Dia berusaha untuk meronta, tetapi dia sama sekali tidak bisa melepaskan dirinya dari orang-orang ini.Dia pun melihat potongan besi itu menghantam ke tangannya.Pada masa kritis ini ....Pintu ruangan dibuka dari luar.Tiga wanita itu tidak menyangka bahwa akan ada orang yang datang, mereka jelas-jelas tercengang sejenak.Tiffany langsung menarik kembali tangannya sendiri.Pada saat ini, wanita yang memimpin itu juga bereaksi. Tanpa ragu-ragu, dia langsung menghantamkan potongan besi itu ke bawah.Potongan besi itu menghantam lantai dan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga.Saat Willy, kepala kepolisian di tempat ini, melihat situasi di dalam dengan jelas, ekspresinya berubah, dia pun berteriak, "Kalian lagi ngapain?!"Sebelum dia bisa memasuki ruangan, seseorang langsung melangkah memasuki ruangan terlebih dahulu.Dia langsung menghampiri keempat orang di dalam ruangan. Pria yang paling terpelajar dan terhormat ini kehilangan ketenangannya.Dengan ekspresi gelap, dia mengangkat
Ekspresi Simon yang awalnya dingin menjadi lebih lembut.Dia menunduk dan menatap Tiffany.Pada saat ini, Tiffany tidak lagi sekasar dan seliar biasanya, melainkan menjadi sangat lembut.Seperti sedang bertingkah imut, dia terus menggosokkan keningnya di telapak tangan Simon yang kering.Namun, dia tidak sengaja menggosok bagian pipinya yang terluka."Ahh ...."Tiffany merasa kesakitan, sehingga dia menciut ke belakang.Simon menyalakan lampu di kepala ranjang.Kamar ini langsung menjadi terang.Simon pun melihat pipi Tiffany yang merah dan bengkak.Melihat bekas tamparan yang jelas di pipinya, tatapan Simon menjadi dingin.Simon berdiri dan berjalan ke luar.Sambil mencari obat pereda demam di kotak obat di bawah meja, dia menghubungi Vincent."Ada apa, Pak Simon?" tanya Vincent."Coba cari tahu dengan jelas siapa yang menyentuh Tiffany di ruang tahanan itu. Cari orang untuk awasi mereka dengan baik di sana dan balaskan apa yang mereka lakukan berkali lipat," kata Simon dengan suara y
Saat Tiffany bangun tidur keesokan harinya, dia juga mencium aroma ini di rumah sakit.Melihat Tiffany membuka matanya, Simon bertanya dengan suara rendah, "Susah sekali, ya, untuk memohon padaku?"Jika Tiffany menunduk pada Simon, dia tidak akan dibawa pergi oleh polisi.Tatapan Tiffany menjadi dingin.Setelah dia mandi dan mengobati pipinya, pipinya sudah tidak terlalu sakit lagi. Namun, segalanya yang terjadi di ruang tahanan itu tetap membekas dalam benaknya.'Maksudnya, karena aku nggak memohon padanya, aku pantas mendapatkan segalanya yang terjadi di tempat itu?' pikir Tiffany.Tiffany mengangkat tangannya dan menepis tangan Simon dengan kuat. Ekspresinya sangat dingin. "Simon, aku nggak akan memohon padamu. Jadi, jangan bersikap munafik di sini, aku nggak memerlukannya.""Tiffany, kamu harus bisa membedakan antara yang baik dari yang buruk!"Ekspresi Simon seketika menggelap."Huh, begitu, ya?"Tiffany tertawa dengan sinis."Simon, setelah menyiksaku seperti itu, kamu baru membe
"Dimakamkan? Tiffany, kamu nggak bisa nggak mengutuk putrimu satu hari saja, ya?"Ekspresi Simon sangat dingin, begitu pula dengan suaranya.Tubuh Tiffany terhuyung-huyung. Dia menatap foto putrinya yang terletak di meja di samping ranjang dengan matanya yang berkaca-kaca.Di foto tersebut, putrinya sedang menatap ke arah Simon.Sejak Sierra dilahirkan, seburuk apa pun Simon memperlakukannya, dia tetap sangat mencintai ayahnya.Pada saat ini, Tiffany seperti melihat harapan di tatapan putrinya.Dia berharap agar ayahnya bisa mengantarkannya pergi, supaya dia bisa terlahir kembali tanpa penyesalan apa pun.Tiffany merangkul lengan Simon dan menatap pria ini.Demi Sierra, dia berkata, "Simon, aku serius, Sierra benar-benar ...."Simon menatap mata Tiffany yang berlinang air mata. Rasa sedih di tatapan Tiffany sangat nyata, membuat Simon teringat lagi akan hari acara pemberian penghargaan diadakan.Hari itu, Simon tertipu oleh sepasang mata ini."Tiffany, kamu benar-benar nggak tertolong
Michelle pura-pura tenang.Sejak dia pulang negeri, Simon memberinya dan Aurora biaya hidup sebanyak dua miliar setiap bulan.Saat Aurora jatuh sakit, Simon menanggung semua biaya pengobatan Aurora.Bagi Michelle, uang dua miliar bukanlah apa-apa."Sebaiknya kamu nggak macam-macam!"Charlie menatap Michelle dengan tatapan penuh peringatan.Sebelum Simon datang, Charlie bergegas berjalan ke belokan di depan dan meninggalkan tempat ini."Ada apa?" tanya Simon sambil melihat ke arah Charlie menghilang."Nggak apa-apa, hanya tanya jalan," jawab Michelle dengan tenang.Simon tidak banyak tanya. Kedua orang ini pun meninggalkan rumah sakit bersama....Di Maple Garden.Tiffany tidur seharian.Saat dia bangun tidur, hari sudah menjelang malam.Setelah tidak makan seharian, dia merasa kelaparan.Dia bangun dari ranjang, lalu berganti pakaian. Dia pergi ke sebuah kedai mi di seberang rumah dan memesan semangkuk mi ayam.Setelah menghabiskan mi ini, dia mulai merasa lebih hangat.Kemudian, Tiffa
"Baik!"Michelle tidak mengucapkan apa pun. Dia hanya berdiri di sisi Simon. Sebelum masuk, dia menoleh dan melirik sekilas ke arah Tiffany sambil tersenyum.Tiffany mengepalkan kedua tangannya.Dengan perintah Simon, Tiffany sama sekali tidak bisa masuk.Tiffany mencari tempat yang menghadap ke arah pintu dan berdiri di samping tiang untuk menunggu Ivan keluar.Namun, hujan turun terlalu deras, sehingga payungnya tidak bisa melindunginya.Punggungnya kehujanan dan tubuhnya segera menjadi basah.Dia pun menggigil kedinginan.Dia terlihat sangat menyedihkan.Namun, dia tetap berdiri di tempat itu sambil menatap lekat-lekat ke arah pintu hotel.Pada saat ini, Vincent menghampiri Tiffany dengan payung di tangannya."Nona Tiffany, Pak Simon menyuruhku untuk mengantarkanmu pulang," kata Vincent."Nggak usah," kata Tiffany dengan dingin.Kemudian, dia tidak lagi menghiraukan Vincent dan terus menunggu Ivan dalam diam.Vincent tidak bisa membujuk Tiffany, jadi dia menghubungi Simon."Pak Simo
Tiffany bergegas turun dari mobil. Ivan mengikutinya, mengambil payung yang disodorkan asistennya dan memayungi Tiffany.Waktu terus berlalu.Waktu pertemuan mereka sudah tiba, tetapi orangnya tidak kunjung datang.Tiffany merasa sangat gelisah, sehingga dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Charlie.Pada saat ini, terdengar nada dering dari gang di belakangnya.Awalnya, Tiffany tidak memedulikannya.Namun, pada panggilan ketiga, saat panggilannya mati secara otomatis, nada dering dari gang itu juga berhenti berbunyi, sehingga Tiffany menyadari kejanggalan ini.Dia pun bertatapan dengan Ivan yang juga menyadari hal aneh ini.Keduanya berjalan bersama ke dalam gang itu.Baru saja mereka memasuki gang itu, mereka melihat seorang pria yang terbaring dalam genangan darah.Pria itu tidak bergerak, entah masih hidup atau sudah meninggal.Darah terus mengalir, hingga tanah yang mereka langkahi pun sudah berwarna merah.Saat Tiffany melihat hal ini, dia benar-benar terkejut, sehingga dia
"Maaf, kami sudah berusaha," jawab dokter itu.Tiffany merasa seakan-akan dia baru disambar petir. Kakinya melemas, sehingga tubuhnya terhuyung-huyung.Ivan pun menahan tubuhnya.Dia merangkul bahu Tiffany sambil memberi Tiffany dukungan dalam diam."Apakah kamu Nona Tiffany?" tanya dokter itu."Benar ...."Suara Tiffany sangat lemah, seakan-akan seluruh energinya sudah terkuras.Kebenarannya sudah berada di depan mata, tetapi pria itu malah meninggal."Dia ingin bertemu denganmu."Ucapan dokter itu membuat Tiffany seketika mengangkat kepalanya. Setelah memastikan bahwa dia tidak salah dengar, Tiffany menerjang ke dalam.Dokter dan perawat di dalam sudah pergi, meninggalkannya dengan Charlie.Tiffany menerjang ke sisi Charlie dan bertanya dengan cemas, "Charlie, aku sudah mengirimkan uang dua miliar itu ke kamu. Beri tahu aku, siapa orang itu?"Pandangan Charlie sudah agak kabur. Dia menjawab dengan terbata-bata, "Musuhmu ... Mi ... Michelle ...."Mendengar nama Michelle, Tiffany seket
Simon langsung mengernyit.Artinya, mulai sekarang, dia tidak bisa menyebut nama Sierra lagi di hadapan Isabella.Dia menoleh dan menatap Tiffany yang berada di sampingnya.Tiffany jelas-jelas membuang napas dengan lega.Tatapan Simon pun menggelap.Dia berpikir, 'Sampai kapan dia mau menyembunyikan Sierra?'"Kalau kamu memelototi Tiffany lagi, aku akan mencungkil matamu!"Saat Isabella berjalan keluar, dia melihat Simon yang sedang menatap Tiffany dengan tatapan dingin.Dia langsung naik darah.Dia pun mengangkat tangannya dan memukul punggung Simon dengan kuat."Ahh ...."Simon seketika merasa kesakitan."Kualat!" seru Isabella, tetapi tatapannya penuh akan kekhawatiran.Dia sudah melupakan bahwa dia baru menghukum Simon.Simon pun terdiam....Tiffany memasak beberapa makanan yang disukai Isabella. Isabella merasa sangat senang dan menambah nasi setengah mangkuk.Setelah makan, Isabella membawa Tiffany ke taman bunga dengannya.Tiba-tiba, cuacanya berubah.Hujan tiba-tiba turun deng
Mendengar Simon menyebut nama Sierra, tubuh Tiffany seketika menjadi kaku.Karena Tiffany tidak menjawabnya, Simon memberinya peringatan dengan suara rendah, "Tiffany, jangan menggila lagi."Tiffany tahu bahwa Simon sedang memberinya peringatan, agar dia tidak mengatakan bahwa Sierra sudah meninggal.Tatapan Tiffany menggelap. Dia sama sekali tidak berniat untuk mengungkit tentang Sierra lagi di hadapan Simon.Dia hanya mengkhawatirkan Isabella.Sebelum Isabella mengalami koma, dia sangat menyayangi Sierra. Sekarang, setelah dia bangun dengan susahnya, bisakah dia menerima kenyataan bahwa Sierra sudah meninggal?Tiffany tidak berani bertaruh.Dia membuka mulutnya untuk mengucapkan sesuatu, tetapi pada saat ini, terdengar suara seorang wanita tua dari arah tangga."Apa yang sedang kalian bicarakan? Mau jemput siapa untuk makan denganku?" tanya Isabella.Tiffany seketika merasa panik.Dia menahan kesedihan dalam hatinya dan memaksakan seulas senyuman sambil berjalan maju. "Nenek, nggak .
