Melihat kedatangan bocah 2 tahun itu, Mas Hanan segera melepas genggaman tangannya. Dia tampak gelagapan, kemudian merentangkan tangan pada Alana yang berlari kearahnya.
"Ayah ana?" Entah apa yang ditanyakan bocah itu, aku tak paham bahasa cadelnya."Ayah dari kantor, Sayang. Baru balik kerja. Alana sama siapa disini?" Ohh, ternyata Alana bertanya ayahnya dari mana. Mendengar jawaban Mas Hanan kepalanya mengangguk-angguk seolah paham apa yang dikatakan ayahnya."Nda na? Ante apa?""Eum ... Bunda? Memangnya Alana kesini bukan sama Bunda?" tanya Mas Hanan. Alana yang berada dalam gendongan sang ayah menggeleng."Alana kesini bareng aku, soalnya Ridho katanya rindu sama adiknya ini," sambar seseorang dari arah dalam. Bisa kutebak, perempuan berhijab itu adalah kakak tertua Mas Hanan. Dia seorang single parents, dua tahun lalu suaminya meninggal karena kecelakaan.Mereka hanya bertiga bersaudara, yang pertama Mbak Ike, yang kedua Mas Hanan dan yang bungsu namanya Kamila. Dari mana aku tau? Tentu saja dari Mas Hanan, lelaki itu sering kali menceritakan tentang keluarganya sangat menelpon atau video call denganku. Makanya sedikit banyaknya aku tau tentang mereka.Alana melompat meminta turun, terpaksa Mas Hanan menurunkannya. Ada bocah laki-laki berumur 7 tahun disana, kurasa itu adalah Ridho anak Mbak Ike. Alana kembali berlari masuk kedalam, dan dikejar Ridho dari belakang. Mbak Ike mengingatkan anaknya, agar lebih hati-hati takut Alana terjatuh.Keluarga yang hangat menurutku. Aku yakin pasti betah berada disini, apalagi melihat wajah-wajah teduh keluarga Mas Hanan. Aku jadi ingat dengan Ibu dan Bapak."Ah, Ibu sampai lupa. Ayok, mari duduk dulu," ajak Ibu Mas Hanan. Aku tersenyum menanggapi, ku ikuti langkah Mas Hanan menuju sofa empuk berwarna putih gading di tengah ruangan.Aku duduk disamping Mas Hanan, kemudian disusul oleh Ibunya, kemudian Mbak Ike. Hanya si bungsu yang tak terlihat, kemana dia? Apa dia tak ingin berkenalan dengan kakak iparnya ini?Aku lebih banyak menunduk, tak berani mengangkat wajah. Masih malu berhadapan dengan orang-orang yang terlihat berkelas ini. Dari sudut hatiku yang lain, aku sedikit merasa insecure berada disini, beruntung ada Mas Hanan yang setia menemaniku."Jadi ... perempuan ini yang akan menjadi pengganti Aluna?" Ibu Mas Hanan memulai pembicaraan."Dia punya nama, Bu. Panggil saja Nayma," sahut Mas Hanan mengingatkan. Kulihat wanita itu mengangguk pelan, netranya tak lepas dariku, membuat aku merasa terintimidasi."Oh, namanya Nayma? Nama yang bagus," puji Ibu Mas Hanan. Aku tersenyum menanggapi, begitu juga dengan Mas Hanan saat aku meliriknya."Tapi tidak dengan kelakuannya."Degh!Aku terkesiap. Mataku mengerjap pelan mendengar celetukan Mbak Ike. Apa maksud perempuan itu? Apa dia sedang ... menyindirku? Kulihat wajahnya berubah, tak seramah saat pertama tadi, begitu juga dengan Ibu Mas Hanan."Apa maksudmu, Mbak?" Pertanyaan Mas Hanan mewakili pertanyaan yang bergelayut di kepalaku."Aku rasa kamu pun paham, Hanan! Kelakuannya itu sama sekali tak baik. Coba kamu pikir, perempuan baik mana yang tega merebut milik perempuan lain?" balas Mbak Ike. Kulihat Mas Hanan mengepalkan tangannya. Suasana yang tadi ku anggap sejuk dan tenang berubah seketika. Mbak Ike dan Ibu Mas Hanan menatapku sinis. Ternyata dugaanku salah! Wajah-wajah yang kuanggap teduh tadi tak lebih busuk dari bangkai. Lagian apa baiknya Aluna itu? Sampai-sampai mereka harus menentang pilihan Mas Hanan sendiri."Bicara dengan sopan, Mbak! Nayma adalah pilihanku. Dia perempuan yang ku cintai. Dia juga tak seburuk yang kalian kira!" Suara Mas Hanan meninggi. Aku suka ini, aku suka lebih diprioritaskan oleh Mas Hanan dibanding keluarganya.Ku tatap Mbak Ike