Share

PART 16

Penulis: Aura Kisah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-22 15:23:07

Ningrum disambut oleh Radit di depan ruang rawat dan mengajaknya duduk di bangku besi panjang.

“Tadi saya cek di kantor jika Pak Radit ijin tak masuk hari ini. Jadi saya langsung ke mari. Mertuanya Pak Radit sakit apa dan bagaimana kondisi beliau sekarang?”

“Terima kasih, Bu Ningrum,” ucap Radit. “Iya, kata dokter beliau ada gangguan pada jantungnya, dan alhamdulillah sekarang sudah siuman. Hanya saja belum diperbolehjkan untuk dibesuk.”

“Oh, mudah-mudahan beliau segera pulih kembali, Pak. Oh ya, barusan saya berpapasan dengan istrinya Pak Radit kayaknya?”

“Iya, Bu Ningrum. Dia sedang padat tugasnya di kantornya, jadi harus gantian nunggunya.”

“Oh ...!” hanya itu yang keluar dari bibir Ningrum. Dia tak mau berkomentar lebih, walau seharusnya seorang ibu harus menjadi prioritas dulu dari hal apa pun. Terlebih ketika seorang ibu sedang sakit.

Tanpa disadari oleh keduanya, saat itu Nagita mengintai di sudut lorong rumah sakit. Tampaknya wanita itu mera
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 17

    Nagita dan Bu Ratri yang saat itu kebetulan sedang duduk di beranda depan rumah, melihat sebuah mobil mewah baru masuk di halaman rumah mereka hanya mengira bahwa itu tamu mereka atau tamunya Radit. Tetapi ketika mereka melihat justru Radit yang keluar dari mobil, spontan keduanya berdiri. Dan Noni yang sempat melihat dari dalam rumah langsung berlarian keluar sembari memanggil papanya. “Ini mobil baru Papa, ya?” Radit tersenyum dan mengangkat tubuh Noni dan menggendongnya, “Iya, dong, Sayang, ini mobilnya Papa dan juga Noni.” “Aseeek, Papa punya mobil baruuu!” seru Noni senang. “Papa, Noni pengen rasain naik mobil baru Papa.” “Oh, boleh, hayuk!” Tanpa basa-basi, Radit pun langsung membukakan pintu depan kiri mobilnya untuk sang buah hati. Sebelum ia sendiri masuk di pintu kanan, ia melaihat ke arah ibu mertuanya dan pamit untuk berkeliling komplek sebentar, namun sama sekali tak melirik kepada Nagita. Lalu tanpa menunggu sahutan dari ibu mertuanya, dia

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 18

    Tentang keberadaan mobil mengintai itu sama sekali tak disadari oleh Nagita maupun Dony. Bahkan setelah Dony dan Nagita masuk ke dalam rumah itu, laki-laki dalam mobil Xpander itu sempat mengambil gambar rumah mewah itu sebelum pergi dari komplek itu. Sementara itu, Dony sedang membanggakan rumah itu kepada Nagita, dan Nagita menanggapinya dengan wajah binar bahagia. “Jadi, rumah ini akan Mas atas-namakan namaku?” tanya Nagita. “Tentu, Honey. Tapi tentu saja setelah Honey memenuhi sebuah syarat yang kukatakan itu, yaitu ...?” “Aku harus mengajukan gugatan cerai pada suamiku yang lemah dan tak berguna itu!” lanjut Nagita. “Pintar!” tandas Dony Setiawan, lalu keduanya tertawa bersama sambil berpelukan dan berciuman sesaat. “Tentu, Honey. Aku memang sudah terlalu bosan hidup penuh kepura-puraan dengan dia,” ucap Nagita lagi sambil menatap wajah Dony yang masih dalam pelukannya. “Tapi Honey harus sedikit bersabar. Aku sedang merencanakan suatu ha

