Raiden menatap tubuh Xeena yang tengah tertidur pulas. Senyum lembut tersungging di bibir Raiden. Namun perlahan senyum itu berubah datar dengan tatapan dingin.
"Bukankah hidupmu sudah cukup sulit? Kau melaluinya dengan baik hingga aku tak ingin menghancurkannya. Namun jika kau sulit untuk kukendalikan, maka aku harus menghancurkan jalanmu yang lain agar kau tahu jalanmu hanya diriku. Hanya aku!"
Raiden merebahkan tubuhnya di samping tubuh Xeena. Memejamkan matanya perlahan hingga pagi menjemput dengan pelukan Xeena yang erat di tubuhnya. Tidak, Raiden bahkan membuka matanya lebih cepat dari waktu bangunnya karena napasnya yang terasa sesak. Raiden membuka mata dengan melihat kaki Xeena yang telah melingkar di kakinya. Tangan Xeena memeluk tubuhnya erat dengan gumaman pelan dan air liur yang terasa lengket.
Raiden melangkah dengan tatapan tajam pada sekitarnya. Tangannya mulai menghidupkan gps handphone secara cepat. Raiden kian terlihat dingin diantara langkah lebarnya untuk menemukan Xeena. Menatap posisi layar handphone sesaat untuk memastikan keberadaan Xeena."Sial, kenapa mereka secepat itu!" gumam Raiden dengan tekanan penuh emosi.Raiden menghubungi salah satu anak buahnya dan membalikkan badannya sesaat. Menatap lebarnya bandara Paris lalu tersenyum tipis."Dengar, tutup semua penerbangan dari Paris ke London hari ini. Aku tak peduli dengan semua kesulitan karena aku harus menemukan istriku!" perintah Raiden langsung saat teleponnya terhubung.Raiden menutup teleponnya dan kembali melangkah. "Kita lihat, sejauh apa kau mampu mem
L.A at 19 : 05 pm."Agera, lepas!"Xeena berusaha menarik tangannya sebelum akhirnya diam saat melihat beberapa wartawan mulai menghampirinya. Raiden mengenggam erat tangan Xeena untuk selalu berada di sampingnya."Kau ingat perjanjian kita? Kita hanya perlu membuat rumah tangga bahagia yang penuh cinta di depan media."Xeena menatap Raiden jengah. "Kau menyebalkan!""Kau pikir kenapa mereka datang pada kita?"Xeena menoleh, menatap Raiden lama."Itu karena ulahmu! Yang dengan mudahnya bermesraan dengan pria lain di depan umum!"
Hari ini Xeena menikmati coklat hangat dan menatap kolam yang berada tepat di bawah balkon kamarnya. Air yang terlihat tenang itu membuat Xeena terpaku. Bayangan masa lalu saat kebahagian keluarganya itu kembali terbayang. Xeena tersenyum miris mengingat itu semua."Lalu kenapa jika perusahaan itu hancur? Bukankah itu bisa memberi Daddy pelajaran?"Xeena kembali diam saat kata-kata itu begitu mudah meluncur dari bibirnya. Bayangan sosok ibunya yang tersenyum membuat Xeena mengehela napas."Tidak. Perusahaan itu di bangun bersama oleh Daddy dan Mommy. Ya, dan aku harus pulang ke London."Xeena membalikkan badannya dan terpaku saat melihat Tania sudah berdiri di hadapannya. Keluarga Raiden benar-benar aneh di mata Xeena. Tak ada m
Xeena melangkah yakin meninggalkan halaman keluarga Calisto. Menyeret kopernya lalu menaiki sebuah taxi. Ia hanya menatap Raiden yang meneriaki namanya. Senyum tipis Xeena tersungging."Aku lelah dengan semua hal yang berkaitan denganmu, Agera. Aku bukan bonekamu yang bisa menuruti semua perintahmu!"Xeena sampai di bandara lalu melangkah yakin. Berdiri untuk membeli tiket dan kembali terpaku saat tak ada satu penerbangan pun yang mau menerimanya."Aozora Xeena Calisto! Hah, aku lupa jika identitasku telah berganti dengan embel-embel namanya!"Xeena menyeret kopernya dan duduk di salah satu bangku. Menatap paspornya yang sama sekali tak berlaku. Xeena menggeram kesal dengan semua hal yang telah ia lakukan selama ini.
