Jihan sudah selesai membersihkan diri dan beranjak keluar dari toilet. Saat membuka pintu dia dikagetkan dengan Morgan yang sudah berdiri di ambang pintu. Dia terlihat menumpu tangannya di tembok sembari memandanginya dari atas sampai bawah. Jihan salah tingkah dibuatnya. Dia akan berjalan mendahului Morgan. Tetapi, Morgan malah menghalangi langkah Jihan dengan tubuhnya.
“Morgan, apaan sih?”
“Gimana rasanya habis pipis kentel?” goda Morgan. Jihan hanya menunduk sambil menyibak anak rambutnya.
“Enak,” sahutnya secara refleks. Lalu, dia menutup mulutnya sendiri, “Eh, maksudku lega habis pipis biasa. Kamu jangan mengada-ada ya,” ungkap Jihan yang membuat Morgan terkekeh. Secara tidak sadar, alam bawah sadar Jihan menginginkan dirinya.
“Ya, sudah kamu lanjutin saja meriksa data.”
“Terus, kamu mau ngapain?”
“Ada deh, mau tahu saja.” jaw
“Kamu lagi pengen ya?” tanya Morgan. Jihan mengangguk cepat. Morgan yang tanggap langsung menepikan mobilnya.“Morgan kok berhenti di sini?” tanya Jihan yang keheranan. Dia tidak sadar telah meraba tubuhnya sendiri dengan geliat sensual.“Jihan coba lihat aku,” tanya Morgan. Jihan langsung menoleh ke arah yang seketika membuatnya melenguh. Betapa tidak sesuatu yang menyembul itu terlihat lebih keras dan kokoh. Membuat fantasinya melayang kemana-mana.“Morgan berhenti lihatin aku seperti itu!” hardik Jihan yang justru membuat Morgan melepas jasnya. Dan melemparkannya di jok belakang. Jihan panik melihatnya.“Kamu mau ngapain?” tanya Jihan.“Enggak apa-apa gerah aja,” sahutnya ringan. Padahal hawa dingin masih memenuhi dalam mobil yang tertutup. Pasti Morgan merasa kegerahan karena melihatnya.Morgan hanya terdiam. Namun pandangan liarnya sepert
“Kapan kamu akan memberikan kontrak kerjasamanya?” tanya Jihan dengan suara lantang. Morgan tertegun dengan perubahan sikap Jihan setelah membaca pesan di ponselnya tersebut. Dia yang semula berkata lirih penuh desahan sekarang bersikap tegas. Sepertinya ada sesuatu yang belum dia ketahui.“Secepatnya,” sahut Morgan pendek. Terkesan acuh. Jihan mendengus kesal. Morgan menganggapnya sebelah mata karena Jihan yang mengiba kepuasan darinya. Namun, dia tidak mau karena hal itu, Morgan bisa memperlakukannya dengan seenaknya.Beberapa saat kemudian, Pelayan membawakan pesanan mereka. Morgan yang sudah keroncongan langsung menyantap makanan tersebut. Dia lupa kalau telah berbohong mengenai dirinya yang sudah makan di kantor.“Berikan kepadaku segera, supaya bisa aku tandatangani. Setelah itu, kita langsung pergi ke Singapure untuk melihat proyeknya. Aku mau kita stay di sana selama dua minggu,&rdqu
“Kapan kamu akan memberikan kontrak kerjasamanya?” tanya Jihan dengan suara lantang. Morgan tertegun dengan perubahan sikap Jihan setelah membaca pesan di ponselnya tersebut. Dia yang semula berkata lirih penuh desahan sekarang bersikap tegas. Sepertinya ada sesuatu yang belum dia ketahui.“Secepatnya,” sahut Morgan pendek. Terkesan acuh. Jihan mendengus kesal. Morgan menganggapnya sebelah mata karena Jihan yang mengiba kepuasan darinya. Namun, dia tidak mau karena hal itu, Morgan bisa memperlakukannya dengan seenaknya.Beberapa saat kemudian, Pelayan membawakan pesanan mereka. Morgan yang sudah keroncongan langsung menyantap makanan tersebut. Dia lupa kalau telah berbohong mengenai dirinya yang sudah makan di kantor.“Berikan kepadaku segera, supaya bisa aku tandatangani. Setelah itu, kita langsung pergi ke Singapure untuk melihat proyeknya. Aku mau kita stay di sana selama dua minggu,&rdqu
Hari ini, Morgan pulang lebih awal. Ada yang mendesak dari dalam dirinya untuk segera bertemu dengan Nala. Dia bertekad akan menjelaskan semuanya tanpa ada hal yang ditutupi. Berharap istrinya itu mau mengerti.Morgan bertanya kepada salah satu asisten rumah tangganya mengenai keberadaan Nala. Dia bilang bahwa Nala sedang berada di rooftop. Morgan dengan sigap menuju elevator untuk menuju lantai tertinggi di Mansion itu.Sesampainya di lantai atas, Morgan mendapati istrinya tengah merebahkan diri dengan santai di atas kursi panjang. Hanya menggunakan swim suit berwarna hitam yang menempel ketat di tubuhnya yang aduhai.Morgan mendekatinya secara perlahan. Takut mengusik sang istri yang sepertinya masih marah terhadapnya. Hatinya bergemuruh. Dia merasa berat untuk mengatakan semua ini kepada istrinya, tetapi dia harus berani. Dia tidak mau kesalahfahaman yang justru akan membuat hubungan mereka menjadi retak. 