dengan senyum miring, perempuan itu menatapku dengan tajam. Aku tak takut, sedikit pun aku tak merasa gentar dengan tatapannya itu. Sebab ada Mas Hanan yang akan selalu berada di sampingku. Sikap keluarga Mas Hanan ternyata lebih bar-bar dibanding Aluna, perempuan itu saja bisa sangat tenang, sedang mereka ini?"Pilihan katamu? Cinta katamu? Lantas Aluna itu apa? Dan satu lagi, perempuan ini memang tak seburuk yang kukira, tetapi ... lebih buruk dari itu!" Mbak Ike semakin menjadi. Suasana semakin panas dan tegang. Napas Mas Hanan memburu mendengar hinaan kakaknya yang ditujukan untukku."Berhenti menghina Nayma, Mbak! Atau–""Atau apa? Kamu mau mengancam apa? Laki-laki pengecut sepertimu ini, tak pantas untuk ditakuti! Kamu nggak sadar? Dengan sikapmu ini, sudah sangat menyakiti hati Aluna. Bukan hanya Aluna yang tersakiti, ada Ibu dan juga Alana yang ikut tersakiti dengan sikapmu ini. Kamu itu punya saudara perempuan, punya anak perempuan, tapi kenapa kelakuanmu malah sebejat ini?" teriak Mbak Ike menggelegar. Aku sampai terkesiap mendengar kemarahan perempuan itu. Ternyata hijabnya itu tak sedikit pun mencerminkan sikap lembutnya."Terserah apa katamu. Yang pasti, aku akan lebih memilih Nayma di banding Aluna. Dan kedatanganku kemari hanya untuk memberitahu sekaligus meminta restu Ibu, secepatnya aku akan menikahi Nayma." Aku tersenyum puas mendengar penuturan Mas Hanan.Kulihat Ibu dan kakaknya Mas Hanan terkejut. Mungkin tak menyangka, jika secepat ini Mas Hanan akan menikahiku. Melihat ekspresi terkejut di wajah mereka, aku merasa sangat puas sekali."Hanan, tidakkah kamu pikirkan Alana? Anakmu masih sangat kecil, Nak. Ibu mohon, jangan berpisah dengan Aluna." Ibu Mas Hanan yang sejak tadi hanya diam menyaksikan perdebatan sengit kedua anaknya akhirnya bersuara."Aku tidak peduli, Bu. Aku tak mencintai Aluna, aku tak bisa bertahan lebih lama dengannya," sahut Mas Hanan. Dia menggenggam tanganku, mungkin ingin memperlihatkan pada keluarganya, jika akulah pemenangnya."Tidak cinta katamu? Lalu bagaimana bisa kalian memiliki Alana? Semua kata-katamu itu hanya omong kosong. Sekarang kamu mengatakan tak mencintai Aluna, dan malah mencintai perempuan ini. Kemudian kedepannya jika kamu bosan, kamu kembali mengatakan tak mencintai perempuan ini dan malah mencintai perempuan lain, begitu?" Ucapan macam apa itu? Apa dia sedang mendoakan aku agar diselingkuhi adiknya juga? Dasar perempuan gila."Terserah pikiranmu, Mbak. Yang pasti, aku benar-benar merasakan jatuh cinta saat bersama Nayma. Sedang dengan Aluna, aku hanya merasa sedang menjalankan wasiat almarhum ayah yang ingin menjodohkan kami. Jadi aku mohon maaf, aku tak bisa bertahan lebih lama dengan Aluna," sahut Mas Hanan tegas."Yang kamu bicarakan sejak tadi, hanya cinta dan cinta. Kamu pikir, ibu dan almarhum ayahmu itu menikah karena cinta? Tidak! Kami juga menikah karena perjodohan. Tapi, lambat laun rasa itu mulai tumbuh. Yang kamu rasakan sekarang ini bukan cinta, Hanan. Ini hanya sebuah nafsu belaka, tipu daya setan. Disaat kamu tak mampu menjaga keimananmu, tak mampu menundukkan pandanganmu, maka disitulah setan beraksi, dia akan membuat pasangan halalmu terasa membosankan, dan menjadikan yang haram terasa memabukkan. Jadi, apa itu yang kamu katakan cinta?" tekan Ibu Mas Hanan.Lelaki di sampingku itu terdiam sejenak. Mungkin sedang mencerna kata-kata sang Ibu. Ah, aku jadi takut. Bagaimana jika Mas Hanan malah berubah pikiran?Mas Hanan melirik tangan kami yang saling bergenggaman, kemudian melirikku. Ku pasang tampang menyedihkan didepannya, aku berekspresi sesendu mungkin, semua itu kulakukan agar Mas Hanan tak termakan omongan wanita didepan kami itu."Maaf, Bu. Aku tetap pada pendirianku. Pilihanku