Elmira harus siap dua puluh empat jam untuk menjaga putranya.
Meski dalam keadaan lelah sekalipun ia harus tetap siaga kala Shaka merengek. Seperti saat ini, baru saja ia ingin memejamkan mata putranya sudah kembali merengek."Kau tidurlah lagi, aku tau kau lelah." Ucap Reksa saat Elmira hendak turun dari ranjang.
"Biar kususui dulu. Shaka pasti haus setelah buang air kecil," ucap Elmira.
"Kau tetap di sini," ucap Reksa. Ia lalu berjalan menuju ranjang kecil milik Shaka. Ia menggendong putranya dengan hati-hati dan penuh sayang lalu ia berikan pada Elmira yang sudah duduk dengan kepa
Reksa kembali ke kamar saat hari sudah pagi. Sampai di kamar ia disuguhi pemandangan yang menyejukan hatinya. Istri tercintanya sedang menyusui putranya."Sayang ...." Sapa Reksa seraya mendudukan dirinya di sebelah Elmira.Elmira tersenyum menyapa sang suami."Selamat pagi, Shaka, putra Ayah yang tampan ...." Reksa mengelus pipi putranya."Selamat pagi juga, Ayah ...," sahut Elmira menirukan suara anak kecil."Aku mandi dulu." Ucap Reksa seraya mengecup rambut Elmira lembut penuh sayang."Iya," sahut Elmira.Setelah kepergian Reksa, Elmira terdiam. Pikirannya sibuk memikirkan bersama siapa semalam suaminya itu menghabiskan malam."Apa dia ke kamar Andini?" gumam Elmira."Atau ... ke kamar Delia?" Padahal semalam Elmira sudah berbesar hati merelakan suaminya itu menghabiskan malam dengan istrinya yang lain. Tapi pagi ini kenapa dadanya terasa sesak sekali.Elmira menidurkan Shaka di atas ranjang karena i
Delia keluar rumah. Ia meminta supir agar mengantarkannya menuju kantor Juragan Reksa. Sebelumnya ia sudah meminta ijin terlebih dahulu pada Ibu Yasinta. Dan ternyata beliau langsung memberinya ijin.Delia tersenyum melihat kotak bekal yang ia bawa dari rumah untuk makan siang dirinya dan juga suaminya. Rasa senang, gugup dan khawatir bercampur menjadi satu karena ini kali pertama ia berkunjung ke kantor suaminya. Ia tersenyum, nampaknya ia lebih jauh selangkah dari Andini dan Elmira. Mereka berdua bahkan belum pernah menginjak tempat kerja suami mereka.Tapi rasa takut dan rasa tak percaya diri kini menderanya. Pasalnya hubungannya dengan Juragan Reksa belum juga membaik. Dan karena hal itulah kini dirinya memberanikan diri untuk menemui sang suami di kantor.Sibuk memikirkan banyak hal, tak terasa mobil sudah berhenti di depan sebuah gedung megah milik keluarga suaminya."Sudah sampai, Nona," ucap supir yang mengantarkan Delia."Iy
Reksa berjalan menuju pintu untuk mengunci pintu ruangannya. Ia tak mau ada seorangpun masuk karena ia tak mau ada pengganggu datang ketika ia menghukum selir nakalnya ini.Iya, entah kenapa Reksa menyebut Delia selir nakal. Padahal Delia tak melakukan apapun. Tapi ia merasa tergoda dengan kegugupan Delia. Dan ia menganggap selirnya ini nakal karena sudah lancang menggodanya di kantor.Delia terpekik saat dengan kasar Reksa menarik pergelangan tangannya. Hingga langkahnya serseok mengikuti langkah Reksa. Ia begitu ketakutan dengan apa yang akan Reksa lakukan padanya."Juragan ...," Delia mencoba memohon ampun."Aarrgghhh ...." Erang Delia saat tuhuhnya tersungkur di atas meja kerja Reksa."Nikmati hukumanmu!" bisik Reksa di telinga Delia. Ia langsung menurunkan celana dalam Delia setelah menyibak rok milik selirnya ini. Tanpa pemanasan ia memasuki Delia.***Delia terbaring di sofa dengan nafasnya yang sudah mulai teratur tapi p
Elmira tersenyum menyambut kepulangan suaminya. "Kau sudah pulang ... mandilah dulu. Ada yang ingin kukatakan padamu," ucap Elmira."Iya." Reksa langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Seharian ini ia sudah bekerja sangat keras hingga tubuhnya membutuhkan guyuran air agar tubuhnya kembali segar setelah mengeluarkan banyak keringat.Mengingat apa yang siang tadi ia lakukan di kantor membuatnya terheran. Ia sudah seperti maniak yang terus menuntut untuk dipuaskan. Mungkin karena sudah lebih dari sepekan dirinya tak menyalurkan hasrat primitifnya, jadi ia bisa sebergairah itu.Reksa menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan hal yang seharusnya tak ia pikirkan. Saat ini ia sedang bersama Elmira, maka semua pikirannya harus memikirkan tentang Elmira.Selesai membersihkan tubuhnya, Reksa langsung menghampiri Elmira duduk di sofa panjang. Ia menggenggam tangan Elmira."Apa yang akan kau katakan padaku? Kau menginginkan sesuatu?"
Gustaf dan Mirai pamit pulang diantar oleh supir keluarga Dhanuar.Sebenarnya sangat berat berpisah dengan putri kesayangannya dan cucu pertamanya ini. Tapi mereka harus berpisah, masih banyak urusan yang harus mereka lakukan di desa.Elmira menangis mengantar kepergian orangtuanya."Kau ini sudah menjadi seorang ibu masih saja cengeng. Kau tak malu pada Shaka." Ucap Mirai menghapus air mata di pipi Elmira."Ibu ...." Elmira merengek menggenggam tangan Mirai."Tolong jaga putriku. Bahagiakan dia." Ucap Gustaf saat memeluk Reksa."Tentu, Ayah," sahut Reksa."Baiklah, kami pamit. Terima kasih atas sambutan Anda dan keluarga, sehingga kami begitu nyaman selama kami menginap di sini," ucap Gustaf pada Yasinta."Jangan sungkan begitu, Tuan. Kita ini kan keluarga, jadi sering-seringlah datang ke sini," ucap Yasinta."Baik, kalau begitu kami pamit," ucap Gustaf.Gustaf dan Mirai akhirnya pergi meninggalkan rumah keluar
Reksa, Delia, Haris dan Ira menggeledah kamar Elmira. Suara yang di hasilkan mereka berempat membuat Shaka terbangun dari tidur lelapnya. Dengan sigap Elmira menggendong bayinya untuk menenangkannya."Sstt ... anak Ibu, tenang ya." Elmira mencoba menenangkan putranya, namun putranya terus saja merengek.Hingga Reksa berdiri di hadapannya dengan membawa plastik berisi bungkus-bungkus bubuk obat."Apa ini?" Desis Reksa memperlihatkan bungkusan yang baru saja ia temukan.Elmira mendelik, ia juga bingung kenapa barang itu juga ada di kamarnya.Delia dan Haris menghentikan penggeledahan mereka lalu menghampiri Reksa dan Elmira.Elmira mendongak menatap Reksa. Pandangan matanya sudah berkaca-kaca."Aku ... aku tak tahu, itu bukan milikku." Ucap Elmira menggelengkan kepalanya."Tapi ini ada di kamarmu!" sentak Delia."Tapi aku tak pernah menyimpan obat seperti itu. Aku berani bersumpah!" seru Elmira. Suaranya yang meninggi memb
"Ibu ...." Sapa Elmira mendekati Yasinta."Ibu tak menyangka kau bisa berbuat seperti itu, Elmira," ucapan Yasinta membuat Elmira terkejut."Apa Ibu tak mempercayai saya?" tanya Elmira lirih."Kata hatiku ingin mempercayaimu, El. Tapi aku juga tak tahu kebenarannya karena semua bukti mengarah padamu, El," ucap Yasinta.Elmira menangis mendengar penuturan dari ibu mertuanya. "Iya, saya mengerti, Ibumu," sahut Elmira dengan nada yang lirih."Kau, Delia dan Andini sama. Kalian adalah menantu Ibu. Ibu tak mau kalian saling menyerang." Ucap Yasinta seraya memeluk Elmira.Elmira menangis dalam pelukan Yasinta.***Elmira tak keluar kamar untuk makan malam bersama, seperti yang biasa ia lakukan. Ia merasa tak enak hati karena pada saat ia datang ke ruang makan, maka Delia langsung pergi. Delia bilang tak mau makan semeja dengan dirinya."Nyonya, ini sudah waktunya makan malam," ucap Inti."Tidak Inti. Aku tak kan ke
Sudah lebih dari dua pekan insiden obat itu terjadi. Insiden yang membuat Elmira dikucilkan dan tak diperdulikan lagi oleh suaminya. Tak ada hukuman yang berat untuknya, tapi dengan dikucilkan semua anggota keluarga dan tak dianggap lagi oleh suaminya membuat ia merasa jika inilah hukuman untuknya. Bahkan sejak hari itu Reksa tak lagi tidur di kamar Elmira.Pagi sekali Elmira sudah membersihkan tubuhnya. Ia juga sudah berdandan cantik. Kali ini ia lebih berani merias dirinya dengan make up yang lebih mencolok. Hari ini ia tampak sangat bersemangat, seolah-olah tak pernah ada masalah dalam hidupnya.Inti memasuki kamar Elmira untuk melakukan tugasnya seperti biasa. Tapi dirinya dikagetkan dengan sosok cantik yang ada di dalam kamar."Ny--Nyonya ...." Gumam Inti lalu menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya.Elmira tersenyum pada Inti yang masih syok setelah melihat wujudnya yang berubah seperti ini."Nyonya ...," gumam Inti. Antara terk
Yasinta mencoba menenangkan Emran dan Abraham agar tak lagi rewel. Kedua bocah laki-laki itu terus saja mencari keberadaan Elmira saat mereka tahu ibunya tak ikut pulang bersama mereka.“Ibu mengapa belum pulang, Nenek?” rengek Abraham.“Sabarlah sebentar, Sayang. Ibu dan Ayahmu akan segera pulang. Kau tenanglah karena adikmu terus saja menangis. Jangan membuat Nenek semakin bingung,” ucap Yasinta.Mengerti jika saat ini neneknya sedang pusing, Abraham menghampiri Margi. “Bibik, hubungi Ibuku, katakan padanya aku menangis mencarinya,” ucap Abraham.“Tapi Anda tak menangis sama sekali kan, Tuan kecil, jadi saya tak bisa memberitahu kebohongan seperti itu kepada Ibu Anda,” ucap Margi.“Hhhh ... kau ini!” seru Abraham.“Ibu!” seru Edrea.&
Elmira membenahi riasannya saat ia sudah tiba di rumah orangtua Andini. Ini kali pertamanya ia menginjakkan kaki di rumah orangtua Andini ini, karena sebelum-sebelumnya Andini-lah yang berkunjung ke rumah utama Dhanuar.“Sudah, Sayang. Mau sampai kapan kau berdandan? Anak-anak sudah berlari masuk,” ucap Reksa. Ia memasang wajah nelangsanya melihat istrinya yang membenahi riasan tanpa henti padahal ibunya dan romongannya yang lain sudah masuk ke tempat acara.“Kau ini apa tak suka melihat istrimu tampil cantik?” ucap Elmira dengan wajah muramnya.“Hhhh ... ya. Lalu kapan kau akan menyelesaikan ritualmu itu?”“Aku sudah selesai.” Elmira menyimpan kembali alat riasnya. Ia lalu keluar dari mobil dan membenahi gaun panjangnya.“Apa aku sudah terlihat cantik?” tanya Elmira sebelum ia melangkahkan kakinya memasuki tempat acara.“Ya, kau terlihat sangat cantik dan anggun. Kau terlihat
Yasinta dan Reksa pulang saat waktu makan malam, sehingga mereka bisa makan malam bersama.“Ada apa, Sayang? Kau tampak ceria sekali?” tanya Reksa.Pertanyaan Reksa pada Elmira telah berhasil membuat Yasinta juga menoleh ke arah Elmira.“Ada berita baik yang datang hari ini.”“Oh ya? Berita apa itu?” tanya Reksa.“Tadi pagi Andini datang ke sini.”“Andini?” gumam Reksa memotong kalimat Elmira.“Yaa, dan kau tahu apa yang dia katakan padaku?!” seru Elmira antusias.“Apa?”“Satu bulan lagi Andini akan menikah dan kita semua diminta untuk datang ke sana,” ucap Elmira dengan begitu cerianya.“Benarkah itu?!” tanya Yasinta.“Iya, Ibu. Itu benar,” ucap Elmira.“Aku turut
“Nenek, apa Ibu dan Ayah tak ikut sarapan bersama kita?” tanya Sabrina.“Sabrina, kau makan saja makananmu, Sayang, atau kau akan terlambat untuk ke sekolah,” sahut Yasinta.“Tapi ke mana Ayah dan Ibu?” tanya Shaka.“Ayah dan Ibu kalian mungkin sedang ada sesuatu yang harus segera diselesaikan. Kau cepat habiskan sarapanmu dan segeralah berangkat dengan supir bersama Kakakmu,” ucap Yasinta.“Nenek, lihatlah. Emran makan belepotan,” ucap Edrea.“Mamama.” Emran begitu senang jika ia menyuap makanannya sendiri meskipun wajahnya akan belepotan dengan buburnya.“Nenek, aku sudah selesai,” ucap Sabrina.“Aku juga,” sambung Shaka.“Edrea, ayo kita berangkat,” ajak Sabrina.“Iya,” sahut Edrea.
Setelah kepergian Delia dan Andini dari rumah Dhanuar dan dari kehidupan keluarga Dhanuar, Elmira dan Reksa selalu melewati hari-hari yang membahagiakan. Elmira dan Reksa tak pernah membeda-bedakan anak-anak mereka, semua yang mereka lakukan adalah adil dan sama hingga Sabrina dan Edrea tak pernah merasakan kehilangan sosok ibu kandung dalam hidupnya.Mula-mula Sabrina terus menanyakan perihal Andini yang sekarang tak ikut tinggal bersama dengannya lagi namun lambat laun Reksa dan Elmira menjelaskan bahwa sekarang situasinya sudah berbeda dari dulu. Mereka memberi pengertian pada Sabrina bahwa ayah dan ibunya sudah berpisah dan tak akan pernah bisa kembali bersama lagi. Meski dulu Sabrina tak terlalu paham namun sekarang gadis itu sudah paham setelah usianya hampir menginjak remaja.Sabrina tumbuh menjadi gadis yang cerdas, cantik dan anggun yang memiliki tutur kata lembut dan sopan. Saat ini usianya sudah menginjak sepuluh tahun, satu tahun lagi ia akan memasuki sekol
Reksa sampai di rumah utama keluarga Dhanuar saat hari sudah lewat tengah malam. Ia pun langsung berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat.Rasa lelah dan penat yang ia rasakan menghilang begitu saja setelah ia melihat wajah damai Elmira yang kini telah terlelap. Ia tersenyum lalu ikut bergabung bersama Elmira di atas ranjang. Ternyata pergerakannya mengusik tidur Elmira hingga membuat istrinya ini membuka matanya.“Reksa, kau sudah pulang? Maaf aku ketiduran,” ucap Elmira.“Iya, baru saja.” “Kau sudah makan malam? Jam berapa ini, akan aku siapkan dulu.” Elmira bergerak hendak turun dari ranjang namun dicegah oleh Reksa.“Tidak perlu, ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kita tidur saja, aku juga sudah sangat lelah,” ucap Reksa.“Baiklah,” sahut E
Orangtua Andini menyambut kedatangan Reksa dan juga Andini dengan penuh rasa bahagia sebab mereka juga sangat merindukan Andini dan juga Reksa tapi ada hal ganjil yang membuat mereka bertanya-tanya, mereka tak melihat kedua cucu perempuan mereka ikut pulang ke rumah mereka ini.“Ayah, Ibu.” Andini langsung berhambur ke pelukan orangtuanya.“Andini, Reksa?! Ibu merasa senang sekali melihat kalian datang ke sini. Ibu juga sudah sangat rindu dengan kalian. Oh iya, di mana dua cucu Ibu? Sabrina dan Edrea?” tanya Siva.Andini menatap Reksa karena ia tak memiliki jawaban yang bagus. Bahkan saat ini Andini merasa takut jika orangtuanya menyalahkannya setelah mendengar cerita dari Reksa tentang semua yang sudah ia perbuat di rumah mertuanya.“Kali ini kami tak bisa mengajak Sabrina dan Edrea ke mari, Ibu. Mungkin lain kali Sabrina akan berkunjung ke sini,” ucap Reksa.“Begitukah? Baiklah, ayo masuk. Kalian pa
Reksa membaringkan Andini di atas ranjangnya, setelah itu ia keluar dai kamar Andini. Ia berjalan menuju ruang keluarga untuk menghampiri Yasinta dan Elmira.“Aku akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan Edrea dan Sabrina,” ucap Reksa.“Kak Rose sudah menghubungiku agar kita tak khawatir. Edrea dan Sabrina baik-baik saja dan sebentar lagi mereka akan pulang dari rumah sakit,” ucap Elmira.“Begitukah? Syukurlah,” gumam Reksa. Ia mendudukan tubuhnya di sofa samping Elmira.“Minumlah dulu tehmu,” ucap Elmira.“Iya.” Reksa mengambil cangkir di atas meja lalu sedikit meneguk teh hangatnya.Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Meskipun Reksa sudah tahu kebusukan Andini dari mulut Elmira dan Margi tapi ia pun tetap tak menyangka jika Andini benar-benar setega itu. Andini bahkan tak memperdulikan nyawa Edrea yang bisa saja melayang jika saja ia terlambat untuk menyelamatkan.
Andini berlari mendekati kolam renang. Dengan panik ia melihat Sabrina yang masuk ke dasar kolam. Ia tahu jika Sabrina bisa berenang, tapi ini adalah kecelakaan dan mungkin saja putrinya akan tenggelam.“Sabrina!” Dengan panik Andini melompat ke dalam kolam untuk menyelamatkan Sabrina.‘Byuurrr’Semua orang yang mendengar teriakan Sabrina dan Andini berlarian keluar dari rumah. Mereka melihat Andini yang tengah berenang menghampiri Sabrina.“Sabrina?! Sabrina!” seru Reksa panik seraya melihat ke arah kolam.Sama halnya dengan Reksa, Elmira, Yasinta, Rose dan Malik j