Ketika Sargeni mengeluarkan sebilah kujang pusaka dari dalam tubuhnya. Tiba-tiba saja Sulima datang dan meminta Sargeni untuk mengurungkan niatnya menyerang kedua jin itu.
"Hentikan, Ki Sanak! Mereka adalah saudara sebangsa denganku!" cegah Senapati Sulima.
Sargeni pun langsung mengurungkan niatnya, dan kembali memasukan kujang tersebut ke dalam tubuhnya.
Sulima melangkah menghampiri Randu Aji yang sedang duduk santai sembari menikmati makanan.
"Maafkan perbuatan mereka, Raden." Senapati Sulima berlutut dan memberi hormat kepada Randu Aji.
"Aku yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Senapati," jawab Randu Aji penuh kerendahan hati.
Senapati Sulima bangkit, kemudian langsung memerintahkan Durgala dan Dargala untuk segera pergi dari tempat itu, "Kalian pergi dari tempat ini dan jangan pernah mengganggu lagi!"
"Baik, Senapati." Durgala dan Dargala menjura kepada
Ratusan murid dari Paguron silat Elang Putih, tiba di Padepokan Kumbang Hitam disambut hangat oleh Anggadita dan rekan-rekannya. Mereka langsung dibawa menghadap pimpinan padepokan tersebut. "Selamat datang para pendekar muda, selamat bergabung dengan Padepokan Kumbang Hitam!" seru Ki Bayu Seta berdiri tegak di hadapan para pendekar yang baru tiba itu. "Apakah kalian sungguh-sungguh untuk bergabung dengan kami?" sambung Ki Bayu Seta mengarah kepada para pendekar itu. Serentak para pendekar muda itu menjawab pertanyaan dari sang pemimpin Padepokan Kumbang Hitam, "Siap, Guru!" Ki Bayu Seta tersenyum lebar, ia merasa senang dengan kesiapan para pendekar itu, karena akan menambah kekuatan untuk kerajaan baru yang akan segera didirikan di bukit tersebut. Setelah itu, Ki Bayu Seta langsung memerintahkan Anggadita dan para murid lainnya untuk menjamu para pendekar yang baru tiba itu. "Kau tugaskan kaw
Satu Minggu kemudian, Prabu Erlangga langsung membuat gebrakan dengan mengutus lima ribu prajuritnya untuk membangun kota yang di dalamnya terdapat pemukiman warga, pasar dan pusat transaksi perdagangan rakyat.Kota tersebut dibangun di atas tanah yang di sebuah hutan di sekitaran perbukitan tersebut, hal itu dimaksudkan untuk menghidupkan roda perekonomian dan mensejahterakan rakyat agar tidak terlalu susah dalam menjajakan hasil panen mereka.Kota tersebut nantinya akan dikawal ketat oleh wadiya balad yang dipimpin langsung oleh Gondang Manik, secara bergilir mereka akan menjaga kota tersebut siang dan malam."Anggadita!" panggil Prabu Erlangga."Iya, Gusti Prabu," jawab Anggadita segera melangkah menghampiri sang raja."Besok kau bawa para prajurit untuk memastikan keamanan di daerah selatan kerjaan ini! Pastikan untuk pembangunan barak wadiya balad di s
Arumbi menarik napas dalam-dalam, kemudian menjawab lirih pertanyaan dari Aryadana, "Prajurit kita yang gugur ada sekitar 54 orang," kata Arumbi memberitahukan kepada Aryadana."Kita harus memperketat pengawasan di daerah ini, Prabu Erlangga sudah melakukan penjajakan dengan kerajaan Cen Seung Tong terkait pengadaan meriam dan perlengkapan perang lainnya yang diperkirakan akan segera tiba dalam waktu dekat ini. Persenjataan itu semua akan menjadi pelengkap para prajurit kita di sini," tutur Aryadana.Prabu Erlangga sudah menjalin hubungan baik dengan beberapa kerajaan besar, seperti kerajaan Sirna Baya dan kerajaan Kuta Gandok serta kerajaan pemasok persenjataan dari daratan China yakni kerajaan Cen Seung Tong, yang mempunyai seorang kaisar bijaksana dan sangat menjalin hubungan baik dengan kerajaan Kuta Tandingan semasa hidupnya mendiang Prabu Sanjaya ayahanda Prabu Erlangga."Lantas, jika ada praju
Satu hari kemudian....Pertempuran pun pecah, para prajurit kerajaan Kuta Tandingan di bawah pimpinan Sugriwa menyerang barak prajurit kerajaan Kuta Waluya di sepanjang perbatasan kedua wilayah kerajaan tersebut. Ribuan korban pun berjatuhan di antara kedua belah pihak, hal ini memicu konflik baru bagi kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Rawinta.Prabu Rawinta terlalu bernafsu dan penuh amarah, pasukannya terus melakukan penyerangan terhadap kerajaan yang diduga kuat sebagai otak di balik teror yang selama ini terjadi.Tanpa ia sadari serangan-serangan yang ia lancarkan terhadap kerajaan Kuta Waluya, menimbulkan dampak buruk yang menyebabkan perekonomi kerajaan tersebut secara perlahan menurun.Namun berkat gagasan yang brilian dari Prabu Rawinta dan juga kelicikannya. Ia berhasil melakukan siasat barunya yakni berhasil menguasai sebagian wilayah kerajaan Kuta Waluya yang merupaka
Di tempat terpisah, Arumbi dan Anggadita sedang melakukan pertarungan melawan belasan gerombolan rampok yang menyatroni rumah-rumah penduduk yang ada di dekat barak prajurit kerajaan Sanggabuana. "Serahkan kembali harta benda penduduk yang kalian rampas!" gertak Anggadita mengarah kepada pimpinan gerombolan rampok itu. "Tidak semudah itu, Ki Sanak. Kau harus melangkahi mayat-mayat kami terlebih dahulu untuk bisa mengambil kembali ini semua!" ujar pria berjanggut tebal berdiri gagah di hadapan Anggadita dan Arumbi. "Bedebah kau!" bentak Arumbi. Tanpa pikir panjang lagi Arumbi langsung melakukan serangan terhadap para perompak itu. Demikian pula dengan Anggadita, ia segera membantu Arumbi dalam melakukan perlawanan terhadap para perampok tersebut. Arumbi tampak beringas dalam melakukan pertarungan itu. Dengan bermodalkan ilmu bela diri yang mumpuni, Arumbi mampu mengalahkan beberapa orang komplotan perampok tersebut. "Rasakan ini!" teriak Arumbi menyabetkan pedang ke arah pria berj
Pagi itu, Prabu Erlangga mengajak Arimbi dan beberapa prajurit wanita pengawal pribadinya dan juga beberapa prajurit pria untuk ikut berangkat ke hutan. Hari itu Prabu Erlangga hendak melakukan perburuan rusa untuk melepas penat setelah hampir beberapa bulan semenjak berdirinya kerajaan yang ia pimpin itu, Erlangga belum sempat beristirahat dan hari itu ia manfaatkan untuk melepas lelah dengan acar berkemah dan berburu di hutan yang tidak jauh dari istananya.Aryadana dan Soarna pun ikut serta dengan membawa perlengkapan berburu dan juga tenda untuk berkemah, Prabu Erlangga berencana berada di dalam hutan tersebut sekitar tiga hari tiga malam, dan untuk pemerintahan di istana sementara waktu ia serahkan sepenuhnya kepada Senopati Randu Aji dan Bayu Seta sebagai penasehat istana kerajaan. "Bawa kuda dan perlengkapan yang sudah disiapkan!" perintah Aryadana mengarah kepada dua prajuritnya."Baik, Gusti." Prajurit itu bergegas melaksanakan tugas dari panglimanya.Setelah siap,
