“Pencairannya sekitar tujuh sampai empat belas hari kerja.”
Rohit sedikit terkejut ketika melihat Bening yang mendadak mendatangi mejanya. Ternyata, gadis itu tengah meminta penjelasan mengenai tenggat waktu pencairan semua wasiat peninggalan Sinta. Setelah diberi penjelasan, gadis itu pun bisa tersenyum paham dan tidak bertanya macam-macam kepadanya.
“Kenapa? Sudah nggak sabar nunggu pencairannya?”
Senyum yang terulas di wajah Bening seketika berubah datar. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Rohit kali ini sungguh membuatnya tersinggung. Bukan masalah sabar atau tidaknya, akan tetapi, Bening tidak ingin jika hak yang menjadi miliknya itu tiba-tiba berpindah karena ada konspirasi di belakangnya.
Sejak ia melihat Rohit terlihat akrab dengan Ilham maupun Vira, di situlah
Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali.Dengan hot pants dan sweater oversize yang menutup sampai ke bawah bokongnya, Bening melenggang santai keluar dari terminal kedatangan sambil menarik trolly bagnya. Memesan taksi, dan langsung menuju ke hotel berbintang seorang diri, untuk berlibur melepas semua penat yang ada di hati.Setelah berpikir ulang, Bening akan menunggu semua wasiat dari Sinta keluar, barulah ia akan membeli sebuah rumah sederhana. Sementara itu, Bening memilih untuk tinggal di kosan untuk beberapa waktu, agar ia bisa bebas pergi dan melakukan segalanya daripada berada di rumah Ruri. Andai, rumah itu hanya dihuni olehnya dan Ruri saja, mungkin Bening tidak akan masalah berada di sana sampai ia mendapatkan rumah baru. Namun, karena ada suami wanita itulah, yang membuat Bening tahu diri dan tidak enak hati untuk berlama-lama ada di sana.
Aga berbalik setelah membayar barang yang dibelinya di sebuah minimarket, yang berada di sekitar hotel tempat ia menginap. Terpaku dan terkesiap, ketika menatap gadis yang tengah antre di belakangnya dengan menahan tawa.“Permisi, Pak, saya mau bayar.”“Oh, iya, silakan.” Aga menyingkir dan membiarkan mantan sekretarisnya itu membayar barang belanjaannya. Napas Aga kembali tertahan, ketika melihat pakaian yang dipakai oleh gadis itu. Mini dress putih dengan tali spaghetti yang menggantung di atas pundak, hanya bisa membuat Aga kembali mengelus dada.Namun, yang aneh bagi Aga ialah, diantara sekian banyak wanita yang mengenakan pakaian yang sangat kekurangan bahan di sana, maniknya hanya tertuju pada gadis itu seorang. Aliran darahnya pun langsung berdesir hebat, jika melihat mantan sekr
Aga menggeram. Memandang wajah pasrah Vira yang terus mendesah di bawahnya. Tubuhnya sudah berpeluh, dan berusaha untuk mencari kenikmatan yang sudah tercetak di dalam angan. Namun, pikiran Aga saat ini tengah melayang entah ke mana. Yang ada sekarang, hanyalah sebuah penyatuan hampa yang tidak bisa Aga jelaskan dengan kata-kata.Meskipun Aga terus saja memacu miliknya lebih dalam, tapi, tidak ada sebuah rasa hangat penuh cinta seperti dahulu kala. Tiba-tiba saja, semua terasa hambar.“Ga … buruan …” desah Vira ingin kembali meledak di bawah kungkungan sang suami. “Bareng.”Aga berdecak kecil, dan terus mendorong miliknya agar bisa meraih sebuah pelepasan yang sudah didambanya selama ini. Sebuah hasrat yang ingin ia lepas di tempat semestinya. Yakni sang istri, yang akhirnya bis
Bahu Vira merosot lemas seketika, saat Aga menjatuhkan talak kepadanya. Aga bahkan tidak berpikir dua kali, atau memberi pilihan pada Vira seperti saat itu. Suaminya itu, langsung memutuskan untuk berucap kata talak, tanpa keraguan yang tersirat di maniknya.“Aga!” Vira buru-buru menyusul Aga yang sudah keluar dari kamar mandi. Kakinya melangkah tanpa ragu untuk menghampiri Aga yang baru saja menanggalkan bathrobenya. Tubuh polos itu, mengenakan pakaian yang baru saja Aga ambil dari koper yang dibawa oleh Vira. “Tarik lagi omonganmu barusan! Kamu bilang demi Awan, tapi kamu tetap jatuhin talak sama aku!”“Aku, sudah berusaha semaksimal mungkin, Viraa.” Aga menggeram sambil menarik resleting celana jeans yang baru dipakainya. Ia mengambil sebuah kaos, lalu memakainya dengan cepat. “But, we’re done. Rasa itu sudah n
Satu suapan terakhir lobster omelet baru saja masuk ke dalam mulut Bening, ketika sudut matanya melihat sosok Vira memasuki restoran yang berada di lantai lobi. Wanita itu berjalan seorang diri menuju buffet, dan tengah memilih beberapa makanan yang akan disantapnya untuk sarapan.Manik Bening kembali tertuju pada pintu restoran. Ia menunggu sosok lain yang seharusnya ada bersama Vira, tapi, sepertinya wanita itu hanya sarapan seorang diri. Ternyata, Aga benar-benar menghabiskan bulan madu dengan istrinya, bukan dengan wanita lain seperti yang sempat terlintas di otak Bening.Namun, mengapa pria itu tidak menemani Vira untuk sarapan di pagi hari seperti ini? Apa Aga masih tertidur karena telah menempuh malam panjang dan membuat pria itu masih enggan beranjak dari tempat tidur?Tiba-tiba saja, sekelebat pikiran kemba
“Kamu … APA?” Sedari awal Aga datang ke rumah, Arum sudah mulai merasa curiga. Sebagai seorang ibu, Arum jelas memiliki firasat tidak nyaman karena putranya itu seharusnya berada di Bali untuk berbulan madu bersama sang istri. Baru kemarin berangkat, tapi pagi ini Aga sudah datang ke rumah dan akhirnya menyampaikan kabar yang langsung membuat Arum syok. “Aga, apa kamu sadar dengan yang sudah kamu bicarakan?” tanya Ernest mencoba bersikap tenang dan ingin tahu duduk permasalahan yang ada terlebih dahulu. “Kamu benar-benar sudah nalak Vira tadi malam?” “Sudah.” Aga mengangguk yakin dan sudah tidak ada keraguan sedikit pun di hatinya. Tadinya, Aga kira pernikahan mereka masih bisa diselamatkan dengan kembali membangun hubungan emosional, terutama secara fisik dengan Vira. Namun, ada rasa yang ternyata sudah hilang d
Aga mendesah panjang setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkir wali murid sekolah Awan. Aga merebahkan tubuh pada jok mobil yang baru saja ia mundurkan. Mengeluarkan ponsel dari jaket, lalu menyalakannya. Aga melihat beberapa misscall dari Vira, serta chat dari wanita yang saat ini telah menjadi mantan istrinya. Aga memang sengaja mensenyapkan ponsel tersebut setelah berada di Jakarta. Aga hanya tidak ingin diganggu, dengan getar ataupun dering ponsel untuk sementara waktu. Karena waktu pulang sekolah Awan masih lima belas menit lagi, Aga langsung memanfaatkan hal tersebut untuk menelepon seorang gadis yang sering membuatnya kesal. Gadis yang dihubunginya tidak kunjung mengangkat, pada panggilan pertama. Namun, Aga jelas tidak akan patah semangat, ia kembali mencoba menghubungi nomor tersebut dan … akhirnya diangkat. “Halo, Ning,” sapa Aga ketika suara renyah itu menyapa di seberang sana. “Hm? Ada ada Pak?” tanya Bening dengan int
Setelah memastikan Awan telah terlelap dalam tidur siang di kamarnya, Aga bergegas pergi ke kamarnya sendiri. Aga membuka lemari tempat menyimpan berbagai berkas penting. Ia mengambil buku nikah, kartu keluarga, serta akta kelahiran Awan untuk mendaftarkan gugatan cerainya ke pengadilan. Aga tidak memerlukan surat-surat lainnya, karena ia tidak akan mempermasalahkan harta gono gini jika Vira ingin menggugat balik. Vira bisa mengambil semua harta milik bersama selama mereka menikah, dan Aga tidak ingin mempersulit hal tersebut agar proses perceraiannya segera selesai. Aga juga tidak akan menempuh jalur mediasi, karena semua kesempatan yang sudah ia berikan selama ini sudah lenyap tidak bersisa. Setelah memasukkan semua berkas yang diambilnya ke dalam tas, Aga langsung mengambil ponsel untuk menghubungi rekan kerja yang saat ini memimpin Cakrawala Properti.
Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor
“Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I
“Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan
Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu
“Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R
“Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si
Meskipun Camila sudah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya, suasana rumah duka yang begitu megah itu masih saja terlihat ramai. Para tamu datang silih berganti, untuk menyampaikan duka mendalamnya.Yang Bening perhatikan, Fikalah yang justru terlihat sangat kehilangan atas kepergian sang oma. Gadis itu bahkan sempat tidak sadarkan diri, ketika tubuh beku sang oma diturunkan ke peristirahatan abadinya. Untuk satu hal itu, Bening bisa merasakan semua yang dialami Fika karena pernah berada di posisi yang sama.Clara terlihat lebih tegar, dan terus mencoba menguatkan putri kesayangannya atas kehilangan mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat hati Bening kembali tercubit perih.Bening … cemburu dengan kedekatan Clara dan Fika.“Hei.” Aga mengusap lengan Bening yang berada dalam rangkulannya. “I know what you’re thinking.”“No, you’re not.”“Ayolah, Beb. Kamu harus paham situasinya.” Sedari tadi, Aga memperhatikan ke mana tatapan sang istri tertuju. Pun dengan ekspr
Aga berbalik, ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menelan ludah, saat melihat kaki jenjang itu melangkah pelan, dan menampilkan tubuh segar yang hanya berbalut handuk. Senyum jahil yang disematkan oleh sang istri yang tengah mengusap surai basahnya, sungguh membuat Aga ingin menghempas tubuh Bening ke ranjang dan memasukinya.Namun, jadwal bulanan yang tengah didapatkan sang istri, membuat Aga hanya bisa menggigit jari. Bersabar, karena Aga tahu penantiannya nanti tidak akan sia-sia.“Jam sepuluh balik, lho, ya,” ujar Bening mengingatkan dengan wajah semringah. “Kita cari mobil baruuu.”“Aku cuma di bawah, Beb.” Aga meraih pinggang ramping sang istri yang sudah berhenti tepat di depannya. “Kamu bisa susul ke bawah, terus kita langsung jalan.”Bening mengangguk setuju dengan usul Aga. Ia lalu berjinjit, dan memberi satu kecupan singkat pada bibir bawah Aga yang terbuka. “Awan jadi nginap di sini? Atau masih ditahan sama omanya?”“Omanya masih mau nahan karena kesepian, tapi Aw
“Lama banget pulangnya.” Dengan memegang sepiring bihun goreng yang masih tersisa separuh, Bening sedikit merajuk menyambut kedatangan sang suami.Aga melepas jaket bombernya, sembari menghampiri Bening. Melemparnya ke sembarang arah, lalu menghempas bokongnya di samping sang istri. Aga memberi kecupan pada pipi Bening terlebih dahulu, barulah menanggapi protes istrinya.“Tadi ada om Romi di bawah.” Pulang ke apartemen dan disambut dengan pemandangan indah seperti sekarang, sungguh membuat semua lelah Aga hilang seketika. Satu setel baju tidur yang terdiri dari tanktop dan celana pendek itu, sungguh memberi sebuah energi tersendiri bagi Aga.“Om Romi?” Bening menoleh sambil mengunyah bihunnya. “Ngapain malem-malem dateng ke sini? Sendirian apa sama istrinya?”Aga langsung mencapit bibir istrinya itu dengan gemas. “Istrinya om Romi itu, mamamuuu,” decak Aga lalu sedikit menggeser bokongnya untuk merebahkan diri, dan meletakkan kepala di paha mulus sang istri. “Om Romi datang sama Dean.