"Ya Allah Mas Reyza!" Tangisku langsung pecah. Aku rasanya kehilangan semangat. Semua nya rasanya runtuh. Aku menelan ludah, berkali-kali menepuk pipiku berharap agar ini semua hanya lah mimpi. "Kami minta maaf sekali, Bu. Untuk tindakan selanjutnya, kami akan menjadwalkan untuk cuci darah Pak Reyza.""Suami saya gak kena itu kan, Dok? Tolong bilang ke saya, Dok. Dia baru saja mendapatkan kebahagiaan, kenapa malah dikasih cobaan kayak gini." Sungguh, aku panik sekali. Aku bingung bilang pada Mama dan Papa Mas Reyza dan mau bagaimana juga? Aku bingung. Aku tidak tau aku harus melakukan apa sekarang. "Kami minta maaf sekali, Bu Dina. Kami akan melakukan yang sebaik mungkin pada Pak Reyza. Mungkin memang dekat-dekat ini tidak akan terlalu berpengaruh, tetapi ke depan nya, untuk bertahan dari penyakit yang dialami oleh Pak Reyza, Pak Reyza harus rutin mencuci darah."Aku tidak bisa membayangkan ini semua. Mau bagaimana lagi? Ini bukan permainan hidup, ini adalah cobaan. Ntah lah, aku
"Ya Allah, Mas?! Kamu ngapain ada di sini?" Aku langsung berlari ke arah Mas Reyza, suamiku bahkan sudah berpegangan tangan agar tidak ambruk mendengar perkataanku sebelumnya. "Astaga, aku kena gagal ginjal, Sayang? Aku-""Mas, tolong Mas. Jangan terlalu banyak dipikirin. Aku anterin kamu ke kamar lagi ya?" Aku berusaha agar membuat Mas Reyza lebih tenang. Aduh, aku kira Mas Reyza masih di kamar tadi, aku kira bahkan dia sudah tidur kembali, tetapi ternyata tidak. Mas Reyza justru mendengar pembicaraan kami. Nada membantuku. Membantu Mas Reyza untuk berdiri karena dia tampak lemas sekali, mungkin juga karena mendengar obrolan kami barusan. Astaga, aku menggigit bibir, Mas Reyza sejak tadi tidak berhenti menatapku. Dia masih berdiri dengan bersandar tembok. Aku menelan ludah, tatapan Mas Reyza tajam sekali. "Kenapa kamu gak bilang dari awal, Din? Kenapa kamu gak bilang dari kita di rumah sakit? Biar aku bisa ngomong dulu ke dokternya, biar aku bisa pastiin dulu aku benar-benar me
"Udah gila ya kamu Mas? Kenapa kamu bilang kayak gitu barusan? Aku gak suka sama omongan kamu." Aku langsung memalingkan wajah, entah apa yang dipikirkan oleh Mas Reyza sampai bilang seperti itu tadi. Ya ampun, aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran Mas Reyza. Dia menyuruh aku untuk menikah lagi? Sungguh, aku tidak percaya dengan perkataan nya itu. "Maaf, Sayang.""Mas, tolong jangan pernah bilang kayak gitu lagi. Aku gak suka sama omongan kamu. Aku gak mau kehilangan kamu dan gak ada yang pernah gantiin kamu. Oke? Udah cukup, aku gak mau dengar apa pun lagi."Tanpa mengatakan apa pun, aku keluar dari kamar. Sungguh, aku kaget sekali mendnegar perkataan Mas Reyza. Apa kah dia tidak berpikir bahwa aku paling tidak suka kalau dia bicara begitu?"Gimana Reyza, Nak?" tanya Mama membuatku tersenyum, kemudian menggelengkan kepala. Mama dan Papa sudah sampai rupanya, juga sepertinya sudah mendengar kabar terbaru Mas Reyza. "Mas Reyza baik-baik aja, Ma. Mana Rumi dan Bang Fino?" "Mas
"Udah gila ya kamu?!""Aku? Aku memang gila." Dia tertawa pelan, kemudian kembali mendekat satu langkah ke arahku. "Sejak awal menikah dengan Mas Guntur, aku sudah gila, Dina.""Ya terus kenapa kamu menikah dengan dia kalau kamu merasa akan tersiksa? Kamu yang bodoh nama nya. Jangan salahin orang!" Aku kesal sekali melihat dia. "Enggak, tetap aja ini semua salah kamu!"Loh, gila betulan kayak nya ini perempuan, jadi semakin yakin kalau dulu keputusanku sudah tepat sekali untuk membiarkan dia menikah saja dengan Guntur, memang semakin lama semakin tidak waras dia. "Aku mendeeita, sementara kamu hidup bahagia sama kehidupan baru kamu! Harus nya kamu jangan menjebak aku kayak gitu!""Heh! Aku gak pernah jebak kamu sama sekali. Memang nya siapa yang kurang kerjaan mau menjebak kamu? Cuma orang pengangguran yang melakukan nya dan aku masih ada pekerjaan yang lebih penting dari itu!"Sungguh, aku emosi sekali melihat dia, menyebalkan sekali deh dari tadi. Udah ngotot, salah pula.Weni jug
"Eh?" Sungguh, aku terkejut sekali mendengar perkataan nya barusan. "Sudah meninggal?""Iya, kata nya seluruh keluargaku sudah meninggal, jadi aku ditaruh di panti asuhan. Gak ada juga yang pernah mengunjungiku, jadi aku kira memang seluruh keluargaku sudah tidak ada lagi."Ya ampun, ini isu dari mana lagi. Guntur memang tidak pernah bersyukur jadi manusia. Aku langsung menggelengkan kepala mendengarnya. "Enggak, Nak. Udah, kamu jangan percaya lagi sama isu itu, ini Tante kamu, oke? Kita pulang ke rumah Tante ya?" tanyaku membuatnya kembali menoleh. "Tante serius? Mau bawa aku pulang ke rumah? Aku kan cacat Tante, gak bisa apa-apa.""Kata siapa, Nak? Kamu itu anak yang hebat, pulang sama Tante ya. Kita mulai hidup yang baru." Aku memegang lengan kiri Andin. Ada kesedihan di wajahnya, dia kemudian menoleh ke Ibu panti. Dia tampak ingin mengatakan sesuatu, kami saling berpandangan. "Apa kah aku boleh ikut bersama Tante ini, Bu?""Tentu saja boleh, Sayang. Kita gak pernah larang kamu
Wow. Wanita yang hampir dinikahi oleh Mas Reyza? Mendengar bisikan dari Mas Reyza, wanita itu langsung terdiam, dia menoleh ke aku, kening nya langsung terlipat. "Kamu—Dina?" tanyanya membuatku langsung tersenyum. Ternyata, Mas Reyza menceritakan tentang aku pada wanita ini dulu. Bagus deh, aku kira Mas Reyza tidak pernah menceritakan tentang aku pada orang yang hampir dia nikahi. Ya, walaupun tidak jadi juga. "Iya, kenalin. Saya Dina." Aku mengulurkan tangan. Wanita itu meskipun tampak kesal, tetapi dia tetap membalas uluran tangan dari aku. Aku tersenyum tipis, ternyata ini wanita yang sejak dulu mengejar Mas Reyza. "Jadi kalian sudah menikah? Atau belum? Tapi aku gak pernah dengar kabar kalau kamu menikah, Rey." Wanita itu kembali menoleh ke Mas Reyza. "Memang Mas Reyza gak pernah bilang kalau dia sudah menikah. Memang nya kenapa? Apa urusan nya sama kamu?" tanyaku agak sedikit judes. Dia sedikit kaget, tetapi Mas Reyza langsung memegang tanganku, suamiku itu menggelengkan
"Hah?! Memang nya buat Mas?" tanya Mas Reyza sambil melangkah mendekatiku. Iya lah, untuk siapa lagi? Masa untukku? Mas Reyza aneh sekali deh. Jelas sekali ini dari wanita, tapi entah siapa. Aku juga tidak tau. Aku menghela napas pelan, ini dari siapa sebenarnya? "Aku gak tau ini dari siapa, Sayang. Kan kamu juga tau sendiri kalau beberapa bulan terakhir aku di rumah terus kan?" tanya Mas Reyza membuatku mengangguk. Benar juga sih, memang beberapa bulan terakhir Mas Reyza hanya di rumah, tidak pernah keluar, dan hanya menghabiskan waktu nya untukku. Tidak mungkin kalau dia selingkuh, apa lagi aku juga sering mengecek ponsel Mas Reyza. Ah, dari siapa ini? Aku menggelengkan kepala, kemudian membuang bunga itu ke kotak sampah. Gak penting sama sekali. "Sekalian suruh satpam langsung buang ke pembuangan sampah aja, Sayang. Biar gak kerja dua kali.""Bagus tuh." Aku menyuruh satpam kami untuk langsung membuang bunga itu, meresahkan bunga nya."Mungkin bunga dari orang yang suka sama