“Kamu sexi banget, Mas,” ucap Nala sambil memandang perawakan Morgan yang semakin berorot. Ini karena Morgan sering work out setiap pagi.“Sexiku hanya untukmu, Nalaku. Nikmatilah,” sahut Morgan sembari mengelus area perutnya yang kotak-kotak dengan bulu lembut yang semakin membuatnya terlihat sexi. Nala mematung sesaat. Sedangkan Morgan menunggu reaksi istrinya untuk bergerak.Tiba-tiba, Nala menggelitik pinggang Morgan, yang secara refleks membuat pria itu kegelian. Ketika dia akan membalas, Nala sudah terlebih dahulu berlari. Morgan pun memekik,“Nakal kamu ya, awas kalau sampai kena. Mas enggak akan kasih ampun.” Dia pun beringsut mengejarnya. Nala yang kegirangan terus saja berlari. Bongkahan tubuhnya bergoyang, membuat Morgan semakin bernafsu untuk menerkamnya.“Mau lari kemana kamu sekarang?” tanyanya. Nala sekarang terjebak di antara kursi panjang yang
Morgan merasakan tubuhnya didekap dengan erat. Dia pun membalasnya. Dia tahu kalau Nala merasakan hal yang sama dengannya, bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, entah kenapa pikiran buruk terbersit di benak istrinya, hal yang tidak penah Morgan pikirkan sebelumnya.“Mas janji akan selalu di sampingmu Sayang. Apapun yang terjadi. Karena kamu wanita satu-satunya dan tidak akan terganti,” tandas Morgan yang membuat Nala hanya tergugu. Dia masih sesegukan sambil membenamkan kepalanya di dada suaminya.Morgan hanya membiarkan istrinya melampiaskan kesedihannya sampai tidak terdengar suara isakan lagi. Baru kemudian, dia berkata lembut.“Ayo kita turun Sayang. Hari sudah beranjak petang,” ujarnya. Nala yang tanggap langsung melepaskan pelukannya. Terlihat raut wajahnya yang kuyu penuh air mata. Morgan pun meraih handuk putih di atas meja dan membalutkannya ke tubuh Nala. Baru
Morgan baru saja keluar dari ruangan dokter kandungan sambil menggandeng Nala. Dia tampak sumringah karena Dokter mengatakan bahwa kondisi janin sangat baik dan rahim Nala yang sehat. Sehingga tidak masalah kalau Morgan bersenggama dengan Nala.“Ingat, Mas tetap hati-hati. Jangan kasar-kasar,” celetuk Nala yang mewanti-wanti suaminya. Meskipun, Dokter tidak mempersalahkannya, tapi tetap saja Nala merasa khawatir. Terlebih dia tahu kalau suaminya yang sudah sangat ingin akan berubah menjadi sangat beringas.“Hehehe, bukannya kamu suka dikasarin?” sahut Morgan sambil menundukan wajahnya. Terlihat Nala tampak tersenyum malu sambil mencubit pinggang keras Morgan yang tentu tidak berefek sama sekali.Mereka berjalan di sepanjang koridor rumah sakit dengan langkah yang beriringan. Morgan sengaja memelankan tempo langkahnya supaya sejajar dengan istrinya. Membiarkan Nala yang bergelayut manja di pu
“Kamu ngajakin Mas duduk di sini supaya bisa mesum kan?”“Ih, apaan sih, Mas. Aku ngajakin Mas duduk di sini karena ingin ngomongin sesuatu,” sahut Nala yang langsung membuat jantung Morgan berdegup dengan kencang. Dia mengira-ngira apa yang akan dikatakan oleh istrinya.“Emangnya mau ngomongin apa, Sayang?” tanya Morgan yang merendahkan suaranya. Ada ada nada ketakutan di sana.“Nanti saja, Mas. Kita nonton filmnya dulu,” tukas Nala sambil mengalihkan pandangannya ke depan. Morgan merasakan dadanya sedikit sesak. Perasaannya tidak tenang. Apa mungkin Nala mengetahui kedekatannya dengan Maya.Film pun dimulai. Suasana studio menjadi sangat hening. Terpaku dengan pandangan yang tertuju ke depan. Sementara Morgan, tidak bisa fokus karena terus memikirkan apa yang akan dibicarakan oleh Nala. Rasa penasaran yang ham
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn