Rey tersenyum lebar saat mobil yang membawanya dan Julian berhenti di pekarangan sebuah villa berlantai dua. Villa yang sangat mewah dan mahal. Pikir Rey. Tanpa pikir panjang wanita itu turun dan langsung masuk ke dalam villa. Meninggalkan Julian bersama seorang pria yang akan membantunya membawa barang-barang mereka.
"Sepertinya istri Anda antusias sekali," ujar pria paruh baya itu pada Julian."Ya. Begitulah," jawab Julian tersenyum tipis."Dan sepertinya usia Anda dengannya terpaut cukup jauh," kata pria itu lagi namun kali ini Julian tak menanggapinya."Maaf jika saya lancang," kata pria itu merasa tidak enak."Tidak apa-apa.""Tapi, Pak, istri yang lebih muda itu memang sangat menggairahkan," bisik pria itu terkikik geli kemudian berlalu meninggalkan Julian yang seketika membeku di tempatnya.Apa-apaan pria itu?Setelah membereskan semua koper bawaannya dan Rey, Julian mencari eksistensi Rey. Wanita itu ter"Ahh ... Julian ...." Rey sudah tak sanggup lagi menahan desahannya. Sprai tempat tidur itu juga sudah tidak terbentuk karena menjadi pelampiasan tangan Rey. Julian benar-benar sangat lihai mempermainkan tubuhnya. Tanpa sadar kini dirinya sudah tak berbalut apapun lagi. Begitupun dengan Julian.Keduanya kini siap untuk menyatukan diri."Akh!" Dan saat Julian memulainya, Rey memekik kecil merasakan sakit. Pria itu menatap intens wajah Rey. Bukankah seharusnya Rey sudah siap untuk menyambutku? Batin Julian. Sebagai seorang pria yang sudah biasa melakukannya, Julian sangat paham jika saat ini adalah saat yang tepat. Tapi kenapa Rey terlihat kesakitan? Julian kembali melanjutkan aksinya."Akh! Julian, bisakah kau melakukannya perlahan?" tanya Rey dengan raut wajah tidak nyaman. Terlihat sedang menahan sakit setiap kali Julian menekan bukti gairahnya. Dan saat itu Julian sadar jika ini pertama kalinya untuk Rey. "Kenapa? Kau tidak ingin mela
Kebohongan.Rey memulai hubungan cinta yang sempat gagal dengan sebuah kebohongan.Siapa bilang dia menerima tawaran Anita hanya karena dia membutuhkan uang untuk menunjang gaya hidupnya yang glamor?Walau hal itu tidak salah sepenuhnya. Pernah mendengar pepatah yang mengatakan 'Sambil menyelam minum air'? Mungkin pepatah itulah yang menjadi pegangan Rey saat ini.**Flashback**"Ah, sial!" Rey menggerutu kesal. Ternyata cat yang ditumpahkan teman-temannya tadi tidak mudah hilang hingga membuat Rey harus keramas berkali-kali ... ah tunggu, apakah orang jahat seperti mereka pantas disebut teman oleh Rey? Sepertinya tidak. Mereka lebih pantas disebut parasit. Dimana mereka akan menempel pada seseorang yang menurut mereka bisa membawa keuntungan. Namun jika sudah tidak dibutuhkan lagi, mereka akan membuangnya. Sama seperti Rey yang kini telah dibuang oleh mereka karena dirinya sudah tidak berguna lagi.Rey meringis pelan. M
Rey tersenyum lebar melihat lukisannya. Mungkin belum sempurna namun Rey sudah cukup puas dengan hasilnya."Aku akan melanjutkan nanti," gumamnya lalu membereskan perlengkapan lukis yang cukup berantakan di atas meja lipat itu. Rey kemudian masuk ke dalam villa sambil menenteng kanvas dan alat lukisnya.Sampai di dalam Rey melihat sekeliling mencari eksistensi sang suami. Sepi sekali. Sepertinya Julian sedang berada di lantai dua villa itu. Pikir Rey sambil menggidikkan bahunya. Dia harus segera mandi sekarang. Saking antusiasnya ingin melihat matahari terbit, Rey sampai melewatkan mandi pagi. Padahal tubuhnya sudah sangat lengket akibat pergumulan panasnya dengan Julian semalam.Mengingat momen itu sontak membuat pipi Rey memanas. Tersipu malu. Julian yang sedang bergairah terlihat sangat seksi di mata Rey.Ah, sial! Rey malah membayangkannya."Aku harus membersihkan diriku ... dan juga otakku," gerutu Rey memarahi dirinya sendiri namun
Dddrrttt....Ponsel yang baru saja Anita letakkan di atas meja setelah sambungan telponnya dan Julian terputus kembali bergetar. Wanita itu mengambil benda pipih itu lagi. Dia pikir Julian yang menelponnya kembali namun saat melihat nomor tanpa nama di layar ponsel, senyum Anita beransur pudar."Halo," sambutnya ketika menempelkan benda pipih itu di telinganya."Apa benar ini dengan Ibu Anita Artemio?" tanya seorang pria di seberang telpon. "Ya, benar.""Bisakah Anda datang ke kantor polisi sekarang?"Tubuh Anita seketika menegang. Kantor polisi. Kenapa dia tiba-tiba dipanggil ke kantor polisi? "Ada apa ya, Pak? Kenapa saya harus ke kantor polisi?" tanya Anita berusaha untuk tetap tenang. Walau tubuhnya sudah bergetar dan telapak tangannya mulai terasa dingin."Silakan Anda datang terlebih dahulu. Detailnya akan kami jelaskan di kantor."***Suara riuh bunyi telpon dan orang-orang yang sedang
"Kami hanya bertemu untuk membahas urusan pribadi," kata Anita menaruh kembali foto jasad Sinta di atas meja."Benarkah?" tanya Simon.Sebagai seorang polisi, Simon memang dituntut untuk tidak langsung percaya. Harus ada bukti kuat yang mendasari setiap alasan dari para orang-orang yang dicurigai. Sekecil apapun itu karena setiap petunjuk sangat berharga untuk penyelidikan lebih lanjut."Jika Anda tidak percaya, Anda bisa memeriksa CCTV kafe tempat kami bertemu."Simon menghela napas panjang. Ada ketakutan di mata Anita membuatnya yakin jika wanita itu masih memiliki suatu hal yang dia sembunyikan. Namun sulit sekali membuat wanita itu bicara."Jika boleh tahu, hal apa yang kalian bicarakan?" tanya Simon tak pantang arah.Anita tersenyum kecil. "Maaf, tapi itu urusan pribadi. Saya punya hak untuk tetap diam."Ah, sial! Ternyata Anita tahu akan haknya. Simon tersenyum simpul lalu menyandarkan tubuhnya yang terasa sedikit
"Jadi kapan kita mulai?" tanya Julian tidak sabar. Sejak selesai sarapan pria itu terlihat sangat sibuk. Membongkar kopernya lalu mengeluarkan setiap helai baju dan celana yang ada di dalam sana. Ditata di atas tempat tidur berukuran king size."Bagaimana menurutmu, Rey? Yang mana yang harus aku pakai?" tanya Julian menunjuk baju-baju itu.Entah sudah berapa kali pria itu bertanya. Rey yang sejak tadi hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah suaminya menjawab, "Sebenarnya aku malah berniat ingin melukismu tanpa busana."Julian yang sibuk memilih baju seketika berbalik badan menatap Rey dengan wajah kagetnya."Apa? Kau ingin aku jadi model telanjang, begitu?" Rey tertawa kecil. "Memangnya aku semesum itu?" Wanita itu bangkit dari tempat duduknya menuju tempat tidur di mana tumpukan pakaian Julian berada. Dari sekian banyak potongan baju dan celana di sana, celana pendek menjadi pilihan Rey."Pakai ini," katanya menyerahkan
Julian berusaha keras untuk tidak membandingkan Rey dan Anita di saat seperti ini, namun selalu gagal. Setiap kali bersama Rey, Julian akan mengingat Anita. Tapi bukan berarti Julian membayangkan jika Rey adalah Anita. Mungkin rencana dan awalnya begitu. Namun seiring berjalannya waktu semuanya berubah.Wanita yang sekarang bersama Julian adalah Rey. Wanita yang sedang mendesah bersamanya adalah Rey. Dan Julian sadar akan hal itu. Bahkan beberapa kali saat Julian tak lagi sanggup menanggung betapa nikmat penyatuan mereka, maka yang akan keluar dari mulutnya adalah nama Rey bukan Anita lagi.Gila!Ini benar-benar gila. Julian tak lagi bisa memegang janjinya untuk tidak larut dalam pesona Rey. Karena jika sedang bersama Anita, Julian akan tunduk pada permainan sang istri, namun bersama Rey untuk pertama kalinya Julian mendominasi.Julian sangat menyukai bagaimana Rey menatapnya penuh damba seakan Julian telah memberikan seluruh dunia padanya. Tatapa
Tidak ada yang membuka suara sejak mereka; Julian dan Rey keluar dari villa. Rencana bulan madu yang seharusnya berakhir satu minggu lagi justru harus berakhir di hari kedua.Miris. Rey sampai terkekeh kecil seakan meratapi nasibnya sebelum masuk ke dalam mobil yang akan membawa mereka ke bandara. Selama dalam perjalanan Rey memilih tidur agar bisa sedikit melupakan kekesalannya. Julian sendiri pun tak mengatakan apa-apa. Selain karena merasa bersalah pada Rey, dia juga begitu khawatir dengan keadaan Anita hingga pria itu memilih diam saja dengan puluhan pertanyaan bersarang di otaknya.Julian baru membuka suara saat mereka sudah sampai di bandara Alatha dan sekarang dalam perjalanan menuju rumah."Maafkan aku, Rey," ujar Julian.Rey menoleh ke arah Julian. Menarik sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman yang sebenarnya tak ingin dia tampilkan atau dengan kata lain senyuman palsu."Tidak apa-apa. Kita masih punya banyak waktu dan aku masih punya
Sampai Rey meninggalkannya sendirian di sana Anita terus berpikir. Apakah sungguh sikapnya kekanak-kanakan karena cemburu pada Julian? Bagi Anita itu bukan cemburu, dia hanya sedikit posesif terhadap apa yang dimilikinya.Anita hanya punya Julian. Tidak ada yang lain lagi. Bukankah wajar Anita bersikap demikian? Namun dia juga tidak menampik apa yang dikatakan Rey benar.Anita menginginkan anak itu dan tidak seharusnya dia egois seperti ini. Sekarang sudah tidak ada penghalang lagi. Janin--calon anak Anggun--yang sempat menjadi rasa takut terbesar Anita kini telah tiada. Kini Anita bisa memimpin permainan jika Rey benar-benar bisa hamil secepatnya.Wanita itu tersenyum manis sebelum memutuskan untuk bangkit dari sana menuju kamarnya. Kali ini dia tidak akan membiarkan kesempatannya terbuang sia-sia.***Pukul delapan malam Julian tiba di rumah. Anita yang sejak tadi sudah menunggunya menyambut pria itu dengan senyuman hangat. Di sana juga ada Rey yang sedang menikmati cemilan seraya m
Selalu berada di pihak Anita. Hal itu sudah Julian janjikan sejak dulu. Lalu sekarang hanya karena seorang Reyna Anindira, Julian akan mengingkari janjinya?Tidak. Julian tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Anita benar. Rey hanya seorang wanita yang dia jadikan istri untuk melahirkan anak mereka. Tidak lebih dari itu. Julian tidak perlu memperlakukan wanita itu istimewa.Setelah itu Julian benar-benar berubah pada Rey. Jika setiap pagi sebelum berangkat ke kantor Julian akan menawari tumpangan maka mulai hari ini dia membiarkan Rey berangkat sendirian dengan berbagai alasan yang dia pikirkan dari semalam."Aku ada rapat pagi ini. Maaf tidak bisa mengantarmu."Atau...."Anita ingin berkunjung ke kantor jadi aku harus menunggunya dan mungkin itu bisa membuatmu terlambat."Dan masih banyak lagi alasan yang lain yang membuat Rey tak tahu harus berbuat apa. Dan hal itu terjadi berulang kali membuat Rey semakin kesal. Wanita itu tahu jika Julian sedang berusaha menghindarinya. Siapa lag
Julian tersenyum tipis mengingat kenangan pertama kali dia datang di keluarga Artemio. Ajakan Anita untuk bermain dengannya malam itu berakhir dia menjadi teman baik wanita itu. Tak hanya menjadi teman baik, bahkan Julian diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan bersama Anita. Tuan Artemio itu sangat baik. Sungguh. Karena sudi menolong anak seperti Julian. Sebenarnya Tuan Artemio pun punya alasan sendiri kenapa dia menolong Julian. Pertama, karena Julian memiliki bakat yang besar yang sayang jika tidak dikembangkan. Kedua, karena Tuan Artemio punya permintaan khusus yang hanya Julian yang bisa melakukannya.Saat itu Julian merasa sangat beruntung seperti dewa Portuna sedang bersamanya. Namun hal itu tak ingin Julian dapatkan dengan cuma-cuma. Pria kecil itu bersih beras ingin diberi pekerjaan oleh Tuan Artemio."Aku ingin kau menjaga Anita," kata Tuan Artemio membuat kedua alis Julian saling bertaut. Dan itulah alasan kedua Tuan Artemio menolong Julian."Menjaga Anita?" Julian
"Dia anak yang baik dan cerdas," ujar pria itu sambil menatap seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahun yang berjarak lumayan jauh darinya. Anak itu sedang bekerja seperti orang dewasa kebanyakan di pabrik itu. Pria itu kembali menatap lawan bicaranya. "Hanya saja kurang beruntung. Dia lahir dari sepasang pria dan wanita yang tak menginginkannya membuat ia tumbuh besar di panti asuhan.""Lalu kenapa dia bisa berakhir di sini?" tanya lawan bicara pria tadi merasa penasaran."Dia ingin mendapatkan uang dari hasil kerja kerasnya. Itulah yang anak itu katakan padaku saat pertama kali datang kemari."Pria dengan potongan rambut yang hampir gundul itu menghela napas berat sebelum melanjutkan kembali ucapannya. "Sebenarnya aku tidak ingin mempekerjakan dia di sini. Jika sampai ada orang yang tahu aku mempekerjakan anak di bawah umur, aku pasti akan dihukum namun aku juga kasihan pada anak itu."Masih teringat jelas olehnya saat anak laki-la
Rey terbangun saat hari sudah mulai sore. Efek obat yang dia minum sungguh luar biasa. Mampu membuatnya tertidur seharian. Rasa sakit pada kepala wanita itu juga sudah mulai mendingan. Wanita itu memperhatikan keadaan sekitar dengan mata yang masih sayu. Dia sendirian di sana, lalu kemana Julian? Bukankah pria itu mengatakan ingin menjaga Rey? Ada sedikit perasaan kecewa karena Rey tak melihat Julian saat pertama kali membuka matanya. Namun hal itu tidak berlangsung lama."Rey, kau mau ke mana?" tanya Julian yang baru saja datang dengan nampan di tangannya. Perasaan Rey membuncah gembira. Wanita itu menyandarkan tubuhnya di kepala tempat tidur. Menunggu Julian duduk di depannya."Aku baru saja ingin mencarimu." Jawaban untuk pertanyaan Julian tadi.Pria itu tersenyum kecil lalu menyodorkan nampan yang dia bawa tadi pada Rey. "Makanlah! Kau pasti lapar."Rey menganggukkan kepala. Kemudian mulai menyantap bubur ayam yang dibawa Julian untu
Saat kembali ke rumah Rey memilih mengurung diri di dalam kamarnya. Lagi pula di rumah besar itu tidak ada siapa-siapa saat dia datang. Bisa dia tebak suaminya sedang bersenang-senang bersama istri pertamanya meninggalkan Rey sendirian dalam kekacauan."Sial!" Mengingat itu Rey merasa kesal dan marah sendiri.Wanita itu beranjak dari tempat tidur. Ingin membersihkan diri dan pikirannya. Rey merendam tubuhnya yang telanjang ke dalam bathtub yang berisi air hangat. Rasanya nyaman sekali. Ditambah aroma terapi yang menyeruak dari lilin yang dia bakar tadi. Segalanya sempurna. Kenyamanan yang membuat Rey sedikit melupakan kegundahan hatinya.Di tengah Rey menikmati kegiatan itu, samar terdengar pintu kamarnya diketuk. Rey tidak memperdulikan hal itu dan kembali larut menikmati sensasi air hangat yang menyelimuti tubuhnya. Hingga pintu kamar mandi yang memang Rey sengaja tidak menguncinya terbuka. Wanita itu terlonjak kaget menatap sosok yang juga tengah menata
Rasanya Rey ingin menghilang saat ini juga. Bagaimana tidak, sejak dia datang ke meja makan untuk sarapan pemandangan yang membuat hatinya panas sudah terpampang."Beberapa karyawan kita memberikan desain baru. Bagaimana menurutmu?" tanya Julian seraya menunjukkan ponselnya pada Anita."Menurutku ini bagus," jawab Anita menunjuk salah satu desain yang mencuri perhatiannya. Mungkin benar mereka sedang membicarakan hal tentang pekerjaan. Namun cara mereka berbicara serta tubuh yang begitu lengket satu sama lain membuat hal itu menjadi lain.Sesekali Anita melirik Rey. Tatapan mata wanita itu seakan menegaskan kata-katanya kemarin. Di mana Rey harus tahu batasannya.Mungkin mereka memiliki status yang sama sebagai istri Julian. Namun hak dan kewajiban mereka berbeda. Anita jauh lebih memiliki hak terhadap Julian sedangkan Rey hanya pada harta yang diberikan oleh pasangan itu saja."Aku sudah selesai," ujar Rey sudah mulai muak deng
"Kau sudah membeli apa yang kau inginkan?" tanya Anita datang menghampiri Rey. Wanita itu menjawab seraya mengangkat paper bag belanjaannya yang mungkin berjumlah sekitar enam paper bag.Mungkin Rey sedikit terganggu dengan kata-kata Anita tadi, namun hal itu tidak akan mempengaruhi kesenangannya dalam berbelanja. Dia butuh sedikit hiburan setelah dari pemakaman tadi. Rey bukan merasa sangat kehilangan Sinta melainkan dia teringat kembali pada kedua orangtuanya.Setelah puas berbelanja Anita mengajak Rey untuk makan terlebih dahulu. Bukan makan biasa, Anita sampai menyewa ruang VIP restoran itu."Wah! Kau sampai menyewa ruang VIP untuk kita?" tanya Rey dengan matanya yang berbinar."Aku tidak suka jika terlalu banyak orang," jawab Anita yang sedang sibuk memilih menu untuk mereka nikmati."Ya. Aku setuju untuk itu," kata Rey. Pramusaji menawarkan minuman pada mereka. Anita dan Rey kompak mengangguk. Gelas tinggi itu terisi penuh oleh minu
Mobil Julian berhenti tepat di depan kampus Rey. Hari ini wanita itu kembali ke kampus setelah beberapa hari izin dengan alasan urusan keluarga."Aku banyak pekerjaan hari ini, tidak apa-apakan jika kau pulang sendiri?" tanya Julian sebelum Rey keluar dari mobil."Tidak apa-apa," jawab Rey menampilkan senyuman manis membuat Julian tak kuasa menahan diri untuk tidak mencuri satu kecupan singkat di bibir Rey. Mata wanita itu membulat sempurna. "Semangat belajarnya," ujar Julian dalam jarak yang begitu dekat. Bahkan Rey bisa merasakan terpaan napas hangat Julian di kulit wajahnya."Tentu ... suamiku." Rey seakan tidak mau kalah. Dia ikut mencuri satu ciuman singkat di bibir Julian sebelum keluar dari mobil. Aksi yang membuat Julian tidak bisa menyembunyikan senyuman tipisnya. Tersipu."Dasar Reyna," gumamnya lalu menginjak pedal gas, meninggalkan kampus Rey.Rey berjalan dengan santai masuk ke dalam pekarangan kampus. Ingatan terak