Tau nggak sih, waktu nulis chapter ini aku tuh deg-degan gara-gara mikir, gila ini Ibu Dewi aja backgroundnya seprivat ini, bakal gimana nanti nulis tentang cerita anak-anak Sastrowilogo lainnya? Eh, anyway... anaknya Bu Dewi ada satu. Laki-laki. Ganteng, namanya juga ganteng banget menurut author. Reveal lengkapnya nanti aja ya klo udah yakin garapan cerita Sastrowilogo seri 1, hehe Happy reading all!
“Ela, semuanya sudah beres? Semuanya sudah aman dan standby di posisi masing-masing, ya?” Dari walkie-talkie Ela mendengar suara Mbak Rengganis memonitor persiapan soirée malam ini. Dirinya telah sibuk sejak kemarin malam dan semakin menggila sejak tadi pagi. Mulai dari mengurus floral arrangement, mempersiapkan tim valet dan koordinasi dengan keamanan setempat untuk parkir para tamu undangan yang diperkirakan akan memakan tempat, lalu mondar-mandir mengurus catering, memastikan kehadiran para tamu RSVP serta menunggu dan mengawasi personel serta tim string quartet sebagai entertainment yang sedang beberapa jam lalu mempersiapkan alat musik mereka dan membawa masuk cello, violin hingga viola cases ke dalam kediaman Bu Dewi dan Pak Bima di kawasan Menteng. Satu hal yang Ela syukuri, tim Mas Sultan dibantu dengan timnya Nero berhasil masuk sebagai jajaran tim security soirée ini. Mereka pula yang memastikan jika tak ada kasak kusuk dari tim media atau pers yang berlalu lalang di depan
Dengan mata elangnya, Ela mengawasi jalannya soirée yang tengah berlangsung secara hangat dan intimate. Tentu karena para tamu undangan saling mengenal satu sama lain, sehingga suasana menjadi cair. Pak Wayan pun kini sudah berbaur dengan beberapa laki-laki yang sebagian besar adalah klien Pak Wayan dan sudah memiliki koleksi seniman itu di rumah mereka masing-masing. Sedangkan Anyelir… well, Ela hanya sekilas melihatnya sebelum perempuan misterius itu kembali menghilang setelah menyapa Bu Dewi. Bu Dewi serta Pak Bima selaku tuan rumah menyambut hangat para tamu yang sejak tadi tak surut mengelilingi mereka. Para anggota keluarga Sastrowilogo juga beberapa tiba dan bercengkrama satu sama lain. Namun yang cukup membuat kaget Ela adalah kedatangan Pak Abisena Sastrowilogo–kepala keluarga Sastrowilogo yang kini telah memasuki usia senja. Abisena Sastrowilogo datang dengan kursi roda yang dituntun oleh ajudan kepercayaannya. Di belakangnya ada dua pasang Sastrowilogo seumuran Bu Dewi y
Kembali riuh rendah tepuk tangan menghiasi sudut rumah ini selepas pidato singkat namun cukup padat dari Bu Dewi that serve as a steering committee and the owner of the gallery. Namun sebelum turun dari podium, beliau kembali mengambil mic dan mengucapkan beberapa patah kata yang rupanya belum tersampaikan tadi.“And one more thing, I would welcome our artists to come and give their short speech to greet our guests, yes?” tanya Bu Dewi sambil menatap ke arah Pak Wayan dan Anyelir yang akhirnya telah kembali berdiri bersebelahan Pak Wayan dan Rengganis.Kedua seniman tersebut menganggukkan kepa
DIPTADrama yang sedang bergulir dalam soirée ini membuat Dipta saling beradu tatap dengan Mas Sultan. Mereka berdua masih mencari celah dan situasi terbaik untuk masuk dan berbicara dengan Tedjo Sutikno demi tujuan utama mereka malam ini.“Kita tunggu Darius dan Nero. They should arrive soon,” ungkap Mas Sultan yang bersedekap di sampingnya.Dipta mengangguk pelan sambil memperhatikan kerumunan yang mulai menyemut di sekitar Tedjo Sutikno selepas pengumuman pertunangan putrinya dengan cucu Abisena Sastrowilogo barusan.Dipta ingin s