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 19

    “Ini rumah saya, Nona! Dan Anda keluar dari rumah saya! Keluar!!” yang menjawab Nagita dengan wajah makin terlihat emosi dan angkuh. Tiba-tiba ia menepuk dahinya sendiri dan lanjut menuding, “Atau jangan-jangan, oh Tuhan! Anda pasti selingkuhan suami saya? Hm, saya jadi sadar dan tahu sekarang, ternyata Mas hanya berpura-pura marah dan emosi ketika melihat aku bersama laki-laki lain ya, hanya untuk menutup kebusukannmu sendiri!” “Diam jangan sembarangan bicara!!” bentak Radit. “Beliau wanita baik-baik dan bukan perempuan yang tak berahlak seperti kamu! Kamu wanita yang sudah bersuami tapi selalu berduaan dengan laki-laki lain!! Kamu busuk!!” “Mas yang busuk!! Busuk, lemah, dan tak berguna!!” Nagita balas membentak dengan wajah seolah hendak menelan suaminya bulat-bulat. “Baik!” ucap Radit. “Aku sudah menyaksikannya secara langsung perbuatan busuk dan penghianatamu!” Lalu menatap kepada Dony. “Dan kau, laki-laki bajingan perusak pagar ayu, urusan kita masih berla

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 20

    Rumahnya Ningrum berada sebuah perumahan di kawasan Taman Sari. Rumah yang cukup mewah luas. Kata Ningrum, itu adalah juga rumah fasilitas perusahaan. Di rumah itu sang manajer tinggal bersama ibu dan kedua adiknya serta seorang asisten rumah tangga. Ayahnya Ningrum telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Jadi otomatis, Ningrum menjadi tulang punggung keluarganya. Kedua adiknya, cowok-cewek, masih semester 6 dan 4. Yang membuat Radit agak sedikit kaget adalah sang mama dari sang manajer muda itu, ternyata merupakan wanita keturunan Belanda. Namanya Bu Juliana. Pantas saja wajah Ningrum rada-rada kebulean. Bu Juliana orangnya sangat ramah kepada Radit. Begitu juga kedua adiknya Ningrum, Elissa dan Arthur. Mereka sangat hangat dan dan bersahabat. Kondisi itu lumayan membuat perasaannya nyaman dan sedikit mengurangi kedukaan di hatinya. “Kalau Nak Radit mau, Nak Radit boleh tempati dulu kamar pavilyun. Kamar itu bekas kamar kemenakannya Ibu dulu. Sekarang ia ikut is

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 21

    “Oh iya benar, Pak RT. Perkenalkan, nama saya Radit, Raditya Pambudi,” sahut Radit sembari menyalami warga lain satu persatu. “Lalu, kira-kira kapan Pak Radit pindah ke mari?” tanya Pak RT lagi. “Maunya secepatnya, Pak. Tapi ini perabotannya belum ditata,” sahut Radit. “Kira-kira di sekitar sini ada yang tenaga yang bisa dimintai bantuan untuk menatap perabotan di rumah saya mungkin, Pak?” “Oh bisa, Pak Radit, wagra saya pun akan membantu Pak Radit,” ujar Pak RT Halim. Lalu menoleh pada warganya, “Bagaimana Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, apakah bersedia membantu Pak Radit untuk menata perabotan rumahnya?” “Siap, Pak RT ...!” jawab semuanya serentak. Ternyata bukan hanya warga itu saja yang membantu. Bahkan beberapa warga yang terdiri dari pemuda komplek ikut menyumbangkan tenaganya. Semua perabotan yang masih dalam pembukus dan segelnya ditempatkan pada posisinya masing-masing. Radit merasa terharu dan tak menyangka warga di perumahan itu masih memiliki rasa pedu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 22

    “Aku itu hanya punya satu dambaan, Bu, yaitu ingin memiliki rumah tangga yang mawadah wa rahmah, dan wanita yang kunikahi menjadi bidadari di dunia hingga akherat bagi saya,” lanjut Radit lagi. “Namun nampaknya, apa yang saya raih justru sangat jauh dari yang saya dambakan. Dambaan wanita yang saya dambakan justru laki-laki yang mampu memanjainya dengan gelimangan harta. Ya, Nagita masih melihat, bahwa tak ada yang mampu membuatnya bahagia selain dari harta.” “Tapi, Nak Radit,” ucap Bu Ratri, “kalau Ibu boleh memohon, Nak Radit jangan bercerai dengan Nagita. Pertahankan semasih mampu Nak Radit tahan, sembari berharap semoga Nagita menyadari kesalahannya dan kembali menjadi istri dan ibu yang baik. Ya, paling tidak, berikan dia waktu. Ibu sudah merasa sangat nyaman bermenantukan Nak Radit.” Radit manggut-manggut. “Insha Allah, Bu. Saya senantiasa berdoa, Bu, tentang hal itu. Saya justru lebih memikirkan Noni. Perasaan dia masih sangat sensitif, dan tentu bisa menjadi p