"Kalian udah pulang? Sejak kapan? Dari tadi?" tanya Nada sambil terlihat sedang mematikan telepon nya. Aku tersenyum tipis, kenapa dia kelihatan gugup sekali? Padahal kan aku hanya bertanya. "Kamu menyembunyikan sesuatu dari aku, Nad?"Nada langsung menggelengkan kepala, dia duduk di sofa, aku mengedarkan pandangan. Di mana anak-anak?"Tadi Putra, Putri, sama Aurel memang main di sini, Din, tapi ya aku ajak ke kamar, karena aku mau teleponan tadi.""Sepenting itu telepon nya. Dari siapa? Kamu sebenar nya menyembunyikan apa dari aku, Nad?""Enggak. Aku gak nyembunyiin apa-apa. Udah deh Din, kamu jangan berpikiran aneh-aneh kayak gitu. Udah jelas aku ini gak pernah menyembunyikan apa pun sama kamu."Baik lah, aku menganggukkan kepala, terserah Nada saja kalau dia tidak mau bercerita. "Ya udah, aku ke kamar dulu deh."Baru saja sampai kamar, aku langsung terdiam ketika melihat kalender. Sudah hampir dua Minggu aku belum haid juga, aku menghela napas pelan, kemudian berbalik. "Eh Mas?
"Hah?! Menghancurkan bagaimana, Wen? Apa yang hendak dia lakukan?""Aku gak tau, dia gak bicara dengan detail tadi. Dia lagi mabok."Oh ya?! Guntur mabok? Tumben sekali, dia mana pernah mabok dulu. Kenapa tiba-tiba dia malah mabok ya? Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sejujur nya aku cukup bingung dengan semua ini. "Terus gimana? Kamu kapan mau pulang? Seperti nya kamu harus ngasih tau semua yang kamu dapatkan di sana padaku deh." Aku berkata pelan. "Emm, boleh deh. Kita ketemuan aja di tempat lain. Nanti kalau di rumah kamu, bisa ketahuan sama Nada. Bisa-bisa malah kacau semua nya."Baik lah kalau begitu. Aku menganggukkan kepala mendnegar perkataan nya barusan. "Ya udah, kita langsung ketemuan aja. Aku butuh banyak banget informasi dari kamu juga soal nya. Kita ketemuan langsung ya."Aku langsung mematikan telepon dari Weni untuk bersiap-siap karena kami juga harus bertemu dan aku ingin bicara banyak hal pada Weni Karena menurut aku hal ini harus segera diselesaikan dan juga
"Astaga."Aku langsung terdiam ketika mendengar pesan suara itu. Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya. Apa maksud dari pesan ini ya? Pesan yang aku temukan di ponsel milik Mas Reyza. "Emm, apakah benar yang dikatakan oleh Tri sebelumnya Kalau memang delia benar memakai pelet?" Namun aku tidak percaya sama sekali karena ini sangat sulit untuk dijelaskan oleh akal sehat dan juga memang cukup aneh. Mungkin aku juga perlu mengecek ke rumahnya Mas Reza di kamarnya untuk mencari tahu lebih lanjut juga. Atau aku perlu bekerja sama dengan Tri untuk mengungkapkan ini semua apalagi apa yang dikatakan oleh Tri tadi memang benar dan sepertinya dia tidak berbohong kah atas apa yang dia katakan tadi. Awalnya aku tidak percaya pada diri karena memang agak sangat sulit untuk diterima oleh akal sehat ketika mendengar perkataannya yang bilang kalau Mas Reza ternyata kena pelet oleh si Delia tetapi ketika mendengar dia bicara tentang adiknya yang meninggal gara-gara kena pelet ya mungkin aku m
