Reksa menatap Elmira yang sudah terlelap setelah sesi percintaan mereka. Ia membenarkan letak selimut dan mengecup kening istrinya itu. Malam ini rasanya dirinya tak bisa memejamkan matanya. Ia turun dari ranjang lalu menenakan pakaiannya kembali. Sepertinya ia butuh angin segar. Lalu ia putuskan untuk keluar kamar.
Berjalan menyusuri lorong yang sepi, akhirnya Reksa memutuskan untuk menuju teras belakang. Namun dirinya terkejut saat indra penglihatannya menangkap sosok wanita sedang duduk di sofa membelakanginya. Reksa bertanya dalam hati, siapakah gerangan yang duduk sendiri di sana. Dengan langkah ragu Reksa mendekati wanita itu."Delia?" Reksa terkejut, ternyata selir keduanyalah yang duduk sendiri di teras belakang.
"Juragan?" Delia terheran melihat Reksa berdiri di depannya selarut ini. Bukankah seharusnya Reksa sedang tidur nyenyak bersama istri sahnya.
"Boleh aku duduk?" sedikit berbasa basi, Reksa mulai membuka pembicaraan.
"Tentu, silakan."
Delia berada dalam dekapan hangat Reksa. Sampai saat ini dirinya masih tak menyangka jika tadi ia bertemu dengan Reksa hingga kini mereka berakhir seperti ini, berbagi selimut dengan keadaan tubuh yang sama-sama tanpa busana. Setelah mereka puas melepas rindu.Reksa bangkit dari ranjang karena sebentar lagi fajar akan menyingsing, dan mungkin Elmira akan mencari keberadaannya."Juragan ...." Delia terheran karena mendadak suaminya itu bangun lalu kembali memakai pakaiannya.Delia mendudukan dirinya, menyender di kepala ranjang dengan mengapit selimut di sela lengannya agar tubuh telanjangnya tak terekspose."Maafkan aku, aku harus kembali ke kamar. Aku takut Elmira mencariku." Ucap Reksa mendekati Delia lalu mencium kening selirnya itu.Delia memejamkan mata saat bibir Reksa mengecup keningnya. Ia menikmati setiap sentuhan yang Reksa berikan."Kau tak apa kan?" Tanya Reksa lalu mendapat gelengen dari kepala Delia."Pergilah, Jurag
Waktu terasa cepat berlalu, kini usia kandungan Elmira menginjak sembilan bulan. Sudah saatnya buah hatinya lahir ke dunia. Aktifitas kuliahnya pun sudah ia hentikan satu bulan yang lalu.Elmira duduk di taman bersama dengan Delia. Menikmati secangkir teh dan kue di bawah pohon beringin besar sehingga terasa begitu rindang. Hubungan keduanya semakin dekat karena Elmira merasa nyaman dengan karakter Delia yang keibuan dan sikapnya yang selalu baik dengan Elmira. Tak seperti Andini yang selalu mengibarkan bendera perang padanya."Hanya berada di rumah sepanjang hari ternyata membuat bosan ya," ucap Elmira."Yaaa begitulah. Itu sebabnya aku sering mengajak Sabrina bermain atau menemani ibu di kamar beliau," sahut Delia."Aku ... hubunganku dengan beliau kurang baik, jadi aku tak bisa sepertimu yang bisa berbincang dengan beliau. Entah aku juga tak tahu tapi sepertinya beliau kurang menyukaiku. Mungkin karena latar belakangku yang berbeda dengan kau dan Andin
Elmira mengamati gerak gerik Reksa sepulang dari kerja. Masih sama seperti biasanya, tak ada yang berubah. Lalu kapan waktu yang suaminya gunakan untuk menemui Delia. Pintar sekali suaminya ini mengatur waktu. Benarkah dirinya adalah satu-satunya wanita yang dicintai suaminya. Lalu bagaimanakah dengan kedua istrinya yang lain. Apakah dirinya sudah terlalu egois karena terus menuntut Reksa agar menjadikannya yang utama."Sayang ...." Elmira terkesiap saat tangan Reksa membelai pipinya. Ia tak sadar bahwa sekarang ini suaminya sudah duduk di sebelahnya. Padahal sedari tadi ia terus memperhatikan gerak gerik suaminya. Mungkin ia terlalu sibuk dengan pemikirannya."Kau dari tadi melamun," sambung Reksa sambil tersenyum.Elmira tersenyum canggung pada Reksa lalu menunduk memperhatikan perutnya."Ada apa? Apa ada yang sakit?" Tanya Reksa khawatir karena dari tadi Elmira hanya diam sambil terus mengelus perutnya.Elmira menggeleng sebaga
Reksa merasa sedikit janggal dengan sikap Elmira pagi ini. Biasanya istrinya itu banyak bicara dan menempel manja padanya. Tapi pagi ini Elmira hanya diam dan melamun."Ada apa?" Reksa memeluk tubuh Elmira dari belakang."Kau mengagetkanku," ucap Elmira."Benarkah?! Itu karena kau melamun." Sahut Reksa lalu mencium pipi Elmira."Sudah saatnya kita sarapan." Ucap Elmira lalu membalik tubuhnya menghadap Reksa lalu mengalungkan kedua tangannya di leher Reksa.Elmira tersenyum memandang wajah tampan suaminya ini. "Aku mencintaimu," ucap Elmira.Reksa menyerngit mendengar penuturan Elmira."Ada apa?" tanya Elmira."Kau terlihat aneh," sahut Reksa.Elmira menautkan kedua alisnya. "Aneh?!""Iya ... kau terus menerus mengatakan cinta padaku," sahut Reksa.Elmira tersenyum masam, "kenapa, apa kau tak menyukainya?" Elmira menarik kedua tangannya dari leher Reksa."Bukan begitu," sahut Reksa."Apa kau suda
"Menurutmu aku harus bagaimana?""Maaf?" Tanya Haris tak mengerti karena tiba-tiba juragannya ini bertanya setelah beberapa saat terdiam."Hidupku begitu rumit ternyata," ucap Reksa."Aku tak menyangka dikelilingi banyak wanita malah membuatku tersudut seperti ini," sambung Reksa."Sudah saatnya pulang, Juragan. Matahari sudah mulai tenggelam," Haris memperingatkan Reksa saat jam kerja sudah usai."Bolehkah aku lebih lama tinggal di sini." Lirih Reksa sambil memejamkan matanya. Tubuhnya ia senderkan di kursi kebesarannya.Haris menggangguk meski ia tahu juragannya tak bisa melihatnya."Kalau begitu saya permisi." Pamit Haris lalu berjalan keluar dari ruang kerja Reksa.***Andini menghampiri Delia yang tengah mengajari Sabrina menggambar di ruang tengah."Gambar yang bagus." Puji Andini saat melihat gambar putrinya."Terima kasih, Ibu." Sahut Sabrina tersenyum gembira atas pujian dari sang ibu. Ia lal
Elmira terbangun dari tidurnya, tak ada Reksa atau siapapun yang ada di sampingnya. Ia melangkah menyusuri ruangan yang tampak asing baginya. Tak ada yang bisa ia lihat selain kabut putih. Mungkin ini efek dari penglihatannya yang belum sepenuhnya jelas karena ia baru saja terbangun dari tudurnya."Di mana aku?" Gumam Elmira semakin menapakan kakinya menyusuri tempat asing ini.Elmira meraba perutnya seperti yang biasa ia lakukan saat mengandung. Seketika matanya terbelalak."Bayiku!!" Elmira syok saat perutnya tak lagi besar. Perutnya kini rata, terasa kosong dan ringan. Ia tak merasakan adanya kehidupan lagi seperti sebelumnya."Tidak ... tidak ... ini tidak mungkin. Di mana bayiku!!" Seru Elmira yang sudah menangis histeris. Penampilannya pun sudah kacau karena kedua tangannya yang terus menariki rambut panjangnya.Elmira terdiam saat ia teringat sesuatu. "Reksa. Iya, pasti dia yang mengambil bayiku. Bayi yang kulahirkan peremuan, lalu dia menga
