Sebening Cinta AnnePart 36Di tepi pantai senggigi seorang pria tua terus memandangi gadis muda yang sedang terpekur sendirian dan menghapus air mata dalam diam. Sejenak dia merasa dejavu, seolah kembali melihat sosok yang selama puluhan tahun ini dia rindukan. Wajah dan sosok tubuh gadis muda itu nyaris sama persis dengan wanita yang dia rindukan selama ini.Bibir tuanya bergetar saat menyebut sebuah nama, nama seorang wanita yang bahkan sampai hari ini masih merajai hatinya. Wanita yang selama puluhan tahun telah menjajah dan menduduki tempat terdalam dengan begitu kejam, tanpa belas kasih.Tapi kenyataannya, lebih mudah melawan dan mengusir penjajah dengan senjata fisik, daripada mengusir penjajah hati. Siksaannya membekas terlalu dalam, tanpa bisa dihapus meski puluhan tahun telah berlalu. Netra pria tua itu berkabut, aroma hujan deras seolah menguar begitu saja tanpa bisa dia tahan. Ada irama kesedihan yang bertalu-talu berdengung me
Aroma kebahagiaan selalu tercium wangi mengiringi kebersamaan keduanya. Persahabatan Andini dan Dewangga yang seperti kepongpong dengan kupu-kupu, tak ada yang memungkiri itu. Bahkan kedua keluarga mereka telah membaur seperti keluarga sendiri, saking akrabnya.Malam ini mereka menikmati makan malam dengan menu yang tidak jauh-jauh dari binatang laut, yaitu ikan laut bakar dan cumi asam manis di tepi pantai Kukup gunung kidul yogya. Di sepanjang garis pantai gunung kidul memiliki panorama yang sangat eksotis, dengan latar perbukitan juga karang pemecah gelombang di berbagai sisi, sangat indah. Di sepanjang garis pantai ini juga banyak sekali pantai baru yang belum di kelola dengan baik oleh Pemda.Deburan ombak, menjadi latar musik indah yang mengiringi makan malam mereka berdua. Karena hari ini weekend, banyak sekali yang sengaja menginap di penginapan di tepi pantai, menyewa resort atau hotel untuk menikmati waktu liburan mereka. Bukan hanya Andini dan Dewangga
"Dewa, gue takut," bisik Andini."Takut kenapa?" tanya Dewangga melepaskan pelukannya."Takut jika gue bakal membuat elo sakit," jawab gadis itu. Netranya mulai berkabut dan rintik gerimis sudah berjatuhan di sudut matanya."Gue sayang elo, An." ❤️❤️❤️Keduanya tenggelam dalam perenungan yang beku, mendinginkan gejolak panas atas sebuah keinginan yang harus dipaksa pupus. Bagi seorang Dewangga, tidak begitu sulit untuk mendapatkan cinta dari seorang wanita manapun, sayangnya dia nyatanya menolak mendapatkan cinta itu. Hanya karena sebuah ambisi untuk mengejar cinta satu orang gadis yang telah berulang kali membuat harapannya kandas.Miris, gadis yang dia kejar tak bisa memberikan kesempatan padanya. Bahkan sekedar untuk menyenangkan hatinya saja, dia menolak. Lalu siapa yang lantas harus dipersalahkan dalam hal ini?Andini bersikukuh menolak cinta itu, karena dia tak yakin memiliki cinta yang sama pada Dewangga. Hal itu membuat hati pr
Matahari berangsur tenggelam, bola raksasa berwarna oren itu mulai masuk ke ufuk barat. Sungguh pemandangan yang indah, apalagi mereka berdua saat ini telah berada di bukit karang pantai Kukup yang bernama pulau jumino. Ada gardu pandang yang di bangun di atasnya, dari sinilah mereka berdua menikmati sunset sore ini. Menikmati keindahan panorama alam yang eksotis di pantai Kukup Yogya.❤️❤️❤️"Dewa, pulang besok pagi, ya, males malam-malam gini pulang ke Yogya, jalannya ngeri," pinta Andini ketika mereka beranjak meninggalkan pantai menuju resort."Seminggu di sini juga ga papa, asal elo bahagia aja," jawab Dewangga sambil tersenyum."Makasih, ya, Wa, elo baik banget sama gue," ucap Andini terharu dengan cara Dewangga memperlakukannya."Gue sayang sama elo, udah ga usah dipikirin," balas Dewangga tulus."Malam ini masih mau jalan-jalan lagi, atau rehat di resort?" tanya Dewangga lagi."Lihat entar deh, gue mau sholat Maghrib dulu," ja
Ketika mendengar penjelasan Handoko tentang Dewangga, pria psikopat yang telah membunuh Darren Atmaja dengan alasan yang tidak masuk akal sehat, Hanzel merasa sangat khawatir."Mungkinkah dia yang menguntit Anne selama ini, Finn?" tanya Hanzel tiba-tiba.Semua orang yang berada di tempat itu tersentak. Jika benar laki-laki yang bernama Dewa itu begitu tega menghabisi keturunan Atmaja, bukankah Anne yang merupakan cucu Atmaja menjadi incarannya juga. Semua orang hampir memiliki kesimpulan yang sama seperti Hanzel."Ya Tuhan, kamu di mana, Ann?" gumam Hanzel frustasi.Hanzel sangat berharap semua ini hanyalah mimpi, tapi dia kini justru mengalami sesuatu yang lebih buruk dari sekedar mimpi buruk. Hanzel tampak begitu panik. Sepertinya, kekhawatirannya terhadap keselamatan Anne sudah ada di level bisa membuatnya gila."Aaarrrggghhhh."Airmatanya meleleh membasahi wajah tampannya.Kenapa sebesar ini ujian cinta kami, Tuhan?H
Hanzel dan Finn telah tiba di Surabaya, ketika hari masih tengah malam. Dua orang petugas yang menemani mereka dalam perjalanan dari Jakarta diminta oleh Hanzel untuk langsung menuju hotel JW Marriott Surabaya untuk beristirahat. Perjalanan dari Jakarta sangat melelahkan raga mereka, terlebih sebelumnya mereka sudah tiga hari menghabiskan energi mencari keberadaan Anne. Ditambah dengan perjalanan dari Jakarta ke Surabaya sangat melelahkan, meskipun lewat tol jauh lebih menyingkat waktu, tapi tetap saja mereka sangat butuh istirahat. Setidaknya mereka harus istirahat sambil menunggu pagi tiba."Pesan dua kamar saja, Finn, pilih room premium deluxe twin," ucap Hanzel ketika Finn berjalan menuju ke meja resepsionis.Di sana Finn disambut oleh petugas resepsionis yang tersenyum manis, ketika melayani Finn."Mbak, kami pilih room premium deluxe twin dua ya," pinta Finn."Baik, mohon tunggu sebentar, Pak, akan kami siapkan," jawabnya.Finn mengangguk, mu
"Mereka sudah ditemukan, Finn?" tanya Hanzel penasaran.Keduanya berjalan ke parkiran dengan terburu-buru karena rasa penasaran telah mendera mereka tentang keberadaan Anne yang sudah 4 hari ini hilang belum di temukan jejak keberadaannya.Finn menarik lengan Hanzel, mengajak berjalan lebih cepat menuju mobilnya ketika mereka sudah sampai di tempat mereka memarkirkan mobil."Ann, hari ini aku akan menemukanmu," gumam Hanzel berharap.Lumpia dan beberapa makanan lain yang tadi dia beli di geletakkan begitu saja di jok belakang. Rasa penasaran telah mengalahkan rasa lapar yang tadi terasa membuncah ingin segera diberi makan."Gue harap setidaknya jejaknya telah ditemukan, Hanz. Mereka jelaskan detilnya di hotel," jawab Finn.Hanzel mengangguk. Mereka meluncur meninggalkan tugu pahlawan Surabaya, kembali menuju hotel. Hanzel begitu berharap jejak Anne telah ditemukan, setidaknya bisa melanjutkan pencarian dengan pasti. Tidak hanya sekedar
"Jadi, Kakek, menginap dimana nanti malam?" tanya Anne."Bolehkah, aku ikut bersamamu, Ann?" tanya Dewangga parau.Anne terkesiap, bukan maksud hati menolak, tapi keadaan dirinya saja hari ini sedang ditawan oleh Raka. Mana mungkin Raka mengijinkan ada orang asing bersama mereka. Entah kenapa Anne merasa bisa langsung akrab dengan kakek ini, padahal hari ini adalah pertemuan pertama mereka. Anne terdiam, dia menghela napas panjang."Apa kamu keberatan, Ann?" tanya Dewangga pelan."Bu-bukan begitu, Kakek. Tapi ....""Aku yang keberatan," sahut Raka seraya berjalan mendekat."Sudah kuduga," cibir Dewangga.Dewangga selama ini mengawasi Anne tentu saja sangat tahu detil apa yang sesungguhnya terjadi. Benar, pria tua ini bukan secara kebetulan bertemu dengan Anne di pantai senggigi, melainkan dia sengaja mengikuti Raka dan Anne.Tidak ada satu peristiwa pun yang terlewat dari pengamatan pria tua ini, ketika anak buahnya mengaba
Suasana tenang melingkupi area pemakaman Al Azhar memorial garden. Sepeninggal Dewangga pulang bersama polisi, Atmaja-pun pulang dianter Federick, sementara Anne ditemani Hanzel melanjutkan sekalian ziarah di makam orang tuanya. Apalagi besok adalah hari pernikahan mereka.Keduanya tampak khusyuk bersimpuh di depan dua makam di depan mereka. Di batu nisannya, bertuliskan Darren Atmaja, sementara yang satunya Sherly Putri Sudjatmiko. Ya, mereka adalah mama dan papa Anne."Ma, Pa, dia adalah pria yang mama pilihkan untuk Anne, namanya Hanzel," gumamnya di atas pusara orang tuanya.Dua netra bening telah dipenuhi dengan kaca-kaca yang hanya dengan sekali kedipan mata, akan luruh menjadi hujan."Om, Tante, terima kasih telah mempercayai saya untuk menjadi penjaga wanita ini, saya akan berusaha keras untuk menjaganya. Besok kami akan menikah, tenanglah di sana, semoga Allah menempatkan kalian di syurga-Nya," gumam Hanzel di depan pusara kedua orang tua Anne.
Dua orang pria tua duduk saling berhadapan dan saling membisu, tatapan mata keduanya bertemu akhirnya saling membuang wajah. Puluhan menit berlalu, tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir keduanya."Kau ga ingin menghajarku?" tanya pria tua yang memakai baju Oren bertuliskan tahanan di punggungnya."Kau meledekku, hah? berdiri saja aku tidak mampu," jawab pria tua yang duduk di kursi roda."Tak kusangka Andini memilih pria lemah sepertimu," ejek pria berbaju oren.Keduanya tertawa miris. Ya, mereka adalah Atmaja dan Dewangga. Setelah sekian puluh tahun tak saling bertemu, tak saling menyapa, dan tak saling memberi kabar, akhirnya kini Tuhan mempertemukan mereka, di tempat yang tidak seharusnya.Ya, kini Dewangga ada di dalam penjara. Di tempat yang sama dengan Raka ditahan.Pagi ini Atmaja menjenguknya, menjenguk pria yang telah menghabisi anak semata wayangnya, Darren Atmaja."Apa tempatnya nyaman untukmu?" tanya At
Anne melangkah turun dari mobil dengan terburu-buru, sementara Hanzel mengawalnya di belakang. Mereka kini telah berada di kantor polisi, untuk menemui kakek Dewangga. Ada banyak pertanyaan yang berputar-putar dalam benaknya tentang alasan Dewangga menembak Raka. Anne menangkap keanehan tentang sikap Dewangga padanya. Mestinya pria tua itu tidak perlu mengorbankan dirinya meringkuk di penjara untuk orang yang baru sehari dia kenal, bukankah ini sangat aneh?Akan tetapi gadis itu sangat bersyukur pria tua yang baru dia kenal kemarin, telah melakukan sesuatu untuk mereka di saat yang tepat. Anne tidak bisa membayangkan jika Dewangga datang terlambat satu menit saja, akan lain ceritanya. Pasti saat itu kepala Hanzel yang harus terluka terkena pukulan Raka. Bagaimanapun semua pertanyaan itu harus terjawab hari ini.Finn yang sudah lebih dulu di kantor polisi, menyambut mereka dengan wajah penuh tanya."Kenapa, Hanz?" tanya Finn."Kakek Dewangga," jawab Hanzel
"Bunuh aku sekarang, Ka, aku ikhlas jika harus mati sekarang," jawab Anne lemah.Raka tertawa melihat Anne meringkuk di sudut kamar sambil ketakutan. Kemudian pria itu berjalan mendekatinya dengan bertelanjang dada, sementara Anne tampak semakin panik dan ketakutan tidak tahu harus berbuat apa. Hiks ..."Hahaha ... kemari, Ann!" ujar Raka di sela tawanya."Jangan mendekat, Ka!" pekik Anne."Hey, jangan teriak-teriak, Ann," ujar Raka menahan tawa."Pergi, Ka, pergi!" jerit Anne, mulai terisak.Raka geli melihat ekspresi Anne yang ketakutan. Padahal dia sebenarnya hanya bermaksud mengerjainya saja, supaya Anne berkata bersedia menjadi istrinya, tidak di sangka Anne benar-benar ketakutan melihatnya melepaskan kaosnya. Gadis itu mengira Raka akan melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, hingga membuatnya ketakutan. Baginya ini lebih menakutkan daripada dibunuh."Ann, udah, aku cuma becanda, ya ampun," hibur Raka, tapi Anne terlan
Hari ini Anne masih di Senggigi, semalam mereka menginap di resto milik Raka di tepian Senggigi. Karena setelah usai menikmati sunset, Anne tampak sudah terlalu lelah jika harus diajak pulang ke villa yang telah mereka sewa.Sementara Dewangga juga menginap di tempat yang sama atas permintaan Anne. Meskipun Raka keberatan, tapi akhirnya mengalah karena Anne bersikeras memberi tumpangan pada dewangga untuk menginap tadi malam.Siang ini Raka berniat mengajak Anne kembali ke villa, tapi Anne memaksa untuk membawa serta Dewangga bersama mereka. Raka tidak habis pikir dengan Anne, kenapa gadis itu begitu memaksa untuk memberi tumpangan pada Dewangga, padahal dia adalah orang asing.Kini mereka berdebat di tepi pantai."Ann, dia hanya orang asing, jangan terlalu baik," protes Raka ketika Anne memintanya untuk mengajak Dewangga sementara tinggal bersama mereka di villa."Ka, dia seusia kakek Atmaja, apa kamu ga kasihan?" bujuk Anne.Raka mem
Pintu kedatangan bandara internasional Zaenudin Abdul Madjid Lombok siang ini sangat padat, di luar tampak beberapa petugas sedang menunggu kedatangan Hanzel dan Finn serta dua polisi Surabaya yang terbang dari bandara Juanda sebelum dhuhur tadi."Kami sudah menunggu di luar, Pak," jawab salah satu polisi yang di dadanya tertulis nama Kompol Zakaria menjawab panggilan dari rombongan Hanzel."Baik, kami tunggu," jawabnya lagi seraya mematikan panggilan.Dia lalu memberikan informasi kepada anak buahnya untuk bersiap karena yang ditunggu sedang menuju di luar."Kalian bersiap, mereka sudah berjalan kemari," titahnya pada anak buah yang mendampingi."Siap, Ndan," jawab mereka serempak.Tak berapa lama kemudian, yang mereka tunggu telah muncul dari pintu keluar bandara, hingga terbit senyuman sang komandan seraya berjalan mendekat."Mari, Pak Finn, Pak Hanzel," sapanya.Mereka saling berjabat tangan, kemudian memberikan infor
Federick mendatangi mansion Atmaja bersama Elena. Mereka berdua merasakan ada kekhawatiran terhadap kondisi Atmaja, sejak beberapa hari lalu dia antar pulang dari kantor polisi, Federick belum sempat menengok ke mansion kakeknya Anne. "Bagaimana kabar anda, Pak Atmaja?" sapa Federick begitu Atmaja muncul didepannya. "Aku harus sehat sampai Anne ditemukan," jawab Atmaja diplomatis. Federick mengangguk membenarkan ucapan Atmaja. "Benar, anda harus sehat, mungkin Dewangga akan menghubungi anda, jika benar orang yang menguntit Anne selama ini adalah dia," saran Federick. Meski Atmaja ragu dengan ucapan Federick, tapi pria tua yang duduk di kursi roda itu yakin satu hal. Jika dulu Dewangga bisa khilaf karena kemarahannya pada Atmaja, hari ini dia pasti akan menyesali tengah membunuh anak dari wanita yang dicintainya. Karena Dewangga hanya terlalu mencintai. "Ada perkembangan informasi dari Surabaya?" tanya Atmaja. "Barusan, se
"Jadi, Kakek, menginap dimana nanti malam?" tanya Anne."Bolehkah, aku ikut bersamamu, Ann?" tanya Dewangga parau.Anne terkesiap, bukan maksud hati menolak, tapi keadaan dirinya saja hari ini sedang ditawan oleh Raka. Mana mungkin Raka mengijinkan ada orang asing bersama mereka. Entah kenapa Anne merasa bisa langsung akrab dengan kakek ini, padahal hari ini adalah pertemuan pertama mereka. Anne terdiam, dia menghela napas panjang."Apa kamu keberatan, Ann?" tanya Dewangga pelan."Bu-bukan begitu, Kakek. Tapi ....""Aku yang keberatan," sahut Raka seraya berjalan mendekat."Sudah kuduga," cibir Dewangga.Dewangga selama ini mengawasi Anne tentu saja sangat tahu detil apa yang sesungguhnya terjadi. Benar, pria tua ini bukan secara kebetulan bertemu dengan Anne di pantai senggigi, melainkan dia sengaja mengikuti Raka dan Anne.Tidak ada satu peristiwa pun yang terlewat dari pengamatan pria tua ini, ketika anak buahnya mengaba
"Mereka sudah ditemukan, Finn?" tanya Hanzel penasaran.Keduanya berjalan ke parkiran dengan terburu-buru karena rasa penasaran telah mendera mereka tentang keberadaan Anne yang sudah 4 hari ini hilang belum di temukan jejak keberadaannya.Finn menarik lengan Hanzel, mengajak berjalan lebih cepat menuju mobilnya ketika mereka sudah sampai di tempat mereka memarkirkan mobil."Ann, hari ini aku akan menemukanmu," gumam Hanzel berharap.Lumpia dan beberapa makanan lain yang tadi dia beli di geletakkan begitu saja di jok belakang. Rasa penasaran telah mengalahkan rasa lapar yang tadi terasa membuncah ingin segera diberi makan."Gue harap setidaknya jejaknya telah ditemukan, Hanz. Mereka jelaskan detilnya di hotel," jawab Finn.Hanzel mengangguk. Mereka meluncur meninggalkan tugu pahlawan Surabaya, kembali menuju hotel. Hanzel begitu berharap jejak Anne telah ditemukan, setidaknya bisa melanjutkan pencarian dengan pasti. Tidak hanya sekedar