***"Hmmm."Arka membuka matanya secara perlahan, dan yang pertama kali dia lihat adalah Aludra yang tidur persis di depannya dengan alas tangan dirinya yang menjadi perantara diantara kepala Aludra dan bantal.Setelah mandi subuh tadi, keduanya tidur kembali lalu bangun pukul lima subuh untuk menunaikan kewajiban mereka dan kembali tidur lalu kali ini, tepat ketika jarum jam menunjukkan pukul enam pagi, Arka kembali bangun lebih dulu."Cantik," puji Arka ketika dia memandangi wajah polos Aludra yang masih tertidur lelap. Dia mengulurkan tangan kirinya lalu menyelipkan anak rambut yang sempat menghalangi wajah cantik Aludra ke belakang telinganya.Untuk beberapa detik, Arka terus memandangi Aludra, hingga tak berselang lama dia menarik tangan kanannya yang sudah terasa kebas."Pegal juga," ucap Arka sambil melemaskan tangan kanannya.Alih-alih membangunkan Aludra, Arka justru beranjak secara diam-diam dari kasur. Menutupi tubuh Aludra dengan selimut, dia bergegas menuju kamar mandi un
***"Gimana?"Arka yang sedang melanjutkan kegiatannya membuat nasi goreng, lantas menoleh ketika pertanyaan tersebut dilontarkan untuknya.Bukan dari Aludra, pertanyaan tersebut berasal dari sang Aksa—sang kakak yang kini bersandar di meja yang tadi ditempati Aludra, karena sekarang Aludra sedang berada di kamar bersama Azura—putri Aksa, setelah balita itu tiba-tiba saja merengek ingin digendong Aludra."Gimana apanya?" tanya Arka, sementara tangannya tak berhenti bergerak mengaduk nasi goreng."Hubungan kamu sama Alula, sekarang gimana?" tanya Arka. "Kakak harap enggak ada drama seperti pernikahan kakak sama Ananta dulu."Arka terkekeh. "Ya enggaklah, aku kan bukan kakak," ucapnya. "Aku enggak pernah kasar sama perempuan.""Percaya kalau itu," ucap Aksa. Dia menegakkan posisi duduknya. "Maksud kakak, sebelum menikah Papa pernah cerita kalau kamu sempat mau mundur karena Alula nolak perjodohan kalian. Sekarang gimana dia? Udah nerima kamu, kan? Dia enggak bersikap seperti kakak dulu
***"Pesan apa bikin aja ya."Sudah hampir sepuluh menit Aludra berjongkok di depan kulkas yang terbuka—memandangi bahan makanan di sana sambil berpikir untuk memasak atau membeli saja makanan untuk dibawa ke kantor Arka siang nanti.Masih pukul sepuluh pagi, tapi Aludra sudah mengakhiri rebahannya ketika dia ingat akan janji pada Arka tadi pagi untuk datang ke kantor siang nanti.Tak mungkin datang dengan tangan kosong, Aludra langsung terpikir untuk membawa makan siang—layaknya istri lain pada umumnya yang selalu membawakan makan siang untuk sang suami di kantor.Namun, masalahnya sampai detik ini Aludra bingung. Membeli makanan jadi atau membuat sendiri makan siang untuk sang suami?"Kata mama, masakan istri sendiri itu biasanya lebih dinikmati sama si suami," gumam Aludra. Tapi itu kalau istrinya jago masak! Aku? Boro-boro jago. Megang wajan aja bisa dihitung dengan jari."Aludra mengulurkan tangannya—menyantuh kotak putih berisi ayam potong yang semalam sudah dia bumbui bersama A
***"Gimana, enak enggak?"Aludra meletakkan kedua tangannya di meja kerja, sementara Arka mulai menyantap makanan yang dia bawa setelah beberapa menit lalu, Aludra diantar langsung ke ruangan Arka oleh sang papa mertua."Sebentar," pinta Arka. Pelan, dia mulai mengunyah makanannya untuk meresapi rasa dari masakan yang dibuat Aludra, hingga selang beberapa detik, lengkungan senyum tipis terukir. "Enak.""Serius?!" Seperti mendapat lotre, wajah Aludra terlihat begitu antusias ketika pujian itu dilontarkan Arka, karena jujur saja dia sempat merasa tak percaya diri dengan makanan yang dia buat. "Beneran rasanya enak?!"Arka mengangguk. "Iya enak," jawabnya. "Ayamnya pas, udah matang. Sayurannya juga enak, kurang gula dikit.""Wah bagus deh kalau gitu," kata Aludra. "Enggak sia-sia aku masak sambil nonton youtube. Ada hasilnya juga.""Tapi ini seriusan kan kamu masak sendiri?" tanya Arka meyakinkan. Pasalnya, untuk sekelas Aludra yang baru saja belajar memasak, makanan yang dia makan terb
***"Lu, coba lihat aku bawa siapa?"Aludra yang semula tiduran di sofa sambil menonton drama korea segera mengubah posisinya menjadi duduk ketika suara Arka terdengar dari depan. Aludra menoleh, dan tak berselang lama Arka datang sambil membawa balita laki-laki di gendongannya setelah tadi berpamitan keluar untuk berjalan-jalan pagi di hari minggu yang cerah."Itu anak siapa?" tanya Aludra."Lupa?" tanya Arka. Membawa balita tersebut mendekat, Arka duduk di samping Aludra. "Ini Danial, anaknya Kak Aksa.""Owalah," jawab Aludra. Dia kemudian mengukir senyum lalu mencubit pipi gembul balita yang terlihat menggemaskan tersebut. "Halo Danial. Ganteng banget sih kamu, kaya bapaknya.""Gimana Lu?" tanya Arka yang cukup janggal dengan kata terakhir yang diucapkan Aludra.Tanpa rasa bersalah atau apapun, Aludra mendongak—menatap Arka yang kini juga tengah menatapnya sambil menaikkan sebelah alis. "Ganteng," ucap Aludra."Kaya?""Kaya bapaknya," jawab Aludra polos."Jadi bapaknya ganteng?"