“Ini Dipta, dan juga ada Sultan, founder Noble Safeguards, Om. Ini sepertinya pertemuan pertama secara langsung, bukan?” Darius tak menghabiskan banyak waktu untuk basa-basi dan langsung mengenalkan dirinya beserta Mas Sultan di hadapan Tedjo Sutikno. Kursi roda elektrik Abisena Sastrowilogo telah terhenti sempurna di samping sofa tempat Tedjo Sutikno duduk. Dirinya dan Mas Sultan duduk di seberang sofa Tedjo dan mereka menganggukkan kepala ke arah Darius dan Raka yang berdiri di dekat meja kerja besar perpustakaan pribadi ini. “Ini berarti afiliasi sama Rahmat Trihadi, ya? Jika memiliki hubungan kerabat dengan Hendra Dharmawan dan Jeremy Rustam,” tukas Abisena dengan suaranya yang dalam dan serak. Sepertinya kakek tua itu telah membentangkan jarak yang jelas antara mereka. Bahwa Dipta dan Mas Sultan adalah outsider yang tak memiliki kepentingan dengan Tedjo Sutikno dan pendukungnya. “Well, Om Tedjo… Dipta dan Sultan memiliki kartu AS untuk menjatuhkan Rahmat Trihadi. They have th
Dipta dan Sultan mengangguk. “Ya, benar.”Abisena dan anaknya, Bima Sastrowilogo tertawa renyah mendengar talian informasi tersebut. “Mariana ada hubungan nggak dengan Deshinta ini? Mariana masih pegang jabatan direksi di stasiun tv keluarganya itu, ‘kan? Tapi posisi asisten produser nggak berdampak signifikan.” Bima menyahut, terpaku sendiri dengan pertanyaannya. “Ah boy, boleh ini sekali-kali kita kerjain Latif. Papa masih dendam sama keluarganya Mariana, how dare she divorced my son–” Suara serak Abisena kini dipotong dengan cepat oleh Darius. “Kakek, Tante Mariana Latif cerai sama Om Wira juga karena diselingkuhi. The divorce is final and it was years ago. Don’t act like your son is a saint,” sentil Darius dengan cepat. “Kakek juga orang yang paling pertama bergembira waktu Mama cerai dengan Papa karena main dengan artis horor itu.” Rupanya ucapan Darius barusan sukses membungkam Abisena. Well, sepertinya dinamika keluarga Sastrowilogo sangat kompleks. Mungkin karena keluar
“Lho? Sudah selesai rapatnya toh?” Dewi Sastrowilogo terperangah ketika melihat gerombolan pria yang berdiri di depan lift dengan beragam ekspresi yang tercipta di wajah mereka masing-masing. Raka yang kepalang kesal, Darius dan Nero yang getol ngecengin Raka, serta dirinya dan Mas Sultan yang kebingungan di tengah internal joke yang saling dilemparkan tiga serangkai ini. Mereka berlima memberikan jalan kepada tiga perempuan itu untuk keluar dari lift, dan menutup kembali pintu lift. Membatalkan rencana untuk turun demi berbincang dengan Bu Dewi dan rombongan kecilnya. “Mau ke mana kalian?” todong Bu Dewi. “Ke bawah, Tante. Mau ngerokok–” Darius menjawab sebelum berhenti ketika melihat istrinya melotot ke arahnya. “Err… cari angin di luar,” ralatnya buru-buru. “Temani kami saja, ini Ibu mau tunjukkan koleksi spesial Ibu kepada Amira dan Prajna, supaya mereka tahu beberapa pusaka dari Sastrowilogo,” tutur Bu Dewi yang membuat para lelaki mati kutu di tempat mereka berdiri. Amira
“Gue udah dapat lead tentang video itu. Setelah pengembangan investigasi dari informasi Grace Hariman, kita bisa tracing di mana mereka menyimpan file tersebut. Kemungkinan besar ada di kediaman Dhanu.” Nero bergumam. “Gue udah coba trace sisa-sisa file dari device Grace dan komplotannya. Sejauh ini memang tidak ada, tapi memang gue sejujurnya masih khawatir kalau gue melewatkan hal krusial,” ujar Mas Sultan menimpali. “Double confirm. Gue juga udah nyuruh anak buah gue–Reza, untuk mengecek kembali seluruh device Grace dan anak buahnya. Sudah bersih. Gue hampir yakin master file ada di tangan Dhanu.” Nero mengangguk setuju. Dipta menoleh ke arah Nero yang bersedekap. “Kita bagi tugas, gimana?” celetuk Nero tiba-tiba. Mas Sultan menaikkan sebelah alisnya. “Tell us, I am all ears.” “Tugas pertama adalah tarik master file dari Dhanu. By all means necessary. Bahkan sampai harus pakai jalan hacking, bribery, and well, you know–” Dipta mengangguk, mengerti ke mana arah pembicaraan Ner