Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, akhirnya mereka sampai di Swiss, Usa. Morgan bisa bernafas lega setelah keluar dari pesawat, dia mendapati sosok misterius itu hilang dari pandangannya. Dia sudah menduga kalau penerbangan pria itu ternyata memiliki tujuan lain yang bukan Swiss.
Namun perasaan lega itu hanya sementara, saat sosok Max itu melangkah mensejajari Nala. Morgan terhenyak langsung menoleh dan membelalakan mata.
“Hai, kalian mau kemana?” sapa Max ramah. Tidak seperti tadi, pria bermata biru sapphire itu menyapa mereka dengan menggunakan bahasa Indonesia. Berniat mengakrabkan diri kepada mereka.
Nala hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Sengaja dia tidak menanggapinya karena suaminya yang mengeratkan pelukan ditambah wajahnya yang terlihat masam, membuat Nala mengurungkan niatnya. Tetapi di sisi lain, dia tidak enak hati kalau mengabaikan pria baik itu.
&ldqu
“Ada apa?” tanya Morgan dengan ketus. Terlihat Nala yang sedang menjauhi wastafel di mana krannya sedang menyala. Terlihat uap mengepul di sana.“Airnya panas sekali, Mas,” sahut Nala . Hampir saja Morgan tertawa geli melihat kelakukan polos istrinya. Mungkin istrinya belum terbiasa untuk mengontrol suhu, sehingga dia terkejut dengan suhu yang begitu mengagetkan kulitnya.“Emangnya, Mau ngapain?” tanya Morgan yang masih terdengar ketus. Terbawa oleh suasana hatinya yang tidak enak gara-gara Max.“Niatnya ingin cuci muka, Mas. tetapi suhunya yang terlalu panas.” Morgan yang berdiri di ambang pintu pun masuk untuk mengatur suhu dengan kehangatan yang pas. Terlihat Morgan yang sedang mengetes air dengan tangannya beberapa kali supaya Nala tidak tersiksa dengan suhu air yang terlampau panas atau dingin.“Sudah,” ucap Morgan singkat. Nala &nb
Morgan langsung mengambil kamera pengintai itu dan membantingnya ke lantai. Nala terlihat syok karena baru menyadari benda mungil itu di kamar mandi tersebut.“Kok ada kamera pengintai Mas?” tanya Nala yang semakin menenggelamkan diri di bath ub yang dipenuhi dengan sabun. Gairahnya menghilang karena insiden kecil itu. Takut ada kamera lain yang mengintai mereka.“Tampaknya pria bernama Max itu terobsesi denganmu. Makanya diam-diam dia meletakan kamera kecil untuk bisa melihat dirimu ketika tidak memakai apa-apa,” jelas Morgan. Nala yang sudah ketakutan ingin bergelayut manja ke Morgan, tetapi karena dia yang tanpa memakai penutup sama sekali. akhirnya dia mengurungkan niatnya. Trauma akan kamera kecil yang mengintai, yang belum terdeteksi keberadaannya.“Kok bisa ya Mas, dia menaruh kamera di dalam kamar kita?”“Mungkin Max mengetahui rencana kita untuk pergi
Max mematung saat pintu kamar terbuka. Tidak ada jalan lain bagi dirinya melarikan diri. Sebentar lagi Morgan yang akan memergokinya dan terjadi pertengkaran hebat di sana. Dia sudah terima dengan segala resiko yang ada dan siap untuk menghadapinya.Namun, ketakutannya tidak terbukti. Pintu itu memang terbuka dengan sendirinya tanpa ada seseorang yang berniat untuk membukanya. Max bisa bernafas dengan lega. Dia melihat ke arah Nala tangannya sudah gatal ingin menyentuh. Tetapi dia lebih baik menahannya. Dia pun beringsut keluar dari kamar itu sembari membawa bayang-bayang kemolekan Nala yang begitu menggoda.Tidak berapa lama, Morgan datang dengan membawa bungkusan makanan dan juga beberapa minuman. Dia terheran karena pintu kamar yang terbuka lebar. Dahinya mengernyit. Dengan perasaan heran, dia masuk meletakan makanan di atas meja dan kemudia bertanya kepada Nala.“Sayang,” tanya Morgan“Mas, k
