Titan mendengus. Mood untuk makan es krim berkurang karena ia sekarang sendirian, namun ia tetap melangkahkan kakinya ke dalam toko es krim.
Tak lama kedua sudut bibirnya terangkat ketika menemukan orang yang baru saja ia temui di toko buku. Cowok itu sedang duduk sendirian di salah satu meja dengan mangkuk berisi tiga scoop es krim di depannya. Es krim itu bahkan tidak disentuhnya sama sekali. Ia sibuk memainkan ponselnya.
Titan memutar balik, masuk melewati samping toko dan berjalan mengendap-endap di belakang cowok itu, lalu ...
"DOOORRRR!!!" Titan menepuk keras punggung Tristan.
"ANJIR!!" Cowok itu terlonjak kaget lalu memutar kepalanya melihat Titan. Ekspresinya langsung berubah cemberut, "ud
Di sinilah Tristan. Mengangkat sebelah alisnya menatap cewek di depannya. Hari ini Senin dan ia sudah sangat malas untuk sekadar masuk sekolah, namun dirinya semakin malas begitu istirahat pertama ia dan teman-temannya yang memutuskan untuk makan di kantin malah diganggu oleh Titan.Cewek itu langsung duduk di samping Tristan dan menarik Rheva untuk duduk di sampingnya juga. Memaksa Tristan untuk bergeser ke kanan semakin merapat ke dinding kantin.Tristan menghela napas panjang. Dalam hati ia membatin ia harus segera mandi kembang tujuh rupa untuk melepaskan segala kutukan yang mengharuskan ia berurusan dengan Titan. Niatnya untuk mengganggu Titan karena kejadian kopi panas sekitar dua minggu lalu memang masih ada, namun justru cewek ini yang terus mengganggunya."Jangan protes, trakt
Jam dihandphoneTitan menunjukkan angka 8.00. Hari ini Titan terlambat. Salahnya Aldo karena telat membangunkannya. Sekarang ia hanya bisa menatap gerbang tinggi sekolahnya. Ia hanya harus memanjat, itu urusan gampang baginya.Masalahnya, ada makhluk berbahaya di sampingnya yang ternyata juga datang terlambat. Tristan. Cowok itu datang dengan rambut acak-acakan dan seragam yang sangat tidak memenuhi aturan sekolah. Ia melirik Titan dengan sinis.Bekas luka di lutut Titan semenjak kejadian dua minggu lalu di gerbang belakang ini masih terlihat jelas. Jangan sampai lututnya menambah luka baru.Sedangkan Tristan tampak tak peduli. Ia langsung memanjat dengan lincahnya gerbang setinggi 2,5 meter itu. Sampai di atas, ia langsung melompat dan mendarat sempurna di balik ge
Titan masih asik tertawa dan Tristan masih cengo sampai akhirnya sebuah teriakan menyadarkan mereka berdua. Membuat keduanya langsung diam."ADUH! Bunganya jadi rusak gara-gara kalian!" Pak Budi berteriak dari pinggir kebun. Tukang kebun itu menenteng sekop dan sudah memayungi dirinya sendiri.Titan dan Tristan otomatis menoleh, lalu menunduk melihat letak jatuhnya Titan. Ya, cewek itu terjatuh dan menghancurkan bunga-bunga itu dengan mendudukinya."Kabur?" tanya Titan yang langsung diangguki oleh Tristan.Tristan menarik Titan berdiri lalu mereka berlari menuju pondok, mengambil tas ransel masing-masing. Pak Budi berusaha mengejar mereka, namun tukang kebun yang berbadan gembul ituterlihat kesulitan akibat beceknya tanah yang l
Kelas XII IPA 1 sedang buru-buru menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bu Fatimah selaku guru Lintas Ekonomi yang absen mengajar pagi ini karena ada halangan namun katanya akan datang ke sekolah saat jam sepuluh nanti. Termasuk Tristan, Sandi, dan Nyong. Sementara Bams tidak masuk sekolah hari ini. Katanya bolos.Kalau ditanya kenapa anak-anak nakal seperti mereka mau mengerjakan tugas itu, jawabannya karena mereka sangat amat terpaksa. Bu Fatimah memberi mereka catatan bahwa tugas itu harus selesai sebelum jam sepuluh pagi dan sudah dikumpulkan di meja kantornya, dengan ultimatum, bila siapa yang tidak mengerjakan, maka mereka tidak diperbolehkan ikut UAS dua bulan lagi.SMA Garuda yang memang cukup ketat peraturannya, mengharuskan setiap murid tidak boleh memiliki nilai merah lebih dari tiga mata pelajaran karena terancam tida
Kalau ditanya apakah Titan sangat kesal saat ini, jawabannya iya. Ia sudah berdiri di depan rumah Tristan selama 20 menit dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang akan menyambutnya. Ia ingin pulang, namunhoodiecowok itu masih terlipat rapi di dalampaper bagyang ia bawa. Tristan menyuruhnya untuk mengembalikanhoodieitu secepatnya, maka Titan berencana mengembalikannya besok, hari Kamis di sekolah, namun Aldo memaksanya untuk segera megembalikanhoodietersebut dan memberikan sekotakbrowniesuntuk diberikan pada Tristan. Katanya, sebagai ucapan terima kasih karena sudah "menampung" dan "mengurusinya" dengan baik kala Aldo telat menjemput Titan waktu itu. Bayangkan saja, Abang satu-satunya itu sudah seperti emak-emak pada umumnya. Rempon
Pagi ini ada sesuatu yang aneh dilihat Titan. Sangat aneh. Rheva, sahabatnya yang selalu diantar oleh supirnya, justru sekarang datang ke sekolah dengan dibonceng seseorang.Titan mengikuti dua orang itu dari belakang. Ketika Rheva dan siswa itu berpisah di koridor, maka Titan langsung menyergap Rheva dari belakang."HAYO, LO DATANG SAMA SAPA TADI, HAH???" Titan sedikit melompat lalu memeluk Rheva dari belakang."Anjir! Kaget gue!" Rheva tersentak dan mengelus dadanya."Kemaren gak masuk, eh hari ini tahu-tahu datangnya udah boncengan sama cowok aja!" Titan melepas rangkulannya."Apaan sih?!" Pipi Rheva sedikit merah."Muka lo nggak
Satu hari yang lalu ....Rheva sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah seperti biasa. Setelah sarapan nasi goreng buatan Mbak Marni dan memakai sepatu, ia menuju garasi dan memanggil supirnya."Pak Dodi, ayo berangkat, Pak!"Tidak ada sahutan. Rheva memutari mobil lalu melihat bahu Pak Dodi yang menyembul dari belakang mobil."Pak ayo-" ucapannya terpotong ketika ia sudah berada di belakang mobil. Pak Dodi tidak sendirian, di sana ada papanya, Dirgantara. Rheva yang sempat terkejut lalu berusaha menetralkan ekspresinya dan berkata, "ayo berangkat, Pak.""Maaf, Neng." Pak Dodi berbalik menghadap Rheva sambil menunduk. Wajahnya terlihat sedih dan menyesal.Kemudian orang tua itu beran
Rheva sudah selesai dengan dongengnya yang membuat Titan terkantuk-kantuk. Dongeng tentang kisahnya dan Bams yang bolos bersama kemarin."Bangun kampret! Gue udah kelar cerita nih!" Rheva menggetok kepala Titan yang asik tiduran di atas meja ketika jam kosong."Eh? Iya, aduh." Titan mengucek-ucek matanya."Si kambing emang ya, elo yang nyuruh gue cerita eh pas diceritain malah tidur! Lo kira cerita gue tuh dongeng pengantar tidur lo apa?" Rheva mendengus.Titan hanya cengengesan tanpa dosa.Laknat memang. Ketika temannya sedang menggebu-gebu bercerita, eh dia malah tidur.Tak lama bel pulang berbunyi. Lalu terdengarlah lantunan baha