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 23

    “Iya, Bu, kebetulan ini saya sudah mau menjemput mereka, habis maghrib nanti,” sahut Radit. “Oh ya, Bu. Saya pengen sekali untuk malam ini Ibu, Mbak Ningrum, Dik Arthur dan Dik Mellisa tidur di sini. Biar sekalian nanti bisa kenal dengan ibu mertua dan putri saya, Noni.” Keemapt anak beribu itu sama-sama terdiam dan saling berpandangan satu sama lain. “Ya, itu jika Ibu, Mbak Ningrum, Dik Arthur, dan Dik Ellisa memungkinan. Saya ....” “Iya, kami akan tidur di sini. Hitung-hitung ikut memeriahkan malam pertama Mas Radit di rumah barunya ini. Tapi biar besok pagi saya langsung berangkat kerjanya dari sini, nanti biar saya balik dulu ke rumah sebentar untuk mengambil keperluan saya.” “Baik, Mbak. Kalau begitu saya sangat berterima kasih sekali sama Mbak Ningrum, Ibu, juga pada Dik Arthur dan Dik Ellisa.” “Ya, sama-sama, Nak Radit. Semoga dalam rumah ini Nak Radit sekeluarga diberi keberkahan-keberkahan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Amin Allahumma

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 24

    Pak Abdul Karim Pambudi menerima seorang laki-laki dalam ruangan kerjanya di kantor pusat grup perusahaannya. Tampaknya laki-laki itu adalah yang pernah memata-matai Nagita di rumah barunya bersama Dony Setiawan. “Silakan duduk. Bagaimana dengan hasil pengusutan lapangannya, Mas Alex?” tanya Pak Karim kepada laki-laki yang berusia sekitar tiga puluhan tahun itu. “Ada beberapa yang saya dapatkan info pasti dan sahihnya, Pak, di samping bukti berupa foto-foto dan vieo yang telah saya kirimkan kepada Bapak kemarin pagi itu,” sahut Alex. “Dan kemarin sore saya mendapatkan konfirmasi pada pihak pemasaran pengemban komplek itu, bahwa laki-laki yang bernama Dony Setiawan itu membeli lunas rumah itu.” Pak Karim mengangkat dagunya sembari memperlihatnya wajah tanpa ekspresi. “Berapa katanya harga rumah itu?” “Menurut yang saya dapatkan dari bagian pemasaran dan menurut yang saya lihat di brosurnya, satu unit rumah dengan type yang dibeli oleh Dony Setiawan itu ha

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-31

Bab terbaru

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 52

    Dengan berbagai pertimbangan, Nagita pun memutuskan untuk mengajak Radit untuk bicara. Akan tetapi, ketika ia hendak membuka mulutnya, laki-laki yang telah berstatus sebagai mantan suaminya itu tiba-tiba membalikkan tubuhnya, dan tidur miring memeluk guling dengan posisi membelakangi Noni dan dirinya. Nagita menghela nafasnya lalu mengecilnya nyala lampu tidur. Selanjutnya ia berusaha untuk memejamkan matanya. Saat itu jarum jam dinding telah menunjukkan pukul 00.22. Namun pada keesokan harinya ia masih memikirkan tentang rencananya itu. Setelah memikirkannya secara berulang-ulang, Nagita pun memutuskan untuk menelepon Radit. Ia menyampaikan keinginannya untuk bicara itu dengan sangat hati-hati. “Ya silakan bicara saja, insha Allah aku akan mendengarkannya?” sahut Radit. Saat itu kebetulan ia baru saja selesai melakukan pengecekan terhadap file-file laporan yang masuk pada hari itu yang tertera pada layar laptop di hadapannya. “Aku ingin bicara empat mata d

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 51

    Beberapa bulan kemudian Noni sudah menemukan kembali keceriaannya. Pihak tim dokter yang menanganinya sudah memperbolehkan ia untuk check out dari rumah sakit. Artinya sudah diperbolehkan untuk dibawa pulang ke Indonesia. Hanya saja, gadis kecil itu selanjutnya masih harus menjalani terapi-terapi khusus di rumah sakit Indonesia secara berkala, terutama untuk mengetahui perkembangan dari kondisi penyakitnya. Namun dokter di Beijing itu berpendapat, bahwa Noni akan mendapatkan kesehatan kesehatannya secara optimal seiring waktu. Setelah di Indonesia, gadis itu lebih banyak tidur bersama kedua orang tuanya, Radit dan Nagita. Ia sangat bahagia karena ia bisa kembali tidur di antara kedua orang yang paling disayanginya. Ia memang selalu rindu pada dongeng-dongeng yang selalu dituturkan oleh kedua orang tuanya itu untuk mengantarkannya ke dunia mimpi. “Oh ya, Sayang,” ucap Radit suatu malam pada Noni, sebelum ia menuturkan sebuah dongeng pada sang putrinya, “sembari menungg

