Masing-masing membaca isi pesan dari Tim dan tampak syok. Kematian Peter membuat gempar dan media menayangkaan di televisi. Joe menarik kabel televisi dan mereka menonton sementara bersantap. “Ini adalah kematian yang kesekian kali dalam beberapa minggu terakhir. Hingga saat ini, belum diketahui siapa yang melakukan pembunuhan berantai, yang mengincar pada pejabat tinggi dan pelaku bisnis di Las Vegas ….” Reporter terus memberitakan sekitar informasi dan kondisi korban yang mengalami tusukan sebanyak lima belas kali. Sebuah kematian yang sangat menyakitkan untuk seseorang seperti Peter. “Foxy akan sangat terpukul jika mengetahui hal ini,” gumam Maddox, menyebut nama gadis itu. Masih teringat dengan baik, perbincangannya terakhir dengan undersheriff tersebut. Siapa yang menduga, jika itu akan menjadi obrolan terakhir mereka? “Rupanya ada tidak sabar menunggu hingga Russel membuat gebrakan. Pertanyaannya, kenapa harus Peter yang mereka bunuh? Dia tidak memiliki kaitan dengan Russel
Arthur baru selesai menyampaikan kabar kematian Peter pada Foxy. Wanita itu menjatuhkan pulpen yang dipegang dan ekspresinya benar-benar menyedihkan. Selama beberapa menit Foxy tertegun, pandangannya tampak kosong dan hampa. Arthur menghela napas pelan dan masih berdiri dengan raut bersimpati. “Ka-kapan itu terjadi, Artie?” tanya Foxy terbata-bata, setelah berhasil menguasai diri. Pria itu berdehem dan mengangkat wajahnya. “Tadi, pukul delapan lebih sedikit. Berita telah disiarkan secara nasional.” Foxy menutup mulut dan air matanya menggantung di batas pelupuk bawah. Perasaannya menjadi kebas dan ia tidak percaya bahwa Peter telah pergi untuk selamanya. Semakin terasa menyesakkan, karena ini terjadi pada malam natal! Pukul enam sore tadi, Foxy baru menerima pesan dari Peter. Pria yang seperti ayahnya itu membujuk Foxy untuk meninggalkan Russel. Peter berjanji akan menyediakan perlindungan sepenuhnya, bahkan tempat yang tidak akan terjangkau oleh siapa pun. Foxy hanya mengata
“Membebaskan Foxy? Kalian berdua gila?! Yang terpenting saat ini adalah membersihkan nama kalian! Shelby pergi untuk mendapatkan bukti dari rumah Kelton!” pekik Jimmy yang tidak terima terhadap rencana kedua pria, yang ia anggap sebagai anak tersebut. “Jim, dengarkan dulu ….” “Kau yang harus mendengarkan aku, Joe! Sekian belas tahun kau mencari adikmu, dan sekarang kau ingin menghancurkan hidupnya dengan mengejar perempuanmu?!” potong Jimmy dengan wajah memerah. Joe spontan urung bicara dan tutup mulut. “Aku akan jauh lebih bisa menerima keputusan kalian untuk mencari Heather Voller, dari pada menyelamatkan Foxy! Bagiku itu tidak masuk akal!” teriak Jimmy, masih terdengar kesal. “Tapi dari mana kita harus memulai?” tanya Maddox. “Aku tidak punya petunjuk dan kau pikir dalam situasi seperti sekarang, memungkinkan untuk berkeliaran mencari kakakku?” Jimmy menghempaskan diri di sofa dan mengepalkan tangan dengan geram. Dirinya juga tidak tahu titik awal untuk memulai pencarian terse