"Sayang-sayang pala lo peyang!" sentak Titan kesal seraya meninju bantal tidurnya tak henti-henti. Setelah meninjunya, ia melempar bantal itu ke sembarang arah. Iya, Titan sedang dalam mode siluman ekor rubah. Ia benar-benar kesal kala mengingat bagaimana Tristan memanggilnya sayang tadi saat di aula ketika latihan. Satu aula benar-benar menyorakinya dan ia langsung bingung harus menaruh muka di mana. "Sayang-sayang lo banyak! Bukan cuma Titan doang!" geramnya lagi. Bahkan sekarang ia mulai menggigiti sarung guling saking kesalnya. Ia semakin kesal kala mengingat bagaimana Tristan begitu dekat dengan teman-teman ceweknya yang lain. Mungkin saja kan ada si sayang nomor dua, nomor tiga, dan seterusnya. Mau marah juga rasanya aneh, statusnya bukan siapa-siapa walau tak bisa juga dibila
"Cie... habis kena marah ya? Kusut bener mukanya kayak keset depan WC." Titan terkikik geli sekembalinya Tristan setelah sesi berbincang-bincang tidak ria dengan papanya di atap rumah sakit barusan.Sekarang mereka ada di taman rumah sakit, setelah Tristan selesai dengan papanya dan langsung menghubungi Titan untuk bertemu di sana."Kamu juga kusut mukanya," balas Tristan."Hah, masa? Udah cuci muka tadi pakai air padahal." Titan memegang pipinya sendiri dengan punggung tangannya."Iya kusut, kayak kurang asupan perhatian dari aku.""Jijik banget dengernya tahu nggak?" Ekspresi Titan langsung berubah sedatar mungkin."Aku kayaknya y
Setelah mendapat lokasi balapan motor dengan lagi-lagi harus menelpon Bams, maka Rheva semakin menggas mobilnya. Ia jarang ngebut apalagi kebut-kebutan begini. Alhasil, ia hampir menabrak seorang pejalan kaki yang menyeberang jalan di tengah gelapnya malam ditambah guyuran hujan. Syukur-syukur selamat."Rev." Titan memanggil."....""Rev.""Hm?""Rev!""Apa, sih?!""Lo bawa mobil mahal apa bawa bajaj sih!""Mobil mahal lah ini.""Lelet banget tahu nggak?! Saingan sama siput?!""Yang penting jalan mobilnya.""INI CUMA 20 KILOMETER PER JAM REPPPP!!!! KAPAN NYAMPENYA ISHHH!!! LIMA BELAS MENIT LAGI TENGAH MALEM NIH UDAH MULAI BALAPANNYA ENTAR!!!""Udah cepet ini! Lo mau kita hampir nabrak lagi apa?! Jantung gue tadi rasanya mau loncat keluar tahu nggak?!""Ishhh Rhevaaaaa...." Titan merengek."Entar lagi juga sampe elah. Gue kapok ngebut! Lagian ini hujan, buram kacanya!""Entar mere
"Aku sayang sama kamu, Tan!" teriak Aundy di ujung lorong yang sudah sepi.Tristan ada di hadapannya, menatap dirinya dengan tatapan datar dan tak tertarik sama sekali."Guenya nggak.""Bohong! Kamu meluk aku waktu itu! Waktu di parkiran aku nangis kejer-kejer bahkan di rumah sakit kamu temenin aku sampai malem." Mata gadis itu berkaca-kaca, berusaha meyakinkan dirinya sendiri pada sebuah harapan kosong."Waktu itu, cuma itu yang bisa gue lakuin buat nolongin lo. Jangan kegeeran.""Nggak mungkin cuma gara-gara itu. Kalau emang iya kamu sukanya sama Titan, kamu harusnya ninggalin aku gitu aja. Kamu tahu Titan nggak suka sama aku deketin kamu."