tetap dengan Nayma. Dan kami ... akan menikah secepatnya." Puas! Aku puas sekali. Terlebih saat melihat wajah pias Ibu dan anak didepanku itu. Aku tersenyum mencibir Mbak Ike, wanita itu membalasku dengan tatapan tajam. Bukankah ini drama yang baik? Aku lebih dipentingkan dibanding keluarganya sendiri."Kalau begitu, jangan harap kamu akan dapat restu dari Ibu!" ancam Ibu Mas Hanan. Aku melirik Mas Hanan, apa dia terpengaruh dengan ancaman wanita itu?"Aku akan tetap menikahi Nayma, dengan atau tanpa restu Ibu. Pernikahan kami tetap akan sah, karena dari pihak laki-laki tak perlu wali. Tetapi ... karena ingin menghargai Ibu, maka aku datang kemari dengan membawa Nayma. Kukira sambutan kalian akan baik terhad
Hati perempuan mana yang tak hancur saat mendapati sebuah kenyataan jika pasangannya berselingkuh?Aku Aluna, perempuan yang diselingkuhi berulang kali oleh suamiku–Mas Hanan. Memang bukan ini pertama kalinya aku memergoki Mas Hanan selingkuh, sebelum dengan Nayma, pernah dengan beberapa perempuan lainnya juga. Tapi ... tak separah ini. Pertama kali ia ketahuan selingkuh, saat pernikahan kami baru menginjak 1 tahun. Saat itu, aku mendapatinya berkirim pesan mesra dengan perempuan lain, hanya sebatas itu. Saat kutanya pun katanya mereka tak pernah bertemu, hanya sering berbalas pesan dan kenalnya dari aplikasi biru.Meski saat itu aku merasakan sakit, tapi ku putuskan untuk memaafkan, apalagi Mas Hanan berjanji tak akan mengulangi lagi.Tapi, dia kembali berulah saat aku sedang hamil Alana–putri kami. Kejadiannya sama, hanya sebatas chat dan panggilan suara saja. Aku kembali memaafkan karena tak mendapati mereka pernah bertemu.Itu bukan yang terakhir, saat Alana berumur 1 tahun lebih
Aku masuk ke apartemen dengan langkah cepat. Rasa sakit hatiku akibat penghinaan keluarga Mas Hanan tadi masih sangat membekas, ditambah lagi dengan kehadiran perempuan sialan itu, siapa lagi kalau bukan Aluna?"Yank, jangan marah-marah gitu, dong!" seru Mas Hanan berusaha mengejar langkahku. Tak ku pedulikan panggilannya, aku terus melangkah hingga ke kamar.Ku banting pintu kamar dengan keras. Aku yakin, Mas Hanan pasti terperanjat kaget diluar sana. Tapi aku sedang marah, jadi aku tak peduli dengan Mas Hanan sekali pun."Arrrghhh! Sial, sial. Kenapa mereka harus berpihak pada Aluna, sih?" Aku berteriak dengan kesal. Aluna sangat pintar bermain cantik. Dia tak sedikit pun terpengaruh saat aku mengata-ngatainya. Emosi saja tak dia perlihatkan, dia tetap tenang meski Mas Hanan membelaku secara terang-terangan. Sikap angkuhnya itu semakin bertambah saat semua keluarga Mas Hanan berpihak padanya."Kita lihat saja, Aluna. Apa setelah ini kamu akan tetap tenang?" ucapku pada diri sendiri
Aku dan Mas Hanan baru saja sampai di kampung saat jam makan siang. Perjalanan dari kota ke kampungku memakan waktu 5 jam. Kedatangan kami disambut hangat oleh Bapak dan Ibu. Sebelum berangkat tadi, aku memang sempat menghubungi Ibu, memberitahu kedatanganku bersama Mas Hanan."Alhamdulillah, kalian sampai juga dengan selamat! Ayo, masuk. Istirahat dulu, kalian pasti capek," sambut Ibu memelukku. Aku membalas pelukan hangat Ibu yang sangat ku rindukan itu, setelah itu beralih pada Bapak juga.Aku dan Mas Hanan digiring masuk oleh Bapak dan Ibu. Aku mempersilahkan Mas Hanan istirahat di sofa lebih dulu, sedang aku ikut Ibu ke dapur untuk menyiapkan makan siang.Beruntung rumah ini sudah direnovasi, bayangkan kalau belum? Pasti Mas Hanan akan risih berada disini. Aku meninggalkan Mas Hanan bersama Bapak disana, biarkan saja mereka berbincang-bincang dulu."Wah, Ibu masak banyak banget. Nay jadi kangen makan masakan Ibu," seruku saat melihat di meja makan sudah penuh dengan masakan Ibu.
