DREET!DREET!Ponsel Arlando bergetar. Nama mami kembali tertera di layar ponsel."Qei, aku mau angkat telepon dulu," bisik Arlando pelan kemudian pergi meninggalkan meja.Gloria tersenyum melihat Qeiza. "Aku tidak menduga sama sekali, ternyata Tuan Meshach adalah suamimu."Qeiza hanya tersenyum. Mulutnya sedang mengunyah nasi goreng seafood."Kamu, wanita yang sangat beruntung punya suami ganteng dan kaya seperti Tuan Meshach," sambung Gloria. "Apa kalian berdua sudah punya momongan?!" Qeiza menggeleng. "Oh," senyum misterius langsung tersungging di bibir Gloria. "Cepat-cepat punya anak lho Qei biar suamimu tidak diambil wanita lain. Anak itu pengikat dalam rumah tangga.""Kami belum memikirkan tentang anak," ucap Qeiza dengan polosnya."Lho kenapa? Biasanya, orang yang sudah menikah itu pengen cepat-cepat punya anak."Qeiza diam. Gloria tidak tahu dibalik alasan pernikahannya dengan Arlando karena apa."Melihat si Qei diam, sepertinya ada yang sedang disembunyikan. Gue harus cari
"Hai!"Gloria mendongak. Evan berdiri di samping mejanya."Sudah lama menungguku?!" "Baru beberapa menit yang lalu," jawab Gloria menaruh ponsel yang sedang dipegangnya di atas meja.Setelah pesan makanan, keduanya pun terlibat pembicaraan yang cukup serius."Kebetulan sekali kamu bisa bertemu Tuan Meshach di sini," ucap Evan."Iya. Aku juga tidak menduga bisa bertemu di sini, tapi ,,,," wajah Gloria jadi kesal."Tapi kenapa?!" "Istrinya juga ikut," jawab Gloria tak senang.Evan terkekeh. "He-he. Kamu cemburu?!"Gloria meneguk wine yang tadi dipesannya kemudian melanjutkan lagi bicaranya. "Qeiza Noura. Lumayan cantik, tapi tetap jauh lebih cantik aku.""Pantas kau kesal, ternyata ada macan betinanya," ucap Evan. Gloria menatap intens Evan. "Jadi seleramu sekarang, wanita lugu?!""Apa maksudmu?!" "Qeiza Noura, istri dari Tuan Arlando Meshach yang telah berhasil mencuri hatimu itu!"Wajah Evan berubah serius, menatap tajam Gloria. "Kau jangan masuk campur urusanku dengan Qeiza. Tuga
Qeiza dan Damar melihat ke belakang. Pria dengan jaket kulit berdiri menatap Damar."Reza, tolong aku!" Qeiza mengenali pria tersebut, pria yang telah menolongnya waktu nyasar di hutan."Lepaskan dia!" bela Reza."Jangan ikut campur urusanku," Damar tak kalah galak. Qeiza berusaha menarik pergelangan tangannya. "Lepaskan, brengsek!""Diam!" bentak Damar habis kesabaran.Bukan Qeiza namanya jika menerima begitu saja dibentak Damar. Dengan sekuat tenaga, Qeiza menginjak kaki Damar."Aww!" jerit sakit tertahan ke luar dari bibir Damar. Qeiza langsung menarik tangannya. "Rasain!"Setelah itu pergi meninggalkan Damar yang meringis kesakitan karena kakinya diinjak Qeiza.Reza langsung tersenyum meledek. "Mantap bro!" Qeiza berjalan sangat cepat, "mimpi apa gue semalam sampai bertemu lagi dengan si pengkhianat!""Qeiza!" Terdengar panggilan dari belakang. Qeiza baru tersadar tadi meninggalkan Reza."Jalanmu cepat sekali!" Reza berusaha mengimbangi jalannya Qeiza. "Terima kasih.""Terima
Damar tersenyum. "Kau suka?!" bisiknya di depan telinga Ririn. Ririn mengangguk pelan, melihat tangan Damar mulai membuka tali ikat pinggang bathrobe yang sedang dipakainya. "Jangan di sini," bisik Ririn. "Aku ingin melakukannya di sini," jawab Damar membalikkan tubuh Ririn jadi berhadapan dengannya. Dua bukit kembar Ririn yang tidak memakai penghalang apapun mengintip malu-malu dari balik bathrobe yang telah terbuka bagian depannya, tapi tidak dengan bagian tubuh Ririn bagian bawahnya."Kenapa kau pakai ini?!" Damar menarik kain berenda merah yang menutup area sensitif Ririn. "Harus ditutup," jawab Ririn manja. "Kalau ada semut masuk dan menggigit bagaimana?!"Damar terkekeh. "He-he-he. Tidak ada semut yang berani masuk ke dalam sini kecuali burungku," ucap Damar menarik tangan Ririn agar memegang aset pribadinya yang sedikit terbangun. "Lebih baik kita bercinta di kamar," saran Ririn. "Di sini kotor." Damar mengangkat tubuh Ririn ke atas meja makan. "Aku ingin bercinta di sini
