“Saat kita berada di dalam lift, aku tidak melihat Levon seperti yang kukenal. Dia seperti binatang buas ... Sangat dingin dan menakutkan,” ungkap Fletcher pada Eric yang mendaratkan tubuhnya juga di kursi di depan meja kerja Fletcher.
“Itu sudah biasa jika orang sedang marah.”
“Tidak, tidak ... Tidak seperti yang kau lihat waktu dia marah di kantin. Dia tidak sedang marah. Dari cara sikapnya, dia bukan orang sembarangan. Jika kau melihanya, kau tak akan sanggup menatapnya lebih lama.” Fletcher menjelaskan dengan menerawang jauh mengingat sikap mengerikan yang ditunjukkan Levon di dalam lift.
“Apa kau sedang bercanda?” Jari Eric mengetuk-ngetuk meja dan sedikit tidak percaya dengan ucapan Fletcher.
“Kau akan percaya jika kamu melihat rekaman cctv itu.” Fletcher menyandarkan tubuh di kursi kerjanya sambil menghembus napas kasar.
“Oke, aku akan percaya setelah melihatnya sendiri.&rdquo
Di malam hari sekitar pukul 18:30, Rose menjemput Levon di rumah sewanya. Mereka langsung menuju restoran RDO dan menemui Ethan untuk meminta tiket ekslusif premium gratis sesuai yang dijanjikan.Saat memasuki pintu belakang, ada sebuah lorong panjang di dalam. Di ujung lorong, ada sebuah pintu yang di jaga ketat oleh lima orang satpam. Levon dan Rose cukup memperlihat tiket itu mereka, dan mereka membukakan pintu yang menghubungkan ke dunia fantasi.“Wooowwwww ... apakah aku sedang bermimpi?” Levon membuka mulut dan tidak berkedip ketika ia sudah berada di dunia fantasi. Ia menampar pipinya sendiri untuk memastikan, apakah ia sedang bermimpi atau tidak. “sakit, aku tidak bermimpi.”“Kamu lihat sendiri, kita seperti ada di dunia lain.” Rose juga tidak mengedipkan mata menyapu pandangan ke sekelilingnya.“Iya Rose, dunia fantasi ini adalah ideku. Dan kamu beruntung, pemiliknya saat ini sedang bersamamu.” Levo
“Tolong usir dia!” perintah Rose pada satpam yang lewat di hadapannya. “dia sudah mengganggu ketenangan pengunjung lainnya.”“Itu tidak benar. Aku kesini datang untuk menikmati keindahan dunia fantasi ini, bukan untuk mengganggu,” timpal Fletcher.“Baiklah seperti ini saja. Kalian berpisah,” kata Si Satpam bijak dalam menangani permasalahan pengunjung.“Kamu dengar itu, Fletcher!” pekik Rose mempertebal ucapannya dan menarik tangan Levon untuk pergi dari hadapan Fletcher. Sementara itu, Si Satpam juga pergi meninggalkan Fletcher.“Sialan,” umpat Fletcher kesal. “aku harus cari cara untuk mengganggu mereka.”Beberapa detik berpikir keras, akhirnya Fletcher menemukan cara untuk mengganggu mereka. Ia memanggil seorang penyihir, “Penyihir oh penyihir. Datanglah!”Penyihir itu datang dari udara dan menghampiri Fletcher dengan wajah memerah, “Meng
Senyuman miring Ethan dan Fletcher kini semakin kecut. Mereka kesal karena obat itu dicampur ke hidangan Leo pizza, tetapi Levon tidak memakannya. Kini justru mereka melihat Rose memanggil waitress untuk membawa Leo pizza itu ke belakang. Dari gerakannya, mereka tahu Rose meminta waitress untuk membungkus Leo Pizza dan ingin dimakan dirumah.“Aku udah kenyang, bisakah kita melanjutkan petualangan lagi?” ajak Levon pada Rose sambil mengambil hp barunya di kantong celana.“Ya tentu! Sekarang masih jam delapan. Masih kurang empat jam untuk menikmati keindahan ruangan bawah tanah ini.” jawab Rose pada Levon yang sedang mengetik pesan di hp.Mereka pun menyusuri dan pergi ke dunia fantasi yang lain. Mereka pergi ke dunia fantasi kerajaan dan zaman masa purba.Mereka benar-benar takjub akan keindahan dunia fantasi di ruangan bawah tanah restoran RDO. Hingga tidak terasa ada pemberitahuan bahwa sudah hampir jam 12. Itu artinya restoran RD
Ethan tidak tahan menahan sakit perut, dan berlari menuju kamar mandi. Sementara itu, Levon dan anak buahnya tertawa puas menatap Ethan. “Itu akibat jika bermain-main denganku,”ucap Levon menyeringai. “Jaga dia! Jangan sampai Ethan mencari obat penawar. Jika dia mulai tidak merasakan kesakitan, beri makan hotdog itu lagi padanya. Lakukan sampai jam tujuh. Dan katakan padanya, dia dipecat oleh Tuan Leo!” titah Levon begitu dingin menatap kelima anak buahnya. Lalu, ia menoleh ke arah Pulisic dan menderap langkah ke luar. Pulisic mengerti, ia mengikuti Sang Tuan dari belakang untuk mengantarnya pulang. *** Keesokan hari di kantor, semua mata menatap iri dan dengki pada Levon yang baru datang. Levon tersenyum miring, tetapi ia tetap memasang wajah konyol dan berpura-pura heran melihat tatapan mereka. “Hei Lev, apakah kamu sudah memakan Leo Pizzanya?” tanya Rose menghampiri Levon. “Iya sudah, tetapi Leo Pizza itu membuatku sakit perut.” Lev
“Pengkhianat itu harus diberi pelajaran,” geram Pulisic mengepalkan tangan.“Pengkhianat? Apakah kau sudah menemukan bukti kejahatan Fletcher?” tanya Levon tersenyum kecut pada Pulisic.“Belum. Tuan benar, dia sangat licik dan rencananya terorganisir. Hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa Fletcher dibalik penurunan omzet perusahaan. Tapi, saya akan tetap mencari bukti itu. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga.”“Ah sudahlah ... Aku hampir lupa punya janji pada Rose. Aku akan kesana menerima hadiah darinya,” respon Levon malas dan menggerakkan tubuh ke atas.“Sepertinya Rose menyukai Tuan. Dia perempuan baik yang mau berteman dengan siapapun. Saya rasa dia pantas menjadi pendamping hidup Tuan,” ucap Pulisic melebarkan senyuman pada Sang Tuan yang sudah berdiri.Levon hanya tersenyum kecut tanpa ada jawaban. Ia menderap langkah menuju ruangan Rose.&ldq
Di saat jam istirahat, Fletcher dan Eric pergi ke ruangan CEO menemui Pulisic untuk meminta izin tidak masuk kerja. Mereka berdiri di hadapan Pulisic yang duduk di sofa dengan menyilangkan kaki. “Ada apa kalian kesini?” tanya Pulisic datar. “Jadi begini, Tuan. Saya meminta izin tidak masuk kerja selama empat hari kedepan. Alasan saya meminta izin kerena setiap setahun sekali keluarga besar mengadakan ritual keagamaan di rumah nenek saya. Dan kami memegang tradisi itu secara turun temurun. Kami harus menghadiri tradisi itu. Masalah pekerjaan, Tuan tenang saja. Saya akan tetap mengerjakan tugas dan tanggung jawab di sana.” jelas Fletcher berusaha meyakinkan Pulisic. “Sedangkan saya, juga meminta izin tidak masuk kerja selama empat hari. Saya harus menjalani pengontrolan penyakit jantung yang saya derita. Dan masalah pekerjaan, Saya tetap mengerjakan di rumah,” sambung Eric menjelaskan tujuannya datang ke Pulisic. Sebenarnya Pulisic ingin tertawa karena
Di ruangannya, Fletcher menggebarak meja dan menghambur kasar berkas-berkas di atas meja dengan penuh amarah pada Levon,“Shit! siapa dirimu sebenarnya, Sampah? Berani-beraninya kamu merebut Rose dariku.” “Aku akan membuat perhitungan padamu. Aku akan pergi ke Woodstock untuk mencari tahu asal-usulmu. Aku akan cari tahu masalalumu. Aku akan cari tahu kelemahanmu.” Fletcher semakin emosi dan tak bisa mengontrol dirinya. Ia menendang-nendang benda yang ada di sekitarnya. Saat jam istirahat berakhir, Levon meminta Pulisic memutar ulang cctv tersembunyi yang berada di ruangan Fletcher. Mereka berdua tertawa keras melihat kemarahan Fletcher. “Lihatlah Pulisic! Aku bahkan tidak perlu merencanakan sesuatu untuk memberikan pelajaran pada Fletcher. Rose secara tidak langsung telah membantuku.” *** Keesokan hari, jam 12 siang Fletcher dan Eric sudah berada di desa Woodstock. Levon sudah menempatkan beberapa anak buah di beberapa titik menjadi warga di de
“Iya.” Mendengar ucapan Azmir, Fletcher dan Eric memalingkan wajah ke arah lain dan tersenyum dengan bibir rapat. “Berati Levon pernah dipenjara?” Eric menatap Azmir kembali dan bertanya lebih dalam mengenai Levon. “Tidak!” jawab Azmir melebarkan senyuman pada mereka. “Tidak?” Fletcher sedikit menyeringai, ia menemukan celah untuk menghabisi Levon. “Levon tidak dipenjara karena sebelum bertarung, mereka sepakat menandatangani surat perjanjian yang disaksikan oleh kedua belah pihak. Barang siapa yang terbunuh, keluarganya tidak akan melaporkan kepada polisi.” “Dimanakah keluarganya sekarang? Maksudnya, apakah mereka mempunyai dendam pada keluarga ini?” tanya Eric dengan kalimat yang terkesan rapi dan berhati-hati agar Azmir tidak tersinggung untuk menceritakan semua hal terkait ini. “Mereka berada di desa ini,” jawab Azmir tersenyum dan terlihat santai dengan pertanyaan itu. Fletcher dan Eric semakin semringah. Mereka mempunyai
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me