“Jangan kasar-kasar, Mas.”“Enggak apa-apa, Sayang. Biar lekas membesar.”“Ah, Mas nakal.”“Tapi, kamu suka kan?”Detik berikutnya Nala hanya menjawab dengan lenguhan yang sangat menggoda. Tidak perlu jaga image untuk mengekspresikan gairah yang menggelora. Terlebih di hadapan suaminya sendiri yang tentu merasa senang jika sang istri tidak malu-malu mengungkapkan isi hatinya sehingga suami bisa lebih agresif untuk mengerjai bagian-bagian sensitifnya. Apalagi ruangan yang kedap suara membuat suara desahan bersahutan dengan lebih leluasa.Beberapa kali Nala memekik saat Morgan menyodokan sesuatu yang keras di bawah sana sembari sesekali menggesekkanya. Nala juga tidak mau menjadi mahluk pasif yang hanya menerima serangan saja, dia pun meresponnya dengan gerakan pinggul yang aktif sehingga gesekan itu semakin nikmat terasa. Ah, Nala ingin lebih lama melakukan hal i
Morgan membaringkan tubuhnya di samping Nala. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangan sambil menghembuskan nafasnya dengan cepat. Nala yang juga memburu nafasnya tampak tersenyum puas. Dia melirik ke arah Morgan yang tubuh perkasanya disiram oleh keringat. Seketika aroma maskulin bercampur dengan parfum musk yang khas langsung menguar kuat dihidungnya memberikan sensasi rasa nyaman dan menenangkan.Nala menggeser kepalanya di lengan bagian atas Morgan. Lalu, tangannya yang jahil menyentuh dada pria itu yang masih naik turun.“Mas Morgan capek ya?”Morgan membuka wajahnya lalu menoleh ke arah Nala,”Enggak Sayang, istirahat sebentar saja.”“Mas hebat sekali, main berjam-jam kuat saja. Aku sampai kecapekan.”“Kalau capek tidur, Sayang.”Morgan tersenyum paling menawan se- dunia. Selama ini, dia lebih menahan diri untuk melamp
Nala terpaku di lobby hotel. Dari balik dinding kaca, dia bisa melihat hamparan salju yang memenuhi seluruh pandangannya. Sedangkan Morgan sudah berdiri di luar sana bermandikan salju yang terus berjatuhan. Terlihat Pria itu melambaikan tangannya dengan sedikit mengangguk sebagai isyarat untuk segera keluar dari lobby hotel.Nala mengigit bibir bagian bawah. Ada sedikit keraguan yang menggelayut. Entah karena rasa dingin yang sedemikian menusuk atau karena dia yang terlalu excited karena akan bermain dengan salju untuk pertama kali. Bahkan tampak di menggesek-gesek telapak tanganya yang sudah tertutup sarung tangan tebal pertanda kalau dia sedang gugup. Hal yang yang jarang dirasakan oleh Nala sebagai pemilik dari perusahaan ternama, yang tidak pernah takut akan apapun namun mentalnya down gara-gara salju.Sekali lagi, Nala melirik ke arah suaminya yang tampak baik-baik saja saat butiran salju menerpa tubuhnya, seolah tidak
“Ke restoran asia? Jalan kaki? Suami macam apa kamu hah? Apa enggak kasihan sama istrimu? Dia kelihatannya pucat gitu?”Rahang Morgan menegang. Kepalan tangannya sudah mengeras. Bisa saja saat itu dia melayangkan tinjunya ke bodi mobil sampai remuk sebagai ultimatum. Tetapi, dia merasakan sentuhan lembut sang istri yang memintanya untuk meredam emosi. Morgan menghirup nafas sedalam-dalamnya sampai memejamkan mata dan menghembuskannya secara perlahan.“Lebih baik Nala ikut dengan saya saja. Saya juga mau ke sana kok,” tawar Max sambil melirik genit ke arah Nala yang justru membuat wanita itu ketakutan. Dia takut kalau pria itu akan menjadikannya sebagai objek pelampiasan atas nafsunya yang menyimpang itu.“Modus kamu! Bilang saja kamu memang membonceng istriku kan! Kamu suka kan dengan istriku!”seloroh Morgan dengan nada santai yang langsung mengena di hati Max.&ld
“Sayang, Bangun!”Nala bangun dari pingsannya. Begitu netranya membuka dia langsung memeluk Morgan dengan sangat erat. Dia menangis sesegukan. Beberapa saat yang lalu dia pingsan karena sang suami yang tidak kunjung muncul dari pepohonan. Namun, sosok tegap itu kini berada dalam dekapannya, pertanda dia baik-baik saja.Morgan membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Nala. Ada perasaaan sesal kenapa dia menuruti egonya sendiri dengan memenuhi tantangan Max yang berimbas kepada pingsannya Nala. Seharusnya dia lebih fokus membangun Quality time bersama dengan Nala daripada melakukan hal-hal yang tidak jelas yang justru berakibat fatal.“Sayang, Maafin Mas ya,” ucap Morgan dengan lembut membuat Nala semakin sesegukan. Dia membalas pelukan Nala, berharap sang istri lebih tenang berada dalam dekapannya.Sedangkan, Max masih belum menerima kekalahannya. Baginya pantang untuk kalah dalam pert