Tristan seharian ini tidak sempat bertemu dengan Titan. Entah ke mana gadis itu saat ia mencarinya, mereka tidak berpapasan sama sekali. Mereka juga sudah sibuk dihadang berbagai ujian menjelang UN, membuat kesempatan bertemu semakin sulit karena gadis itu biasanya langsung ngacir pulang begitu selesai ujian.Sekolah tidak pernah terasa seluas ini bagi Tristan, namun ketika dia tidak bisa bertemu Titan, semua berbeda. Hari ini, ketika ia bertemu salah satu siswa laki-laki yang diingatnya sekelas dengan Titan, maka ia pun bertanya di mana keberadaan cewek itu. Cowok itu menjawab, hari ini seharusnya anakbandakan latihan.Maka ia bergegas, mencari ke aula tapi tak ada siapapun di sana. Ia lalu berlari ke ruang musik, namun melihat dari jendela luar saja sudah kelihatan jelas bahwa tempat itu juga kosong, pintunya pun
Tristan mengerang, pusing. Ia masih terjebak di tempat ini, Rumah Sakit Medika. Orang tua Aundy mengalami kecelakaan cukup parah, yang memerlukan operasi untuk segera menangani mereka. Luka-luka dan patah tulang. Sementara keluarga Aundy yang lain yaitu om dan tantenya baru saja datang.Pengurusan untuk surat tindakan medis semuanya ditangani mereka yang sudah berusia di atas 21 tahun. Sementara Aundy sendiri hanya bisa menangis sedari tadi, terlebih setelah mendengar penjelasan dokter sebelumnya mengenai kondisi papa dan mamanya yang akan segera ditangani."Tolong temani Aundy dulu, ya. Biar saya dan omnya yang mengurus semua."Tristan tadi dimintai tolong oleh Arini dan Budi yaitu tante dan om dari Aundy agar bantu menenangkan Aundy yang masih histeris. Setelah Arini dan Budi menguru
Tristan bergegas keluar kelas begitu bel tanda istirahat berbunyi. Ia tidak bolos pagi ini, berhasil memposisikan pantatnya untuk tetap menempel pada kursi walau tidak betah. Jika pantatnya punya nyawa sendiri, sudah pasti pantatnya itu bakalan kabur duluan.Ia uring-uringan sejak kemarin, ketika sempat berselisih dengan Titan sebelum pulang sekolah. Ia sadar ia yang salah. Seharusnya ia tidak boleh egois dengan meminta Titan menunggunya sementara ia akan berdua dengan Aundy walau hanya untuk sekadar latihan drama. Ia seharusnya memilih salah satu antara latihan atau mengantar Titan pulang. Satu yang ia tahu, ia tidak akan senang memilih salah satunya. Ada konsekuensi di antara kedua pilihan itu.Pentas seni sialan,batinnya.Ia akan meminta maaf pada Titan, oleh
Esoknya, Tristan datang ke kelasnya seperti kebiasaannya belakangan ini untuk mengajak Titan makan ke kantin. Titan pun tak bisa pura-pura seolah biasa saja. Senyumnya langsung merekah begitu melihat penampakan cowok itu muncul di ambang pintu kelasnya bahkan sebelum Bu Endah yang sedang mengajar di XII IPA 4 keluar kelas."Ngapain kamu mejeng di sini?" Bu Endah yang hendak keluar tentu saja bertemu dengan Tristan di ambang pintu."Mau nyari anak didiknya Bu Endah buat ngajakin makan berdua di kantin. Kenapa? Ibu mau ikutan? Jangan jadi orang ketiga di antara kami dong Bu," jawab Tristan sambil senyum-senyum."Hah, ngawur aja kamu nih. Emang kamu ngajakin siapa toh?""Ini Bu, anaknya udah ketemu." Tristan langsung merangkul pundak Tit
Tristan menahan napas ketika melihat wujud manusia di depannya. Seketika, bayangan wajah cemburu Titan tergambar di otaknya dan membuatnya berasa sedang selingkuh. Padahal pacaran aja mereka tidak.Aundy.Sesosok gaib-eh manusia yang belakangan ini selalu absen di depan wajahnya tiap hari. Menggerayanginya ke mana-mana sampai terkadang membuat Tristan berasa punya penunggu di punggungnya.Kadang ia kesal sendiri, tapi pernah beberapa kali ia bersikap cukup baik pada cewek itu ketika ingin melihat reaksi Titan bila ia berdua dengan perempuan lain. Makan bersama di kantin beberapa kali dan mengantarnya pulang.Sekarang rasanya ia ingin ganti muka saja. Biar tak terus-terusan dikejar sana-sini. Toh cewek satu ini juga cuma naksir sama ta