"Ada waktu mustajab di hari Jum'at. Tepat matahari terbenam. Semua yang kamu inginkan apapun itu pasti terkabul.""Kalo gitu kamu harus ajak aku lagi nanti, aku mau ambil libur hari Jum'at.""Enggak! Aku gak akan ngajak kamu, ngapain kalo doanya beda. Gak mau!" Jawab Affandra tegas. Segera menarik pedal rem dan menacap gas. Zora hanya meliriknya dengan sinis. 'Gimana ya kalo dia berdoa jodoh sama aku, sedangkan aku minta jodoh sama Julian. Tuhan pasti pusing deh.' batinnya geli.Mobil itu segera menancapkan gas dan pergi meninggalkan pantai berpasir putih. Ini baru ba'da asar, dan matahari masih bersinar dengan lembut berjalan perlahan menuju tempatnya untuk pulang.Tidak butuh waktu lama, Zora segera tertidur dengan lelap. Kegiatan hari ini sangat menyenangkan, sudah lama Zora tidak berkuda. Dan ini lebih mengingatkannya akan rumah dan kuda kesayangannya Downy, dan pernyataannya untuk menganggap Affandra sebagai kakaknya sangat membuatn
Perlahan mereka masuk ke ruang tamu yang luas. Dengan beberapa kursi sofa. Tempat ini menjadi tempat pertemuan juga kantor di rumah. Di samping-sampingnya terdapat ruangan yang adalah ruang baca dan ruang kerja milik ayahnya.Mereka masuk melewati taman untuk masuk ke gedung berikutnya. Ada jalan menuju aula besar tempat pesta biasa di adakan. Tapi malam ini aula terlihat gelap. Kolam renang besar dan trakhir jalan menuju paviliun tempat keluarga kecil ini tinggal.Tapi Bi Isma mengajaknya ke arah aula besar. "Bi, kenapa kesini." Tanya Zora heranBi Isma tersenyum dan meraih tangan nonanya segera bergegas memasuki aula besar.Seketika lampu menyala, suara terompet sangat nyaring dan semua orang di rumah ini bersorak dengan ramai."Selamat ulang tahun.. selamat ulang tahun, selamat nona Zora, selamat ulang tahun.. yeaay.." bersorak tepuk tangan yang membuat hatinya seketika haru. Dan melihat kedua orang tuanya hadir dari kerumunan para peg
Walau dadakan, makanan disajikan dengan mewah untuk meja ini. Nyonya Anita memesan Steak premium untuk semua orang. Para pegawai makan di tempat yang berbeda, tapi merekalah yang benar-benar menikmati pesta ini. Walau keluarga ini memperlakukan mereka semua dengan baik, pesta seperti ini jarang terjadi. Saat pesta para tamu kaya, mereka tidak berpesta tapi bekerja walau hari itu akan banyak makanan enak yang bisa di bawa pulang. Jadi pesta untuk para karyawan seperti ini hampir tidak pernah terjadi.Setelah menyelesaikan makan malam, Tuan Arnold membawa Affandra jalan-jalan, mengajaknya mengobrol tentang banyak hal, menanyakan kabar ayahnya dan bagaimana perusahaan yang ia jalankan saat ini. Semakin mendengar penjelasan anak muda ini hatinya terus bertambah kagum, untuk seorang anak muda yang belum genap 30 tahun, anak ini memiliki kompetensi yang bisa di acungkan jempol."Kamu tumbuh jadi pria yang hebat Affandra. Bahkan om saat seumur kamu masih sering manja loh."Affandra tersenyum
Zora mulai berfikir untuk mengutarakan isi hatinya, "Mah... Emm... aku kan setaun nih, Julian yang ngurus aku. Aku udah liat mah, gimana dia bisa bertanggung jawab, dia tulus dia mau nerima aku apa adanya, bukan karena uangku." Zora menatap lekat ibunya.Yang Nyonya Anita hanya bisa menatapnya lemah."Apa lagi yang harus kami buktiin mah?" Nyonya Anita membelai lembut rambut putrinya, "Maafin kami yang buat segalanya jadi sulit buat kamu. Tapi semua yang kami lakukan buat kamu sayang. Untuk kehidupanmu yang terbaik."Zora menggeleng. "Kehidupan Zora, harusnya Zora yang pilih mah. Dan Zora mau menikah sama Julian."Mendengar pernyataan putrinya Nyonya Anita tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. 'Apa akan sejauh ini' batinnya. Tapi ia menenangkan diri untuk tidak menghakimi putrinya dan mencoba memperlakukan Zora layaknya orang dewasa."Menikah bukan perihal mudah. Kamu harus punya komitmen yang kuat. Ini bukan cuma soal uang