"Oh, kalian sudah saling kenal?!" Nyonya Sirin melihat Qeiza."I-iya Nyonya," jawab Qeiza. "Kenal di mana? Jangan-jangan, kamu ini salah satu pasien putraku?!" tebak Nyonya Sirin tambah penasaran."Mama ini, setiap orang yang kenal denganku selalu menduga pasienku. Memangnya yang kenal denganku itu harus dari orang yang datang berobat padaku?!" gerutu Reza."Terus darimana kalian bisa kenal kalau bukan dari pasienmu?! Hari-harimu hanya dihabiskan di rumah sakit, klinik dan hutan. Darimana kamu akan punya teman?! Dari hutan?! Kera-kera liar itu?!" "Hutan juga tidak semuanya kera. Buktinya aku kenal dengan Nona Qeiza di hutan!" seru Reza."Oh," ekspresi Nyonya Sirin nampak kaget. "Kamu ngapain di hutan? Hobi berburu juga seperti putraku?!" tanyanya pada Qeiza."Tidak nyonya," Qeiza menggeleng beberapa kali. "Kami bertemu di hutan karena sesuatu hal.""Oh," ucap Nyonya Sirin dan untungnya tidak bertanya banyak lagi kenapa mereka berdua bisa bertemu di hutan. Setelah itu, Qeiza dibawa
"Kenapa tidak menunggu di dalam?!" tanya Qeiza dengan senyum lebar. Arlando mendengus kesal kemudian membuang muka.Kening Qeiza mengernyit. Heran melihat Arlando seperti itu. "Kamu sakit?!""Masuk!" Pintu mobil satunya lagi Arlando buka dari dalam. Masih bingung dengan sikap Arlando, Qeiza mengikuti kemauannya tanpa banyak bicara. Arlando langsung melajukan mobilnya begitu Qeiza sudah duduk di sampingnya. Wajahnya benar-benar tidak enak dilihat. Qeiza tak lepas memperhatikan Arlando. "Kenapa si Arlando ini? Kesambetkah?" ucapnya hanya bisa diucapkan dalam hati. " Kok tingkahnya aneh begitu."Sebuah taman yang tidak terlalu besar tapi cukup asri dipinggiran kota menjadi tujuan Arlando bicara dengan Qeiza. "Mau apa kita ke sini?!" tanya Qeiza bingung melihat ke luar.Arlando membuka seatbelt. Ke luar tanpa bicara apapun. "Aneh banget ini orang," gumam Qeiza melihat Arlando pergi menjauh. "Kenapa sih si Arlando ini? Gue jadi takut."Arlando duduk di kursi taman yang kosong. Kebetu
Qeiza tidak peka dengan perubahan Reza, dengan polosnya menawarkan Reza duduk bersama mereka berdua. "Saya bersama teman," jawab Reza menolak halus. Setelah itu, Reza pergi bergabung kembali dengan temannya. Arlando memanggil pelayan untuk membayar semua makanan yang dipesan setelah itu keduanya pergi meninggalkan restoran."Arlando. Aku pinjam uang seratus.""Pinjam uang untuk apa?!" tanya Arlando."Kamu menculikku dari butik. Aku tidak punya uang untuk membayar taksi. Pinjami aku uang seratus.""By the way. Apa mami membahas lagi tentang dokter kandungan?!" tanya Arlando malah tanya hal lain. "Tidak, tapi pasti mami akan mengajakku ke dokter kandungan lagi. Bagaimana aku menolaknya?!""Cari alasan untuk menolak ajakan mami."Qeiza terdiam. "Pernikahan kontrak kita hanya tersisa beberapa bulan lagi. Bagaimana menurutmu?!" tanya Arlando."Bagaimana apanya?!" "Aku seorang pria, setelah kita bercerai mungkin status tidak akan mempengaruhi kehidupanku selanjutnya, tapi berbeda deng
"Lakukan dengan bersih dan tanpa meninggalkan jejak.""Tentu saja, kamu tidak usah khawatir! Aku juga tidak mau terlibat masalah dengan keluarga Meshach," sungut Gloria."Good! Lusa, aku dan Tuan Meshach ada pertemuan. Kita akan membahas tentang proyek yang sedang kita kerjakan bersama-sama.""Lalu?!" tanya Gloria."Rencananya, kita akan bertemu di salah satu restoran dan dilanjutkan dengan acara makan malam. He-he-he. Kau tahu cerita akhirnya bukan?!"Wajah Gloria berbinar. "Yes, aku tahu apa yang harus aku lakukan.""Good!" senyum sarkas tersungging di bibir Evan. "Semua tergantung dari kepintaran mu dalam menjerat si Meshach.""Tentu saja."***"Bos," Sinta masuk. "Ada apa Sinta?!" tanya Arlando."Ini sudah sore. Apa bos tidak pulang?!" tanya Sinta. "Sebentar lagi," jawab Arlando melihat jam tangannya. "Kalau kamu mau pulang, silahkan pulang duluan.""Bos." Sinta berdiri depan meja kerja Arlando. "Jangan sering-sering meninggalkan istrinya sendirian. Itu berbahaya.""Terima kasih
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr