Beranda / Semua / Sang Panglima Perang / Kereta penjemputan

Share

Kereta penjemputan

Penulis: Cristi Rottie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

    Zhang Yuan, anak kedua dari jenderal Zhang Jin sudah terkenal dengan kehidupan bebas dan santai. Dia bahkan tak peduli jika setiap hari harus berdebat dengan ayahnya karena hanya mabuk-mabukan. Keberanian ini dia dapatkan dari Wu Huan yang selalu menuruti keinginan dan membela setiap tindakkan salah yang dilakukan oleh Zhang Yuan.

    “Apa maksud Ayah?” Zhang Yuan menoleh lagi ke samping di mana papan roh yang bertuliskan nama jenderal muda Zhang Fei membuat matanya berkaca-kaca.

    Tamparan dari Zhang Jin sepertinya telah menyadarkan dia dari pengaruh alkohol. Sosok kakak yang selalu pulang dengan kemenangan peperangan kali ini hanya membawa tubuh tanpa jiwa.

   Zhang Yuan berjalan kaku. Dia tersungkur di samping Wu Huan yang sedang terisak menahan tangis. 

    “Ibu ... apa dia benar kakakku?” Zhang Yuan menoleh ke samping dan menoleh lagi melihat kediamannya yang dipenuhi dengan suasana duka.

    “Tidak! Ini tidak mungkin! Kakakku petarung yang hebat, dia jenderal muda yang berbakat. Tidak mungkin meninggal!”

    Zhang Yuan menguatkan diri dan berdiri menghampiri peti mati di hadapannya. Dengan cepat dia membuka tutup peti dan mendapati tubuh sang kakak yang sudah memucat dan tak bernapas lagi.

    “Kakak!” Teriakkan Zhang Yuan diiringi dengan tangisnya yang pecah. Dia tersungkur di bawah peti sambil memukul lantai yang keras. Rasa sakit di tangannya bahkan tak terasa lagi saat mengetahui kenyataan yang sebenarnya.

   Bayangan wajah Zhang Fei muncul dalam benaknya dengan rupa pahlawan yang pemberani. Bahkan lelucon yang sering dia lakukan di hadapannya muncul bagai kenangan yang hanya bisa diingat dalam pikiran.

    “Pelayan! Bawa Tuan muda kedua ke kamarnya dan bersihkan segala kekotoran yang menempel di tubuhnya. Aku tak mau aroma busuk tercium di samping peti mati jenderal muda!” pinta Zhang Jin dengan wajah datar.

    Usai pemakaman anak tertua dari jenderal Zhang Jin, suasana duka masih menyelimuti kediaman. Zhang Yuan duduk bersujud sambil memandang papan roh Zhang Jin dengan mata yang sembab.

    “Tak ada gunanya kau berlutut di sini. Bahkan sampai air matamu habis, kakakmu tak akan pernah kembali!”  Zhang Jin yang sudah beberapa kali datang menemuinya malah menjadi kesal melihat air mata Zhang Yuan yang terlalu berlarut. Baginya seorang prajurit yang mati di medan perang adalah kemuliaan yang sangat besar. Meski dalam hati dia begitu merasa kehilangan dengan anak kebanggaannya, tapi sebagai jenderal besar dia telah tahu akan ada hal ini yang menimpa anaknya.

    Zhang Yuan tak membalas perkataan ayahnya, dia membungkam hingga sang ayah tak tahan melihat sikapnya dan pergi dari sana.

    Kematian sang kakak membuat Zhang Yuan berpikir kalau ayahnya pasti akan meminta dia untuk bergabung dengan prajurit, karena sang kakak telah tiada maka dia satu-satunya anak yang harus mengangkat martabat keluarga jenderal besar kerajaan Song.

    ***

    “Di mana anak itu?!” 

    “Suamiku, dia belum terbiasa bangun di jam seperti ini. Lagi pula ini masih terlalu pagi baginya,” bujuk Wu Huan dengan suara pelan sambil menyuguhkan secangkir teh ke hadapan Zhang Jin untuk menenangkan kekesalannya.

    Pagi ini entah sudah berapa kali pelayan membangunkan Zhang Yuan, tapi jawaban mereka tetap sama. Zhang Yuan malah memarahi mereka dan menutup pintunya dari dalam kamar. Wajar saja emosi Zhang Jin meluap-luap karena tingkah laku Zhang Yuan telah melewati batas.

    “Pelayan!” teriak Zhang Yuan membanting cangkir yang baru saja dia pegang ke atas meja hingga membuat Wu Huan mengerjapkan matanya karena terkejut.

    “Dobrak pintu kamar anak tak bermoral itu dan seret dia kemari! Jika kali ini kau tidak membawa anak durhaka itu kemari, maka kepalamu akan kupisahkan dari tubuh!”

    Bahkan seorang pelayan yang mendengar pinta dari Zhang Jin menjadi gemetar ketakutan. Lelaki itu pergi dengan cepat menemui Zhang Yuan. Pintu kamar Zhang Yuan didobrak sesuai dengan perintah Zhang Jin.

    “Hei! Ada apa ini? Siapa yang memberikanmu keberanian untuk mendobrak kamarku? Apa kau ingin mati?!”

    “Tu-tuan muda kedua, Tuan jenderal telah berkali-kali memanggilmu. Kali ini Tuan sangat geram dan memintaku untuk mendobrak pintu kamar dan menyeret Tuan muda.”

    Zhang Yuan yang masih berbaring sontak bangun dan duduk di tempat tidur dengan menopangkan tangannya di atas lutut. “Menyeretku? Kau berani?” tanya Zhang Yuan menatapnya tajam.

    “Maaf Tuan muda, aku terpaksa harus melakukannya jika Tuan muda tak mau.”

    Zhang Yuan masih berdiam diri dengan wajah angkuh hingga membuat pelayan lelaki itu berjalan menghampirinya.

    “Jika kau melangkah sekali lagi maka aku akan membunuhmu!”

    “Tuan muda, ampuni aku. Aku hanya mengikuti perintah jenderal besar. Nyawaku juga terancam di sana sini,” ucap sang pelayan dengan berlutut dan membungkuk.

    “Berdirilah! Aku akan pergi sendiri!” Tak ingin menghabisi nyawa seseorang, terpaksa Zhang Yuan pergi menemui ayahnya tanpa berpakaian dengan sempurna.

    Begitu sampai di hadapan kedua orang tuanya, Zhang Yuan menguap dan memberi salam dengan asal-asalan di hadapan mereka. “Ayah, Ibu, aku datang.”

    “Bagus, kau masih menganggapku sebagai ayahmu! Kalau begitu, mandi dan bersiaplah. Kereta sudah menunggu di depan gerbang,” ucap Zhang Jin dengan wajah datar.

    “Kereta? Kita mau ke mana?” tanya Zhang Yuan yang bingung, sebab ayahnya tak pernah mengajaknya untuk bepergian.

     

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Herry Yorie
cerita yang bagus dan menarik
goodnovel comment avatar
Chaihusni
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sang Panglima Perang   Paksaan ke barak militer

    “Ke barak militerku!” Zhang Yuan terperangah mendengar perkataan ayahnya. Hal yang paling dia tidak mau adalah pergi ke tempat membosankan yang hanya dihuni oleh semua pria dan tidak ada arak. “Tidak mau!” bantah Zhang Yuan membalikkan badannya. “Suamiku, tidak boleh!” sambung Wu Huan memegang lengan Zhang Jin dengan wajah memelas. “Keputusanku sudah bulat. Meski kau memohon tak ada gunanya.” Zhang Jin menatap lurus ke depan dengan wajah dingin. Keputusannya kali ini agar Zhang Yuan bisa mengubah seluruh perilakunya yang buruk. “Zhang Jin! Aku sudah kehilangan satu anakku, apa kau mau aku kehilangan anakku yang terakhir?” Wu Huan membentak dengan tangisannya yang mengingat bagaimana Zhang Fei meninggal di medan perang. “Zhang Jin, aku mohon. Jangan memaksa Zhang Yuan, dia tidak terbiasa dengan kehidupan yang keras seperti itu.”

  • Sang Panglima Perang   Kerasnya kehidupan militer

    “Aku setuju!” teriaknya sekeras mungkin untuk membuang rasa terpaksa. Tangan Zhang Yuan segera dilepaskan begitu dia telah setuju untuk ikut dengan ayahnya. Dengan wajah yang babak belur dia berjalan mengikuti Zhang Jin dan masuk ke dalam kereta. Di dalam kereta wajah bersalah Zhang Jin terlihat jelas saat memperhatikan Zhang Yuan yang mengelus-ngelus lebam di wajahnya. “A-apa itu sakit?” tanya Zhang Jin kaku. Zhang Yuan menatapnya kesal dan membuang pandangan tak ingin melihat sosok kasar dan jahat terhadap anak sendiri. “Tidak perlu bertanya, Ayah cukup melihatnya saja sudah tahu, bukan?” Zhang Jin menarik napas agar tenang. Mungkin saat ini tidak baik untuk bercerita dengan Zhang Yuan yang masih kesal dengan perlakuannya tadi. “Tak peduli bagaimana kau menilaiku aku tetap akan terima, karena semua yang aku l

  • Sang Panglima Perang   Hukuman Militer yang keras

    Zhang Yuan tersentak, dia hanya memandang Jing Lei dengan santai sambil menunjukkan telunjuk ke arahnya sendiri, “aku?” “Zhang Yuan! Keluar dari barisanmu!” Dengan wajah tak bersalah Zhang Yuan keluar dari barisan itu dan berjalan meninggalkan lapangan. “Berhenti!” Zhang Yuan berbalik dan menatapnya kesal. “Bersihkan kamar mandi dan penuhi bak air! Itu hukumanmu,” lanjut Jing Lei dengan wajah tegas. Zhang Yuan hanya mengangguk, menyetujui lalu meninggalkan Jing Lei dengan napas kesalnya mengatasi anak jenderal besar mereka. Selama pelatihan di luar, Zhang Yuan hanya tertidur. Dia bangun kembali saat hari mulai sore dan pergi ke sudut perbatasan kamp. Di sana dia menemui pelayan pribadinya yang datang membawa uang dan sesuatu di dalam kereta. Sebelumnya dia juga sudah memerintahkan pelayan itu untuk melaksanakan hukuman yang seharusnya dia lakukan. “Apa yang kau bawa? Kenapa kemari meng

  • Sang Panglima Perang   Titah eksekusi atas pengkhianatan

    “Baik! Jika aku berhasil melewati hukuman ini, maka tidak ada alasan lagi untuk menahanku di sini. Jangankan tiga hari, bahkan empat hari bisa aku lakukan jika kau berani menepati janjimu!" tantang Zhang Yuan dengan lantang. Dari jauh, Zhang Jin tertawa keras mendengar keberanian anaknya menantang di luar batasannya sendiri. Dia tahu kalau tubuh yang tak terlatih dari Zhang Yuan pasti hanya akan tahan sampai besok hari. “Janji seorang lelaki adalah mutlak! Berhati-hatilah saat membuat janji, Zhang Yuan. Jangan sampai kau harus menjilati ludah yang sudah kau buang!” “Langit menjadi saksi! Aku akan melewati empat hari di sini!” Untuk melepaskan rasa kesalnya terhadap sang ayah, Zhang Yuan telah bertekad agar bisa melewati hukuman yang baru saja dijatuhi oleh ayahnya sendiri. Dia ingin terbebas dari penjara neraka yang mengurungnya. Dua hari telah berlalu. Apa yang mustahil bagi pandangan

  • Sang Panglima Perang   Malam terakhir

    Titah yang baru saja didengarkan membuat semua jantung terpukul. Semua pelayan yang ada di dalam kediaman saling melemparkan pandangan seakan tak percaya jika jenderal besar mereka melakukan pengkhianatan. Berbeda dengan Zhang Jin, dia sama sekali tidak berekspresi dengan hukuman eksekusi tersebut. Sorot mata kosong itu hanya memaku ke depan tanpa berkedip. “Jenderal Zhang Jin, apa kau tidak mau menerima titah kaisar?” Pandangan mata Zhang Jin kini menengadah ke atas melihat tajam ke arah kasim yang tersenyum samping memandangnya. Dia mengangkat tangannya sambil mengeraskan rahang untuk menahan semua kegeraman yang tak sanggup untuk dia lampiaskan. “Ayah! Tidak! Jangan menerimanya!” Zhang Yuan yang sejak tadi tak percaya jika hari-hari bahagianya akan berakhir memberanikan dirinya untuk menyela utusan kaisar. “Ayahku adalah jenderal besar k

  • Sang Panglima Perang   Panggung Eksekusi

    Pedang terlempar ke tanah begitu saja karena sambaran satu batu kerikil kecil yang kuat dari arah lain. Mata Zhang Yuang terbuka menyadari dirinya masih hidup. Di depan gerbang, Zhang Jin berdiri dengan wibawanya sebagai jenderal besar. Semua prajurit pengawas yang tadinya begitu angkuh menertawakan Zhang Yuan kini terdiam dengan wajah gugup. “Je-jenderal, kami hanya menerima perintah dari kaisar untuk membunuh setiap orang yang mencoba untuk keluar dari kediamanmu.” “Titah kaisar ada di tanganku, apa ucapanmu lebih penting dari titah yang tertulis? ... lagi pula aku melihatmu sendiri menyeretnya keluar,” ucap Zhang Jin membuat prajurit menundukkan wajah mereka, menahan kesal yang bercampur takut. “Bahkan sampai sekarang aku masih jenderal besar kerajaan Song. Aku bisa mengambil kepala kalian jika tidak melepaskannya sekarang juga!&r

  • Sang Panglima Perang   Nyawa yang Diampuni

    “Tunggu!” teriak Zhang Jin menghentikan ayunan pedang yang hampir memisahkan bagian tubuh istrinya. Atas perintah dari sang kaisar dengan tangan yang terangkat, eksekusi itu dijeda. Kedua orang yang berdiri di sampingnya terlihat begitu tak senang dengan penjedaan itu. “Saya mohon kaisar memberikan kemurahan hati terhadap keturunanku yang terakhir, mengingat akan kontribusiku terhadap kerajaan dan janji lisan yang diberikan kaisar sebelumnya untuk memberikan pengampunan terhadap keturunan terkahirku jika di masa depan didapati ada kesalahan yang aku lakukan,” jelas Zhang Jin membuat semua yang mendengar berbisik-bisik menganggukkan kepala. Memang sebelumnya, Zhang Jin adalah jenderal yang membantu kaisar terdahulu naik takhta. Oleh sebab itu kaisar mengucapkan janjinya di hadapan semua mentri dan bahkan hal ini telah diketahui oleh seluruh kerajaa

  • Sang Panglima Perang   Perjalanan ke Kanguan

    Di dalam kegelapan, aura dingin dan bau busuk, Zhang Yuan meringkuk beralaskan jerami yang tak tahu sudah berapa banyak ditempati oleh para tahanan. Kehidupannya benar-benar telah hancur. Hari-hari bahagia dan bebasnya telah berakhir. Keluarga, kekayaan, dan ketenarannya di kalangan para wanita menghilang dalam sekejab. Dalam lamunan pikirannya tentang ucapan sang ayah dan kasih sayang sang ibu, dia terlelap. Batinnya begitu letih untuk memikirkan semua kenyataan menyedihkan yang datang secara tiba-tiba itu.... “Ah Ibu, berhentilah menggangguku. Aku sangat mengantuk,” gumam Zhang Yuan yang merasakan seseorang menggoyang-goyangkan tubuhnya. Namun suara tawa dari beberapa lelaki menyadarkannya kalau kebiasaan itu telah berakhir. Zhang Yuan membuka matanya yang masih terasa berat dan memfokuskan penglihatannya ke depan. Mata sembab itu terlihat sangat men

Bab terbaru

  • Sang Panglima Perang   Ma Jun Dan Permaisuri Berhasil Lolos

    Semua orang terperangah melihat kaisar Qin Huang yang seharusnya tak boleh ada di situasi berisiko seperti ini. Perintah untuk menangkap permaisuri Xun Yan dan Ma Jun segera dilakukan oleh prajurit yang dipimpin He Qianfan. Namun sayang tindakan itu berakhir gagal sebab kerumunan rakyat yang berlari dari arah berlawanan, menghalangi pasukan He Qianfan yang berusaha mengejar Ma Jun dan Xun Yan. Sementara itu Zhang Yuan justru terdiam melihat pemandangan di depan mata. Ma Jun dan Xun Yan berlari begitu cepat, hingga berhasil bergabung dengan pasukan musuh. Sedangkan Qin Huang terlarut dalam kegeraman, dia memerintahkan jenderal memimpin pasukan dan menangkap kembali kedua tahanan kerajaan yang meloloskan diri dengan cara apa pun. “Panglima Zhang, kau berani meloloskan tahanan kerajaan!? Apa perintahku sama sekali tidak kau anggap!?” Qin Huang menatap geram ke arah Zhang Yuan. Zhang Yuan menundukkan wajah dan mengakui kesalahan. Namun emo

  • Sang Panglima Perang   Dua Nyawa Untuk Keselamatan Banyak Nyawa

    Pesan yang tertulis di atas kertas membangkitkan kegeraman. Ekspresi Zhang Yuan berubah, kertas dicengkeram kuat hingga tangannya bergetar. “Ada apa panglima Zhang?” tanya jenderal ikut merasa penasaran melihat ekspresi Zhang Yuan. “Mereka meminta kita untuk menyerah. Jika tidak, akan ada kiriman tubuh tak bernyawa lagi setiap dua jam!” “Sialan! Mereka benar-benar tidak manusiawi!” umpat jenderal menahan geram, “apa panglima Zhang punya rencana lain?” Zhang Yuan terdiam sejenak. “Mau mengancamku? Baik!” Zhang Yuan memerintahkan Chen Changyi untuk membawakan pesan ke pihak musuh menggunakan ancaman balik dengan menggunakan nyawa Ma Jun dan permaisuri. Suasana menjadi semakin tegang ketika dua jam berlalu. Kali ini tubuh tak bernyawa seorang wanita muda dan anak kecil yang dikirimkan oleh seekor kuda. Namun Zhang Yuan masih tetap tidak memberi perintah penyerangan hingga menimbulkan perdebatan dengan jenderal.

  • Sang Panglima Perang   Siaga!

    “Jenderal, kau mencariku?” Pertanyaan Zhang Yuan tak dijawab. Dilihatnya ke mana tujuan arah pandangan mata jenderal. Di ruangan lain, tampak Ma Jun tengah diinterogasi dengan paksaan dan siksaan agar pertanyaan dari seorang prajurit dijawab. Jeritan memekik setiap kali satu layangan cambukkan mengoyak tubuh Ma Jun. “Dia sangat gigih!” jenderal menoleh ke samping lalu melanjutkan perkataan, “sejak tadi dia meminta untuk berbicara denganmu, panglima Zhang.” Zhang Yuan mengangguk singkat lalu berjalan meninggalkan jenderal menuju ke ruangan dimana Ma Jun sementara disiksa. Dengan wajah lebam dan tubuh terluka seperti itu, Ma Jun masih begitu gigih. Ekspresi wajahnya berubah saat kedatangan Zhang Yuan disadari. “Tinggalkan kami berdua.” Tak peduli seperti apa ekspresi Ma Jun padanya, Zhang Yuan hanya diam dalam tatapan dingin. Kini di dalam sana hanya tersisa Zhang Yuan dan Ma Jun. Dua pasang mata saling menatap lama

  • Sang Panglima Perang   Mati Lebih Damai

    Terasa nyeri hebat dipunggung akibat benda pipih dan tajam. Nyeri semakin bertambah saat benda yang telah menembus daging ditarik kembali. Zhang Yuan berbalik. Ditatapnya wajah ketakutan dari perempuan yang memegang belati berdarah. “Kak Zhang!” seru Liu Bai dengan suara lantang. Dia berlari cepat dari kejauhan diikuti beberapa prajurit di belakang menuju ke arah Zhang Yuan. “Tangkap dia!” pintah Liu Bai dengan wajah panik memeriksa luka tusukan di punggung Zhang Yuan. Sementara Liu Bai memeriksa punggung Zhang Yuan yang terluka, Zhang Yuan memerintahkan para prajurit untuk melepaskan perempuan yang menusuknya. “Liu Bai, aku tidak apa-apa. Luka ini sama sekali tidak berpengaruh bagiku.” “Tidak bisa! Melukai pejabat penting kaisar hukumannya adalah kematian! Bunuh dia!” bantah Liu Bai memandang serius ke arah prajurit. “Liu Bai! Sudahku bilang jangan mengikutiku!” bisik Zhang Yuan menetapkan sorot mata tajam menata

  • Sang Panglima Perang   Ma Jun Dan Permaisuri Ditangkap

    “Ma Jun….” seorang prajurit muncul dari belakang prajurit lainnya, “kau terlalu menyulitkan panglima Zhang. Berikan dia waktu lebih lama untuk memikirkan tawaranmu.” Sosok yang muncul dan berucap menyela Ma Jun menjadi pusat perhatian semua orang. Jika tidak mengenali suara, Zhang Yuan tentu tak tahu kalau yang berbicara adalah permaisuri Xun Yan. Memakai pakaian lelaki, tatanan rambut lelaki, wajah tanpa riasan telah mengubah penampilan keagungan Xun Yan. “Permaisuri Xun Yan, akhirnya kau muncul juga. Aku memang sengaja menunggumu.” Sudut mulut Zhang Yuan melengkung kecil. “Zhang Yuan, aku sedang mengandung keturunan kaisar. Jika nyawa mereka sama sekali tidak bisa memaksamu, bagaimana dengan keturunan kaisar? Apa kau mau membinasakan keturunan kaisarmu!?” “Baik! Kalau begitu, aku ingin lihat seperti apa cara permaisuri membinasakan keturunan kaisar. Apakah dengan racun? Atau kau ingin menusuk perutmu sendiri dengan pedang?"

  • Sang Panglima Perang   Ancaman Ma Jun

    Lama menunggu pergerakkan di dalam hutan, akhirnya bayangan salah satu prajurit seratus muncul menunggangi kuda dengan membawa informasi keadaan di dalam hutan. Tak menyangka perangkap yang ditujukan untuk menyerang pasukan musuh malah harus dibatalkan sebab Ma Jun menjadikan rakyat yang disanderanya sebagai tameng. Liu Bai dan kedua komandan tidak berani mengambil risiko, mereka menunggu Zhang Yuan untuk memberikan perintah. Zhang Yuan mendengus remeh, ”lakukan penyerangan! Perintahkan komandan Liu Bai melindungi para sandera dari jauh, sedangkan ketiga komandan lainnya jalankan perintah sesuai rencana!” Suara keributan dari dalam hutan terdengar. Dentingan pedang berirama tak beraturan memberikan berita secara tak langsung bahwa pertempuran sedang terjadi di dalam sana. Semakin lama keributan yang berasal dari dalam hutan terdengar begitu jelas, hingga bayangan prajurit seratus muncul di depan mata. Dengan langkah berhati-hati mereka b

  • Sang Panglima Perang   Pesan Penting

    Seminggu berlalu pekerjaan penggalian pun di luar dugaan, kedua pasukan yang ditugaskan menggali di dua titik berbeda telah bertemu. Perintah untuk memblokir jalur sungai yang mengalir ke desa wilayah musuh dilaksanakan. Dengan menggunakan batu-batu besar sebagai landasan dilapisi batu-batu kecil dan tumpukan tanah, akhirnya pekerjaan ini selesai. Kabar dari He Qianfan memberitahukan bahwa terjadi masalah besar di istana. Permaisuri Xun Yan dikabarkan sedang mengandung keturunan kaisar. Hal ini menyebabkan hukuman eksekusi untuk sementara ditiadakan sampai permaisuri melahirkan. Namun di malam beberapa hari berikutnya permaisuri menghilang dari istana. He Qianfan juga memberitahukan kalau kaisar menitipkan pesan pada Zhang Yuan apa pun yang terjadi jangan biarkan Ma Jun atau permaisuri keluar dari wilayah kerajaan. Disodorkannya lembaran kertas yang baru saja selesai Zhang Yuan baca ke depan Liu Bai. Sementara Liu Bai, Peng Boqin dan Chao Jiming mel

  • Sang Panglima Perang   Penggalian Jalur Sungai

    Mendengar pertanyaan Zhang Yuan, wajah jenderal menjadi canggung. Dia memberikan penjelasan kalau rakyat hanya ingin membantu meringankan dan melayani prajurit agar mereka bisa beristirahat dan pulih secepatnya. “Dengan kondisi rakyat yang sudah seperti ini, bagaimana bisa jenderal membebankan mereka untuk melayani kita?!” Zhang Yuan kesal. Disampaikannya masukan agar semua prajurit yang tidak terluka mengambil bagian dalam pekerjaan rakyat. “Tapi panglima Zhang, jika harus memerintahkan prajurit melakukan tugas rakyat, mereka bisa kewalahan jika sewaktu-waktu musuh datang menyerang. Lagipula aku yang memimpin peperangan ini, panglima Zhang hanya datang untuk membantu saja. Semua keputusan ada di tanganku!” bantah jenderal memasang wajah tak suka. “Seperti apa hasil dari kepemimpinanmu dalam perang ini, kau tentu lebih tahu!” Ditatapnya jenderal dengan wajah dingin lalu melanjutkan perkataan, “jika jenderal bisa lebih baik dalam memimpin

  • Sang Panglima Perang   Sungai

    Setelah berjam-jam menunggangi kuda mengikuti tepi jalur sungai, Zhang Yuan menghentikan perjalanannya. Beristirahat di depan perapian sambil memegang batang kayu yang ujungnya tertancap seekor ikan. Aroma lezat dari ikan segar yang telah matang tak menyia-nyiakan waktu selama satu jam menangkap ikan di sungai. Suara ringkikan kuda dari kejauhan melengkungkan sudut mulut Zhang Yuan. Wajah Liu Bai terlihat begitu kesal ketika dia turun dari kuda. “Kak Zhang, kau ke mana lagi? Aku mencarimu sejauh ini dan kau ternyata sedang menikmati makanan enak di sini?” “Bukankah aku bilang akan menunggumu di tepi sungai?” jawab Zhang Yuan santai, melihat ke depan sungai lalu menoleh ke arah Liu Bai lagi. “Kemarilah dan cicipi ikan buatanku,” lanjut Zhang Yuan mendekatkan ikan yang telah masak ke hidungnya. Liu Bai tersenyum penuh semangat duduk di sisi Zhang Yuan lalu mengambil sedikit daging ikan. “Kak Zhang ternyata sangat hebat dalam ha

DMCA.com Protection Status