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 50

    Beberapa menit kemudian terdengar ketukan di pintu. “Ya, silakan masuk,” ucap Radit. “Selamat siang, Mas,” salam Ningrum sembari menutup kembali pintunya. “Silakan duduk.” “Terima kasih.” Raditya menatap wajah wanita di depannya dan tersenyum. “Bagaimana keadaanmu hari ini?” tanya Raditya. “Alhamdulillah baik, Mas.” “Tadi malam Ning punya mimpi apa?” “Mimpi?” Kedua Ningrum saling merapat. Terasa ada semacam kejanggalan yang ia rasakan dalam pertanyaan itu. “Malah aku nggak sempet mimpi kayaknya, Mas. Tidur saja baru jam dua dini hari baru bisa terlelap, trus bangun subuh. Kenapa, Mas?” “Ntar kujawab pertanyaanmu, aku ingin lanjut bertanya dulu,” ucap Radit. “Kenapa tidurnya terlambat?” “Hm, nggak tau juga, Mas. Terasa gelisah saja, padahal aku sedang tidak memikirkan sesuatu apa pun yang sifatnya berat.” “Hm, berarti itu pengganti mimpinya!” celetuk Radit. “Maksud, Mas?” “Begini, tadi papaku video ca

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 49

    Kondisi Raditya sudah dinyatakan pulih seratus persen setelah beberapa bulan pasca operasi transplantasi. Kondisi Noni pun makin mengarah ke kemajuan. Hanya saja ia masih terus menjalani siklus kemoterasi. Namun tim dokter memprediksi, bahwa kesembuhan Noni bisa lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah keajaiban. Setelah benar-benar klir dinyatakan sembuh sempurna, Raditya diperbolehkan oleh sang ayah, Abdul Karim Pambudi, untuk kembali mengurus perusahaan. Ia tidak hanya menangani secara online, namun juga pulang ke Indonesia. Seminggu di Indonesia dan seminggu di Beijing secara rutin. Sementara Pak Abdul Karim lebih betah mengendalikan kerajaan bisnisnya di Beijing dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahlinya yang didatangkan ke Beijing, walau sekali-sekali beliau datang ke Jakarta. Laki-laki paruh baya itu terlihat lebih betah, terlebih karena beliau di Beijing ia selalu ada Bu Ratri untuk temannya bercerita. Begitu pun Bu Ratri, terlihat selalu c

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 48

    Setelah dua minggu dalam masa menunggu, tim dokter memberikan kabar yang menggembirakan kepada Radit bahwa telah ada seseorang yang menyatakan siap untuk menjadi pendonornya. “Hanya saja,” kata sang dokter yang diterjemahkan oleh Nona Lie, “dengan alasan tertentu, sang pendonor meminta agar kami merahasiakan dulu identitasnya kepada Tuan Raditya.” “Mengapa seperti itu? Harusnya aku tahu siapa orang yang mau mengorbankan dirinya untuk menolomng hidup aku, Pak?” Radit justru menatap dan bertanya pada papanya. “Ya, seperti Pak Dokter barusan bilang, dengan alasan tertentu sang pendonor minta identitasnya untuk dirahasiapakan pada kamu. Papa kira nggak masalah. Mungkin itu berkenaan dengan privacy-nya sang pendonor?” Radit menoleh pada Nagita, “Apakah kamu yang akan melakukannya?” Nagita menggeleng, “Bukan, Mas. Lagi pula ... aku belum lama mendonorkan sumsum tulang kepada Noni. Apakah seseorang boleh mendonorkan bagian tubuhnya yang berbeda s