Rex menggandeng tangan Xeena saat turun dari pesawat. Xeena terlihat bahagia karena telah kembali pulang ke London. Bahkan Xeena tak lagi memikirkan Raiden hingga Xeena tak menolak saat Rex menggandeng tangannya. Mereka sama-sama tersenyum dan melangkah beriringan. Beberapa mata menatap kebersamaan mereka dan mulai membicarakannya. Namun hal itu membuat Rex tersenyum dan kian erat menggenggam erat tangan Xeena."Benar, harusnya kita seperti ini. Berjalan bersama dengan penuh bahagia. Harusnya kau tetap di sisiku dan aku akan melindungimu selama hidupku." ucap Rex dalam hati saat melihat senyum Xeena yang terkembang.Mereka menuju mobil dan melaju menuju apartemen. Xeena menatap gedung tinggi lalu menatap Rex yang masih menarik tangannya. Xeena tersenyum kecil mengingat kejadian saat pertama kali mereka bertemu. Siapa yang
"Kau tahu? Malam ini entah kenapa, rasanya tubuhku panas bagai terbakar."Raiden melangkah dan melewati Rex begitu saja. Melihat Xeena yang terusik pelan membuat Rex maju."Apakah kau tak bisa menunggu hingga esok?""Tidak!""Dia tengah tidur, Raiden!""Lalu kenapa jika dia tidur?""Biarkan dia istirahat dengan nyaman!"Raiden mendengus. "Dia akan nyaman jika bersamaku!"Rex mengikuti langkah Raiden yang terus melangkah. "Raiden...! Raiden...!""Diam! Aku membawa Istriku da
Xeena turun dari mobil dengan tatapan kaget. Altar merah dengan seluruh media di sisi kanan dan kirinya membuat Xeena tak nyaman. Raiden yang tahu akan hal itu tersenyum lembut dan meraih tangan Xeena lembut dalam genggamannya. Raiden melangkah diikuti Xeena yang tak jauh darinya. Seluruh media berkumpul dengan cepat saat tatapan Xeena tertuju pada mereka."Mr. Raiden, bisakah anda jelaskan kedekatan hubungan Istri anda dengan Mr. Rex dari keluarga Acacio? ""Apakah mereka menjalin kasih di belakang anda?""Apakah Istri anda benar-benar selingkuh?""Kami melihat Istri an
"Bukankah sudah aku katakan? Kehadiranmu merupakan masalah! Untukku dan untuk semua orang yang berada di sekitarmu. Kau tahu kenapa? Karena kau hanya akan hidup di sangkar emasku!"Xeena termenung mengingat kata-kata Raiden empat bulan yang lalu. Hatinya terluka sangat dalam dengan semua hal yang Raiden lakukan. Xeena kian sadar bahwa Raiden rela melakukan apapun untuk kepuasan hatinya. Dan Xeena salah jika menganggap Raiden hanya akan melewatkannya begitu saja. Xeena salah karena menyetujui kontrak itu."Dia mengerikan. Dia tak bisa ditebak. Dia merampas hal-hal yang kumiliki secara pelan. Dan aku hanya bisa diam," Xeena menghela napas kasar mengingat wajah Raiden."Aku benar-benar terkurung bersamanya. Dia tak mengijinkan aku melakukan hal-hal yang kusukai. Aku hidu
Bukankah cinta itu benar-benar nyata keindahannya? Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu menyebut namanya meski matanya tak pernah tertuju pada kita. Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu bersikap tegar dan berdiri dengan senyum dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Meski itu luka, meski itu air mata dan meski itu derita yang ia tawarkan.Aku, Aozora Xeena Gilhive, aku akhiri kisahku dengan goresan tinta emas yang ia suguhkan. Segala kemewahan dan sangkar emas yang ia tawarkan padaku hingga mematahkan sayapku untuk terbang. Dia, tetap seakan tak tersentuh dan tetap utuh layaknya salju yang tak akan mencair meski di musim panas.Aku tak ingin seperti ini. Sendiri dan sepi. Hingga aku memutuskan untuk meraihnya dalam sangkar emas yang ia ciptakan. Aku akan m
Satu tahun kemudian semua kehidupan seakan berubah. Banyak hal yang terjadi hingga kebahagiaan begitu terpancar di wajah mereka. Rex tersenyum penuh sayang saat mata itu kecil yang bening itu menatapnya tanpa berkedip."Panggil aku Daddy." Rex menatap bayi laki-laki yang tengah menatapnya.Xeena menggeleng dan mengusap rambut anak kecil tersebut. "Kau membuatnya takut, Rex."Rex tersenyum. "Kau dengar kan jagoan? Panggil aku Daddy karena aku adalah Daddymu.""Omong kosong apa yang kau katakan pada Putraku, Rex!" potong Raiden tiba-tiba saat Raiden baru saja pulang dan mendengar semua kata-kata Rex.Rex menoleh. "Kenapa? Bukankah itu benar? Dia sangat mirip denganku." Rex menggendong
Raiden melangkah pelan lalu kemudian mempercepat langkahnya. Xeena yang melihat itu berlari mempersempit jarak di antara mereka. Saat Raiden merentangkan kedua tangannya, Xeena masuk dalam pelukan Raiden. Mereka saling memeluk erat tanpa memperhatikan sekitarnya.Tak ada kata yang terucap. Keduanya saling diam hingga mereka kembali duduk di sebuah cafe dan saling berhadapan. Raiden tersenyum tipis dan menatap mata Xeena lekat."Kenapa kau menyusulku?" tanya Raiden memecah kebisuan."Itu,"Xeena diam dan tak melanjutkan kata-katanya. Apa yang harus ia katakan? Bukankah aneh jika ia langsung mengatakan bahwa dirinya mencintai Riaden.
Raiden menatap tiket pesawat di tangannya lalu membalikkan badannya. Duduk di bangku antrian dan menatap kosong di depan."Semua telah berakhir, Raiden. Semua telah berakhir. Kau dapatkan apa yang kau tuai," batin Raiden.***Sedangkan di dalam pesta. Xeena menoleh kebelakang saat sosok Raiden berjalan gontai meninggalkan pestanya. Xeena terpaku pada kotak cincin yang berada di lantai tak jauh darinya. Xeena melangkah dan memungut kotak itu. Membukanya dan menatap lama."Agera," ucap Xeena lirih."Kau menyesali keputusanmu?" tanya Rex jelas.Xeena menoleh dan mencoba menyembunyikan kotak cincin d
Xeena menutup pintu kamarnya dan memegang dadanya. Detak jantungnya bahkan belum berdetak normal semenjak ia bertemu Raiden. Sangat tak disangka, Raiden menautkan tangannya erat. Hal itu membuat hati Xeena terenyuh. Xeena menatap tangannya, pada sebuah cincin pernikahan yang masih terpasang di jarinya."Kau datang lebih cepat dari yang aku pikirkan. Dan kita bertemu lebih cepat dari yang aku duga."Xeena Bejalan menuju meja riasnya dan melepaskan cincin di jarinya. "Tidak. Semua telah berakhir. Aku telah berusaha selama ini. Dan aku harus kuat di depan matamu. Bahwa kau memang sudah tak berarti di hidupku!"Xeena diam sesaat, menetralkan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Ini sudah sangat lama, usaha yang Xeena lakukan untuk melupakan Raiden terlihat sia-sia hari ini. Nyatanya
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu. Raiden terpuruk dalam rasa kehilangan. Hatinya merasa kosong sejak ia tak dapat menemukan Xeena. Raiden bahkan membayar beberapa orang mencari keberadaan Xeena di London namun tak ada yang dapat menemukan Xeena. Xeena menghilang dan tak ada satupun yang bisa menghubunginya.Berkali-kali Raiden mendatangi Violette dan Nathan namun nyatanya mereka berdua bungkam. Ketakutan Raiden semakin menjadi saat Rex ikut menghilang bersamaan dengan hilangnya Xeena. Ancaman yang Rex berikan selalu terngiang di telinga Raiden. Hal itu membuat Raiden tak dapat hidup dengan tenang.Seperti malam ini, Raiden terjaga dari tidurnya dan duduk termangu dengan segelas wine di tangannya. Ingatannya kembali pada masa saat tangannya menggenggam tangan Xeena."Na, aku
Raiden tertunduk lesu dan berpikir. Menimbang semua pilihan dan dampak untuk hidupnya. Sekilas wajah Xeena terbanyang, senyum itu, tawa itu, akankah dia akan merindukannya?""Tidak, kontrak itu masih berjalan. Keluarga Xeena tak akan mampu membayar denda yang aku minta." ucap Raiden dalam hati."Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Raiden lirih.Michael tertawa. "Kenapa kau lakukan itu pada Anakku?"Raiden mendongak mendapati pertanyaan yang sama. "Aku tak tahu apa maksudmu,""Jangan berpura-pura lagi. Kau tak pernah menikah dengan anakku! Semua hanya kontrak!"Deg! Mata Raiden terbelalak sesaat. Pandangannya luruh dengan tawa ke
Satu minggu setelah pertengkaran itu, Raiden terlihat sangat sibuk. Xeena pun terlihat sama. Pagi ini, Raiden menatap menu sarapan paginya yang dibuatkan oleh Xeena. Raiden duduk di meja makan dan menatap Xeena yang terlihat menikmati makanannya tanpa sepatah kata pun."Aku minta maaf," ucap Raiden dingin memecah kebisuan.Xeena mendongak, menatap Raiden sesaat lalu kembali pada makanannya..Merasa tak ada tanggapan, Raiden menatap Xeena lama. "Kau tak dengar?""..." Xeena tetap diam."Jangan mendiamkan aku Xeena! Kau seperti orang bisu yang tak bisa bicara! Kau bahkan sudah mengabaikanku selama satu minggu!"Xeena meletakkan sendok
Raiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kata-kata rex terngiang jelas di telinganya."Tidak!Dia hanya milikku." batin Raiden keras. Raiden mendesah kasar dan berpikir lagi secara logis. "Bukankah ini yang aku mau? Aku tak inginkan Xeena berada di sisiku. Tapi aku juga tak ingin Xeena menjadi milik siapa pun. Aku tak ingin ada satu orangpun memiliki dirinya."Raiden terus saja berpikir tanpa memperhatikan semua hal yang Rebecca bicarakan. Hatinya terasa nyeri saat membayangkan xeena tersenyum dalam pelukan Rex. "Haruskah aku melepaskanmu? Bukankah ini yang aku inginkan. Aku sangat yakin bahwa ini yang aku inginkan. Aku tak ingin ada cinta di hatimu, aku tak ingin kau memiliki perasaan itu. Karena kita hanya sebatas kontrak. Ya, kita hanya sebatas kontrak. Dan hal yang kulakukan