Setelah beberapa tahun berlalu, kini usia Rawai Tingkis telah menginjak 15 tahun. Selama lima tahun terakhir, dia hidup dan tinggal bersama Tabib Rabiah, dan belajar seni pedang kepada wanita tersebut.Telah banyak ujian dan rintangan yang dilewati oleh bocah tersebut, hingga akhirnya dia berhasil menguasai 5 jurus dari teknik Kilat Pedang milik Tabib Rabiah.Sejauh ini, menurut Tabib Rabiah, Rawai Tingkis sudah memiliki cukup kekuatan untuk menghadapi banyak musuhnya dalam pertarungan.Selebihnya, teknik Kilat Pedang atau juga teknik pedang bebas akan semakin berkembang seiring waktu berjalan. Kesempurnaan yang sebenarnya akan didapatkan oleh Rawai Tingkis ketika benar-benar bertarung atau dihadapakan dalam posisi hidup dan mati.Hari ini, Tabib Rabiah memasuki rumahnya dengan wajah yang begitu tegang. Kala itu, Rawai Tingkis sedang mengasah pedang, dengan ditemani lima potong ubi rebus.“Rawai Tingkis, pergilah dari sini!” ucap Tabib Rabiah.“Guru, kenapa kau tiba-tiba berbicara sep
Setelah Rawai Tingkis tiba di tempat itu, dirinya mendapati Tabib Rabiah terpojok oleh empat orang pria tidak dikenal. Satu pria telah mati dan kini tertimbun pada puing-puing bangunan rumah Sang Tabib.Namun, kondisi tubuh Tabib Rabiah benar-benar terluka sangat parah. Dia mendapatka luka besar tepat di bagian pundak, perut dan lengan kanannya.“GURU!!!” teriak Rawai Tingkis. “BAJIANGAN, APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN GURUKU?!”Wush.Rawai Tingkis menderu secepat kilat, nyaris saja melukai tubuh seorang pria yang berada di dekat Tabib Rabiah, tapi untungnya pria itu berhasil menghindari serangan tersebut tepat waktu. Dia melompat ke belakang, dan kembali berkumpul dengan tiga temannya yang lain.“Guru, aku akan mengobatimu, tunggulah-““Rawai Tingkis, kenapa kau ke sini, Nak?” tanya Tabib Rabiah. “Bukankah aku sudah menyuruhmu pergi dari sini …uhuk …uhuk …kau ini…”“Guru, jangan dulu bicara, lukamu akan semakin parah.”“Bocah bodoh, kau tidak tahu apapun tetang luka, saat ini aku sudah
Teng teng teng.Rawai Tingkis telah berada di belakang tiga lawannya, dengan pedang yang telah bersimbah dengan darah.Sementara itu, tiga lawannya yang lain hanya terdiam, tidak berkutik sama sekali, hingga akhirnya mereka baru menyadari jika golok yang mereka gunakan telah terpotong menjadi dua bagian.Namun, itu bukan bagian terbaiknya. Sekarang, mereka juga baru manyadari jika bukan hanya golok yang telah terpotong dengan rapi, tapi juga lengan mereka.Ya, tebasan itu telah memisahkan lengan dari pundak musuh. Rawai Tingkis bisa saja membunuh mereka, dengan mendaratkan serangan ke bagian leher, dan mereka dapat dipastikan akan mati.Namun, ini tidak menarik sama sekali, Rawai Tingkis tidak berharap mereka mati. Tangan yang telah direnggutnya dari mereka, akan menjadi pelajaran dan siksaan sampai pembunuh itu memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri.Darah mengucur deras bagai pancuran air yang ada di sawah, tapi ke tiga pria itu tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut,
Rawai Tingkis duduk termenung di pinggir pusaran, yang masih basah bertabur banyak bunga.Para warga satu persatu mulai pergi meninggalkan pusaran itu, hingga menyisakan Rawai Tingkis dan juga Selasih, gadis remaja yang setia menemani bocah tersebut.“Aku kehilangan banyak teman di sepanjang kehidupanku, tapi kematian Guruku merupakan pukulan yang paling menyakitkan …” Rawai Tingkis mulai menangis sedu sedan seperti bayi kecil, “Aku tidak sempat membanggakan Guru-““Belum, bukan tidak,” timpal Selasih, lalu meremas dua telapak tangan Rawai Tingkis. “Rawai Tingiis, aku yakin Gurumu tidak ingin melihat kau bersedih seperti ini. Hapuslah air matamu, jangan tangisi kepergiannya, karena itu akan membuat Tabib Rabiah merasa menderita. Biarkan dia beristirahat dengan tenang.”Rawai Tingkis sejenak terdiam saat mendengar ucapan Selasih. Matanya yang sembab masih menatap tanah kuburan merah itu, dan sekarang hari mulai hujan deras.“Lihatlah, kau membuat gurumu bersedih!”“Kau benar,” ucap Raw
Telah beberapa hari Rawai Tingkis berjalan tanpa tahu arah yang pasti. Bocah yang tidak begitu paham dengan bentang alam dan peta, akan memiliki kemungkinan besar untuk tersesat di dalam hutan.Namun, dia masih bertahan, ada banya kelinci yang ditemukan, atau pula kijang yang bisa menganjal perutnya dikala kelaparan.Di tangannya, dia membawa pedang yang ditinggalkan sang guru, menjadi teman setia dalam perjalanan ini.Satu hal yang ada di dalam benaknya saat ini, dia harus berjalan terus ke arah pusat penelitian dunia, atau markas para ilmuan dunia.Sayangnya sejauh dia berjalan, Rawai Tingkis tidak menemukan satupun hambatan atau lawan yang berasal dari kelompok satria suci.Kecuali hanya beberapa bandit kecil yang mencoba merampok pedang di tangannya, dan semua itu bukanlah lawan yang sepadang bagi Rawai Tingkis.“Tujuh hari lamanya …tujuh hari lamanya …” Rawai Tingkis bersenandung seraya sesekali bersiul kecil, “Aku berada di dalam hutan, seperti monyet sialan.”“Ada suara seora
Rawai Tingkis tanpa menunggu lama sudah tiba di kedai makanan yang letaknya di pinggir pusat kota.“Paman Kedai, pesan nasi lima piring, daging ayam tiga!” ucap Rawai Tingkis.Pemilik kedai tersenyum, sebelum kemudian dia meletakan pesanan Rawai Tingkis di atas meja makan.Tidak selang beberapa lama, Kilindung dan dua temannya yang lain tiba di tempat tersebut, langsung terkejut melihat banyak bekas piring kotor di hadapan Rawai Tingkis.“Ini semua kau habiskan dalam sekejap?” Kilindung mengangkat satu piring, lalu membaliknya.“Ah, Paman pesan untuk mereka bertiga, dan tambah tiga piring nasi untuk diriku.”“Tiga piring nasi lagi?” Pemilik Kedai hanya menggelengkan kepala, merasa sangat heran dengan remaja yang ada dihadapannya.Sampai semuanya selesai makan, Rawai Tingkis telah menghabiskan 8 piring nasi seorang diri. Entah seperti apa perut remaja itu hingga dia bisa melahap habis makanan yang ada di atas meja tersebut.Tiba-tiba.Belasan orang tiba di kedai itu, mengenakan pakaian
“Senopati Muda, apa aku harus membunuhnya!” salah satu prajurit tidak bisa lagi menahan emosi, dia telah mencabut golok dari sarungnya, hanya menunggu perintah untuk mengeksekusi Rawai Tingkis.“Apa kau bodoh?” timpal Senopati Muda, “kau pikir dimana kita saat ini? Apa kau ingin nama kita tercoreng hanya karena membunuh satu ekor lalat kecil ini?”“Tapi bagaimana lagi, bocah ini tidak bisa-““Huammmm!!!” Rawai Tingkis mendadak terjaga dari tidurnya, menggeliat beberapa kali seraya menyapukan pandangan ke sekeliling.Dengan polosnya dia bertanya, “kemana perginya Kilindung dan yang lain?” Dia kemudian memperhatikan wajah-wajah para prajurit, lalu berdiri seraya mengibaskan pakainnya yang penuh dengan debu, “huhhh …apa mereka meninggalkanku? Ah, meja ini kenapa tiba-tiba rusak?”Setelah berkata seperti itu, Rawai Tingkis berjalan ke luar kedai makanan, tanpa mengatakan sepatah katapun kepada para prajruit yang menatapnya dengan penuh amarah.Menggaruk kepalanya beberapa kali, Rawai Ting
Secara alami, Kilindung masih memiliki insting yang sangat bagus, dia tahu jika rumah yang baru saja ditempati ini, tidak hanya butuh perbaikan tapi juga diincar oleh sekelempok orang.Dia menduga jika orang ini mengetahui harta yang mereka bawa, jadi ingin merampas harta tersebut. Namun pada kenyataan, mereka ini mengincar pedang yang ada di tangan Rawai Tingkis.Kondir langsung menarik golok dari sarungnya, mengejutkan Sindur yang belum tahu situasi di rumah ini dengan jelas.Sementara itu, Kilindung dengan kaki pincang langsung menyambar pedang yang tergeletak di dekat pembaringan, bersiap menyambut lawan yang akan datang sesaat lagi.Pria itu menatap ke arah Rawai Tingkis, ada ucapan dan harapan di balik bola matanya.“Aku tahu,” ucap Rawai Tingkis, “tenang saja.”“Kau tahu apa?” Sindur masih belum paham, “sebenarnya apa yang akan-“Bruk.Beberapa orang turun dari atas dengan membobol atap rumah, lalu beberapa orang yang lain muncul dari pintu dan jendela. Tidak kurang 7 orang pri
Di saat bersamaan, Rawai Tingkis menyernag Kelelawar Hitam dengan seluruh energi mistik yang dimilikinya.Kecepatannya masih tetap sama, tapi daya hancurnya menjadi sedikit berkurang, dan ini karena tubuhnya terlalu dibebani oleh teknik baru yang dimilikinya saat ini.Lima orang Manusia Murni mencoba melakukan sesuatu atas perintah Ki Langit Hitam untuk mengakhiri nyawa Kelelawar Hitam, tapi mereka bahkan tidak dapat mendekati pria jahat itu.Sekarang mereka tahu kekuatan Rawai Tingkis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka semua.Kesombongan mereka selama ini, akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang memalukan.Bukan hanya lima orang itu, Putri Intan Kumala sendiri juga tidak mampu berhadapan langsung dengan Kelelawar Hitam.“Apa sekarang kalian menyadarinya?” tanya Ki Sundur Langit. “Rawai Tingkis mungkin tidak membutuhkan pengakuan dari orang lain, tapi aku yakin, sekarang kalian mengakui kekuatannya!”Kelimanya langsung terdiam, tidak lagi menjawab ataupun berbuat sesuatu unt
Kedatangan Camar Putih membuat perubahan pada jalannya pertempuran antara Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam.Kedatangannya sama seperti kedatangan Ki Sundur Langit dan Ki Langit Hitam untuk membantu para Manusia Murni dalam mengalahkan Beruang Salju.Dua Satria Roh Suci kini menghadapi serangan demi serangan dari pihak Rawai Tingkis.Berkat kedatangan Camar Putih pula, Kelelawar Hitam untuk pertama kalinya setelah menggunakan Ulat Dari Neraka, terkena tebasan Rawai Tingkis.“Aku akan melindungimu!” ucap Camar Putih.“Baiklah, aku mengerti!” Rawai Tingkis melaju cepat ke arah Kelelawar Hitam, sementara Camar Putih bertugas menahan semua serangan bola mistik yang dilempar musuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dirimu menguasai Benua ini,” ucap Camar Putih, sembari melepaskan beberapa serangan berbentuk sayap putih yang berputar seperti gasing.Boom.Setiap bola mistik diledakan sebelum menyentuh tubuh Rawai Tingkis dengan sayap-sayap putih tersebut.“Camar Putih, kau selalu menghalangi re
Ki Langit Hitam dan Ki Sundur Langit, memasang kuda-kuda sebelum kemudian mulai menyerang Beruang Salju.Dua larik cahaya keluar dari telapak tangan dua pria tua tersebut, melesat cepat ke arah Beruang Salju.Mendapati serangan itu, Beruang Salju terpaksa menangkis serangan lawan dengan teknik pertahanan dinding es miliknya.Boom.Ledakan kecil terjadi di atas istana es, menggetarkan bagian puncak dari bangunan es tersebut.Saat Beruang Salju berniat melakukan perlawanan, dua petinggi Padepokan Surya telah berada di depannya, dan melancarkan serangan pisik.Suah.Beruang Salju melesat ke samping, menghindari pukulan Ki Langit Hitam, di saat yang sama, Ki Sundur Langit menyapukan tendangan cepat ke arah wajah Petinggi Penjaga Dunia tersebut.Boom.Tubuh Beruang Salju melesat cepat, meninggalkan Istana Es, dan jatuh terhempas di permukaan tanah yang gersang.Dia bangkit, lalu melepaskan dua bole energi ke arah lawannya. Sayangnya, dua serangan itu dapat dihindari oleh Ki Sundur Langit d
Serangan besar yang dilakukan oleh Rawai Tingkis dan Kelelawar Hitam, telah menyebabkan banyak kerusakan di sekitar mereka berdua.Namun dua orang itu, masih menolak untuk menyerah, meskipun salah satunya mengalami luka yang cukup serius, yaitu Kelelawar Hitam.Kelelawar Hitam memiliki energi mistik yang berlimpah, membuat dia percaya dapat mengalahkan Rawai Tingkis dalam segala kondisi yang dialaminya saat ini.Andaipun hanya memiliki satu tangan dan satu mata saja, Kelelawar Hitam masih percaya dapat menumbangkan Rawai Tingkis.Di sisi lain, Rawai Tingkis memiliki pertahanan pisik yang lebih baik, berkat pengobatan yang dilakukan oleh Naga Kecil.Namun demikian, energi mistik yang dimiliki pemuda itu berada jauh di bawah Kelelawar Hitam.Dua Roh Suci yang ada pada tubuh Rawai Tingkis, terbilang berusia muda, apa lagi Naga Kecil yang baru saja lahir beberapa waktu yang lalu. Energi mistik ke dua Roh Suci ini masih digolongkan kelas menengah, dan tidak dapat disandingkan oleh Energi M
Tidak pernah dirasakan oleh Kelelawar Hitam sensasi dan juga pengalaman seperti ini saat menghadapi musuh-musuhnya, kecuali hari ini.Dia tidak pernah takut, tapi hari ini dia melihat siapa yang kuat, dan siapa yang menjadi penguasa dari kalangan Roh Suci.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia tidak ingin jatuh dalam perangkap Rawai Tingkis.Kelelawar Hitam mengira, ini hanyalah permainan ilusi saja, mungkin ada kekuatan lain yang dimiliki oleh Rawai Tingkis, untuk mengendalikan pikirannya.Namun sayangnya, dia memang melihat sisi lain dari Rawai Tingkis.Sementara itu, Beruang Salju merasakan gejolak kekuatan Rawai Tingkis, dan tidak bisa tinggal diam saat ini.“Ini akan gawat, aku harus membantunya,” ucap Beruang Salju.Pria itu menaikan satu telunjuknya ke langit, lalu energi dingin menggumpal di ujung telunjuknya.Tidak selang beberapa lama, sesuatu yang sangat menakjubkan muncul di langit.Putri Intan Kumala menatap ke langit, dan untuk sesaat wajahnya menjadi tegang, meskipu
Beruang Salju masih berusaha untuk menumbangkan Putri Intan Kumala, meskipun tadinya dia penuh dengan kepercayaan diri dapat mengalahkan Kumala, tapi kenyataanya dia butuh waktu lama untuk menjatuhkan gadis tersebut. Beruang Salju telah menggunakan segagala cara untuk menjatuhkan boneka gurita raksasa yang dikendalikan oleh Putri Intan Kumala, tapi sialnya dia tidak mampu melakukan itu. Setiap kali dia brhasil memotong satu bagian tangan gurita itu, maka ditempat yang sama, tangan lain akan tumbuh. Menghadapi persoalan semacam ini, membuat kepala Beruang Salju serasa akan pecah. Sejauh ini, dia telah menemukan banyak ide, dan menerapkannya, bahkan ide paling licik sekalipun telah dia gunakan. “Jika aku tahu sebelumnya kekuatan gadis ini, aku tidak akan memilih padang tandus sebagai lokasi pertemuan,” ucap Beruang Salju. Baru kini dia menyadari kesalahannya, dan keunggulan Putri Intan Kuamala. Dengan semua batu yang ada di padang tandus, menjadikan Putri Intan Kumala memiliki pa
Bola-bola energi yang dilempar dengan mudah oleh Kelelawar Hitam, tapi menghasilkan dampak yang sangat mengrikan.Dari sini, terlihat betapa hebatnya Kelelawar Hitam sebenarnya, dan dari sini pula terlihat betapa kuatnya Roh Suci pada saat itu.Kekuatan sebesar Kelelawar Hitam bahkan tidak mampu menaklukan Roh Suci tanpa bantuan Satria Roh Suci dan Manusia Murni di jamannya.“Akan kuundang binatang kegelapan,” ucap Kelelawar Hitam.Dia melakukan sebuah gerakan, yang tidak jelas, tapi di ujung gerakan itu, dia mengarahkan telapak tangannya ke atas.Sedetik kemudian, kepulan asap muncul dari telapak tangan itu, lalu tepat di atas kepalanya, sekitar dua atau tiga depa tingginya, asap itu membentuk lingkaran besar.Belum tahu apa yang terjadi atau apa yang akan dilakukan oleh Kelelawar Hitam itu, tapi auranya sudah menyebar ke segala arah, dan berhasil menekan mental Rawas Kalat dan Danur Jaya.“Kalian akan menjadi santapan siang ini!”Dan, tiba-tiba.Goar… mahluk hitam besar muncul dari
Sementara itu, Rawas Kalat dan Danur Jaya masih berjibaku sengit melawan Kelelawar Hitam yang mencoba menemukan keberadaan Rawi Tingkis.Dua pemuda mati-matian menahan Kelelawar Hitam, mencoba melakukan yang terbaik meski kerap mendapatkan luka pada bagian tubuh mereka.Sesekali akan terlihat debu jamur raksasa menghiasi udara siang ini, ketika salah satu dari mereka dihempas kasar ke permukaan tanah.Jangan bertanya berapa banyak darah yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sebab luka yang diterima ke dua pemuda itu tiada terhitung jumlahnya.Menghadai manusia yang memiliki energi mistik dalam jumlah besar, memang sangat menyulitkan.Bahkan, nyawa mereka kini seolah berada di ujung tanduk, hanya menunggu kematian saja.Sayangnya, tekad dan semangat juang ke dua pemuda itu tidak dapat dianggap remeh.Jatuh bangun hal biasa, kini keduanya mulai bersahabat dengan luka-luka.Setelah kehabisan anak panah, Danur Jaya terpaksa menggunakan busur panah untuk bertarung. Busur itu dijadikan sema
Kelelawar Hitam menepis seluruh api yang menyelimuti dirinya dengan asap hitam, lalu berdiri setelah jatuh di atas tumpukan kerikil. Dia memandang Rawas Kalat dengan penuh emosi.“Kalian juga bagian dari pencurian Seruling Emas-““Memangnya kenapa?” timpal Rawas Kalat.Mendengar jawaban itu, wajah Kelelawar Hitam menjadi padam, dia menahan nafasnya dengn rahang yang mengeras, lalu dia berkata, “kalau begitu, kau juga harus mati!”Kelelawar Hitam langsung berubah menjadi asap dan menggempur Rawas Kalat dari segala sisi.Asap hitam secara alami mungkin tidak dapat menghantam tubuh manusia, tapi tidak dengan asap hitam milik Kelelawar Hitam.Asap itu terasa sangat keras sehingga membuat Rawas Kalat begitu kesulitan untuk menahan semua serangan Kelelawar Hitam.Dalam sebuah momen, Rawas Kalat mencoba memukul asap tersebut, tapi tangannya malah terjebak oleh asap itu.Dia tidak bisa menarik tangannya, seolah melekat kuat dalam kepulan asap.Di saat yang sama pula, muncul asap menyerupai ma