"Bagaimana bisa kamu malah berpikir begitu? Kami tidak ingin Nayma dinikahi secara siri. Memangnya dia istri kedua?" protes Bapak, Ibu mengangguk setuju. Raut wajah orang tuaku sudah berubah, dari yang awalnya bersahabat menjadi lebih sangar."Apa jangan-jangan karena ini keluargamu tak ada yang datang? Apa kau ingin menikahi putriku secara diam-diam, hah?" hardik Bapak dengan muka memerah. Dia sudah berdiri dari duduknya, aku jadi takut luar biasa menyaksikan kemarahan Bapak.Ibu ikut berdiri, dia menenangkan Bapak yang tampak emosi. Kutatap Mas Hanan dengan tajam, tapi lelaki itu hanya diam dengan wajah datar."Pak, dengar dulu penjelasan Mas Hanan. Jangan emosi begini, Pak," kataku mencoba menengahi."Benar apa yang dikatakan Nayma, Pak. Malu kalau didengar tetangga ribut-ribut begini," timpal Ibu ikut menenangkan. Bapak menghembuskan napas kasar, kemudian beristighfar dengan lirih.Kami kembali duduk setelah Bapak tenang. Bapak menatap Mas Hanan dengan tajam. "Sebelumnya saya moh
Mas Hanan memegang bahuku, kemudian menatapku penuh harap. Aku tak sanggup jika harus mengecewakan laki-laki ini. Dia saja bisa meninggalkan keluarganya demi aku, kan? Lagian Bapak dan Ibu tak akan sanggup marah denganku lama-lama. Aku anak mereka satu-satunya, mana mungkin mereka sanggup kehilanganku seperti yang Bapak Katakan tadi.Aku memutuskan mengangguk. Aku akan tetap menikah dengan Mas Hanan di kota. Aku yakin, setelah aku menikah dan punya anak, Bapak dan Ibu pasti akan memaafkan. Biarlah sekarang mereka marah dulu. Lagian kemana lagi kucari laki-laki yang royal dan tampan seperti Mas Hanan? Apalagi aku sudah diperaw*ni oleh Mas Hanan, mana ada laki-laki yang mau lagi padaku, kan?"Terimakasih banyak, Yank. Mas janji akan terus membahagiakanmu," janji Mas Hanan. Lelaki itu menatapku. Bisa kulihat ketulusan dari bola mata lelaki itu, aku yakin tak akan menyesal mengambil keputusan ini."Jangan pernah tinggalkan aku, ya, Mas? Aku udah nggak punya siapa-siapa lagi setelah ini. B
[Seharusnya, jadi perempuan itu mahalan dikit, Nay. Pernikahan itu kalau bisa sekali seumur hidup, itu pun kalau tak ada PELAKOR yang akan menggoda suamimu. Masa iya nikah cuma pake kebaya dan riasan wajah yang tipis begitu? Aku yang otw janda aja ogah diajak nikah sederhana. Ya, kali nikah cuma dihadiri empat orang? Itu nikah atau rapat keluarga?]Darahku mendidih membaca pesan Aluna. Emosiku memuncak hingga ke ubun-ubun. Benar-benar perempuan sialan. Berani-beraninya dia menghinaku. Dengan menahan geram, aku membalas pesan darinya.[Yang penting halal, kan? Dari pada kamu, ditinggalkan hanya demi perempuan lain. Itu artinya, kamu itu tak berharga sedikit pun di hati Mas Hanan.]Aku berharap Aluna sakit hati dengan pesanku ini. Ingin sekali kulihat perempuan itu hancur sehancur-hancurnya. Lihat saja! Setelah ini, tak akan kubiarkan Mas Hanan bertemu dengan putri mereka lagi."Yank! Dari tadi mainin ponsel terus. Mending sekarang kita beres-beres," tegur Mas Hanan menepuk pundakku. Ak
[Darimana kamu tau tentang kontrakan baru kami? Kamu sengaja memata-matai kami, ya? Keliatan banget, kalau kamu itu belum bisa move on. Kasihan banget.]Aku membalas pesan Aluna. Aku yakin sekali, dia pasti sedang memata-matai kami. Kalau tidak, dari mana dia bisa tau tentang rumah ini? Dasar perempuan gatal. Sudah diceraikan, masih juga ngejar-ngejar.[Kontrakan baru? Jadi, Mas Hanan mengakui rumah itu sebagai kontrakan kalian? Nggak salah?] Aku semakin bingung membaca pesan Aluna selanjutnya. Memangnya kenapa jika Mas Hanan mengakui rumah ini sebagai kontrakan? Apa salahnya? Dari pada ngontrak ngakunya rumah pribadi, kan?[Maksudmu apa? Apanya yang salah? Orang rumah ini memang kontrakan baru kami, kok! Kamu itu jangan sombong, mentang-mentang punya rumah besar. Abis ini Mas Hanan juga sudah janji bakal beliin aku rumah yang lebih besar dari punyamu itu.] Aku sengaja memanas-manasi Aluna. Biar saja dia kebakaran jenggot. Dia pasti tidak senang melihat kebahagiaanku dengan Mas Hana
Aku masih saja terisak sambil terus memeluk ibu dari samping. Wanita itu berusaha terlihat tegar, bahkan tak ada lagi air mata yang keluar sejak jenazah bapak dibawa pulang. Ibu dan para tetangga membacakan yasin untuk almarhum bapak. Suara ibu terdengar parau, aku tau jika wanita itu memendam kesedihan hanya demi terlihat kuat oleh orang-orang.Didepan kami, tubuh bapak yang terbujur kaku ditutup dengan kain jarik. Saat kulihat tadi, wajah bapak tampak berseri dengan senyum menghiasi bibir pucatnya. Apa bapak pergi dalam keadaan tenang dan bahagia? Semoga saja iya."Nay, Zavier nangis. Sepertinya mau nyusu," bisik bude Niar menghampiriku. Aku menoleh dan mengangguk, setelah itu berpamitan pada ibu untuk menyusui Zavier ke kamar.Saat aku beranjak ke kamar, ibu mas Hanan menggantikan posisiku dengan duduk disisi kanan ibu, sedang disisi kiri ada mama Aluna yang turut hadir. Dua wanita yang juga berhati malaikat selain Aluna. Meski awalnya ibu mas Hanan sangat membenciku, tapi sekarang
Nayma POV Sakit. Sungguh, baru kali ini aku merasakan bagaimana sakitnya dikhianati. Diluar bapak dan ibu sedang menemani mas Hanan dan ibunya bertemu dengan putraku – Zavier. Putra yang ku lahirkan dengan susah payah, dengan kesakitan yang luar biasa Allah hadirkan.Sedang aku disini sendiri. Aku duduk di pinggir jendela dengan gorden yang sengaja ku singkap habis, agar mata bisa memandang langsung hamparan sawah yang menghijau dan mampu meredamkan sakit yang sekarang mendominasi.Saat pertama kali tau mas Hanan berselingkuh, jantungku ribut hingga menimbulkan sesak. Yang ada dipikiranku saat itu, apa kurangnya aku? Setelah selama ini ku terima dia yang hanya menikahiku secara sirih, bahkan rela berpisah dengan ibu dan bapak, serta ku terima saja penolakan keluarganya.Ternyata apa yang dikatakan orang-orang benar. Selingkuh akan menjadi sebuah kebiasaan, tak akan ada yang bisa menghalangi kecuali ia sendiri yang ingin berubah. Dan itu nyata! Bahkan aku baru tau dari Aluna, jika te
Merasa bukan ranahnya untuk ikut campur, Aryo bergegas meninggalkan rumah Nayma setelah membungkuk sopan pada Hanan dan Widya. Sementara itu, Widya mengusap bahu sang putra agar bisa lebih tenang."Bu, aku tau jika kesalahanku memang fatal. Tapi ... kedatangan kita kemari pun karena ingin minta maaf dan berdamai dengan Nayma." Hanan menatap kosong pintu rumah yang kini tertutup rapat."Apa aku tak pantas untuk dimaafkan, Bu?" ujar Hanan frustasi."Kesalahan yang paling sulit mendapatkan maaf adalah sebuah pengkhianatan, terutama perselingkuhan. Makanya ibu nggak bisa menyalahkan sikap Nayma padamu sekarang ini. Karena ibu paham bagaimana rasanya jadi dia, diselingkuhi dan diceraikan padahal dia sendiri sedang dalam keadaan hamil besar." Widya sengaja menjeda kalimatnya sejenak, berharap sang putra paham dengan maksudnya."Iya, aku tau, Bu! Tapi–""Harusnya kamu sabar, jangan memaksakan kehendak. Memaafkan itu mungkin mudah, tapi melupakan apa yang sudah terjadi itu yang sulit." Widya
Di depan ruang bersalin, Rosidin menunggu dengan harap-harap cemas. Erangan kesakitan Nayma memecah keheningan malam. Didalam sana, perempuan itu sedang berjuang melahirkan dan hanya ditemani sang ibu. Sebagai seorang ayah, Rosidin tak henti merapalkan do'a agar proses persalinan sang putri diberi kelancaran, dan cucu pertamanya bisa lahir dengan selamat.Di sisi lain, Widya tak sedikit pun beranjak dari sisi Hanan. Bahkan saat Ikke memintanya istirahat karena malam kian larut pun di tolak wanita itu. Widya menggenggam tangan Hanan yang dipenuhi alat. Wanita itu tak henti berdoa agar sang putra diberi keselamatan. Widya tak meminta kesembuhan sempurna putranya, dia hanya ingin putranya bertaubat setelah kejadian yang menimpanya malam ini.Di ruang bersalin sedang terjadi kehebohan, pasalnya Nayma mengalami kejang-kejang setelah berhasil melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki. Narti menangis histeris bahkan hampir ambruk dan ditenangkan oleh perawat yang bertugas.
"Awh ... Bu ... to–long." Tiba-tiba saja Nayma memekik saat merasakan perutnya menegang.Lagi-lagi dia merasakan kontraksi, namun kali ini sangat berbeda seolah telah terjadi sesuatu pada bayinya didalam sana.Narti yang duduk di sofa bersama Rosidin melompat begitu mendengar rintihan kesakitan sang putri. Dia langsung mendekati ranjang Nayma dan bertanya."Nak, ada apa, Sayang? Kamu kenapa?" tanya Narti cemas.Keringat sebesar biji jagung sudah membanjiri pelipis Nayma. Wajahnya berubah pucat menahan kesakitan yang mendera. Narti mengelus-elus perut Nayma, tapi perempuan itu malah semakin kesakitan."Jangan pegang, Bu, sakiiit ... Nay rasanya ingin buang air besar, tapi ... arrghh ... sakit, Bu." Nayma semakin merintih kesakitan.Melihat putrinya kesakitan, Rosidin sigap keluar dan memanggil suster yang sedang berjaga. Suster tadi langsung bergegas menuju ruang rawat Nayma, dan langsung memeriksanya disana."Eum ... sepertinya bu Nayma sudah mau melahirkan. Kita pindah ke ruang bersa
"Nak, makan dulu, ya? Tadi bapak belikan kamu mie ayam. Kamu pasti suka," bujuk Narti. Nayma menggeleng tanpa mau membalikkan badan menghadap orangtuanya. Bahu Narti mengendur bersamaan dengan helaan napas panjang yang keluar dari mulut wanita itu."Biarkan Nayma istirahat dulu, Bu. Mungkin dia belum lapar," kata Rosidin mencoba membesarkan hati sang istri."Tapi, Pak. Dari tadi siang Nayma belum makan, kasihan bayinya," sahut Narti masih tak tenang."Mau bagaimana lagi, Bu? Kita paksa pun Nayma tetap nggak mau, kan? Jadi biarkan dia istirahat dulu. Mungkin dia butuh ketenangan saat ini," kata Rosidin lagi.Mau tak mau, Narti mengangguk juga. Keduanya berbalik dan duduk di sofa, sembari menunggu sang putri bangun."Assalamu'alaikum," kata Aluna dan Widya serentak, bersamaan dengan itu pintu ruangan pun dibuka."Wa'alaikusalam," sahut Narti dan Rosidin pula. Keduanya berdiri menyambut kedatangan Aluna dan Widya."Mbok sama bapak sudah makan?" tanya Aluna. Keduanya menggeleng sebagai j
"Mas? Kamu gila?!" bentak Aluna."Kenapa? Apa salah kalau aku minta rujuk? Apalagi antara kita ada Alana. Anak kita butuh kasih sayang utuh dari kedua orang tuanya, jadi nggak ada salahnya kalau kita rujuk, kan?" balas Hanan santai.Aluna menggelengkan kepala berulang kali. Perempuan itu tak habis pikir dengan cara berpikir laki-laki didepannya itu. Benar-benar dangkal!"Terus gimana dengan calon anakmu dan Nayma? Apa kamu nggak mikirin itu? Kamu nggak kasihan anakmu lahir tanpa ayah? Dimana hati nuranimu sebagai seorang laki-laki sejati, Mas?" cecar Aluna. km"Itu lebih baik. Dia belum pernah bertemu denganku, sedang Alana pernah bersamaku selama dua tahun. Jelas Alana lebih butuh aku dibanding anak Nayma." "Kamu gila! Kamu benar-benar egois, Mas. Setelah selingkuh berulang kali, dan sempat menceraikanku, sekarang kamu datang lagi karena ditolak perempuan itu? Dan kamu pikir aku bersedia kembali pada laki-laki bajingan sepertimu? Lebih baik aku hidup begini, dari pada kembali bersa
"Freya?"Panggilan sang ayah membuyarkan lamunan Freya. Perempuan itu mengalihkan pandangan pada Kardi, dia tersenyum menanggapi."Freya belum siap menikah, Yah." Jawaban Freya mengejutkan Hanan. Dia pikir gadis itu akan menuruti keinginannya. Ternyata Freya gadis yang keras kepala.Kardi menghembuskan napas pelan. Dia tak bisa berbuat apa-apa, memaksakan kehendaknya pun bukan pilihan yang tepat, meski ia yakin bisa melakukan itu. Dia ingin putrinya sendiri yang menjatuhkan pilihan, tanpa paksaan apa pun."Boleh ayah tau alasannya?""Alasannya masih sama seperti dulu. Freya belum siap berpisah dari ayah dan Dara. Dan ... Freya ingin mencari laki-laki yang tepat, laki-laki yang bisa menghargai perempuan. Freya takut salah pilih, terus malah masa depan Freya yang jadi korbannya," ucap Freya lugas.Gadis itu menatap Hanan tajam. Dia tak ingin terlihat lemah dihadapan laki-laki pecundang itu. Dia sangat tidak suka diancam dan dipermainkan.Jika saja Hanan laki-laki single, mungkin Freya
"Mas, ada apa ini? Mereka ini siapa?" tanya Freya berpura-pura.Dia menatap semua orang bergantian. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara disana, termasuk Widya dan Aluna yang berdiri didekat Hanan dan Freya. Mereka ingin menyaksikan sendiri, bagaimana cara Hanan menjelaskan pada gadis itu tentang kebohongannya."Ahm ... mereka ini ...," Hanan tak kuasa melanjutkan kalimatnya.Jantung laki-laki itu sudah berdegup kencang. Terlebih melihat tatapan mematikan dari Rosidin. Dia langsung memalingkan muka, enggan menatap wajah ayah mertuanya itu."Kenapa, Nak Hanan? Jelaskan pada gadis itu, siapa perempuan hamil yang sedang terbaring lemah ini!" tekan Rosidin.Freya menoleh pada Hanan, dia memasang tampang bingung, seolah meminta jawaban dari laki-laki itu."Mas?" Freya menatap langsung wajah lelaki disisinya."Di–a ... istri Mas, Fre. Tapi, mas akan segera menceraikannya agar kita bisa menikah." Jawaban Hanan sama sekali tak mengejutkan Freya. Tapi tidak dengan yang lain, terlebih N