***"Buka mulutnya yang gede."Untuk yang kesekian kalinya, Aludra mengulurkan sendok berisi ayam balado pada Arka yang saat ini duduk bersandar untuk menyantap makan malam sebelum meminum obat.Arka memang marah besar setelah Aludra berbohong, tapi nyatanya marah itu tak mampu bertahan lama karena setelah ciuman mereka beberapa menit lalu yang dipergoki perawat, Aludra dan Arka kembali berdamai.Tentunya dengan syarat; Aludra tak boleh lagi berbohong seperti tadi. Sesepele apapun masalahnya, Aludra harus bilang pada Arka karena sekali lagi Arka menegaskan jika kejujuran adalah kunci utama sebuah rumah tangga bisa berjalan dengan mulus.Yeah, Arka sangat marah ketika Aludra berbohong dengan tak bilang yang sebenarnya tentang makan siang dia dan Damar, tanpa tahu jika di balik semua itu nyatanya ada kebohongan yang bahkan jauh lebih besar.Bukan hanya Arka, semua orang pun tertipu dengan kelakuan Aludra dan Alula, kecuali Damar yang tahu semuanya.Dan tentu saja—setelah mengetahui baga
***"Jadi maksud kamu, yang selama ini Kakak aku incar itu bukan Alula?"Damar menganggukkan kepalanya ketika pertanyaan tersebut dilontarkan Raina—setelah dirinya menjelaskan semua yang terjadi diantara Aludra dan Alula.Tak peduli Aludra akan marah karena dia membongkar semuanya pada Raina, yang jelas Damar ingin melindungi sahabat sekaligus orang yang dia cintai.Demi apapun, kalau sampai terjadi sesuatu pada Aludra, Damar akan merasa sangat bersalah."Yes, of course," jawab Damar. Tak lagi duduk di depan Raina, sejak beberapa menit lalu Damar sudah berpindah tempat—duduk di sebuah sofa single yang berada di samping kanan Raina agar mudah menunjukkan bukti jika perempuan yang selama ini diserang Rania juga sedang coba dicelakai Raina adalah Aludra, bukan Alula yang mereka cari.Dan sejauh ini Damar cukup bersyukur karena selama menunjukkan bukti, Raina terlihat cukup percaya dengan apa yang dia katakan."Dia Aludra Raveena Pratama, gadis yang bahkan enggak tahu apa-apa dengan semua
***"Kalau begitu saya pamit. Good luck dan jangan salah orang lagi. Yang terpenting, enggak ada serang Aludra. Sekali lagi kamu buat dia lecet kaya tadi siang, saya bakar apartemen kamu.""Hm, thank you buat informasinya."Damar memandang Raina. "Jadi kapan kamu berangkat?" tanyanya."Ke London?" tanya Raina. "Tentu aja secepatnya. Aku bukan orang yang suka menunda.""Ya sudah," jawab Damar. Satu jam lebih mengobrol bersama Raina di ruang tamu, dia akhirnya beranjak dari sofa empuk yang sejak tadi didudukinya. "Saya pamit pulang.""Silakan," kata Raina. Ikut beranjak, dia mengantar Damar sampai ke pintu."Saya bantu kamu bukan berarti saya menghalalkan kamu menyakiti Alula secara fisik," kata Damar sebelum benar-benar pergi. "Jangan lukain Alula juga di sana.""Hm." Raina bergumam pelan. "Sana pulang.""Ck, tidak tahu berterima kasih," celetuk Damar.Alih-alih menyauti ucapan Damar, Raina justru menutup pintu apartemennya lalu masuk dan menghempaskan tubuh di sofa, sementara Damar be
***"Ish, kamu kenapa sih Alula?"Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi di London hari ini. Alih-alih bersiap untuk segera ke kampus, Alula justru masih sibuk bergelut dengan selimutnya.Bangun sejak setengah jam lalu, Alula rasanya enggan beranjak meninggalkan kasurnya setelah mimpi aneh tiba-tiba saja menghampirinya semalam.Dua bulan tak pernah bertemu setelah pesta pernikahan waktu itu, malam ini—untuk kali pertama, Alula tiba-tiba saja memimpikan Arka, suaminya.Di dalam mimpi itu, Alula yang memakai gaun selutut pergi makam malam bersama Arka yang tampan dengan tuxedonya. Mereka makan bersama bahkan berdansa lalu berciuman.Alula tak paham kenapa mimpi itu tiba-tiba saja menghampirinya. Namun, yang jelas sekarang jantungnya tak aman. Sejak bangun tidur sampai sekarang Alula terus memikirkan Arka bahkan mulutnya beberapa kali menggumamkan nama pria itu."Aneh, kenapa sih aku tiba-tiba mimpiin Arka?" tanya Alula sambil memandangi putihnya langit-langit kamar apartemen yang
***"Ganteng banget