memiliki ad
Suara mobil yang berhenti di depan kediaman mewah telah memanggil langkah gadis kecil di ruangan tamu. Dia berlari tergesa-gesa, begitu tidak sabar ingin menghampiri seseorang yang mengendarai mobil di depan itu.Baginya, momen kehadiran itu sudah dinanti-nanti. Dia sudah menunggu sejak pagi hari tanpa rasa bosan–sampai waktu telah menunjukkan pukul empat sore.Pintu yang tertutup terbuka, bola mata cantiknya telah berbinar bahagia menyambut sosok tampan yang muncul dari balik pintu.“Daddy sudah pulang?” seru gadis cantik itu menyapa hangat.Sayang, kehangatan itu dibalas oleh sikap dingin dari sosok yang disapa ‘Daddy’ itu. Kehadirannya yang begitu menyambut tidak dianggap, seolah-olah gadis kecil itu tidak terlihat oleh mata.Tanpa rasa peduli apalagi menghargai, sosok ayah itu berjalan meninggalkan gadis kecil yang masih berharap belas kasihnya. Dia benar-benar mengacuhkan, sedikit pun dia tidak melirik ke belakang untuk sekadar melihat gadis kecil yang mulai terengah-engah menyus
Glenn dan Rebecca akhirnya pergi bersama Gabriel sesuai rencana mereka siang itu. Mereka menuju sebuah toko yang menjual lengkap permainan anak-anak. Anehnya, Gabriel tampak berbeda ketika tiba di sana. Dia tidak antusias seperti biasanya. Padahal ketika Glenn dan Rebecca berjanji akan membebaskannya memilih hadiah permainan, bocah laki-laki sangat antusias luar biasa.“Apa mainan yang kau cari tidak ada?” Rebecca menegur Gabriel yang termenung di salah satu rak mainan.Gabriel menggelengkan kepalanya. “Aku mau makan steak di restoran–hotel favoritku, Mom.”Rebecca terheran dengan permintaan putranya. Benaknya tidak menyalahkan dikarenakan Gabriel memang menyukai menu steak di restoran–hotel favorit mereka.“Kenapa tiba-tiba?” Rebecca memastikan.“Tiba-tiba aku ingin makan steak di sana,” pinta Gabriel setengah merengek.“Kita akan ke sana setelah kau selesai memilih hadiah mainanmu. Tapi sebelum ke sana, Mommy akan memantau persiapan perayaan ulang tahunmu besok di ballroom hotel itu
Note: Holla, karena pada minta extra part tampil di Goodnovel, jadi abi tampilin di sini juga. Selamat membaca yaaa :) ~ Lima tahun kemudian ~Kedamaian jiwa Glenn terusik oleh gerakan yang menggelitik di lengannya. Matanya yang lama terpejam perlahan terbuka, dengan gerakan tidak memburu mulai berusaha menjernihkan pandangan mata yang samar-samar.Ujung bibirnya tertarik dan menyimpulkan senyuman tampan. Jiwanya yang terusik seketika tersapu oleh kehangatan yang menggelitik pikiran untuk tertawa geli.Tepat di depan mata, Glenn mendapati tersangka utama yang mengusik kedamaian jiwanya dari dunia mimpi. Namun, dia sama sekali tidak berniat untuk menegur.Pria tampan yang bertelanjang di dalam selimut itu malah berniat untuk menenangkan tersangka utama yang gelisah tertidur dalam pelukannya. Dengan gerakan lembut, dia membelai kepala yang menjadikan lengannya sebagai bantal. Gerakan tangannya berlanjut turun ke bahu telanjang tersangka utama untuk menebarkan kehangatan lewat belaian m
~ Satu bulan kemudian ~Handphone yang lama menempel, akhirnya menjauh dari sisi telinga kiri Rebecca. Wanita cantik itu meletakkan handphone yang digunakan menelepon itu di meja nakas–bersebelahan dengan ranjang yang sedang Rebecca duduki.Menjelang jadwal persalinannya, Rebecca memutuskan untuk mengontrol perusahaan di Manchester by phone dan online. Dia menaruh kepercayaan pada wakil direktur yang ditunjuk langsung oleh Rebecca. Dan seperti biasa, malam itu Rebecca mendapatkan telepon dari wakil direktur yang melaporkan informasi mengenai perusahaan pada hari itu. Percakapan yang terjadi cukup lama dan membuat Glenn yang duduk di dekat Rebecca diserang rasa kesal.“Aku memang mengizinkanmu aktif bekerja, tapi tidak sampai seperti ini juga, Rebecca.” Glenn memprotes ketus sikap Rebecca, sementara tangannya menyerahkan segelas susu vanila ke tangan Rebecca.Rebecca hanya tersenyum senang dan tidak berkata-kata lebih. Dia lebih berkeinginan untuk menengguk habis susu vanila buatan su
Tangis Martha semakin keras melihat tubuh Rowena sudah kaku terselimuti oleh kain. Wanita paruh baya itu menjerit meminta putrinya untuk membuka mata, tapi sayangnya putrinya tetap tidak membuka mata.Tubuh Rowena sudah sangatlah dingin. Itu semua menandakan bahwa sudah tidak ada lagi aliran darah mengalir di tubuh wanita itu. Pun wajah cantik Rowena telah memucat.“Bangun, Nak! Bangun! Jangan tinggalkan Mommy!” Martha meraung meminta Rowena untuk membuka mata. Akan tetapi hasilnya tetap saja tidak mengubah kenyataan—di mana Rowena tidak lagi bernyawa.Bukan hanya Martha yang menangis. Tapi Rebecca yang berada di pelukan Glenn juga menangis melihat Rowena sudah tidak bernyawa. Meskipun Rowena telah berbuat jahat pada Rebecca, namun kenyataan ini sangatlah memilukan.Rowena pergi meninggalkan putri kecilnya sendiri di dunia ini. Sungguh sangat ironi. Bayi yang lahir ke dunia sudah harus kehilangan ibunya. Bayi tak berdosa itu tak lagi memiliki sosok ibu kandung.Sebagai calon ibu, tent
Rebecca sengaja tidak banyak bertanya dikarenakan tempat dan situasi yang tidak mendukung. Dia lebih tertarik mengajak Glenn beserta Nelson untuk pulang. Tetapi setibanya di penthouse, Rebecca tidak menunda-nunda untuk menagih penjelasan dari Nelson yang duduk bersebrangan dengan dirinya di ruangan tamu. Sementara Glenn menjadi pendamping setia di sebelah Rebecca.“Daddy ingin bercerai?” tanya Rebecca sangat serius.Nelson mengangguk. “Lawyer-ku sudah mengurus perceraian ini.”“Kenapa?” Rebecca menyahut cepat.Nelson tersenyum samar mendengar jawaban Rebecca. “Kau tidak yakin pada keputusanku ini?”“Bukan seperti itu, Dad. Aku sangat tahu jika Daddy sangat mencintai Bibi Martha.”Rebecca terdiam canggung ketika ragu-ragu mengeluarkan kalimat yang sudah terangkai di ujung lidah, namun ada keinginan yang lebih besar sehingga dia melanjutkan kalimatnya.“Apa keputusan Daddy itu karena aku?” suara Rebecca sedikit merendah dengan nada melambat yang ragu-ragu.Nelson membantah tegas lewat k