Tiffany tidak mengalihkan topik pembicaraan ini hanya karena amarah Simon, melainkan berkata lagi, "Aku mau bilang, kalau ada kamera pemantau di kolam renang rumahnya Michelle, apakah kebenaran hari itu juga akan seperti hari ini?""Tiffany!"Emosi Simon bergejolak, sehingga kekuatannya jelas-jelas meningkat.Suasana lembut antara kedua orang ini seketika menghilang."Ahh!"Tiffany tidak bisa menahan diri dari berseru kesakitan.Simon baru mengurangi kekuatannya, tetapi dia jelas-jelas marah.Dia berdiri dan menatap Tiffany yang berada di sofa dengan tatapan dominan. "Tiffany, hari ini, kamu memang nggak mendorong Rora, tapi nggak berarti Sierra nggak mendorong Rora," katanya dengan dingin.Seusai berbicara, Simon langsung pergi.Tiffany baru bangkit dari sofa secara perlahan, lalu mengenakan pakaiannya. Tatapannya sangat dingin.Awalnya, dia mengira bahwa setelah kejadian hari ini, meskipun Simon tidak memercayainya, hati Simon mungkin akan goyah.Namun, dia ternyata sudah terlalu mer
Simon merangkul pinggang Tiffany yang ramping dengan tangannya yang besar, sehingga tubuh mereka bertempelan.Dia membuka mulutnya dan menggigit bibir Tiffany dengan kuat, seakan-akan dia sedang menghukum Tiffany.Napasnya sangat panas. Saat ujung jarinya mengelus bagian pinggang Tiffany yang paling sensitif, dia merasakan Tiffany bergetar dalam pelukannya. Dia pun bertanya dengan suara serak, "Kamu sengaja mau menyiksaku, ya?"Tiffany diselimuti oleh hormon maskulin yang kuat. Kedua tangannya diletakkan di dada Simon dengan lemah, untuk menjaga jarak antara tubuh mereka. "Nggak," jawabnya.Dia menarik tangan yang menyentuh pinggangnya sambil meronta untuk melepaskan diri dari pria ini.Namun, begitu dia bergerak, dia langsung ditarik untuk duduk oleh Simon.Kali ini, dia langsung duduk di perut bagian bawah pria ini.Tiffany menyadari bahwa telinganya sangat panas, entah karena napas pria ini atau karena alasan lainnya."Nggak?"Tatapan Simon menggelap. Dia melihat telinga Tiffany yan
Bagaimanapun, Hannah adalah cucunya Isabella.Isabella juga tidak lagi mengulur masalah ini, dia masih ada urusan lainnya, jadi dia berkata dengan nada dingin, "Keluar."Wanda langsung memapah Hannah dan meninggalkan kuil leluhur.Setelah pintu ruangan ditutup dari luar, Isabella menatap Simon sambil berkata, "Simon, berlututlah!"Simon langsung berlutut."Kamu sudah berjanji padaku kalau kamu akan menjaga Tiffany dengan baik. Apakah ini caranya?" kata Isabella.Simon bukan hanya tidak menjaga Tiffany dengan baik, tetapi juga bersekongkol dengan Michelle untuk menindas Tiffany.Dasar orang-orang kejam!Simon lebih kejam!"Nyonya ...."Harry yang disuruh untuk pergi mengambil cambuk ingin membujuk Isabella.Namun, dia langsung terdiam karena melihat tatapan Isabella. Dengan ekspresi dingin, Isabella berkata dengan suara rendah, "Nggak ada yang bisa membelanya."Tiffany tahu bahwa ucapan Isabella ditujukan pada dirinya.Isabella takut Tiffany tidak tega melihat Simon menderita dan memint
Isabella tidak langsung mengusir Michelle, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya malah seperti tamparan di wajah Michelle, membuat Michelle merasa sangat dipermalukan.Hari ini, harga diri yang didapatkan Wanda dan Hannah untuk Michelle di Keluarga Frank pun menghilang.Michelle menatap Simon, tetapi Simon tidak mengucapkan apa pun.Michelle tahu bahwa Isabella adalah keluarga terdekat Simon. Lima tahun yang lalu, Simon tidak memberi Michelle status yang jelas karena Isabella, begitu pula dengan sekarang.Michelle menatap Wanda.Ekspresi Wanda dingin, dia bahkan tidak melihat ke arah Michelle.Michelle mengepalkan tangannya erat-erat sambil berdiri secara perlahan. Dia sudah tidak bisa mengendalikan senyuman di wajahnya. "Nyonya Isabella, maaf sudah mengganggu," katanya dengan terpaksa."Biar aku antarkan kamu dan Rora pulang," kata Simon sambil ikut berdiri."Berhenti," seru Isabella dengan tegas.Kemudian, dia langsung batuk-batuk.Ekspresi Simon sontak berubah. Dia melangkah ke si
Isabella jelas-jelas tercengang sejenak.Saat dia menoleh dan menatap Tiffany, dia tidak bisa menahan rasa senang dalam hatinya.Setelah tidak bertemu selama beberapa tahun, gadis ini akhirnya tidak lagi menahan semua ketidakadilan yang dia derita, melainkan sudah bisa mengadu.Bagus sekali.Saat Isabella mengangkat kepalanya, kesenangan di tatapannya seketika berubah. Tatapannya yang tajam menyapu ke arah Michelle.Michelle memang sudah takut pada Isabella. Melihat Tiffany sengaja menaruh perhatian Isabella pada dirinya, Michelle merasa sangat benci, tetapi dia tidak bisa melakukan apa pun.Dia hanya bisa diam-diam menarik ujung baju Simon sambil memanggil pria ini dengan suara rendah. "Simon."Dia ingin meminta bantuan Simon.Namun, dia tidak mendapat reaksi apa pun dari pria ini.Dia diam-diam mengangkat kepalanya dan melihat tatapan Simon yang dingin.Michelle seketika merasa ketakutan.Dia langsung menurunkan tatapannya, pikirannya juga melayang-layang.Saat dia mengangkat kepalan
Isabella mengambil ponsel Tiffany dan melihatnya sejenak. Ekspresinya sontak menggelap. Dia langsung berseru dengan penuh amarah, "Cepat berlutut!"Mendengar bahwa Tiffany memiliki barang bukti, Hannah menundukkan kepalanya dengan ketakutan. Dia pun berencana untuk mengakui kesalahannya. Namun, melihat Isabella tiba-tiba marah besar, matanya pun berkilau.Dia sudah menduga bahwa Tiffany tidak mungkin memiliki barang bukti.Saat Aurora pergi mencari Tiffany, Hannah berdiri di seberang danau dan menyaksikan adegan itu dengan sangat jelas.Selain Tiffany dan Aurora, hanya ada dia di tempat itu.Asalkan dia bersikeras, Tiffany tidak akan bisa membela diri.Bukti?Dia hampir memercayai omong kosong wanita itu.Sambil memikirkan hal ini, Hannah langsung menegakkan tubuhnya dan mengangkat kepalanya.Melihat Tiffany yang masih berani berdiri di sampingnya, dia langsung berseru dengan ekspresi dingin, "Tiffany, kamu nggak dengar Nenek menyuruhmu untuk berlutut? Cepat berlutut!"Sambil menegur T
Tiffany menggeleng.Saat dia melihat Isabella, matanya memerah."Nenek, kapan Nenek bangun? Kenapa Nenek pulang sendiri? Apakah Nenek baik-baik saja?" tanya Tiffany."Nggak apa-apa, Nenek sangat kuat!" jawab Isabella.Isabella menarik tangan Tiffany dan menepuk-nepuk tangan Tiffany....Di kamar Simon di lantai tiga.Aurora menangis hingga dia ketiduran.Sedangkan Michelle menyeka air matanya dengan sedih di satu sisi.Pada saat ini, seorang pembantu mengetuk pintu kamar dan berkata, "Tuan Simon, Nyonya Isabella menyuruh Tuan dan Nona Michelle untuk turun ke lantai bawah."Mendengar pembantu itu menyebut "Nyonya Isabella", Simon langsung berdiri dan bertanya, "Nenek sudah pulang?"Dia tampak terkejut. Dia pun menurunkan Aurora dan turun ke lantai bawah.Sedangkan Michelle menunjukkan reaksi yang berbeda.Mendengar bahwa Isabella sudah pulang, dia merasa seakan-akan dia disiram dengan air dingin.Dia berpikir, 'Kenapa si tua bangka itu pulang?''Bukannya dia nggak sadarkan diri, ya?''K