Reksa mondar mandir menunggu kabar dari Elmira yang sekarang sedang diperiksa oleh dokter."Dokter Yus!" seru Yasinta lalu mendekat begitu ia melihat pria berjas putih keluar dari ruang IGD.Reksa mengentikan langkahnya tepat di depan Dokter Yus. Begitu juga dengan Delia dan Inti yang mendekat ke arah dokter yang sedang menangani Elmira tersebut."Kita harus melakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya," ucap Dokter Yus."Operasi?" gumam Reksa."Keadaan tidak memungkinkan untuk melahirkan normal karena sang ibu tak sadarkan diri dan sudah banyak mengeluarkan darah," sambung Dokter Yus."Lakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa istri dan anak saya, Dokter," ucap Reksa."Tekanan darahnya tinggi. Ini jauh diatas normal untuk ukuran ibu hamil. Fisiknya juga semakin drop." Sambung Dokter Yus lalu pergi untuk menyiapkan langkah selanjutnya.Tubuh Reksa jatuh meluruh setelah mendengar penjelasan dari dokter. Ibu Yasinta berjongkok men
"Maafkan aku ...." Lirih Reksa yang terus menggenggam tangan Elmira."Aku tak bisa menjadi suami yang seperti kau harapkan," sesal Reksa.Tak sedikit pun dirinya beranjak dari tempatnya. Ia terus berada di sisi Elmira, berharap istrinya ini agar segera membuka matanya.***Andini mondar-mandir di ruang tamu menunggu kepulangan salah seorang anggota keluarga. Ia tak sabar ingin mendengar berita baik. Seperti berita kematian, contohnya."Nona, tak bisakah Anda menunggu hanya dengan duduk di sofa?" Margi memberanikan diri mengeluarkan isi dalam pikirannya karena ia sudah pusing dengan pergerakan nona majikannya."Diam!" seru Andini pada pelayan setianya namun selalu membuat ia naik darah.Margi segera mengatupkan mulutnya agar tak lagi mengeluarkan suara yang akan membuatnya kehilangan pekerjaan.Tak lama kemudian deru mesin mobil berhenti di depan pintu. Andini langsung menyongsong ibu mertuanya yang baru saja turun dari mo
Yasinta mencoba menenangkan Emran dan Abraham agar tak lagi rewel. Kedua bocah laki-laki itu terus saja mencari keberadaan Elmira saat mereka tahu ibunya tak ikut pulang bersama mereka.“Ibu mengapa belum pulang, Nenek?” rengek Abraham.“Sabarlah sebentar, Sayang. Ibu dan Ayahmu akan segera pulang. Kau tenanglah karena adikmu terus saja menangis. Jangan membuat Nenek semakin bingung,” ucap Yasinta.Mengerti jika saat ini neneknya sedang pusing, Abraham menghampiri Margi. “Bibik, hubungi Ibuku, katakan padanya aku menangis mencarinya,” ucap Abraham.“Tapi Anda tak menangis sama sekali kan, Tuan kecil, jadi saya tak bisa memberitahu kebohongan seperti itu kepada Ibu Anda,” ucap Margi.“Hhhh ... kau ini!” seru Abraham.“Ibu!” seru Edrea.&
Elmira membenahi riasannya saat ia sudah tiba di rumah orangtua Andini. Ini kali pertamanya ia menginjakkan kaki di rumah orangtua Andini ini, karena sebelum-sebelumnya Andini-lah yang berkunjung ke rumah utama Dhanuar.“Sudah, Sayang. Mau sampai kapan kau berdandan? Anak-anak sudah berlari masuk,” ucap Reksa. Ia memasang wajah nelangsanya melihat istrinya yang membenahi riasan tanpa henti padahal ibunya dan romongannya yang lain sudah masuk ke tempat acara.“Kau ini apa tak suka melihat istrimu tampil cantik?” ucap Elmira dengan wajah muramnya.“Hhhh ... ya. Lalu kapan kau akan menyelesaikan ritualmu itu?”“Aku sudah selesai.” Elmira menyimpan kembali alat riasnya. Ia lalu keluar dari mobil dan membenahi gaun panjangnya.“Apa aku sudah terlihat cantik?” tanya Elmira sebelum ia melangkahkan kakinya memasuki tempat acara.“Ya, kau terlihat sangat cantik dan anggun. Kau terlihat
Yasinta dan Reksa pulang saat waktu makan malam, sehingga mereka bisa makan malam bersama.“Ada apa, Sayang? Kau tampak ceria sekali?” tanya Reksa.Pertanyaan Reksa pada Elmira telah berhasil membuat Yasinta juga menoleh ke arah Elmira.“Ada berita baik yang datang hari ini.”“Oh ya? Berita apa itu?” tanya Reksa.“Tadi pagi Andini datang ke sini.”“Andini?” gumam Reksa memotong kalimat Elmira.“Yaa, dan kau tahu apa yang dia katakan padaku?!” seru Elmira antusias.“Apa?”“Satu bulan lagi Andini akan menikah dan kita semua diminta untuk datang ke sana,” ucap Elmira dengan begitu cerianya.“Benarkah itu?!” tanya Yasinta.“Iya, Ibu. Itu benar,” ucap Elmira.“Aku turut
“Nenek, apa Ibu dan Ayah tak ikut sarapan bersama kita?” tanya Sabrina.“Sabrina, kau makan saja makananmu, Sayang, atau kau akan terlambat untuk ke sekolah,” sahut Yasinta.“Tapi ke mana Ayah dan Ibu?” tanya Shaka.“Ayah dan Ibu kalian mungkin sedang ada sesuatu yang harus segera diselesaikan. Kau cepat habiskan sarapanmu dan segeralah berangkat dengan supir bersama Kakakmu,” ucap Yasinta.“Nenek, lihatlah. Emran makan belepotan,” ucap Edrea.“Mamama.” Emran begitu senang jika ia menyuap makanannya sendiri meskipun wajahnya akan belepotan dengan buburnya.“Nenek, aku sudah selesai,” ucap Sabrina.“Aku juga,” sambung Shaka.“Edrea, ayo kita berangkat,” ajak Sabrina.“Iya,” sahut Edrea.
Setelah kepergian Delia dan Andini dari rumah Dhanuar dan dari kehidupan keluarga Dhanuar, Elmira dan Reksa selalu melewati hari-hari yang membahagiakan. Elmira dan Reksa tak pernah membeda-bedakan anak-anak mereka, semua yang mereka lakukan adalah adil dan sama hingga Sabrina dan Edrea tak pernah merasakan kehilangan sosok ibu kandung dalam hidupnya.Mula-mula Sabrina terus menanyakan perihal Andini yang sekarang tak ikut tinggal bersama dengannya lagi namun lambat laun Reksa dan Elmira menjelaskan bahwa sekarang situasinya sudah berbeda dari dulu. Mereka memberi pengertian pada Sabrina bahwa ayah dan ibunya sudah berpisah dan tak akan pernah bisa kembali bersama lagi. Meski dulu Sabrina tak terlalu paham namun sekarang gadis itu sudah paham setelah usianya hampir menginjak remaja.Sabrina tumbuh menjadi gadis yang cerdas, cantik dan anggun yang memiliki tutur kata lembut dan sopan. Saat ini usianya sudah menginjak sepuluh tahun, satu tahun lagi ia akan memasuki sekol
Reksa sampai di rumah utama keluarga Dhanuar saat hari sudah lewat tengah malam. Ia pun langsung berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat.Rasa lelah dan penat yang ia rasakan menghilang begitu saja setelah ia melihat wajah damai Elmira yang kini telah terlelap. Ia tersenyum lalu ikut bergabung bersama Elmira di atas ranjang. Ternyata pergerakannya mengusik tidur Elmira hingga membuat istrinya ini membuka matanya.“Reksa, kau sudah pulang? Maaf aku ketiduran,” ucap Elmira.“Iya, baru saja.” “Kau sudah makan malam? Jam berapa ini, akan aku siapkan dulu.” Elmira bergerak hendak turun dari ranjang namun dicegah oleh Reksa.“Tidak perlu, ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kita tidur saja, aku juga sudah sangat lelah,” ucap Reksa.“Baiklah,” sahut E
Orangtua Andini menyambut kedatangan Reksa dan juga Andini dengan penuh rasa bahagia sebab mereka juga sangat merindukan Andini dan juga Reksa tapi ada hal ganjil yang membuat mereka bertanya-tanya, mereka tak melihat kedua cucu perempuan mereka ikut pulang ke rumah mereka ini.“Ayah, Ibu.” Andini langsung berhambur ke pelukan orangtuanya.“Andini, Reksa?! Ibu merasa senang sekali melihat kalian datang ke sini. Ibu juga sudah sangat rindu dengan kalian. Oh iya, di mana dua cucu Ibu? Sabrina dan Edrea?” tanya Siva.Andini menatap Reksa karena ia tak memiliki jawaban yang bagus. Bahkan saat ini Andini merasa takut jika orangtuanya menyalahkannya setelah mendengar cerita dari Reksa tentang semua yang sudah ia perbuat di rumah mertuanya.“Kali ini kami tak bisa mengajak Sabrina dan Edrea ke mari, Ibu. Mungkin lain kali Sabrina akan berkunjung ke sini,” ucap Reksa.“Begitukah? Baiklah, ayo masuk. Kalian pa
Reksa membaringkan Andini di atas ranjangnya, setelah itu ia keluar dai kamar Andini. Ia berjalan menuju ruang keluarga untuk menghampiri Yasinta dan Elmira.“Aku akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan Edrea dan Sabrina,” ucap Reksa.“Kak Rose sudah menghubungiku agar kita tak khawatir. Edrea dan Sabrina baik-baik saja dan sebentar lagi mereka akan pulang dari rumah sakit,” ucap Elmira.“Begitukah? Syukurlah,” gumam Reksa. Ia mendudukan tubuhnya di sofa samping Elmira.“Minumlah dulu tehmu,” ucap Elmira.“Iya.” Reksa mengambil cangkir di atas meja lalu sedikit meneguk teh hangatnya.Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Meskipun Reksa sudah tahu kebusukan Andini dari mulut Elmira dan Margi tapi ia pun tetap tak menyangka jika Andini benar-benar setega itu. Andini bahkan tak memperdulikan nyawa Edrea yang bisa saja melayang jika saja ia terlambat untuk menyelamatkan.
Andini berlari mendekati kolam renang. Dengan panik ia melihat Sabrina yang masuk ke dasar kolam. Ia tahu jika Sabrina bisa berenang, tapi ini adalah kecelakaan dan mungkin saja putrinya akan tenggelam.“Sabrina!” Dengan panik Andini melompat ke dalam kolam untuk menyelamatkan Sabrina.‘Byuurrr’Semua orang yang mendengar teriakan Sabrina dan Andini berlarian keluar dari rumah. Mereka melihat Andini yang tengah berenang menghampiri Sabrina.“Sabrina?! Sabrina!” seru Reksa panik seraya melihat ke arah kolam.Sama halnya dengan Reksa, Elmira, Yasinta, Rose dan Malik j