Malam harinya, Prabu Erlangga, Arumbi dan yang lainnya sedang berbincang santai di depan perkemahan yang mereka dirikan di tengah hutan tersebut. Erlangga akan terus melanjutkan rencananya, memerintahkan kepada para panglima prajurit kerajaan untuk terus melakukan pendudukan ke wilayah-wilayah penting yang masuk dalam bagian kerajaan Kuta Waluya. Hal tersebut dilakukan semata-mata bertujuan untuk melindungi rakyat di kerajaan tersebut dari keberingasan tentara kerajaan Kuta Waluya dan juga agresi yang sedang gencar dilakukan oleh pihak kerajaan Kuta Tandingan terhadap sebagian wilayah dari kerajaan Kuta Waluya. Bahkan mereka sudah menguasai dengan sempurna dan menempatkan ribuan prajurit perang dan peralatan tempur secara lengkap.Karena niat awal mereka adalah menguasai kerajaan tersebut dan mengeruk sumberdaya alam di wilayah kerajaan itu."Aku harap ke depannya kita tetap fokus dalam misi pembebasan rakyat kerajaan Kuta Waluya dan semua wilayah kerajaan tersebut harus seger
Aryadana berhasil mendapatkan 5 ekor rusa dari hasil berburu bersama para prajuritnya, ia tampak senang dengan hasil yang didapatkannya itu. "Akhirnya panahku tidak meleset lagi hari ini," kata Aryadana merayakan kegembiraan setelah berhasil membidik rusa dengan panahnya. "Ayo, Prajurit. Kita kembali ke perkemahan!" sambung Aryadana mengarah kepada para prajuritnya.Ia melangkah di barisan depan bersama Soarna dan diikuti sepuluh prajurit terbaiknya itu. "Kalau sudah tiba di perkemahan, kalian langsung bersihkan rusa-rusa itu."Baik, Gusti," jawab salah seorang prajurit, sembari langsung mengikuti langkah Aryadana untuk kembali ke perkemahan.Mereka berjalan menyusuri jalanan yang rimbun dan banyak ditumbuhi oleh tanaman liar, tampak kesusahan jika berjalan tidak sambil menebas pepohonan tersebut. Namun mereka tetap santai karena sudah terbiasa dengan hal tersebut.Dalam perjalanan menuju ke arah perkemahan, Aryadana dan rombongan di hadang oleh empat pende
Sore hari, setelah berangkatnya Senopati Yurawida ke istana kerajaan Sanggabuana. Maha Patih Akilang kembali melakukan perbincangan dengan para prajurit senior. Kebrutalan para prajurit kerajaan Sirnabaya masih menjadi topik penting dalam perbincangan tersebut."Hidupku tidak akan pernah merasa tenang sebelum bisa membalas kematian para prajurit kita dan aku berjanzi akan menghancurkan kerajaan Sirnabaya yang sudah bertindak sewenang-wenang terhadap kerajaan kita!" kata Maha Patih Akilang berbicara dengan para prajuritnya di pendapa istana kepatihan."Aku pikir ini semua hanya sebuah kesalahpahaman saja, Gusti Patih?" tanya seorang prajurit senior mengerutkan kening."Itu hanya alasan dari Jaka Sena. Sebenarnya ia sudah merancang sedemikian rupa," jawab Maha Patih Akilang di antara deru napas yang bergejolak penuh dengan amarah yang sudah membumbung tinggi di dalam jiwa dan pikirannya kala itu."Saat masih menjabat sebagai panglima pasukan sejagat raya pun, ia sudah berusaha menekan pa
Dengan demikian, Darunda dan Panglima Janeka terus berbincang sambil mengamati pergerakan pasukan musuh. Mereka duduk santai di sebuah bangku panjang yang ada di atas tembok raksasa yang menjulang tinggi—pagar pembatas dan benteng pertahanan wilayah kerajaan Sanggabuana."Prabu Wihesa adalah murid Ki Buyut Dalem, dia dibesarkan di wilayah kepatihan Waluya Jaya semasa masih menjadi sebuah kadipaten sebelum bergabung dengan kerajaan Sanggabuana," terang Panglima Janeka."Aku baru tahu, ternyata Wihesa merupakan seorang pendekar sakti yang memiliki ilmu kanuragan yang sangat mumpuni," ujar Darunda.Panglima Janeka menghela napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkan perlahan sambil tersenyum memandang cahaya obor yang tampak remang-remang di tengah hutan.Posisi Panglima Janeka dan Darunda kala itu berada di atas tembok raksasa, sehingga apa pun yang terjadi di dalam hutan akan terlihat, apalagi dengan kondisi hutan yang gundul seperti itu.Kala itu, hanya D
Di saung tersebut, sang raja langsung membicarakan sesuatu yang sangat penting kepada pendekar muda itu. Sejatinya, raja dan maha patih sangat tertarik kepada Kumba dan mereka berniat untuk merekrut pemuda itu untuk menjadi seorang prajurit kerajaan.Semua berdasarkan penilaian dari sang raja dan maha patih yang suka dengan kepiawaian pendekar tersebut dalam hal olah kanuragan."Seandainya kau mau dan siap. Aku akan menawarkan sesuatu buatmu," kata sang raja lirih, pandangannya lurus ke wajah Kumba.Kumba menghela napas sejenak. Ia berpikir, "Apakah aku layak menjadi prajurit di kerajaan? Sedangkan kemampuanku hanya terbatas?"Maha Patih Randu Aji mengerutkan kening dan mengamati Kumba yang hanya diam termangu. "Jawablah! Jika kau bersedia, kau akan mendapatkan kedudukan sebagai prajurit dan bisa mendapatkan pelatihan khusus dari para pelatih ilmu beladiri di Padepokan Kumbang Hitam!" timpal Maha Patih Randu Aji menatap tajam wajah Kumba–sang pendekar muda
Ketika fajar sudah menyingsing, para prajurit kerajaan Sanggabuana segera bergerak melewati perbatasan wilayah kerajaan Sanggabuana. Kemudian, ribuan pasukan tersebut memasuki hutan dengan maksud mengambil jalan pintas hendak menuju barak para prajurit kerajaan Sirnabaya—yang menjadi target utama serangan pagi itu.Beberapa meter hampir mendekati target, Senopati Yurawida segera menyeru kepada para prajuritnya untuk berhenti sejenak. Dengan demikian, pasukan yang berjalan di barisan terdepan pun segera menghentikan langkah mereka."Tugas utama kita adalah menghancurkan barak musuh dan mengusir mereka agar menjauh dari daerah ini!" kata Senopati Yurawida berkata kepada para panglimanya yang kala itu berada di barisan terdepan ribuan pasukan tersebut."Tapi ingat! Kalian harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan banyak korban dari prajurit kita!" pinta sang senopati menambahkan."Baik, Senopati. Kami akan melindungi pasukan di barisan depan dengan menggun
Namun, para prajurit tersebut berlari dengan begitu cepat. Sehingga para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak dapat mengejar mereka.Entah ke mana larinya mereka? Langkah dan pergerakan mereka sudah tidak dapat dideteksi ketika masuk ke wilayah kerajaan Sirnabaya.Akan tetapi, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah dapat mengetahui, bahwa para penyusup itu merupakan kelompok prajurit kerajaan Sirnabaya yang sengaja masuk ke wilayah kedaulatan Kundar yang kini sudah masuk dalam wilayah kerajaan utama Sanggabuana.Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Panglima Amerya yang kala itu dipercaya sebagai pimpinan keamanan di wilayah tersebut. "Apa maksud mereka, hingga berani menyusup ke wilayah kita?" tanya Panglima Amerya mengarah kepada seorang prajurit yang baru kembali setelah mengejar para penyusup itu.Prajurit itu mengerutkan keningnya, tampak tidak memahami apa yang dikehendaki dan direncanakan oleh para penyusup tersebut."Entahlah, aku p
Sebulan kemudian, Prabu Erlangga langsung memanggil Dewangga, Dasamuka, dan segenap tokoh masyarakat Conada. Prabu Erlangga hendak membicarakan kesepakatan bersama tentang pembentukan kadipaten Conada sesuai keinginan rakyat di daerah tersebut.Prabu Erlangga dan para tokoh utama Conada segera menggelar pembicaraan penting yang membahas pembentukan pejabat pemerintahan untuk memimpin kadipaten Conada, musyawarah tersebut dihadiri pula oleh para petinggi istana dan juga Adipati Sargeni serta Adipati Soarna sebagai perwakilan dari daerah yang dulunya merupakan bagian dari induk daerah Conada yang sebagian besar wilayah tersebut masuk di dalam wilayah pemerintahan dua kadipaten itu."Apakah kalian akan menyetujui dan menerima keputusanku, jika aku sendiri yang memilih siapa yang layak menjadi seorang pemimpin yang akan menjadi adipati di kadipaten Conada?" tanya sang raja di sela perbincangannya dengan para tokoh masyarakat Conada.Dasamuka dan tokoh masyarakat Conada ya
Beberapa saat kemudian, para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berhasil mendekat ke arah lembah tempat keberadaan para pemberontak tersebut, Panglima Wanakarma dan Panglima Jaka Kelana segera membagi tugas."Kau dengan 150 prajurit segera naik ke bukit sana, aku dan yang lainnya tetap di sini!" bisik Panglima Jaka Kelana."Baik, Panglima." Panglima Wanakarma segera turun dari kudanya. Setelah mengikatkan tali kuda, ia langsung memerintahkan para prajuritnya untuk segera naik ke atas bukit yang berada tepat di atas lembah. Dengan penuh kehati-hatian dan terkesan senyap, Panglima Wanakarma dan para prajuritnya mulai bergerak perlahan naik ke atas bukit dengan maksud menyergap para prajurit musuh yang berada di beberapa saung yang mereka dirikan si atas bukit tersebut."Kalian langsung sergap mereka! Jika mereka tidak melakukan perlawanan jangan sakiti mereka!" perintah Panglima Wanakarma.Para prajurit itu pun segera melaksanakan tugas tersebut dan langsung
Ternyata semua rencana berjalan seperti yang telah diperhitungkan. Pasukan pemberontak akhirnya mundur tepat pada waktunya, meskipun para prajurit kerajaan Sanggabuana tidak melakukan gangguan terhadap mereka.Pra prajurit kerajaan Sanggabuana yang baru tiba itu, sangat merasakan kenyamanan setelah melakukan perjalanan jauh, tiba di tempat tersebut tanpa ada halangan."Bersyukurlah, kita datang mereka sudah lebih dulu ketakutan dan menjauh dari tempat ini," ujar Wanakarma sang panglima perang yang baru saja pulang dari Kepatihan Waluya Jaya dan langsung ikut bersama Senopati Lintang ke Alas Conan."Aku harap, kalian bisa menikmati istirahat kalian malam ini," timpal Panglima Jaka Kelana.Dari kelima ratus prajurit yang dipimpinnya itu, yang bertugas jaga hanya sekitar seratus prajurit saja, itu pun secara bergiliran agar mereka tidak terlalu kelelahan ketika akan menggempur pertahanan musuh di dalam hutan tersebut."Kalian harus segera istirahat!" seru Pangl
Keesokan harinya tepat menjelang sore, Panglima Jaka Kelana dan Senopati Lintang serta ribuan pasukan dengan persenjataan lengkap sudah bersiap hendak melakukan perjalanan jauh menuju ke kadipaten Conan Selatan dan Conan Utara untuk mengamankan kedua kadipaten tersebut dari teror para pemberontak yang akhir-akhir ini kerap melakukan teror terhadap para penduduk.Tampak seribu prajurit khusus sudah bersiap untuk segera berangkat, ada sekitar 300 pasukan kuda dan 20 pedati yang ditarik oleh beberapa ekor sapi yang membawa peralatan kemah dan juga bahan makanan untuk perbekalan para prajurit selama bertugas di sana."Aku harap kalian berhati-hati dan waspada terhadap para pemberontak itu!" pesan Prabu Erlangga di sela pelepasan para prajurit kerajaan yang hendak bertugas menumpas para pemberontak yang berada di hutan Conan."Baik, Gusti Prabu," ucap Senopati Lintang.Selain dirinya, istrinya pun ikut dalam tugas tersebut. Winiresti bersama ratusan prajurit wanita dan pasuka