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 47

    Setelah semua perencanaan telah disiapkan secara matang, seminggu kemudian, penerbangan menuju Negeri Tirai Bambu pun dilakukan. Perjalanan selama lebih dari tujuh jam dari Bandara Soetta menuju Beijing Capital International Airport terasa cukup melelahkan. Setiba di Beijing, Radit dan Noni langsung melakukan chek in di rumah sakit yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan klinis pertama. Untuk Radit masih dalam tahap dilakukan general chek-up. Dari situ akan dimulai riset klinis untuk menentukan calon pendonor. Dan hasilnya akan segera keluar dalam beberapa hari ke depan. Sementara Noni, kondisinya memang drop, jadi harus langsung dilakukan perawatan yang intensif. Dari hasil test darah, darahnya lumayan naik. Tim dokter yang menanganinya menyarankan agar pasien dirawat inap supaya mendapatkan penanganan medis yang maksimal. Kondisi dropnya Noni dipicu juga oleh kecapaian akibat perjalanan udara yang cukup lama dan kondisi dari penyakit leukemia yang diderit

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 46

    “Ketika Noni divonis mengidap penyakit leukemia dan melihatnya, dunia rasanya terbalik,” ucap Radit. ”Saat itu pun aku bertekad akan membawa Noni untuk berobat ke sebuah rumah sakit terbaik di dunia ini, di mana pun itu. Dan perasaan itu kini dirasakan juga oleh Papa. Jadi, jika Papa ingin membawa kami ke untuk berobat ke Tiongkok, maka tak ada alasan bagi aku untuk menolaknya, Pap. Tapi semuanya harus ada di sekitar kami. Semua harus ikut. Bahkan Bi Ifah pun harus ikut.” “Ya tentu, dong, Dit. Soal itu tak perlu Radit ucapkan lagi, paham jauh lebih paham arti sebuah keluarga bagi kehidupan seseorang. Jika ada keluarga kita yang lain lagi mau ikut, ya silakan. Jet pribadi Papa bisa memuat hingga sembilan belas penumpang.” “Terima kasih, Pap,” ucap Radit lalu bangkit dari duduknya dan melangkah ke ayah Papanya lalu memeluk tubuh laki-laki itu dengan erat dan terisak. “Papa adalah orang yang paling memahami aku di atas dunia ini. Entah bagaimana lagi aku harus mengu

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 45

    Pasca keluar dari rumah sakit, atas permintaan sang papa, Pak Abdul Karim Pambudi, setelah memberikan berbagai alasan yang sangat masuk akal, terutama alasan yang berkenaan dengan kondisinya dan Noni, Radit pun memutuskan untuk pindah ke rumah papanya. “Rumah itu terlalu luas untuk Papa diami seorang diri. Alangkah bagusnya jika rumah seluas itu ditempati oleh banyak orang,” begitu alasan lain yang dikemukakan oleh Pak Abdul Karim Pambudi. Radi memboyong semua keluarganya, termasuk sang asisten rumah tangganya. Bi Ipah. Kecuali Bi Ipah, Radit dan keluarga kecilnya, termasuk ibu mertuanya, menempati ruangan di lantai dua. Radit memenuhi janjinya pada sang buah hati, Noni, untuk selalu tidur bersamanya. Jadi, sejak saat itu mereka bertiga menempati satu kamar dan tidur di tempat tidur yang sama dengan Noni tidur di tengah. Namun demikian, kedekatan yang sesungguhnya antara Radit dan Nagita itu belum kembali. Jarak itu masih tercipta. Radit

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 44

    “Oh iya, Pak Radit. Dengan berat hati saya harus sampaikan, bahwa hasil test darahnya Noni ....” Radit tak mampu lagi mendengarkan kelanjutan dari kalimatnya Dokter Ediman. Ia terlanjur lemas dan tak sadarkan diri. Entah berapa lama ia pingsan. Hanya saja ketika siuman, ia telah berada di atas sebuah pembaringan dalam sebuah kamar yang berwarna serba putih dengan nasal kanul yang terpasang pada kedua lubang hidungnya. Selanjutnya Radit melihat dalam ruangan itu ada wajah papanya, Abdul Karim, Ibu Ratri, Nagita, Ningrum, dan Noni. Ia sedang dirawat di ruang VVIP di sebuah rumah sakit. Melihatnya siuman, semua spontan bangkit dari duduk mereka dan berdiri di sisi bed rawat. “Berapa lama aku pingsan?” tanya Radit dengan suara lemah, tanpa ditujukan secara khusus pada siapa pun. “Tadi siang kamu jatuh pingsan, sekarang sudah mau isya’,” yang menjawab Pak Abdul Karim Pambudi, papanya, dan, “Apa sebenarnya yang kamu rasakan, Dit?” Radit tak

DMCA.com Protection Status