Jean mengumpat dengan tidak jelas dan mulutnya tidak berhenti melontarkan omelan. Sejak Maddox terlibat dalam kasus, dirinya tidak lagi menemukan antusias untuk melanjutkan pekerjaannya. Wanita itu merasa tidak lagi berguna. Suasana di kantor ini tidak lagi sama. Jean berada pada titik ingin meninggalkan semua dan mencari Maddox. Memang tidak mudah mencari keberadaan sahabatnya saat ini. Pelacakan yang seharusnya bisa dilakukan dengan mudah, kini terlindungi oleh sebuah jaringan yang Jean ketahui mungkin dari orang kepercayaan Joe, kakak Maddox. Rekannya sudah menceritakan mengenai Joe Black ternyata adalah kakaknya dan Jean ingin membantu mereka. Menyaksikan sendiri bagaimana Tim dan Mark disudutkan oleh pusat, Jean menjadi pesimis. Rasanya sia-sia bekerja di bawah sayap penegak hukum yang menodai janji serta sumpah mereka sendiri. Dengan tekad yang kuat, wanita itu mengirimkan surat pengunduran diri dan bangkit. Tangannya menenteng kardus dan keluar dari basement, yang telah m
Tali itu dikencangkan kembali dan Joe memeriksa tiap detail ikatan yang membelenggu Raymond Gibs di kursi. Tidak lama Jimmy muncul dan berteriak dengan gemas. “Kau benar-benar memilih gaya kuno untuk menyandera tawanan, Joe! Buat apa kau ikat dia?!” pekik Jimmy memprotes. Gibs tampak bingung menatap satu persatu orang yang ada bersamanya saat ini. “Kurasa ini metode umum yang dipakai untuk menahan sandera, Jim!” balas Joe tidak mengerti. Jimmy menggelengkan kepala. “Sebaiknya kau lepas dia! Seandainya dia hendak kabur, kau pikir kita tidak mengejar dia? Ini di lereng pegunungan bersalju yang harus menempuh puluhan kiloan meter untuk mencapai kota terdekat! Dia tidak akan bisa bertahan dengan dinginnya udara dan cuaca yang ekstrem!” cetus Jimmy terlihat kesal. Maddox mengeluarkan pisau lipat dan mengurai tali yang mengikat Gibs dengan cepat. Joe mendengus kesal, karena caranya ditolak oleh kedua rekan saat ini. Jean muncul dari ruang tengah, setelah berkeliling pondok untuk m
Udara di Las Vegas begitu menyengat. Langit mulai mendung menjelang siang hari. Akan tetapi, suhu yang hampir mencapai 34 derajat Celsius tersebut tidak menurunkan angka tersebut. Shelby melangkahkan kaki ke dapur dan mengambil kembali minuman dingin dari kulkas. Dirinya sedang bersiap untuk menemui Russel yang meminta untuk datang sore ini. Mungkin hari itu Shelby akan mengatakan padanya, jika keberadaan Maddox dan Joe sudah berhasil ia temukan. Sebagai pancingan, apakah reaksi Russel masih begitu menggebu untuk menemukan keduanya. Akan tetapi, pesan dari Joe tadi pagi membuat Shelby kembali bimbang. Menurut Gibs, Russel tidak begitu fokus pada dua targetnya saat ini. Mafia tua itu sedang mencoba melindungi posisi putrinya yang masih menjadi misteri. Satu hal yang mengusik Shelby, siapakah gadis yang sepertinya begitu berharga di mata Russel? Jika dia menginginkan anaknya, kenapa tidak dari dulu Russel membesarkan sendiri? Berbagai spekulasi liar muncul dalam kepala Shelby. M
Taman karnaval yang hanya digelar selama satu minggu itu tampak padat pengunjung. Depot es krim menjadi tempat yang paling laris dikunjungi oleh anak-anak, bahkan orang dewasa. Berbagai wahana mainan tampak beberapa orang mengantri dengan jalur yang cukup panjang. Hiburan seperti ini merupakan hal yang paling disukai oleh para warga Las Vegas. Shelby menjilat es krimnya dan duduk di salah satu bangku, di bawah pohon rindang. Matanya mengamati satu persatu kegiatan yang sedang berlangsung di depan matanya. Sangat mengherankan, jika Russel meminta untuk menemuinya di tempat ini. Shelby tidak masalah berada di tempat ramai seperti ini. Jauh lebih aman, daripada menemuinya di kediaman Russel yang cukup terpencil. Tidak lama kemudian, muncul sosok pria gagah dengan celana hitam, kaos putih dan blazer senada. Meski wajahnya sudah matang dengan rambut mulai memutih, namun ketampanan dan kegagahannya masih tertinggal. Russel, pria yang dulu terkenal sebagai mafia tampan yang sepak terja
Raymond Gibs tidak sepenuhnya diperlakukan seperti seorang tawanan. Dia bahkan menikmati makan malam bersama dengan mereka. Jimmy memiliki pemikiran lain mengenai menyandera seseorang dan Joe juga Maddox akhirnya menyetujui. Jean juga ternyata cukup memberikan bantuan pada Joe menyiapkan makanan selama mereka berada di pondok. Di balik penampilannya yang mirip dengan laki-laki, ternyata tersimpan potensi besar menjadi seorang chef bakery. Kue buatan Jean sangat lezat dan menyerupai buatan chef bintang lima Michelin. Ini sungguh di luar dugaan, kecuali Maddox yang mengenalnya dengan sangat baik. “Shelby menginginkan aku untuk menemuinya,” cetus Joe seraya menyimpan kembali ponselnya. “Dia sudah bicara dengan Russel?” tanya Jean. “Apakah dia juga mendapatkan bukti dari rumah Kelton?” timpal Jimmy. Joe duduk di antara keduanya dan menggelengkan kepala. “Entahlah, dia tidak bicara banyak. Aku harus menemuinya di kota besok.” Joe meneguk botol birnya dan tampak berpikir keras. “Gibs
Suara tangis bayi terdengar menambah kemeriahan pesta di halaman belakang kediaman Maddox. Apple dan April sibuk bergantian menggendong bayi mungil yang terbalut kain lampin ungu. Dia sangat cantik, mewarisi kejelitaan Shelby. “Jadi kau benar-benar pensiun dari semuanya?” tanya Tim Muller, sembari membalik steak di panggangan. Shelby tertawa tanpa suara, mengerling pada Joe yang tak berhenti menatapnya dengan mesra. Dia menjadi ayah yang bahagia, saat Shelby memberikan bayi mungil cantik dalam pernikahan mereka. “Entahlah, tawaran Nick sangat menggiurkan. Tapi, kupikir aku akan sedikit rehat untuk sementara waktu, sampai Bow besar nanti.” Wanita itu mengarahkan pandangan pada putrinya yang berada dalam dekapan Apple. “Aku bisa menjaganya, Shelby! Jangan khawatir, aku adalah pengasuh terhebat di kompleks rumahku!” tawar Apple dengan cepat. “Kuliahmu, Ape! Kau pikir bisa sekolah sambil mengasuh bayi?!” tukas April. “Aku kandidat yang sempurna, karena sebentar lagi akan lulus dan pu
Chapter 109. End of the Game Seiring matahari tenggelam, keesokan harinya, semua yang Jimmy kumpulkan merapat di pulau tersebut. Joe dan Shelby tampak kaget, sebab dia juga melihat Maddox serta Foxy. Satu sama lain saling menyapa, sementara Joe menggelengkan kepala tidak percaya. “Apa-apaan ini, Jim?!” Jimmy tertawa, merapatkan kapal dan melompat turun dengan gesit. Gibs di belakangnya tampak tidak kalah tangkas. Sepertinya Jimmy-Gibs telah menjadi sahabat dekat yang tak terpisahkan. “Kita akan menyudahi dengan pertempuran terepik, Joe!” Jimmy mengatakan bagaimana rencana ini telah dia rancang sedemikian rupa. “Memancing dalang sesungguhnya?” ulang Shelby kaget. “Apa maksudnya?” Maddox dan Foxy mendekat, mereka menambahkan apa yang telah didapatkan sejauh ini. Mendengar bagaimana semua sudah diperhitungkan, benar-benar mengejutkan Joe dan Shelby. “Aku menembak Josh sendiri dan itu bukan hanya sekali. Analisa kalian yang mencurigai dia masih hidup rasanya mustahil,” tangkis Joe.
Shelby mencapai pulau dengan kapal sewa yang dia kemudikan sendiri. Tidak segera menuju kediaman Russel yang masih berjarak setengah jam lagi, wanita itu justru menghabiskan beberapa saat di dermaga hingga helikopter Joe Black mendarat di sana. Terkejut melihat pria yang dia cintai menyusul, Shelby menolak permintaan Joe yang meminta untuk mengurungkan niatnya. “Aku harus menanyakan, kenapa Russel membiarkan aku dan mama seperti manusia sampah selama ini!” Joe menghela napas berat, merebut botol minuman yang ada di tangan wanita itu. “Kita tidak akan datang tanpa persiapan, Shelby!” cetusnya. “Tunggu sampai bantuan datang!” Akhirnya, wanita itu mengalah. Mereka menanti di kapal, yang sebenarnya bisa saja terdeteksi oleh Russel. “Mustahil dia mengetahui kedatangan kita. Pelayan setianya sudah mati, ayahmu bisa jadi ada di rumahnya tanpa siapa pun.” Analisa Joe sepertinya benar, sebab selama mereka menunggu di kapal hingga menjelang tengah malam, tak ada satu pun yang datang mengus
Joe terhenyak, panggilan baru saja berakhir dan adiknya mengatakan jika Shelby adalah putri dari Russel Brown! Bagaimana mereka baru mengetahuinya sekarang? Jika rencana membunuh anak mafia itu masih dia dan Maddox lanjutkan, itu berarti dirinya akan siap kehilangan wanita yang sudah menjadi teman kencan tersebut. Sanggupkah dia berhadapan dengan Shelby, jika benar itu terjadi? Entahlah, Joe benar-benar kebingungan, terlalu syok dengan fakta yang terkuak beberapa menit lalu. Masih meraba-raba dengan situasi saat ini, Joe harus menenggak minuman yang dia beli di minimarket pom bensin lebih dulu untuk kembali menguasai diri. Dia duduk selama beberapa belas menit, mengatakan pada diri sendiri untuk cepat berpikir dan mengambil keputusan. Dirinya butuh menempuh tiga jam lebih untuk mencapai kediaman Russel, dan itu pun jika ada transportasi yang bisa membawanya lewat udara. Melalui jalan darat akan sangat panjang dan mustahil bisa mengejar Shelby. Tempat Russel tinggal adalah sebu
Maddox menegakkan tubuh, melatih pelan-pelan fisiknya yang terhajar selama lima hari terakhir dengan vonis keracunan makanan. Foxy membantunya, memastikan dia tidak terlalu lemah melanjutkan proses tersebut. Bagaimanapun juga, Maddox perlu diingatkan untuk istirahat yang banyak demi pemulihan diri. Bobotnya tampak berkurang, walau baru lima hari dia terkapar. “Jangan terlalu memaksakan, kau masih butuh untuk mengembalikan energi,” ucap Foxy, penuh kelembutan mengingatkan. Maddox mengatur napas, meletakkan tubuhnya di salah satu kursi tanpa bantahan. Wanita yang saat ini mendampinginya mendekat, memberikan botol minuman untuk dia. Sambil meneguk, Maddox membiarkan Foxy mengusap keringat di leher juga pundaknya. Ia melirik pada wanita yang begitu setia berada di sisi, tak peduli akan urusannya sendiri. “Aku bisa keluar besok, bisakah kau mencari hotel untuk kita? Aku tidak mau kembali ke rumah yang Titus sediakan,” pinta Maddox. Foxy mengangguk. “Jangan khawatir,” sahutnya pelan.
Joe melangkah dengan cepat, mendatangi kendaraan yang berhasil mereka catat plat dan lokasinya. Mobil yang dipakai oleh pria yang memalsukan diri menjadi tukang masak restoran itu diselubungi terpal dan Joe terpaksa menyingkap semuanya. SUV keluaran lama itu terparkir di depan apartemen kumuh di pinggir kota. Begitu berada di sisi kaca pengemudi, Joe mulai mengayunkan linggis yang ada di tangannya. Praang! Kaca itu hancur dalam sekejap. Ia membuka pintu dari dalam, memeriksa dashboard dan setiap sudut kendaraan. Selama lima belas menit, dirinya mengacak-ngacak isi mobil tersebut hingga gerakannya terhenti. Di bawah jok belakang, Joe menemukan topeng beserta pakaian chef serta sepatu! Dia segera menarik keluar plastik dari saku celana, lalu memasukkan satu persatu ke dalam. Usai mendapatkan semua, Joe meninggalkan mobil dengan santai. Sebentar lagi, sidik jari itu akan menjelaskan, siapa pelaku yang telah membuat Maddox terkapar tak berdaya! ** Jimmy dan Gibs menunggu dengan tid
‘Bangunlah, Mad.’ Foxy memandang pria yang terbaring dengan wajah pucat. Kondisi detektif itu lumayan membaik, akan tetapi masa kritisnya belum berlalu. Menguras lambung yang menyebabkan muntah berkepanjangan terjadi dalam beberapa jam. Foxy harus menyaksikan pria tersebut merintih, meratap dengan tubuh menggigil gemetar karena sakit juga lelah. Tak pernah sedetik pun ia meninggalkan sang detektif. Foxy mendampingi setiap saat, meski ada waktu di mana dia sendiri menangis sambil berharap Maddox tidak akan pernah meninggalkan dirinya. Tersudut dalam situasi yang tidak menyenangkan, Foxy sedang berjuang untuk melupakan duka yang bertubi-tubi menimpa. Belum mampu mengenyahkan kepedihan atas kematian Peter, Arthur menyusul dengan kondisi kematian tidak kalah menggenaskan. Setiap mengingat kilasan masa lalu, Foxy menyalahkan semua atas kiprahnya. Jika dua pria tersebut tidak terlalu peduli terhadap dirinya, mungkin mereka masih hidup dan baik-baik saja. Jauh di lubuk hati Foxy mey
Mereka tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Para dokter dan perawat yang bertugas mengikuti protokol yang Nick tetapkan dengan disiplin. Joe baru selesai melakukan panggilan dengan Titus. Baru saja ia menutup ponsel, dari jauh Raymond Gibs datang bersama Jimmy dengan tergopoh-gopoh. Jean dan Foxy masih berbicara di lorong, sementara Jimmy dan Gibs berlari menuju ke arah Joe. “Dia sudah stabil, tapi hingga sekarang belum sadar. Entah kenapa, tapi Maddox masih belum bisa diajak komunikasi.” Wajah Joe tampak kalut dan gusar. “Sial! Keparat!” Jimmy melontarkan kata umpatan yang ia teriakan dengan keras. “Jika aku tahu bedebah yang melakukannya, jangan harap dia masih bernyawa!” pekik Jimmy. Bekas kepala FBI, Raymond Gibs mencoba meminta Jimmy untuk bertenang. Semua orang kini menatap mereka. “Wah, wah! Maddox tidak hanya mengundang penegak hukum negara untuk turun tangan! Tapi kumpulan manusia dalam bayang-bayang juga keluar dari persembunyiannya!” seru Nick dari ujung lorong. Se
Di sebuah bunker tersembunyi seorang pria bangkit dari kursi makannya dan berjalan menuju ke arah ruangan yang terdapat berbagai monitor dalam jumlah banyak. Ruangan yang didesain dengan sangat canggih tersebut dikendalikan oleh dua orang ahli teknologi yang usianya masih sangat muda. Sembari memegang gelas wine, pria itu mengamati satu persatu layar yang menunjukkan grafik saham. Senyumnya tersungging penuh kepuasan. “Mereka pikir akan bisa melenggang bebas dan melebarkan kekayaan setelah kematianku! Cih! Manusia-manusia itu terlalu merasa diri pintar!” Tidak lama, muncul pria satunya lagi dan berdiri di sebelahnya. “Hingga detik ini kau belum membuat perhitungan dengan pengacara wanita tersebut, Master.” Pria yang dipanggil ‘Master’ kembali tersenyum licik. “Tenang. Dia akan menerima pembalasan yang jauh lebih menyakitkan, Troy. Pembalasan yang paling menyakitkan!” desis Master dengan sinis. “Bagaimana jika CIA mengetahui keberadaanmu? FBI mungkin dengan mudah bisa kau tipu.