Di kediaman Tuan Arnold, Nyonya Anita begitu khawatir dengan apa yang sudah di katakan putrinya. Walau Zora memang sudah dewasa, bagianya, Zora tetaplah putri kecil, yang ia takut bahwa jalannya salah langkah. Setelah istrinya memberi tahu kehawatiran ya, Tuan Arnold lebih tidak bisa diam saja. Mungkinkah pasangan itu bertindak lebih jauh? Ia harus segera melakukan sesuatu dengan cepat untuk menghalangi mereka.Zora dan Julian tidak seharusnya bersama. Mereka berada di kasta yang berbeda. Hidup mereka tidak akan terlalu mulus dan akan sangat menyibukkan untuk Zora. Terlebih lagi bagaimana mungkin seorang Arnold Aditya bisa mewariskan perusahaan besarnya pada pemain bisnis kelas menengah. Itu sangat merugikan, apa hebatnya pria kecil itu.Keesokan hari di kantor PT. Hauce milik keluarga Julian, Hera kembali datang untuk berbincang soal menambahkan investasinya. Tentu Julian sangat senang. Dan entah bagaimana mereka sangat tertarik dengan snack kentang terb
Hera menggeleng cepat. "Oh tidak apa-apa. Saya pergi dulu, maaf sudah menyusahkan" katanya menunduk."Tidak masalah, hanya hal kecil. Ini kartu nama saya. Sebenarnya saya berencana untuk menginvestasikan beberapa juta untuknya. Tapi bila kamu mau mewakilkan untuk bisa lebih dekat dengannya. Saya akan senang hati dan memberi anda bonus juga. Temanku yang satu itu, begitu bodoh dan kaku. Ia pintar menyembunyikan perasaan dan bodoh dalam hal mendekati wanita. Aku sangat senang bila akhirnya kalian bisa benar-benar bersama.""Tuan berfikir terlalu jauh, itu tidak mungkin." Ada yang aneh dalam hatinya saat pria ini berkata soal Julian."Ya, siapa tau, aku akan membantu. Aku akan menunggu 1 Minggu. Kau bisa memikirkannya, bila akhirnya kamu tidak datang. Aku akan pergi sendiri berinvestasi padanya. Uang ini sangat berarti, karirnya sedang menuju puncak, sayangnya ia tak punya kekasih. Pria bodoh!" Papar Heru."Dan satu lagi. Tentu aku akan memberkanmu b
Zora terkejut senang melihat orang yang ada di hadapannya. "Kirana, apa kabar?""Aku baik banget, gimana kamu?""Aku juga baik banget, kamu dari mana? Mau beli ayam?"Karina mengangguk, "Aku kos deket-deket sini Zora, jadi cari makan malem dulu.""Udah lama banget kita gak ketemu kan Rin. Kerja dimana kamu?" "Adalah perusahaan elektronik di deket sini. Alhamdulillah aku udah jadi karyawan tetap dengan posisi yang bagus juga.""Wah selamat ya Kirana." Ucap Zora dengan suka cita. Dulu wanita ini hidup penuh kesulitan. Dan berjuang melalui program beasiswa yang super ketat. Untuk program bisnis yang mereka ambil. Ia mengingat bagaimana Karina selalu direndahkan oleh teman-teman orang kaya yang nilainya selalu lebih rendah darinya. Zora hampir menyaingi Kirana, tapi wanita ini memang sangat cerdas. Andai mereka bisa bersahabat dekat saat itu, Zora pasti akan senang hati membantunya. Tapi Karina selalu menghindar mungkin karena orang
Zora melihat ponsel Affandra juga iPhone terbaru. Pasti dia juga punya iPhone bekas."iPhone lamamu kamu kemanain Ndra?""Ada ku simpen aja.""Serius? Kenapa cuma di simpen?""Gak apa-apa sih gak tau aja mau di kemanain." Jawabnya sambil terus fokus dengan pekerjaannya."Kenapa gak dijual?"Pertanyaan itu membuatnya menatap Zora. "Gak pernah kepikiran tuh."Zora tersenyum. "Aku juga gak kepikiran. Okta minta ponsel lama ku. Tapi Naya mau juga. Jadi aku simpan aja deh. Kecuali kamu mau kasih satu ponsel bekasmu juga.""Ambil aja." "Beneran?""Ambil aja semua. Entah berapa batang ponsel-ponsel itu aku selalu ganti."Senyum mengembang di wajahnya. "Beneran loh kakakku sayang." Kali ini Zora benar-benar memohon."Calon suami, gitu.""Ih.. gak mau" Zora mencibir."Lagian mau di apain semua ponsel itu?""Aku jual""Terus uangnya buat apa?"
