Hari yang tadinya membuat Weni tertekan, kini berubah menjadi hari yang sangat menyenangkan untuknya. Berdua dengan buah hatinya menikmati uang yang di dapatnya sendiri, membuat kepuasan tersendiri bagi Weni.Bahkan ia tak memikirkan hal lain saat Rena ingin membeli barang yang diinginkan, Weni akan langsung membelinya. Bahkan Weni kini bisa menawarkan barang-barang yang menurutnya Rena akan suka.Weni selalu merasa beruntung saat mengingat bahwa dirinya diberi kesempatan bertemu Hajoon. Bahkan hari ini, saat tahu dirinya akan pergi bersama Rena.Hajoon pria yang baru dikenalnya itu, memberikan sejumlah uang bayaran bulannya. Bahkan Hajoon sesekali menelepon dan melakukan video call hanya untuk memastikan keadaan Weni serta Rena.Rena berangsur mengenal Hajoon, tapi Weni selalu menekankan bahwa Hajoon hanya seorang teman kenalannya. Sama seperti Bianca ataupun Ghana, Weni tak ingin membuat Rena bingung atau tahu yang tak harus dia tahu.“Rena, kamu beli apa?” tanya Hajoon di seberan
Weni terus menatap ponselnya, ia terus berhubungan dengan seseorang di sana dengan waktu yang cukup lama dari biasanya. Weni tak juga menyudahi perbincangan mereka, begitu juga seseorang di sana yang terus meladeninya.[Bagaimana bisa Suamimu melakukan hal itu padamu?]Balasan dari seseorang yang bukan lain adalah Hajoon itu, tanpa sadar membuat perasaan Weni yang sudah biasa saja menjadi sangat tertekan. Ia kembali mengingat semua perlakuan Haris padanya, air mata tanpa sengaja mengalir di sudut matanya.‘Apa wanita terkadang berhak mendapatkan apa yang aku alami sekarang?’Alih-alih menjawab pertanyaan Hajoon, justru Weni kembali bertanya pada Hajoon. Ia merasa tertekan dan kembali menyalahkan dirinya sendiri dengan apa yang diterimanya.Satu pertanyaan membuat Hajoon menghubunginya baik telepon maupun video call, tapi Weni tak berani untuk mengangkatnya. Haris yang kini berada di balik tembok kamar anaknya dapat mendengar suaranya.[Apa suamimu masih di rumah?]Akhirnya Hajoon berh
“Mbak Weni, tidak apa-apa?”Suara Mila membuat Weni menghapus acak matanya, ia juga segera menenangkan dirinya. Weni tidak mau Mila melihat dirinya yang tengah hancur, ia juga berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum.“Tidak apa-apa, tadi ada tikus. Jadi tidak sengaja menjatuhkan semuanya,” ucap Weni asal.Mila menunduk untuk membantu Weni yang terlibat kesulitan, ia yakin itu adalah perbuatan Haris. Tapi dirinya akan berpura-pura tidak tahu seperti biasanya dan memilih untuk mempercayai wanita yang selalu membuatnya kasihan.“Tidak perlu, Mbak bisa merapikannya sendiri.” Weni menolak Mila yang sudah siap membantu. “Rena mana?” tanya Weni saat menyadari bahwa Mila datang seorang diri.“Tadi Rena habis berenang, tidak lama ketiduran. Sekarang Rena tidur di rumah,” jelas Mila dengan tangan yang sudah membantu Weni meski sempat ditolak.Weni mengangguk mengerti, pasalnya ini bukan kali pertama Rena berenang di rumah Mila. Ya, Mila memiliki kolam renang sendiri di rumahnya dan terkadang Re
Weni segera mentransfer beberapa datanya serta seluruh data yang berkaitan dengan Hajoon ke ponsel barunya. Weni akan menggunakan ponsel barunya hanya untuk berhubungan dengan Hajoon.Weni tak akan menunjukkan ponsel barunya pada Haris, atau siapa pun. Hanya Rena dan dirinya yang akan tahu akan keberadaan Hajoon dan ponsel yang cukup mahal itu.“Mamah!”Teriakan Rena yang datang dari luar, membuat Weni terkejut dan segera menaruh ponselnya ke bawah bantalnya. Ia bergegas menuju arah pintu dan menyambut kedatangan anak semata wayangnya itu.“Rena tadi berenang ya?” tanya Weni begitu Rena sudah berada di dalam pelukannya“Iya, Tante Mila tadi menemani Rena berenang.” Rena menceritakan semuanya dengan senang, membuat Weni yang mendengarnya pun ikut tersenyum.“Terima kasih Mila.” Weni tersenyum pada Mila, yang sejak tadi berada di belakang Rena.“Sama-sama Mbak,” balas Mila dengan senyumannya.“Tante, Rena mau tunjukan mainan baru Rena.”Rena dengan segera menarik Mila ke tempat mainanny
“Berikan uangmu,” todong Haris saat ia baru sampai rumah.Weni yang baru saja membukakan pintu dan siap menyambut Suaminya itu, terkejut akan ucapan yang tiba-tiba dilontarkan Haris. Bahkan Haris mengatakannya dengan tatapan yang menuntut.“Untuk apa?” tanya Weni memberanikan diri.Haris yang baru saja terduduk di sofa memalingkan wajahnya dengan cepat ke arah Weni, tatapannya bak sinar laser yang panas. Weni berusaha tak takut, ia menatap balik Haris dengan tatapan yang tegas.“Selama ini memang buat apa aku mencari uang? Bukannya kamu sudah tahu, hutang terbesar kita dimanah?” marah Haris melempar sepatu yang baru saja di lepasnya ke arah Weni.Beruntung Weni cepat mengelak, membuat sepatu yang cukup keras itu membentur dinding. Namun, hal itu tak disukai Haris, ia mendekat dan melempar sepatu satunya lagi ke tulang kering Weni.Weni meringis kesakitan, pasalnya hak sepatu pantofel itu tepa mengenai tulang keringnya. Bahkan saking sakitnya, ia terduduk di lantai dan mengusap kakinya
“Kondisimu sudah baikkan?” Hajoon menatap Weni dengan tatapan yang hangat dan perhatian.“Aku sudah baik-baik saja, terima kasih.” Weni tersenyum tulus, ia benar-benar menerima perhatian Hajoon dengan terbuka.“Sebenarnya apa yang telah dilakukan Suamimu?”Hajoon bertanya dengan nada yang cukup lembut dan tak menuntut, ia tak mau Weni menceritakannya dengan terpaksa. Yang diinginkan Hajoon adalah sikap jujur Weni.“Dia melukaiku, sepertinya dia merasakan kalau aku selingkuh darinya.” Weni menjelaskannya dengan jujur. “Apa dia mengetahui hubungan kita? Atau ....”“Dia akan melakukan lebih, andai saja dia tahu. Selama ini kamu sudah mendapatkan perlakuan seperti sekarang,” potong Hajoon.Weni terdiam, mengingat semua yang terjadi padanya. Ia membenarkan dengan apa yang dikatakan Hajoon, karena selama ini dia sudah mendapatkan perlakuan yang cukup kasar dengan alasan yang sepele.Mungkin dirinya akan mendapatkan yang lebih parah andai benar Haris tahu bahwa dirinya selingkuh. Membayangka
“Aku mencintaimu.”Satu kalimat yang terucap dari mulut Weni membuat keadaan menjadi canggung, keduanya terdiam. Bahkan Weni yang mengatakan hal itu hanya bisa terdiam dan menatap Hajoon, mencoba melihat reaksi apa yang diberikan oleh Hajoon.Namun Hajoon nyatanya hanya terdiam tanpa berekspresi, hal itu membuat Weni malu sendiri. Ia merasa bodoh karena telah menyatakan cinta, padahal dirinya adalah wanita yang masih memiliki suami dan bahkan seorang anak.“Maaf, aku ....” Weni mencoba mencari alasan akan ucapannya.“Aku juga mencintaimu,” balas Hajoon tiba-tiba membuat Weni tersedak oleh kalimatnya.Suasana canggung kembali melanda keduanya, mereka sibuk akan pikiran mereka masing-masing. Hingga tangan kecil menepuk pundak Weni dan menyadarkan dirinya akan keberadaan Rena yang sejak tadi ia lupakan.“Om!” seru Rena penuh semangat saat melihat wajah Hajoon di layar ponsel Weni.“Hai, Rena.” Hajoon menyapa balik Rena dengan senyuman andalannya.“Om, sedang apa?” tanya Rena penuh antusi
“A-Aurel?” sebut Weni saat melihat seorang wanita mendekat padannya dengan tatapan yang sangat antusias.Sementara Weni yang dikejutkan, hampir saja terjatuh. Beruntung tagannya sigap memegang pinggiran meja yang memang tertanam dan menyatu dengan lantai, hingga ia mampu menopang dirinya agar tidak terjatuh.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Bianca khawatir.“Ah,, maafkan aku.” Aurel membantu Weni dengan segera, kembali ke posisinya semula. “maafkan aku telah mengejutkanmu,” ucap wanita yang bukan lain adalah Aurel.Bianca menatap Aurel dengan seksama, ia kini mengerti kenapa Weni sampai bereaksi seperti sekarang. Wanita itu adalah wanita yang sama dengan seorang wanita yang tengah jalan bersama Haris, suami dari Weni tempo hari.Tapi yang membuat bingung Bianca, bagaimana bisa Weni mengenal nama wanita tersebut. Bahkan wanita itu terlihat sangat dekat dengan Weni, seolah Weni adalah teman atau orang yang sangat dikenalnya.“Tidak apa-apa.” Weni mencoba menenangkan Aurel yang terlihat sang
Weni terbangun dengan cukup kaget, mengingat kamar yang semula terlihat gelap kini sangat terang. Tangannya segera meraba nakas, mencari keberadaan ponselnya untuk mengetahui jam berapa sekarang.Namun tak lama pergerakannya tertahan, ada tangan besar yang kini menariknya untuk kembali tidur. Bahkan tangan itu kini memeluknya erat dengan balutan selimut tebal.“Kamu tidak bekerja?” tanya Weni menyerah saat tubuh hangat sang pemilik tangan kini bisa ia rasakan.“Aku ambil cuti hari ini.”“Bukannya kamu sedang banyak pekerjaan?” Weni melepaskan pelukan sang pria, membalik tubuhnya dan menatap pria yang selalu membuatnya terpesona itu. “Aku Ngga mau kamu sering mengabaikan pekerjaan karena aku,” tutur Weni memegang wajah tampan kekasihnya, Hajoon.Hajoon tersenyum, ia menghilang di dekapan Weni. Menghirup wangi tubuh Weni yang tembus oleh selimut tebal yang melilit tubuh kecil wanitanya. Rasanya sudah la
Weni menatap ruangan yang cukup sepi saat siang hari, Rena tengah tertidur siang dan ia baru saja menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tak banyak yang dilakukan di kediaman Hajoon karena ada seorang Wanita paruh baya yang membantunya pada pagi hari dan ia akan menyelesaikannya sisanya.Bahkan kegiatan berbenah sangat mudah karena ada alat-alat yang cukup canggih untuk membersihkan rumah. Weni cukup sedikit kesulitan pada awal pengoperasian alat-alat canggih itu, beruntung Wanita paruh baya yang Bernama Bibi Jang sangat membantunya, meski mereka berbicara dengan Bahasa Korea yang minim.“Apa yang harus aku lakukan lagi?” gumam Weni menyalakan Televisi di hadapannya.Beruntung saluran TV tidak hanya berbahasa Korea, banyak penayangan film luar dan acara-acara yang berbahasa Inggris. Weni sedikit terhibur, hanya saja tetap ada rasa bosan tersendiri untuknya.Hal itu terus berulang sampai tak terasa sudah seminggu lamanya ia berada di negeri orang. Hal yang sangat menghibur bagi Weni ada
Weni menatap wanita bak bidadari tepat di hadapannya, wanita dengan wajah yang kecil dan cantik. Kulit putih bersih, bibir yang tipis, rambut sebahu yang indah terurai.Bahkan saat wanita itu mendekat wangi lembut semerbak mengisi indra penciuman Weni. Semua kepercayaan diri Weni hancur luluh lantah tepat di saat wanita itu duduk di dekatnya.“Maaf membuatmu terkejut akan kehadiranku,” ucap Yerim untuk membuka pembicaraan di antara mereka.Weni tak menjawab, ia bingung, kesal, marah, rendah hati, dan merasa minder. Semua perasaan itu akan meledak, andai Weni membuka mulutnya. Ia menahan segalanya, berharap masih bisa mempertahankan harga dirinya.Weni sepenuhnya tahu bahwa dirinyalah yang salah, ia yang berselingkuh. Weni bisa merasakan posisi Yerim, karena belum lama itu adalah posisinya.“Aku dan Hajoon bertunangan bukan karena cinta.” Yerim cukup fasih dengan bahas Inggris, jadi Weni bisa mengerti ucapannya. “Kami bertunangan karena aku sakit, Hajoon menerimanya begitu saja. Tapi s
Weni menatap langit yang berbeda dari langit yang biasa menemani hidupnya selama ini. Udara yang cukup dingin menerpa wajahnya, memberikan kesejukan yang berbeda.“Mamah, ini dimana?”Weni berjongkok dan memakaikan syal pada leher Rena agar anak semata wayangnya itu tak sakit dengan perubahan cuaca yang tiba-tiba. “Kita sedang berada di negara yang Bernama Korea Selatan,” jawab Weni.“Apa?”Rena menatap tak mengerti, ia bahkan sedikit mengernyitkan keningnya karena tak mengerti. Namun belum sempat Weni kembali menjelaskan, tangan besar nan kokoh sudah mengambil alih Rena darinya dan menggendong tubuh kecil Rena dengan erat.“Rena sekarang ada di tempat Om dilahirkan.” Hajoon menjelaskan dengan singkat dan di terima dengan cepat oleh Rena. “Apa Rena senang berada di tempat kelahiran Om?” tanya Hajoon dengan membawa Rena dan Weni ke sebuah mobil yang terparkir.Mereka masuk ke dalam mobil yang cukup bagus, bahkan saat masuk ke dalamnya Weni bisa merasakan kemewahan mobil itu. Bahkan so
Weni menghembuskan napasnya dalam, melangkahkan kakinya dengan pasti. Setelah ia keluar dari gedung tempatnya berada, kehidupan dan status baru kini di sandangnya.‘Janda’Ya, kini statusnya berubah dari seorang ‘Istri’ menjadi seseorang ‘janda’. Wanita yang telah bercerai dengan suaminya secara sah.Pengadilan memutuskan menerima gugatannya, begitu juga hak asuh sepenuhnya menjadi miliknya. Weni cukup merasa puas, meski ada rasa yang sedikit tertinggal kala semua diputuskan.Wajah Haris yang ia pikir akan sedikit menyesal, justru menunjukkan rasa senangnya. Bahkan salam perpisahan dengan menjabat tangan dilakukannya dengan senang hati.“Sudah selesai?”Suara berat yang kini lebih banyak menyita pikirannya, sukses membuat Weni terkejut. Bahkan ia terlihat seperti baru saja bertemu hantu.Pria tinggi nan tampan dengan gagahnya berdiri di hadapan Weni, ia seakan menanti kehadiran Weni sejak tadi. Bahkan wajah sang pria seakan menunggu kepastian yang sudah beberapa bulan ini di t
Weni yang tak menau isi perjanjian ikut terkejut. Matanya kini teralihkan menatap pengacara wanita di sampingnya, dirinya juga butuh penjelasan.“Setelah bercerai, semua hubungan akan terputus baik dengan Istri atau Anak.” Pengacara itu berbicara dengan tegas, Weni dan Haris menatap dengan penuh penolakan. “Hal ini dimaksudkan agar tidak ada ancaman yang akan merugikan pihak mana pun.”“Wah, aku tidak tahu kalau kamu segila ini.” Haris menatap Weni dengan rendah. “Kamu dengan teganya memisahkan seorang Anak dan Ayah,” sindir Haris.“Aku ....” Weni merasa bersalah.“Baiklah, lagi pula ini semua menguntungkanku. Aku juga bisa memiliki anak lainnya dari kekasihku.” Dengan yakin Haris menandatangani surat itu, yang membuat kekecewaan besar pada hati Weni. “Ini, aku kembalikan.”Haris mengeluarkan ponsel di sakunya dan menaruh di meja, ponsel yang ia ambil untuk bisa menghubungi Hajoon. “Urus semua hingga tuntas, aku tidak mau mengeluarkan sedikit pun uang.”“Kamu benar-benar menerima uan
Weni terbangun dengan pantulan cahaya yang cukup terang menembus kelopak matanya yang tertutup, membuat tidur nyenyak terusik. Dengan malas ia membuka mata, tubuhnya terasa tak nyaman. Rasanya ia menghabiskan seluruh tenaganya semalam.Memikirkan apa yang semalam terjadi, Weni dengan segera membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya hanya tertutup selembar selimut tebal. Tubuhnya kini tanpa busana, ingatan akan semalam terpampang jelas di pikirannya.Semalam adalah malam terpanas untuknya, setelah sekian lama ia merasakan kenikmatan yang tak pernah di rasakannya selama berumah tangga dengan Haris. Ia tak tahu bahwa melakukannya bisa membuatmu mabuk kepayang.“Sedang memikirkan apa?” bisikan lembut tepat di sampingnya membuat Weni terkejut dan menarik selimutnya.“Ha-Hajoon ....”Pria dengan wajah tampan itu segera membuat jantung Weni tak karuan. Terlebih saat Hajoon tersenyum manis dan mencubit pipi Weni lembut.“Apa semalam aku terlalu berlebihan? Kamu sampai pingsan da
“Weni Anggara, menikahlah denganku.”Hajoon kembali melontarkan ajakannya pada Weni yang sejak tadi terdiam dan tak kunjung merespons ucapannya. Weni terlihat terkejut, hanya saja matanya berkata lain. Mata seorang Wanita yang tengah bahagia karena apa yang dinantikannya kini menjadi kenyataan.“Apa aku masih kurang baik untukmu? Katakan apa yang membuatmu ragu menjawab ajakanku?” tanya Hajoon mencoba membuat Weni yakin akan dirinya.Weni yang ditanya hanya terdiam, ia merasa ini adalah kesempatan untuknya untuk memantapkan diri. Ia juga sangat penasaran pria seperti apa sebenarnya Park Hajoon yang selama ini ia kenal, masih banyak yang tak ia ketahui tentang pria di hadapannya.“Aku belum tahu banyak tentangmu, itu yang membuatku ragu.” Weni berbicara dengan mantap, terlihat Hajoon tak memperlihatkan keterkejutan akan pernyataannya.Hajoon memegang kembali pipi Weni dan tersenyum lembut. “Tanyakan apa pun yang ingin kamu ketahui untuk aku bisa bersamamu?”Deg! Pertanyaan itu
Hari demi hari berganti, Weni suah berada di rumah barunya selama 3 hari bersama Rena. Rena tidak rewel sedikit pun, ia justru menikmati fasilitas yang di dapatkannya dari Hajoon.Bahkan tanpa dipungkiri Weni juga ikut merasakan itu, ia cukup bebas dan nyaman. Dirinya tak perlu tertekan dengan Haris ataupun keluarganya, Weni menikmati kegiatannya sebagai seorang wanita dengan penuh kedamaian.Weni tak tahu apa yang terjadi di luar sana, terlebih tentang apa yang akan terjadi antara Haris dan Hajoon. Dirinya hanya mengandalkan kabar dari Mila, tapi yang di tunggu tak juga mengabarinya.Ia akhirnya mengikuti apa yang diperintahkan Hajoon, untuk tetap di rumah dan mengikuti semua arahan yang diberikannya. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan.“Mamah, Rena mau makan.” Rena menarik baju Weni yang kini tengah menikmati secangkir teh di sofa yang nyaman. Bukankah itu terlihat elegan, ia bahkan tak pernah berpikir meminum teh di ruang tengah dengan menonton televisi akan senyaman ini.“Rena