“Papa kenapa?” tanya Jordan saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Nala yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Morgan sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Jordan antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Nala sambil melotot. Morgan tergelak. Namun tak lama, karena Jordan yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti supe
Morgan kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Nala yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Morgan beruntung memilikinya.Nala tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Morgan. Setelah area depan selesai, Nala menempelkan tubuh bagian depannya dengan Morgan untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini.“Turun, Sayang.”Kaki Nala kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Morgan. Sedangkan Morgan terlihat memperhatikan Nala dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Nala tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas.
Setelah selesai area muka, dia beralih ke kaki Morgan yang berbulu. Di saat yang bersamaan dia terhenyak saat melihat sesuatu yang menyembul keras.Morgan hampir tertawa saat melihat rona muka dari Nala. Hampir tidak tertebak, namun matanya tidak berkedip saat melihat juniornya. Kepala Nala bergerak secara slow motion ke arahnya. Dan sekarang terlihat wajah yang merona dengan dengusan nafas yang dalam. Morgan segera menangkap gelagat sang istri.Pria itu membangkitkan setengah badannya . Menangkup kedua pipi Nala dan merebut mulutnya yang ranum. Aroma vanilla semakin membangkitkan gairah Morgan, mulutnya terus bergulat sampai terdengar suara erangan yang menggelora.Ciuman yang terlepas membuat Morgan tersentak. Dia keheranan saat melihat Nala yang mundur beberapa langkah sambil mengusap mulutnya. Biasanya istrinya itu akan menerima apapun perlakukan Morgan, tapi kini dia menolaknya.“Aku benci
“Nyonya Nala, sebenernya….”Nala memperhatikan Rangga dengan seksama. Begitu juga Morgan yang sebenernya tidak ingin Rangga mengatakannya sekarang. Dia harus mencegahnya.“Jangan bicarakan sekarang. lebih baik di mansion saja,” sela Morgan. Nala menatap suaminya sejenak lalu beralih ke Rangga yang terlihat mengangguk.“Baik, kita bicarakan saja di rumah. “ Nala mengiyakan. Nala menyimpan rasa penasaran tentang sesuatu di antara Morgan dan Rangga. Dan memang kondisinya tidak memungkinkan untuk bicara di sini.Mereka masuk ke dalam mobil. Rangga melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan sama sekali di antara mereka. Hanya saling bertukar pandangan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.Sesampainya di mansion, mereka langsung mengambil posisi untuk duduk di ruang tamu. Nala yang sudah tidak sabar membuka percak
“Ayo bangun! ku hajar kamu sampai mampus bedebah!” Kembali Max menghajarnya. Morgan ingin membalas. Tetapi dia melihat salah seorang yang anggota gang naga yang mengacungka senjata ke Nala. Morgan tidak mampu berkutik.Sedangkan, Nala hanya tergugu di dalam mobil. Dia hanya mampu menjerit tatkala melihat suaminya dihajar oleh Max tanpa perlawanan sama sekali. Terlebih sebuah pistol yang mengacung tepat ke arahnya dari luar mobil. Membuatnya semakin ketakutan.Sedari tadi dia berusaha untuk menghubungi Rangga. Iya, hanya dia yang setidaknya menghalau mereka. Dia tidak memiliki kontak para bodyguard yang menjadi anak buahnya, mengingat selama ini kalau ada apa-apa dia langsung menghubungi Rangga. Meski kemungkinan kecil bagi Rangga untuk datang mengingat orang kepercayaannya itu dalam pengaruh obat perangsang.“Cuma segitu kekuatanmu hah?” pekik Max di depan Morgan yang tergelepar tidak