***"Itu beneran aman, kan?"Sekali lagi, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra setelah Arka mendudukan Azura juga Danial pada carseat yang dipasang di jok belakang mobil.Sesuai rencana, mereka akan pergi ke mall hari ini untuk mengajak dua balita gemas itu bermain."Aman, Lu. Kan itu emang diperuntukan untuk bayi," jawab Arka."Kalau kamu injak rem mendadak, mereka bakalan jatuh ke depan enggak?" tanya Aludra yang membuat Arka terkekeh."Enggaklah, kan pake sabuk pengaman," jawab Arka. "Udah kamu tenang aja, mereka aman.""Ya udah," kata Aludra. Dia kemudian mengukir senyum pada kedua keponakannya yang kini nyaman duduk di carseat mereka masing-masing. "Kalian jangan gerak-gerak ya, duduk aja yang manis.""Iya aunty."Bukan berasal dari si kembar, jawaban tersebut dilontarkan Arka yang kini mulai memasang safetybeltnya. Sebelum melajukan range rover putih miliknya, dia mencondongkan badan ke arah Aludra lalu tanpa ragu dia memasangkan safetybelt untuk perempuan itu."Pake safetybel
***"Makannya yang benar ih, masa belepotan gitu."Beristirahat setelah mengajak si kembar bermain di hamparan bola, Aludra dan Arka duduk di pinggir sambil menyantap burger, sementara Danial dan Azura masih bersemangat merangkak ke sana kemari."Belepotan apanya?" tanya Aludra dingin. Padahal, kini di sudut bibirnya terdapat mayonaise yang tak sengaja keluar dari dalam burger yang dia gigit."Belepotan ini." Tak memakai tisu, Arka mengelap langsung noda di sudut bibir Aludra menggunakan punggung tangannya lalu menunjukkan mayonaise yang berpindah—menempel di tangannya. "Nih, belepotan.""Oh itu," kata Aludra—refleks mengelap sudut bibirnya yang sudah bersih. "Maaf, aku lapar soalnya."Arka berdecak lalu kembali memperhatikan dua keponakannya yang masih anteung sambil melanjutkan kegiatannya menyantap burger hingga tak lama dia merasakan sesuatu yang aneh."Lu," panggil Arka pada Aludra yang sedang meneguk air putih dari dalam botol setelah burgernya habis."Kenapa?""Aku mau ke kamar
***"Lu aku enggak sengaja."Menunda tujuan awalnya ke pos keamanan, Arka mengejar Aludra lebih dulu lalu meraih bahu gadis itu ketika jarak mereka sudah dekat.Aludra yang berjalan sambil terisak langsung berhenti ketika telapak tangan Arka mendarat di bahu kanannya. Membalikkan badan, dia menunduk—tak berani menatap Arka."Aku enggak sengaja, maaf," ucap Arka. "Aku panik.""Aku juga enggak sengaja," lirih Aludra—masih terisak. "Aku enggak tau kalau Danial bakalan hilang, aku enggak bermak-""Ya udah kita ke pos keamanan," ajak Arka.Setelah itu dia meraih tangan Aludra—berniat untuk menuntunnya menuju pos keamanan. Namun, uluran tangan Arka tak disambut karena yang dilakukan Aludra sekarang justru melangkah lebih dulu sambil mengelap jejak-jejak air mata yang membasahi pipinya.Tak langsung melangkah, Arka menghela napas pelan sambil memandangi punggung Aludra sebelum akhirnya dia menyusul.Tiba di pos keamanan, Arka langsung meminta tolong satpam yang berjaga untuk mengumumkan tent
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu