Setelah Guru Mada meninggalkan tenda, Master Li Mo segera membaringkan tubuh dan tidur. Tak terasa malam berlalu begitu cepat. Sebelum fajar menyingsir, Master Li Mo terbangun untuk melakukan rutinitasnya, yakni bermeditasi. Ia masih berpikir-pikir kemana sahabat baiknya itu pergi."Mada, apa yang sebenarnya ada di pikiranmu? Apakah yang hendak kau lakukan? Aku tetap tidak paham dengan setiap langkah tindakanmu. Namun, aku percaya kau orang baik. Kau tidak akan pernah meninggalkan etika kebajikan yang ditinggalkan oleh Mahaguru," gumam Master Li Mo sembari membereskan tempat tidurnya.Di lain sisi, Bagaskoro dan Xi Zhang masih tertidur dengan pulas, sedangkan Bajulgeni sudah bangun. Setelah bangun tidur, Bajulgeni bergegas pergi ke tenda sang guru. Alangkah terkejutnya Bajulgeni ketika keluar dari tendanya. Ia hanya melihat hanya ada dua tenda yang berdiri, sedangkan ia tidak mendapati tenda gurunya."Guru! Guru! Guru! Dimana engkau?" teriak Bajulgeni sembari berlarian. Teriakan Bajul
Setelah cukup beristirahat, Guru Mada pun segera bangkit. Ia segera meneruskan perjalanannya, sampai tibalah ia di sebuah pasar pelabuhan yang berada di pinggiran kerajaan Nusa."Akhirnya aku sampai," gumam Guru Mada sembari masuk ke sebuah warung makan. "Maaf tuan, tuan ingin pesan apa? Disini kami menyediakan semua jenis makanan dan minuman khas Kerajaan Nusa," tanya salah seorang pelayan. "Aku pesan pepes ikan mas dengan nasi dua porsi dan untuk minumnya aku pesan wedang ronde," ujar Guru Mada. "Baiklah tuan, apa ada tambahan lain?" tanya si pelayan kembali. "Oh ya, apa kalian juga menjual rokok jenis kretek? Kurasa aku ingin rokok kretek 3 batang jika ada," pinta Guru Mada. "Kami menjualnya tuan. Oke kalau begitu pesanan tuan adalah pepes ikan mas dengan nasi 2 porsi, wedang ronde, dan 3 batang rokok kretek. Tolong ditunggu ya," ujar si pelayan.Setelah selesai menulis semua pesanan, si pelayan meninggalkan Guru Mada. Guru Mada terus mengamati yang ada di dalam warung makan terseb
***Hari hari terus berlalu. Bagaskoro dan Bajulgeni terus berusaha sekuat tenaga mereka untuk mengikhlaskan kepergian sang guru. Mereka masih terus saja merenung, mengapa Guru Mada meninggalkan mereka? Apakah ini tujuan dari guru Mada mengajak mereka berdua meninggalkan padepokan?Xi Zhang yang melihat mereka merasa sangat kasihan. Bagaimanapun mereka berdua sudah dianggap Xi Zhang sebagai saudaranya sendiri. Tak ada yang dibeda-bedakan diantara Bagaskoro ataupun Bajulgeni."Hai Bagaskoro! Apakah kau sudah makan? Master Li Mo beserta para pendekar mengadakan perjamuan besar untuk memperingati berdirinya padepokan yang ke-20," ajak Xi Zhang. Bagaskoro hanya acuh mendengarkan sembari berbaring di atas tanah. Bagaskoro masih terus memikirkan tentang Guru Mada. Melihat hal tersebut, Xi Zhang tidak bisa lagi memaksa, ia tau bahwa Bagaskoro masih membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya. Akhirnya ia pun pergi meninggalkan Bagaskoro dan menemui Bajulgeni."Hai Bajulgeni! Bagaimana kabarm
"Alangkah baiknya jika kalian bertiga sekarang ini segera membersihkan diri dan beristirahat. Besok ada serangkaian acara perayaan, barangkali kalian mau ikut," ajak Master Li Mo. "Lho, bukannya perayaan itu cuma sampai hari ini ya master," tanya Bajulgeni memastikan. "Memang hari ini adalah hari terakhir untuk perayaan berdirinya padepokan Naga Langit. Tetapi besok adalah peringatan lahirnya kungfu sedunia." jelas Master Li Mo."Kungfu? Apa itu?" tanya Bagaskoro penasaran. "Jadi begini, di padepokan ini kami mengadopsi serta mengkombinasikan beberapa aliran seni beladiri. Diantaranya yang kami kombinasikan adalah silat, karate dan kungfu. Akan tetapi yang paling mencolok diantara ketiganya adalah kungfu. Karena itulah kungfu dianggap spesial disini. Apakah Xi Zhang tidak menjelaskannya kepada kalian berdua?" ujar Master Li Mo. Bagaskoro dan Bajulgeni menggeleng-gelengkan kepala pertanda Xi Zhang tidak menceritakan apapun tentang kungfu kepada mereka berdua. "Maaf, aku kelupaan soal i
Setelah keluar dari ruangan Master Li Mo, Bajulgeni segera menemui Bagaskoro dan Xi Zhang. Nampaknya kedua orang tersebut telah lama menunggu Bajulgeni. "Bajulgeni, dari mana saja kau ini. Kami sudah menunggumu sedari tadi, apa yang sebenarnya kau lakukan?" seru Xi Zhang. "Ehhh, maaf maaf. Aku tadi menemui Master Li Mo sebentar. Ada beberapa perihal yang ingin ku bicarakan dengan beliau tadi," sahut Bajulgeni. "Oh ya, ngomong-ngomong kapan Master Li Mo pergi ke festival?" tanya Bagaskoro. "Biasanya master pergi ke festival di kala waktu pembukaan dan penutupan saja. Selebihnya beliau hanya bermeditasi di Padepokan," jelas Xi Zhang."Baiklah, kelihatannya sudah tidak ada lagi yang perlu ditunggu bukan? Bagaimana kalau kita segera pergi menuju tempat perayaan saja?" Bajulgeni menyela. "hmmm, boleh boleh saja. Kalau begitu ayo kita pergi!" teriak Xi Zhang.Akhirnya mereka pun pergi ke tempat perayaan Kungfu atau biasa juga disebut festival kungfu. "Kukira awalnya tempat perayaannya di pa
"Hei! Hei! Ayo bangun. Bajulgeni, Xi Zhang, ayo segera bangun. Kalau tidak, kita akan terlambat," Teriak Bagaskoro. "Hooooo, tunggulah sebentar. Paling tidak 5 menit lagi lah," ujar Xi Zhang sambil menguap. "Ya, betul itu Bagaskoro. Kami masih sangat mengantuk. Beri kami waktu 5 menit lagi," sahut Bajulgeni."Ayolah, kita akan terlambat ke festival nanti. Aku sudah sangat penasaran ini," tegas Bagaskoro. "Kau tenang saja Bagas. Di hari kedua hanya ada penampilan-penampilan kungfu saja. Tidak ada yang begitu menarik dari itu semua. Lebih baik kau lanjut istirahat lagi, nanti malam akan ada festival kembang api yang lebih meriah." jawab Xi Zhang sembari memejamkan matanya."Tapi," tolak Bagaskoro. "Zzzzzz..." bunyi dengkuran Xi Zhang dan Bajulgeni. "Huuuuu, ya sudahlah. Aku akan belajar saja. Mungkin ada banyak buku menarik untuk kubaca," batin Bagaskoro.Bagaskoro pun melangkahkan kakinya ke luar kamar. Setelah keluar dari kamar terbesit dalam pikirannya untuk mengelilingi padepokan Na
Menjelang pagi hari, dentuman kembang api masih menggelegar di langit yang gelap. Ayam yang berkokok terlihat tiada berguna, manakala bertanding dengan ledakan-ledakan kembang api di udara. Suasana semilir angin di padepokan Naga Langit membangunkan Bagaskoro. Melihat ke luar jendela, Bagaskoro hanya mendapati langit gelap menjadi terang bukan karena pancaran cahaya matahari. Ia melihat langit yang dipenuhi kembang api bak bintang gemintang di luar angkasa. Ia melihat ke samping kanan dan kiri nya, tak ia dapati Bajulgeni dan juga Xi Zhang."Kemana perginya Bajulgeni dan Xi Zhang ya? Tidak seperti biasanya, apakah mereka masih belum pulang dari alun-alun ya?" gumam Bagaskoro. "Oh kau sudah bangun Bagaskoro," ujar Bajulgeni yang baru saja habis mandi. "Iya, aku baru bangun. Aku mendengar letusan kembang api di luar sana, kukira tadi masih malam. Eh ternyata, ini sudah menjelang pagi." ucap Bagaskoro."Yo, selamat pagi semua. Akhirnya kau sudah bangun juga Bagaskoro," teriak Xi Zhang. "
Keesokan harinya, langit nampak gelap gulita. Terpaan angin semilir menyejukkan badan. Tidak terdapat tanda-tanda ayam berkokok atau burung bersiul. Bagaskoro membuka jendela, mencoba menengok ke luar. Dia tidak mendapati seberkas sinar matahari. Setelah ia menengok lebih jelas ternyata Mega mendung yang menutupi langit. Tampaklah Kesunyian menyelimuti seluruh padepokan."Uhhhh, mengapa kalau mendung di pagi hari selalu rasanya sepi sekali ya? Memang syahdu tapi tidak menyenangkan. Ngomong-ngomong dimana Bajulgeni dan yang lainnya ya? Apakah mereka sudah latihan terlebih dahulu," batin Bagaskoro. Tiba-tiba, "Huaaaaaaa," kejut Bajulgeni. "Aaaaaghhhhhhh," teriak Bagaskoro terkejut. "Hahahaha, hahahaha, kau terkejut ya. Mengapa kau melamun terus dari tadi. Sudah kupanggil beberapa kali, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan saja. Apa yang ada di pikiranmu saat ini?" ejek Bajulgeni. "Huuuu, Huuuu, Huuu. Kau ini ada-ada saja. Tidak mengenakkan orang kau ini," sahut Bagaskoro dengan nafas
*** Malam hari di ibukota Kahn sunyi tidak seperti biasanya. Hiruk pikuk kota yang terdengar selama dua puluh empat jam penuh seperti lenyap. Hanya suara angin yang berhembus tiada ada hentinya. Di tengah-tengah hembusan angin malam yang amat dingin sekali itu, Irman baru saja pulang kerja. Irman terkejut, akhir-akhir ini suasana di ibukota Kahn yang umumnya selalu ramai menjadi sepi. Irman mulai mengetuk pintu apartemennya, dilihatnya penjaga di depan hanya termenung. Penjaga itu seperti seorang ibu yang baru saja kehilangan seluruh anak-anaknya. "Permisi pak," sapa Irman. Penjaga itu masih saja termenung. "Permisi pak," sapa Irman untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, si penjaga masih saja terdiam seribu bahasa. Irman pun menarik napasnya dalam-dalam. "Permisi bapak!" Irman berteriak sekencang mungkin di dekat di penjaga. "Eh, silahkan, silahkan, silahkan," si penjaga menimpali sambil terjungkir ke belakang karena kaget. Dengan cekatan, Irman segera menolong si penjaga. "Saya m
"Tolong jelaskan secara pasti siapa sebenarnya dirimu?" tanya Arkan geram. "Tenanglah nak, aku benar-benar tidak punya niat yang buruk terhadapmu," jawab si pemilik restoran. Perlahan Arkan bisa meredam amarahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan dirinya. "Nah, begitu kan lebih baik," ucap si pemilik restoran."Sekarang aku minta penjelasan dari anda tuan," ujar Arkan. "Sebelum menjawab pertanyaanmu itu, aku ingin menanyakan satu hal. Ini bukan hal yang berat. Ini sesuatu yang santai tapi, aku harap kau serius," ucap si pemilik restoran. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Arkan keheranan. "Kira-kira berapa umurku saat ini?" ucap si pemilik restoran. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh si pemilik restoran membuat Arkan seketika tertawa terpingkal-pingkal."Eh! Hahahaha, hahahahaha, apa kau tidak salah bertanya?" sahut Arkan sembari tertawa. "Seperti yang ku katakan sebelumnya, ini adalah pertanyaan yang santai dan terkesan sepele. Akan tetapi, kau tadi sudah me
*** Seiring berjalannya waktu, Arkan dan Singh mulai menjadi teman akrab. Hanya beberapa hari berpatroli bersama, kedua bocah itu sudah dekat seperti keluarga. Tidak ada tanda-tanda Singh yang curiga dengan penyamaran yang dilakukan oleh Arkan. Singh hanya tau, teman patroli barunya bernama Raka yang sebenarnya adalah seorang penyusup bernama Arkan. "Singh, kita hendak ke mana lagi sekarang?" tanya Arkan. "Hmmm, sepertinya aku lupa menjelaskan di awal. Jadi, selain kita harus bergantian berpatroli sama seperti murid lainnya, ada tugas lainnya yang dikhususkan untuk kita berdua. Nanti, aku akan menjelaskan lebih lanjut tentang tugas yang harus kau emban," jawab Singh. "Aku ada satu pertanyaan lagi," ucap Arkan. "Silahkan, tanyakan saja. Selagi aku mampu menjawab, aku akan menjawabnya," balas Singh mempersilahkan. "Beberapa waktu lalu ketika aku sedang berjaga dan kau tertidur, ada beberapa orang memakai setelan berwarna hitam legam menemui Joe. Kelihatannya mereka sedang berbicara
Setelah berbicara cukup panjang, Wei Fang mengalami sesak nafas yang luar biasa. Seluruh prajurit Bayangan Singa yang ada di sekelilingnya hanya bisa terpana, sambil tak sadar meneteskan air mata. Begitu pula dengan prajurit Naga Langit yang ada, mereka mulai merasa iba terhadap keadaan yang menimpa pasukan Bayangan Singa. Dari kejauhan nampak Batakhu yang meronta-ronta menahan sakit menghampiri Wei Fang. "Master! Master! Anda tidak apa-apa kan?" ucap Batakhu dengan penuh gelisah. "Batakhu, nak. Kau masih selamat, syukurlah. Aku punya satu permintaan kepadamu, uhuk... uhuk...," ucap Wei Fang sambil menahan tekanan darah yang terus keluar. "Permintaan! Apa maksudmu Master!? Aku yakin kau akan baik-baik saja. Perang telah usai! Biarkan kami Pasukan Bayangan Singa sebagai pihak yang kalah untuk mundur! Atau kalian bisa menawan kami sebagai budak!" teriak Batakhu. "Nak, uhuk... uhuk..., sudahlah. Aku ingin kau membeberkan seluruh rencana kita. Aku sudah tidak bisa banyak bicara. Ku harap
"Xi Zhang, apa kau berpikir bahwa Qing Ho melakukan semua ini dengan terpaksa?" tanya si prajurit. "Aku tidak dapat menyimpulkan seperti itu. Intinya, dia tidak akan pernah menyesali apapun yang telah diperbuatnya. Satu hal lagi, sebenarnya, Qing Ho juga telah memberi ku sebuah isyarat. Dia seperti memberiku aba-aba kalau dia adalah seorang penyusup. Mungkin, ini agak aneh, tapi itulah yang kurasakan," ujar Xi Zhang. "Dia memberimu aba-aba seperti itu. Berarti secara tidak langsung, dia memang berniat untuk mencegah ayahnya, agar gagal menaklukkan Padepokan Naga Langit?" tanya si prajurit. "Kemungkinan seperti itu, aku juga baru sadar kalau dia punya kedekatan seperti itu dengan Wei Fang yang keparat. Jadi, seperti ini ya takdir berjalan. Huuu," ucap Xi Zhang sembari menghembuskan nafas pelan. Di saat si prajurit dan Xi Zhang sedang enak mengobrol dan bersembunyi. Tiba-tiba, terdengar sebuah hantaman keras dan udara menjadi penuh dengan bumbungan asap. Master Li Mo dan Wei Fang yang
"Sudahlah Wei Fang, hentikan semua ini! Aku tidak ingin menelan lebih banyak lagi korban jiwa. Lihatlah sekelilingmu, sudah banyak jiwa-jiwa yang tak berdosa tumbang sia-sia. Lagipula, kita bisa membicarakan ini baik-baik," tutur Master Li Mo. "Hahahaha, bisa diselesaikan baik-baik katamu?" ejek Wei Fang. "Aku mohon Wei Fang, aku mohon sekali. Aku tau bagaimana perasaanmu ketika kehilangan anakmu. Satu hal yang kau ingat, yang namanya penghianat merupakan penyakit bagi setiap kelompok, bangsa, negara. Jika bukan karena kelalaianmu dalam mendidiknya ini tidak akan berakhir seperti ini," ujar Master Li Mo. "Memang apa yang kau tahu tentang cara mendidik seorang anak? Apa yang kau tau tentang keadilan? Apa yang kau tahu tentang dosa-dosa? Apa kau pikir kau bisa menangani semuanya sekaligus ha!?" bentak Wei Fang. Suasana di sekitar yang semula kacau dengan perang mulai reda. Seluruh prajurit yang saling baku hantam mulai mendengar dengan seksama percakapan antara Master Li Mo dengan Wei