“Mas, aku enggak enak hati denganmu,” ucap Nala memecah keheningan.“Enggak enak hati kenapa?” tanya Morgan dengan dahi berkerut. Dia yang semula fokus mengendarai mobil harus terpecah konsentrasi dengan ucapan sang istri.“Kamu sudah berjuang keras untuk mendapatkan perusahaan Arya Wiwaha, tapi dengan mudahnya kamu memberikannya kepadaku.” Akhirnya kalimat yang sekian lama dia pendam itu terlontar juga. Sebenernya dia ingin membicarakan hal ini sedari tadi. Tapi belum menemukan waktu yang tepat.“Memangnya kenapa Sayang? Apa ada masalah?” sahut Morgan enteng seakan hal itu bukan sesuatu hal yang besar baginya.“Mas enggak menyesal memberikan perusahaan sebesar itu kepadaku?” Nada suara Nala ditekan rendah berhati-hati sekali mengucapkan kalimat tersebut. Takut suaminya tersinggung.“Ya, enggaklah Sayan
‘The Party goes so weel. Congrat!’Semua tamu undangan memberikan selamat kepada Nala dan Morgan atas terselenggeranya acara peresmian. Semakin meneguhkan status mereka sebagai salah satu konglomerat paling diperhitungkan di negeri ini.Nala tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bukan karena kenaikan level yang begitu drastis, tetapi pengorbanan sang suami yang cukup besar hingga mereka sampai ke titik ini.“Makasih atas semuanya, Mas,” ucap Nala sambil mengerling indah kea rah suaminya. Morgan menoleh. Menunjukan deretan gigi rapi yang menawan.“Apapun akan Mas lakukan untukmu, Sayang,” sahut Morgan. Nala mendadak merasakan tangan kekar Morgan yang melingkar. Nala melotot sambil mendorong dada suaminya saat sang suami berusaha merengkuhnya ke pelukan.“Ih, Mas. Jangan di sini. Malu,” bisik Nala sambil melayangkan pandangan ke arah semua para
“Sekarang, kamu tidak akan bisa lari kemana-mana Jihan.”“Jangan halangi Saya!” pekik Jihan. Membuat sedikit keributan di lobby hotel. Penjaga keamanan terlihat mendekati sang Tuan. Namun, Morgan langsung mengangkat tangan sebagai isyarat kalau dia bisa menangani sendiri.“Kamu pikir bisa semudah itu lari dari saya hah!” tutur Morgan dengan santai. Jihan terlihat panik. Dia tidak akan bisa menembus Morgan dengan pertahanan keamanan super ketat baik di dalam maupun di luar hotel.“Ternyata kamu sangat berbisa Jihan. Adalah sebuah kebodohan terbesar bagi saya karena dulu telah menyelamatkanmu dari sarang gang nafa. Ternyata kamu mempunyai niat yang terselubung,” kecam Morgan.Jihan terkekeh. Suaranya menjadi tawa yang semakin keras. Mirip dengan seperti tawa psikopat.“Harus berapa kali aku bilang kepadamu Morgan, kalau aku sang
Rico pasrah. Percuma saja dia melawan. Morgan terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri. Sedangkan Jihan sedang mencari celah kelengahan Morgan.“Kalian ikut aku sekarang. aku akan menimbang hukuman apa yang pantas buat kalian,” tutur Morgan sambil menyeret Rico. Begitu juga Jihan yang berjalan terlebih dahulu di hadapan mereka.Entah kenapa, mendadak Rico merasa kasihan dengan Jihan. Orang yang teramat dia cintai itu juga akan dihukum oleh Morgan. Dia tidak rela kalau sampai Jihan babak belur atau bahkan meninggal di tangan Morgan. Terlebih dia tahu betul kalau Morgan tidak segan melakukan hal itu jika ada yang berani mengusiknya. Dia harus mengalihkan perhatian Morgan, Supaya Jihan bisa kabur.“Aku tidak tahu alasan kenapa kamu tetap bertahan dengan Nala yang jelek itu. Kalau aku jadi kamu pasti aku sudah memilih Jihan,” celetuk Rico tiba-tiba. Morgan yang mendengarnya langsung menghentikan langkahn