"Kamu sejak tadi bilang kayak gitu. Apa maksud dari perkataan kamu?" tanyaku sambil menatap dia yang tampak kesal sendiri. Dia saja tidak mau menjelaskan kenapa dia bilang kalau Delia itu adalah wanita iblis. Dia kenapa sih? Apa kah dia sebelum nya ada masalah dengan si Delia itu? "Dia itu bisa membuat orang lain luluh sama dia, termasuk suami kamu. Aku hampir saja masuk perangkap dia."Eh?! Membuat orang lain luluh? Bagaimana maksud nya? Jujur saja aku bingung sekali dengan perkataannya pria ini dia bahkan mau menjelaskan Siapa dirinya Tetapi dia sudah bilang kalau Delia itu adalah iblis Ya aku juga tidak tahu sih dengan apa yang sebenarnya terjadi ini juga bilang kalau dia pernah luluh pada si Delia itu. "Si Reyza itu terkena pengaruh nya si Delia, harus nya kamu bantuin dia buat lepas dari itu semua, bukan nya malah membiarkan Reyza terkena pengaruh wanita menyebalkan itu.""Tapi Tri, Mas Reyza terlihat mencintai si Delia banget, maka nya kan memang dia itu mencintai si Delia,
Delia adalah penyebab nya? Apa maksud perkataan pria ini?"Apa maksud kamu?" tanyaku pelan. "Sudah lah, nanti kamu akan tau sendiri. Aku langsung ke rumah kamu sekarang."Dia mematikan telepon. Aku mengembuskan napas pelan, sejujur nya ini sangat membingungkan. Lalu aku harus apa sekarang? Tidak jadi tidur kalau begini aku mah. Hmm, lebih baik aku mengobrol dengan Hani di luar, meskipun ada Nada juga di sana, tetapi ya sudah lah aku sedang butuh teman untuk mengobrol sekarang. "Akhir nya kamu datang juga Din, lama banget. Kayak nya kamu itu sibuk banget ya? Jelas sih, karena kan Putri juga baru sampai di sini."Mendengar perkataan nya Hani, aku langsung tersenyum. Antara nada hanya mendengarkan perkataan aku dan juga Hani dia tidak menimbrung sama sekali karena mungkin masih tidak enak padaku. "Kalian sudah ngobrolin apa aja sejak tadi? Kayak nya dari aku pergi, sampai aku balik lagi ke sini, kalian belum pindah posisi juga." Aku mengangkat bahu, menatap mereka bergantian. "Yang
"Hah?!"Jujur saja aku kaget sekali mendnegar nya, bahkan aku langsung menutup mulutku sendiri. Astaga, apa yang baru saja Putri katakan? Dia bilang kalau dia ingin Papa nya kembali ke sini? Ya memang nya bagaimana cara membuat Papa nya bisa ada di sini lagi? "Aku gak mau tinggal di sini kalau Papa gak ada di sini! Aku gak mau bicara sama siapa pun kalau Papa belum ada di rumah ini!" Dia kembali berteriak, membuatku menggelengkan kepala. Sulit sekali untuk memberikan pengertian pada Putri kalau Papanya Itu sudah meninggal ya memang masih kecil dan belum paham sama sekali dengan apa yang terjadi di rumah ini makanya akan lebih sulit dibandingkan untuk memberitahukan Putra dan juga Aurel. "Papa itu sudah meninggal, Putri. Kamu itu malah buat Mama tambah pusing, masalah Mama itu udah banyak banget." Putra yang lebih dulu bicara. Putra sudah besar sekali anak sulungkung benar-benar mengerti dan paham dengan apa yang terjadi di rumah ini dan dia juga membantu aku banyak sekali. Aku t
"Hah?! Kamu serius, Rum?"Jujur saja, aku kaget sekali dengan perkataan Rumi, sekaligus senang. "Iya, Mbak langsung ke sini saja ya. Putri sudah pulang ke rumah."Alhamdulillah kalau begitu. Aku tersenyum senang. Kemudian langsung mematikan telepon dari Rumi, menoleh ke Bang Fino yang juga tampak ikutan senang. "Kabar yang benar-benar bagus, dek."Benar apa yang dikatakan oleh Bang Fino, ini memang kabar yang sangat bagus. Namun, sejujurnya hal ini adalah sesuatu yang aneh juga karena tidak mungkin tiba-tiba Putri pulang tanpa ada sesuatu aku merasa ada yang berbeda dan ada yang aneh juga.Entah kenapa perasaanku juga tidak enak karena ini sangat berbeda dari pada biasanya."Kamu mikirin apa lagi, Dek? Kan Putri juga sudah pulang ke rumah, harus nya kamu senang, bukan malah kelihatan sedih kayak gitu. Ada apa dengan kamu?" tanya Bang Fino sambil menatapku. Jika tidak tahu dengan apa yang terjadi padaku intinya justru aku merasa sangat aneh dan merasa ini sangat berbeda daripada bia