"Itu dia! Master Wei Fang! Rasakan kalian Naga Langit, kalian akan hancur berkeping-keping karena berani mencari masalah dengan Padepokan Bayangan Singa! Hancurlah kalian!" teriak salah seorang prajurit Bayangan Singa. "Apa-apaan dengan tubuhnya Wei Fang itu?" gumam Master Su Tzu dengan terkejut. "Apakah itu salah satu jurus kutukan?" sambung Master Tung. "Ya, itu adalah salah satu jurus kutukan. Ditambah itu bukanlah jurus kutukan biasa," jelas Master Lee. "Apa maksudmu Master Lee? Pasti yang namanya jurus kutukan itu berbahaya. Kenapa kau berkata itu bukan jurus kutukan biasa? Memang apa yang istimewa dengan jurus kutukan itu?" tanya Master Su Tzu dengan penasaran. "Maksudku dengan bukan jurus kutukan biasa. Karena itu adalah jurus kutukan kuno. Aku tidak salah melihatnya, karena di kitab seni bela diri hitam yang ada di perpustakaan pusat negara jurus itu dijelaskan. Tapi tidak ada seseorang yang diketahui bisa membangkitkan jurus itu. Tidak lain, karena jurus itu memang berbahaya,
Pertarungan sengit antara Batakhu dengan Santoso pun tidak terelakkan lagi. Santoso bertarung layaknya ninja menggunakan dua buah belati. Dengan gerakan lincahnya, Santoso berhasil memojokkan Batakhu. "uhhh, uhhh, uhhh, siapa kau sebenarnya?" tanya Batakhu dengan napas terengah-engah. "Kurasa, kau harusnya memikirkan bagaimana nasibmu, daripada ingin mengetahui tentang siapa diriku. Aku tidak akan menahan diri untuk melawan mu, majulah, Jenderal Batakhu!" bentak Santoso. "hahahaha, kurasa kau memang tidak berasal dari padepokan Naga Langit, aku akan menebasmu, sama seperti aku menghilangkan kaki bocah itu," ujar Batakhu. "Cobalah kawan," tantang Santoso. Gerbang padepokan Naga Langit telah dibuka lebar-lebar, seluruh pasukan bertempur antara hidup dan mati di luar benteng. Bala bantuan dari Naga Langit pun segera menghampiri Bajulgeni. Bajulgeni yang nampak sekarat, segera dibawa masuk ke dalam benteng."Anda hendak ke mana Master Li Mo?" tanya Master Su Tzu. "Ada urusan yang harus
"Tidakkkk!" teriak Wei Fang mengguncang seluruh kancah peperangan. Salah satu petinggi Padepokan Bayangan Singa, General Batakhu pun maju untuk mencoba menenangkan Wei Fang. "Tuan, mohon anda bersabar dengan apa yang menimpa tuan muda. Yang harus kita lakukan adalah membalaskan dendam apa yang telah terjadi dengan tuan muda, bukan malah meratapinya, seakan-akan kematiannya sia-sia. Mata dengan mata, telinga dengan telinga, tangan dibalas tangan, begitu juga dengan nyawa, nyawa harus dibalas dengan nyawa. Sadarlah tuan," tutur Batakhu. "Keyyyy Fangggg! Kenapa harus kau yang pergi duluan! Kenapa!" teriak Wei Fang histeris. Ucapan Batakhu seperti sebuah hembusan angin di hadapan Wei Fang yang sedang berada dalam ruang antara hidup dan mati. Wei Fang tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarnya. Wei Fang hanya meratapi penuh pada penggalan kepala Key Fang. Air terus mengalir membasahi wajah Wei Fang sampai menggenang airnya di bawah. "Sekarang apa yang harus kita lakukan jenderal?" t