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Kenapa? Kenapa dia selalu melakukan ini? Bukankah pria itu kali ini datang, seperti keinginannya sebelumnya?Affandra masih mematung disana menatap punggung Zora yang menjauh.'ini adalah kesempatanmu bicara, setidaknya minta maaf atas perbuatannya yang sudah menyia-nyiakannya. Kau tidak boleh marah Zora, bila ia akhirnya bahagia dengan orang lain, harusnya kau ikut bahagian untuknya.' batin dirinya pada hatinya sendiri. Menghentikan langkah kakinya dan membuatnya menoleh ke belakang. Pria itu masih disana, menatap pantulan langit di lautan dan terpaku diam.Zora kembali berjalan menuju padanya, hingga pria itu sadar, Zora sudah ada di sisinya dan menoleh tanpa expresi."Aku sudah membuat banyak kesalahan kan?"Tanya Zora padanya.Affandra hanya meliriknya sekali, tidak ingin menjelaskan apapun. "Harusnya, aku ikut bahagia bila kau sudah menemukan hatimu untuk orang lain, karna ini kesalahanku sendiri," Zora menatapnya yang masih mendengarkan dengan tatapan lurus menatap horison."Ak
Ia segera membuang pandangan dari pria itu, bodoh sekali, apa dia melihatnya menangis? Itu sangat memalukan. Walau sudah mengakui perasaannya, di hadapan Affandra ia tidak ingin membuatnya besar kepala, ia tidak mau terlihat sedang merindukannya.Tapi sampai acara selesai, Affandra tidak sama sekali mengunjunginya. Ini adalah hal yang harus ia bayar, Zora melihat Affandra sedang mengobrol dan hendak menyapanya lebih dulu. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, seorang anak umur 3 tahun berlari padanya, "Daddy, Daddy.." dengan sigap ia menggendong pria kecil tampan di pelukannya, mengecup pipi dan memberikannya sesuatu di tangannya. Seorang wanita cantik segera muncul juga menghampirinya, dan tertawa bersama, Zora mengenalnya, dia Amanda, salah satu putri dari teman ayahnya yang juga kaya raya, kabarnya ia Janda, dan akan segera menikah.Amanda mengobrol dengannya dengan lembut membersihkan sisa kue yang di makan putranya di jas milik Affandra dengan perhatian.Zora hanya merasa ten
Sering kali, ia mulai ingat, bagaimana Affandra adalah salah satu orang yang membuatnya menjalani hari-hari ini dengan baik. Bagaimana ia telah membimbing Zora menjadi lebih baik dalam memandang kehidupan yang sepenuhnya ia tidak mengerti. Entah dimana ia kali ini.Akhirnya Zora kembali ke Forte Grup, dengan sambutan semua orang. Rahasia Zora di Gavin Tect lalu terbongkar dan membuat gempar karyawan mereka, ternyata selama ini, orang yang sudah mereka tindas adalah putri seorang konglomerat."Gak mungkin. Gak mungkin." Nadya dari divisi keuangan Gavin Tect tidak percaya saat mendengar kabar itu. Wajahnya pucat apa dia sudah membuat kesalahan? Tapi Zora sama sekali tidak pernah mengungkit mereka , Zora yang semula selalu digosipkan hal-hal miring, untuk kali ini ia menerima banyak pujian. Ia sesekali berkunjung ke Gavin Tect yang menjadi salah satu perusahaan sahabat dalam berinovasi, semua orang dengan sopan memuji dan menyanjung.Kesuksesannya kali ini lebih dari kesuksesannya sebelu
Zora pulang dengan lesu, ini baru pukul 2 siang, tapi dia sangat butuh tidur, jadi begitu sampai dirumah ia langsung melempar diri ke tempat tidur dan memejamkan mata hingga magrib menjelang."Non, udah magrib, non" Bi Ima dengan lembut membangunkannya. Zora berbalik menggaruk wajahnya dan matanya masih rapat seolah lengket. "Non ayo solat dulu, terus makan malem sama tuan dan nyonya di bawah."Zora hanya mengangguk angguk tapi ia terlelap lagi. Kamar ini seolah punya daya magis yang selalu membuatnya nyaman.15 menit kemudian, Bi Ima kembali naik untuk membangunkannya lagi. Jadi dengan susah payah ia bangun dengan mata lengket. Bergegas mandi, solat magrib dan turun untuk makan malam.Hidangan rumahan yang lama tidak ia nikmati, jadi setiap pulang kerumah selalu merindukan masakan ibunya. Zora terlihat sangat menikmati hidangan yang membuat ibunya terus lebih sehat, Nyonya Anita juga jadi lebih mensyukuri kehadiran putrinya yang hilang hampir 2 tahun ini."Kau sudah kembali ke rumah
Yash mengawali hari yang baik, cuaca cukup cerah walau agak berangin memasuki bulan November, sarapan sesuatu yang lezat dan merasa hari ini harus ia lewati dengan baik.Dengan semangat paginya, ia menyapa beberapa karyawan dengan senyum hangat.Sampai ia masuk di ruangannya sendiri, melihat sekertarisnya sangat jelek dengan kantong mata di wajahnya yang lebih suram lagi bila terus di pandang."Apa ada sesuatu yang salah denganmu?" Bertanya heran dengan kecewa.Zora menatapnya bingung. Dan bertanya, "Apa terlihat ada yang salah?""Bercermin lah lihat seberapa buruk itu." Yash berdecak sambil memperhatikannya. "Pergi berdandan sana! Aku memulai hari yang sempurna, jadi jangan rusak dengan semua masalah di wajahmu. Sana!" Lalu melengos pergi menuju kantornya.Zora langsung melihat cermin, dan melihat riasannya baik-baik saja. Apa kurang tebal? Jadi dia bergegas ke kamar mandi untuk memperbaiki riasannya. Kantung mata memang terliha
Nyonya Anita tidak percaya ia menutup mulutnya yang terbuka karna terkejut. "Ada apa? Pasti Zora sangat menyinggungnya, anak ini benar-benar keras kepala!" Ada sedikit kemarahan yang tidak bisa disembunyikan diwajahnya. "Yang aku tau mereka sangat dekat Kak Dona, bahkan Affandra sangat sabar menunggu Zora. Kami bahkan makan malam bersama dan mereka sangat dekat."Dona berdeham, memperbaiki suaranya. "Aku benar-benar tidak mengerti, tapi beberapa hari ini tempramennya sangat buruk. Dia selalu diam. Mungkin kau bisa bicara pada Zora, tantang apa yang sebenarnya terjadi?"Anita mengangguk setuju. "Aku akan bicara padanya.""Sebenarnya, hari ini juga Affandra akan berpamitan untuk kembali ke San Fransisco bersama Kinan.""Bahkan ia memutuskan untuk pergi?" Anita sangat sedih mendengar kabar ini."Aku sangat tau bagaimana Affandra mencintai putrimu, walau sebenarnya aku sempat tidak rela mendengar kabar Zora yang selalu menolaknya." Dona menat
Akhirnya Nyonya Anita pun sudah mulai pulih dari sakitnya, dan dipersilakan untuk pulang. Direktur Fernando yang melayaninya sendiri."Tetap jaga kesehatan dan makanlah lebih banyak sayuran Nyonya." Ramahnya pada Nyonya Anita sambil mengantarnya ke lobi rumah sakit.Kali ini, Zora juga menemani ibunya untuk pulang dan sudah meletakan semua barang-barangnya dirumah."Zora ikut mama pulang kan?" Di dalam mobil, Nyonya Anita menyentuh punggung tangan putrinya lembut seraya memohon dan tersenyum."Aku sudah pindah dari kemarin, jadi aku akan menjaga mama mulai sekarang." Zora berkata lembut membalas senyum ibunya.Nyonya Anita menghela nafas. "Kenapa Affandra gak keliatan ya?""Mungkin sibuk mah, udah gak usah mikirin dia." Zora tersenyum pahit.Hari sudah siang, Tuan Arnold tidak bisa menjemput kali ini karna meeting penting dengan konsultan dari Filipina. Jadi Zora bertanggung jawab atas ibunya.Memasuki rumah bes