"Apa lagi mau kamu di sini?! Jangan-jangan kamu mengikuti aku ya?"Dia adalah saudaranya Mas Reza yang memang tidak setuju dulu ketika Mas Reza menikah dengan aku. Emang rata-rata keluarganya Mas Reza itu setuju dengan pernikahan aku tetapi mereka juga sebagian ada yang tidak setuju karena mereka melihat aku sebagai janda dan juga tidak punya masa depan ketika menikah dengan Mas Reza padahal Mas Reza sendiri pun tidak masalah dengan itu semua. Terserah mereka sajalah mereka yang punya hak untuk mereka sendiri aku tidak ikut campur Tetapi kalau sudah sampai seperti ini aku juga tidak akan terima dengan Apa perkataan mereka. "Kamu ini lucu Dina, aku ini ingin kamu mati dan aku ingin kamu merasakan yang kamu rasa kan."Hah?! Tunggu sebentar, benar-benar kaget ketika mendengar perkataannya apa yang baru saja dia katakan dan seperti itu emangnya aku melakukan hal yang di luar nalar atau Aku melakukan hal yang benar-benar buruk sampai dia mengatakan hal tersebut begitu? "Ada apa sih?! S
"Memang kurang ajar banget mereka itu!" Bang Fino tampak kesal sekali. Wajah nya memerah menahan marah. "Guntur memang begitu sejak dulu, Bang. Dia itu gak akan berhenti kalau dia gak masuk ke penjara. Jadi, memang aku harus menjebloskan dia ke penjara dulu baru dia bisa berhenti untuk tidak mengganggu hidup kita."Aku berusaha untuk menenangkan diri aku sendiri, jangan sampai terpancing oleh si Guntur itu. Dia memang sengaja agar aku dan juga Bang Fino marah dengan semua nya. "Gak bisa dibiarin ini semua, Dek. Kita pokok nya harus segera menyusun semua rencana, jangan sampai tiba-tiba kita yang kehilangan semua nya. Abang marah banget loh sama dia. Abang kesal sama dia."Sungguh sejujur nya aku paham sekali dengan apa yang Bang Fino katakan. Aku juga merasa kan hal tersebut, karena kami satu pemikiran. Baik lah, aku juga tidak aka. Membiarkan semua nya terjadi, aku juga akan mulai memikir kan semua nya, bagaimana cara nya si Guntur itu menyesal dengan semua yang dia lakukan sekara
"Tapi kenapa bisa Mas Reyza sampai diculik?"Lagi pula, siapa yang menculik Mas Reyza, ah aku tidak percaya sih sebenar nya, tetapi apa ini? Aku bingung sekali deh. Ah iya aku lupa kalau Bang Fino ada di luar, jadi nya aku juga tidak bisa terlalu lama. Memang Bang Fino tidka mau ikutan karena takut nanti malah membuat saudara Mas Reza berpikir yang aneh-aneh tentang aku. Kami juga senang menghindari dari perbuatan itu karena juga maka masuk Islam masih basah dan aku juga belum bisa melupakannya sama sekali. "Ini pasti gak mungkin foto nya Mas Reyza. Nanti aku tanya saja deh pada Mama nya Mas Reyza." Aku bergumam pelan, memasukkan foto tersebut ke dalam saku celanaku. Pandanganku terhenti ketika melihat buku yang diletakkan begitu saja di atas pakaiannya Mas Reza. Ini buku apaan apakah ini adalah buku harian nya Mas Reyza?Hmm, bisa sih ini. Aku juga langsung memasukkan buku nya ke dalam tasku. Setelah puas berkeliling dan juga menatap fotonya Mas Reza lumayan lama Aku akhirnya me