kamu, Mas. Makin ke sini makin ganteng."Sekali lagi pujian itu dilontarkan Aludra pada Arka yang hari ini memang terlihat berbeda dari biasanya.Seminggu lebih selalu memakai pakaian pasien, siang ini Arka terlihat cukup modis dengan sweater coklat yang dia pakai juga celana jeans yang melekat di tubuhnya. Sebagai pemanis, Aludra bahkan sengaja memakaikan topi untuk Arka."Gombal?" tanya Arka."Aku serius," kata Aludra. Dia yang sekarang duduk di sofa—berhadapan dengan Arka yang duduk di kursi roda, sekali lagi mengalihkan perhatiannya ke arah pintu. "Kak Aksa lama ya.""Mungkin antri."Kondisi membaik, hari ini Arka bisa pulang dan melanjutkan pemulihannya di rumah lalu minggu depan dan seterusnya harus rutin ke rumah sakit untuk menjalani terapi bersama terapis handal di rumah sakit tersebut yang kebetulan sahabat Aksa bahkan bertetangga dengan Arka di perumahan.Adryan namanya. Terapis muda yang dulu juga pernah menyembuhkan Ananta dari kelumpuhan dalam jangka
***"Ya udah kalau gitu Lulu bawa Mas Arka ke kamar dulu ya, Ma. Kata dokter harus banyak istirahat.""Iya, Lu."Setelah mengobrol sambil makan bersama di pinggir kolam renang, Alula kini mendorong kursi roda yang diduduki Arka masuk ke dalam rumah karena memang hari sudah mulai sore dan sejak pulang dari rumah sakit, Arka belum sempat beristirahat."Kamar kita untuk sementara waktu di sini ya, Mas," kata Aludra ketika dia membuka pintu kamar di lantai satu yang letaknya berada di dekat tangga. "Nanti kalau kamu udah sembuh, kita pindah lagi ke atas.""Iya, Lu."Sebenarnya Arka bisa saja tetap tidur di kamar atas dengan bantuan Joe yang siap menggendong Arka naik atau turun tangga karena badan pria itu memang besar.Namun, tentu saja Aludra memikirkan perasaan Arka. Dia takut suaminya merasa risih karena memang Arka selalu berkata jika dia tak mau terlalu merepotkan orang lain."Minum obat dulu," kata Aludra setelah dirinya duduk di pinggir kasur sementara Arka duduk di depannya. "Mau
***"Enggak tega ya?"Aludra menoleh ketika sebuah pertanyaan tiba-tiba saja terlontar dari mulut seorang perempuan yang datang sambil menggendong balita di tangannya. Agatha. Dia istri dari terapis yang kini sedang menangani Arka."Eh Kak Agatha," panggil Audra sambil mengukir senyum. "Iya Kak, enggak tega banget. Kaya sakit gitu ya.""Begitulah," kata Agatha. "Semoga cepet sembuh ya, dulu juga Ananta enggak lama.""Aamiin, Mbak."Sesuai kesepakatan di awal, selain jadwal terapi di rumah sakit yang dilaksanakan hari rabu, setiap sabtu sore Arka melakukan terapi tambahan di rumah Adryan karena memang di rumahnya dia sengaja menyediakan beberapa alat penopang yang bisa digunakan untuk berlatih jalan seperti yang sedang dilakukan Arka.Terhitung, hari ini sudah empat kali Arka melakukan terapi di rumah Adryan dan itu berarti sudah satu bulan lamanya Arka tak bisa berjalan.Bagi orang lain mungkin waktu sebulan adalah waktu sebentar, tapi bagi Arka waktu tersebut adalah waktu yang lama n
***"Aku ke dapur dulu ya ambil minum, Bi Minah kayanya di kamar."Setelah mempersilakan tamunya masuk, Aludra berpamitan ke dapur—mengambil minum juga kudapan untuk tamu yang sore ini sengaja datang setelah hampir dua minggu lebih tak pernah main.Damar Agra. Tentu saja pria yang sore ini datang ke rumah Aludra adalah Damar—si pria berjasa yang berhasil membuat Raina berhenti mengganggu Aludra sehingga kehidupan Aludra maupun Arka sebulan terakhir ini bisa dibilang cukup aman dan damai."Jangan lama-lama," kata Arka memperingatkan."Iya, Mas."Aludra pergi, Damar dan Arka sempat dilanda kecanggungan untuk beberapa detik, karena memang sejak kejadian itu—ketika Aludra dan Damar makan siang diam-diam tanpa seizinnya, Arka masih kesal pada sahabat Aludra itu."Gimana sekarang, udah membaik?" Tak suka dengan suasana canggung, Damar buka suara—mengawali pembicaraan dengan Arka yang tetap duduk di kursi rodanya."Seperti yang kamu lihat," kata Arka. "Sampai sekarang saya masih duduk di kur
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu