Julian tersenyum terpaksa. Wanita ini meminta maaf tapi juga menggodanya sekarang. Mereka terus meminta Julian untuk minum. Tapi itu akan jadi masalah yang lebih besar. Ia tidak pernah minum dan bagaimana bila ia mabuk dengan semua wanita jalang di dalam sana.
"Saya pamit Kak Fiona.""Panggil Fiona aja." Keluhnya manja."Oke. Fiona." Julian tersenyum hangat dan meninggalkannya yang melambaikan tangan saat mobilnya keluar dari parkir.Fiona menghela nafas panjang. Besok hari terakhir penandatanganan investasi. Tapi ia belum juga menemukan cara untuk menjebak Julian agar tertarik padanya. Tuan Heru sudah sangat geram dan menuntutnya. Untung saja service malam itu bisa melunakan hatinya.Siapa yang tidak menginginkan sosok Julian. Febri dengan keras berfikir bagaimana cara menjebaknya. Dan ia pun akhirnya menemukan cara.Cafe ini adalah miliknya. Dan penghasilan utamanya tentu dari menjual para wanita cantik yang kali ini di borongPria itu segera sadar bahwa ia sudah melakukan kesalahan. Dan ini tidak boleh berlanjut. Ia segera mendorong Fiona."Kenapa kamu melakukan ini."Fiona terengah saat Julian mendorongnya."Apa? Bukankah kamu menikmatinya? Apa yang salah.""Ku mohon Fiona, kita adalah partner, jangan lakukan ini. Apa karna kau memberiku uang dan bisa melakukan hal ini.""Tidak.. tidak.. bukan begitu maksudku. Aku.. aku hanya tidak bisa menahan diri." Ungkap Fiona seolah merasa bersalah. "Maaf" sebari ia menundukkan kepala dan merasa malu."Aku harus pergi sekarang, buka pintunya." Perintah Julian sambil mengenakan kemejanya kembali.Fiona mengambil ponsel dan menelpon seseorang untuk membuka pintunya. Segera Julian keluar saat bunyi kunci terbuka.Tadi itu hampir saja. Julian keluar dan pulang dengan perasaan panas dalam hatinya. Segera ia menancapkan gas dan pergi dari tempat itu, seketika ia merasa sangat rendah, apa karna ia be
Kali ini pesanan 300 box mau gak mau hanya di kerjakan berdua dengan Mas Agus. Kerjanya cepat. Sebagai penanggung jawab dapur, segera ia menyiapkan beras dan buat adonan tepung ayam. Baru saja datang Zora dengan cepat segera menyiapkan box makanan sambil menunggu nasi matang.Walau dalam keadaan sedih, Zora tetap cekatan dan tidak lesu. Melihatnya Agus merasa hebat. "Biarpun sedih kamu tetep profesional ya Zora."Zora tersenyum. "Aku harusnya bersyukur karna Julian nyatanya masih baik-baik aja. Gak ada gunanya untuk berlarut-larut, biarpun aku masih sedih.""Itu artinya kamu salah satu orang yang kuat."Zora hanya menatap mas Agus dan melempar senyum. Mas Agus yang biasanya lucu pun kenapa sekarang sepertinya sangat serius."Andai aku di posisi Julian, pasti sial banget, masih bisa sembuh pun buat apa.""Kok begitu Mas?" Kalimat itu membuat Zora terkejut."Aku udah gak punya sanak saudara yang peduli lagi." Ia mengh
Heru akhirnya melapor pada tuannya."Kami sudah dapatkan file nya tuan." Ia menyerahkan sebuah amplop coklat di atas meja Tuan Arnold. Segera ia membuka isi amplop yang berisi foto-foto Julian dengan para wanita di club malam. Dan foto terakhir sangat memuaskan."Oke ini cukup." Tuan Arnold menghela nafas lega. "Semoga ini akan menjauhkan Zora dari pria kecil itu."Heru merasa tuan nya amat hebat bisa memikirkan hal ini. Bila punya kesempatan memiliki Zora, ia pun pasti akan berfikir untuk bertahan selamanya dengan putri konglomerat itu. Bertahan memang bukan alasan yang tepat untuk Tuan Arnold."Apa tuan akan segera menggunakannya?"Tuan Arnold menggeleng, "kita akan punya waktu untuk menggunakannya. Pergilah.""Baik Tuan." Segera Heru menghilang dari pandangannya.Ia tau pria itu sedang dalam masa kritis. Benar-benar naas, dan kedepannya pun akan naas. Walau bagaimana ia bukan pria yang buruk, tidak seharusnya ber
Zora merasa ia memang tidak bisa berkembang dengan terus bekerja disini. Selama ini ia selalu bergantung pada Julian. Bagaimana sekarang? Apa dia harus bergantung pada Affandra? Bisa-bisa besar kepala dia.Segala sesuatu kenapa bisa pas-pasan. Mungkin ini namanya takdir.Akhirnya Zora menghubungi Karina lagi untuk meminta pekerjaan itu. Sayang sekali ia baru ingat kalau semua berkas kelulusannya ada di rumah."Aduh, gimana dong Karin.""Gak apa-apa. Gimana kalo kamu kesini aja besok!""Besok? Jam berapa?""Pagi kalo bisa.""Oke deh." Sebenarnya ia masuk pagi untuk besok.. segera ia meminta Okta untuk bertukar shift untung saja wanita itu tidak menolak.Setelah pekerjaan selesai ia segera mengunjungi Julian dan melihat keadaan pria malang itu yang sudah bisa bangun dan sedang memakan bubur."Gimana keadaannya." Tanya Zora pada ibu Amina yang sedang menyuapi putranya.Julian tersenyum melihat kek
Hari ini interview di Gavin Tect. Sebenarnya terlihat sangat bodoh bagaimana seorang Zoranatta Arnold bisa terjebak dengan Chicken Pop. Dia adalah pewaris tunggal Forte Grup. Tidak sedikit pengalamannya melakukan bisnis dan berbuah memuaskan. Tapi Zora terlalu remeh memandang semuanya hingga mendapat tamparan keras. Tanpa Forte Grup, ia bukan siapa-siapa.Bila di bilang Zora dalam titik terendah, tidak juga, ia hanya kecewa dengan kenyataan yang ia terima atas penilaian semua orang terhadapnya kali ini.Sedikit gugup untuk menjalani interview kali ini, apa benar-benar bisa masuk tanpa berkas kelulusannya? Ia jadi berfikir. Andai ia membangun perusahaannya sendiri, apakah ia mampu? Selama ini ternyata ia sangat sombong.'Tapi apa peduli, bukankah lebih enak hidup dengan sedikit beban begini? Ya paling-paling cuma mikirin uang, atau harus nabung. Tapi itu berkesan.' ngeyel dirinya membela diri, seolah membenarkan alasannya selama ini.Ia memantapkan
Zora tersenyum mengingat momen itu, tapi ia segera mengingatkan Ronald untuk tidak berharap banyak dari gadis muda itu. Bagaimanapun pengalamannya belum terlalu banyak, tapi ia berjanji untuk bekerja lebih giat dan belajar dengan cepat. Itulah keahlian Zora."Tidak masalah, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Saya melihat kemiripan yang signifikan dari Nona Zora dengan Tuan Arnold. Forte Grup sangat berkembang pesat setelah ayah anda menjabat menjadi presiden." Puji Ronald tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Forte Grup. Yang membuat Zora lebih takut lagi untuk mengecewakannya."Mohon bimbingan pak, semoga saya bisa banyak membantu perusahaan." Zora menimpali dengan sederhana."Zora, dimanapun kamu berada, kamu harus sadar siapa dirimu, jadi percayalah. Tidak perlu terlalu gugup. Oke."Zora hanya bisa membalas senyum dengan semua harapan yang Ronald ungkapkan. Ia pandai membesarkan hati dan memotivasi anak buah untuk berkembang mencapai kapa
Satu tangan menggenggam tangan sang kekasih, dan tangan kanannya menyuapi dengan perlahan. Julian masih menelan dengan sedikit rasa sakit. Dan melihatnya kesakitan seperti hatinya teriris begitu menderita. Ia tidak bisa diam saja dan mengelus lembut pipi kekasihnya yang masih terlihat lemah. Di saat seperti ini Julian sangat membutuhkannya, tapi ia sibuk mengurus dirinya sendiri. "Maaf ya aku cuma punya sedikit waktu."Julian kini mengelus pipinya lembut dan tersenyum lemah, "Begini sudah cukup."Ia menghabiskan beberapa suap dan merasa cukup. "Sedikit lagi." Rayu Zora memohon, dan Julian menggeleng lemah.Waktu menunjukan Dzuhur, waktunya untuk balik kerja. Waktu yang sedikit rasanya membuat enggan untuk beranjak. Melihatnya begini saja terus rasanya tidak bosan.Julian mengerti, ini sudah saatnya Zora pergi melanjutkan harinya. "Sudalah, aku gak kenapa-kenapa. Cepet pergi kerja, nanti bosmu marah."Zora cemberut mengingat bosn
Segera Zora menghubungi Bu Novi untuk bicarakan pengunduran diri, dan sempat di tolak karna belum ada penggantinya. Kabar segera sampai ke telinga Affandra yang langsung menghubunginya."Kamu serius?""Iya aku udah fiks nih. Gimana dong Ndra.?""Yah gak bisa, tunggu dapet gantinya. Tapi tunggu aja siapa tau besok langsung ada yang masuk."Zora sempat galau karna ternyata tidak mudah ya berhenti dari pekerjaan walaupun sebagai pramusaji. Segala sesuatu walau menurutnya remeh juga harus dipertanggung jawabkan.Teman-temannya menghibur. "Gak usah khawatir. Paling belum sampe malam udah ada yang masuk ngelamar." Agus berkata."Ia cari pekerjaan sekarang susah Zora. Aku aja masuk dari iklan hari pertama biar cepat dapat uang. Dan masih bersaing sama bebrapa orang, aku udah pesimis kira-kira bisa masuk gak." Curhat Okta yang tahun lalu melamar pekerjaan. Saat ia baru saja lulus SMA. Ia menang di pembawaan supel dan good looking. Walaup
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Kenapa? Kenapa dia selalu melakukan ini? Bukankah pria itu kali ini datang, seperti keinginannya sebelumnya?Affandra masih mematung disana menatap punggung Zora yang menjauh.'ini adalah kesempatanmu bicara, setidaknya minta maaf atas perbuatannya yang sudah menyia-nyiakannya. Kau tidak boleh marah Zora, bila ia akhirnya bahagia dengan orang lain, harusnya kau ikut bahagian untuknya.' batin dirinya pada hatinya sendiri. Menghentikan langkah kakinya dan membuatnya menoleh ke belakang. Pria itu masih disana, menatap pantulan langit di lautan dan terpaku diam.Zora kembali berjalan menuju padanya, hingga pria itu sadar, Zora sudah ada di sisinya dan menoleh tanpa expresi."Aku sudah membuat banyak kesalahan kan?"Tanya Zora padanya.Affandra hanya meliriknya sekali, tidak ingin menjelaskan apapun. "Harusnya, aku ikut bahagia bila kau sudah menemukan hatimu untuk orang lain, karna ini kesalahanku sendiri," Zora menatapnya yang masih mendengarkan dengan tatapan lurus menatap horison."Ak
Ia segera membuang pandangan dari pria itu, bodoh sekali, apa dia melihatnya menangis? Itu sangat memalukan. Walau sudah mengakui perasaannya, di hadapan Affandra ia tidak ingin membuatnya besar kepala, ia tidak mau terlihat sedang merindukannya.Tapi sampai acara selesai, Affandra tidak sama sekali mengunjunginya. Ini adalah hal yang harus ia bayar, Zora melihat Affandra sedang mengobrol dan hendak menyapanya lebih dulu. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, seorang anak umur 3 tahun berlari padanya, "Daddy, Daddy.." dengan sigap ia menggendong pria kecil tampan di pelukannya, mengecup pipi dan memberikannya sesuatu di tangannya. Seorang wanita cantik segera muncul juga menghampirinya, dan tertawa bersama, Zora mengenalnya, dia Amanda, salah satu putri dari teman ayahnya yang juga kaya raya, kabarnya ia Janda, dan akan segera menikah.Amanda mengobrol dengannya dengan lembut membersihkan sisa kue yang di makan putranya di jas milik Affandra dengan perhatian.Zora hanya merasa ten
Sering kali, ia mulai ingat, bagaimana Affandra adalah salah satu orang yang membuatnya menjalani hari-hari ini dengan baik. Bagaimana ia telah membimbing Zora menjadi lebih baik dalam memandang kehidupan yang sepenuhnya ia tidak mengerti. Entah dimana ia kali ini.Akhirnya Zora kembali ke Forte Grup, dengan sambutan semua orang. Rahasia Zora di Gavin Tect lalu terbongkar dan membuat gempar karyawan mereka, ternyata selama ini, orang yang sudah mereka tindas adalah putri seorang konglomerat."Gak mungkin. Gak mungkin." Nadya dari divisi keuangan Gavin Tect tidak percaya saat mendengar kabar itu. Wajahnya pucat apa dia sudah membuat kesalahan? Tapi Zora sama sekali tidak pernah mengungkit mereka , Zora yang semula selalu digosipkan hal-hal miring, untuk kali ini ia menerima banyak pujian. Ia sesekali berkunjung ke Gavin Tect yang menjadi salah satu perusahaan sahabat dalam berinovasi, semua orang dengan sopan memuji dan menyanjung.Kesuksesannya kali ini lebih dari kesuksesannya sebelu
Zora pulang dengan lesu, ini baru pukul 2 siang, tapi dia sangat butuh tidur, jadi begitu sampai dirumah ia langsung melempar diri ke tempat tidur dan memejamkan mata hingga magrib menjelang."Non, udah magrib, non" Bi Ima dengan lembut membangunkannya. Zora berbalik menggaruk wajahnya dan matanya masih rapat seolah lengket. "Non ayo solat dulu, terus makan malem sama tuan dan nyonya di bawah."Zora hanya mengangguk angguk tapi ia terlelap lagi. Kamar ini seolah punya daya magis yang selalu membuatnya nyaman.15 menit kemudian, Bi Ima kembali naik untuk membangunkannya lagi. Jadi dengan susah payah ia bangun dengan mata lengket. Bergegas mandi, solat magrib dan turun untuk makan malam.Hidangan rumahan yang lama tidak ia nikmati, jadi setiap pulang kerumah selalu merindukan masakan ibunya. Zora terlihat sangat menikmati hidangan yang membuat ibunya terus lebih sehat, Nyonya Anita juga jadi lebih mensyukuri kehadiran putrinya yang hilang hampir 2 tahun ini."Kau sudah kembali ke rumah
Yash mengawali hari yang baik, cuaca cukup cerah walau agak berangin memasuki bulan November, sarapan sesuatu yang lezat dan merasa hari ini harus ia lewati dengan baik.Dengan semangat paginya, ia menyapa beberapa karyawan dengan senyum hangat.Sampai ia masuk di ruangannya sendiri, melihat sekertarisnya sangat jelek dengan kantong mata di wajahnya yang lebih suram lagi bila terus di pandang."Apa ada sesuatu yang salah denganmu?" Bertanya heran dengan kecewa.Zora menatapnya bingung. Dan bertanya, "Apa terlihat ada yang salah?""Bercermin lah lihat seberapa buruk itu." Yash berdecak sambil memperhatikannya. "Pergi berdandan sana! Aku memulai hari yang sempurna, jadi jangan rusak dengan semua masalah di wajahmu. Sana!" Lalu melengos pergi menuju kantornya.Zora langsung melihat cermin, dan melihat riasannya baik-baik saja. Apa kurang tebal? Jadi dia bergegas ke kamar mandi untuk memperbaiki riasannya. Kantung mata memang terliha
Nyonya Anita tidak percaya ia menutup mulutnya yang terbuka karna terkejut. "Ada apa? Pasti Zora sangat menyinggungnya, anak ini benar-benar keras kepala!" Ada sedikit kemarahan yang tidak bisa disembunyikan diwajahnya. "Yang aku tau mereka sangat dekat Kak Dona, bahkan Affandra sangat sabar menunggu Zora. Kami bahkan makan malam bersama dan mereka sangat dekat."Dona berdeham, memperbaiki suaranya. "Aku benar-benar tidak mengerti, tapi beberapa hari ini tempramennya sangat buruk. Dia selalu diam. Mungkin kau bisa bicara pada Zora, tantang apa yang sebenarnya terjadi?"Anita mengangguk setuju. "Aku akan bicara padanya.""Sebenarnya, hari ini juga Affandra akan berpamitan untuk kembali ke San Fransisco bersama Kinan.""Bahkan ia memutuskan untuk pergi?" Anita sangat sedih mendengar kabar ini."Aku sangat tau bagaimana Affandra mencintai putrimu, walau sebenarnya aku sempat tidak rela mendengar kabar Zora yang selalu menolaknya." Dona menat
Akhirnya Nyonya Anita pun sudah mulai pulih dari sakitnya, dan dipersilakan untuk pulang. Direktur Fernando yang melayaninya sendiri."Tetap jaga kesehatan dan makanlah lebih banyak sayuran Nyonya." Ramahnya pada Nyonya Anita sambil mengantarnya ke lobi rumah sakit.Kali ini, Zora juga menemani ibunya untuk pulang dan sudah meletakan semua barang-barangnya dirumah."Zora ikut mama pulang kan?" Di dalam mobil, Nyonya Anita menyentuh punggung tangan putrinya lembut seraya memohon dan tersenyum."Aku sudah pindah dari kemarin, jadi aku akan menjaga mama mulai sekarang." Zora berkata lembut membalas senyum ibunya.Nyonya Anita menghela nafas. "Kenapa Affandra gak keliatan ya?""Mungkin sibuk mah, udah gak usah mikirin dia." Zora tersenyum pahit.Hari sudah siang, Tuan Arnold tidak bisa menjemput kali ini karna meeting penting dengan konsultan dari Filipina. Jadi Zora bertanggung jawab atas ibunya.Memasuki rumah bes