"Sikap Bee membuatku bingung. Dia memang bersedia menikahi denganku, tapi saat kami sedang bersama, dia terasa jauh seolah jiwanya sedang melayang entah ke mana. Aku tahu itu mungkin terdengar aneh dan terkesan seolah aku tidak percaya diri dengan pernikahan kami. Aku merasa ada sesuatu yang sedang dia pikirkan dan dia berusaha menyembunyikannya dariku.""Kamu pernah mencoba bertanya apa yang sedang dia pikirkan?""Tidak. Aku tidak ingin merusak suasana. Tanggal pernikahan kami semakin dekat dan aku tidak ingin membuatnya berubah pikiran hanya karena pertanyaanku yang aneh. Aku tahu hal itu akan terlihat bodoh untuk orang lain karena tidak ada yang percaya dengan apa yang kurasakan.""Apa yang kamu rasakan? Percayalah padaku. Tidak akan ada orang yang menganggapmu aneh. Aku juga wanita dan aku tahu beberapa firasat yang tidak mungkin dimengerti orang lain."Bonita menatap Melissa lama sekali sebelum bicara, "Aku merasa Bee ragu untuk menikah denganku. Mungkin jika benar dia mencintai w
Bonita menatap ponsel dengan sesuatu yang terasa aneh berdenyut di jantungnya. Pikirannya bersahutan hingga membuat telinganya berdenging. Ada sesuatu yang salah dan ganjil yang dia rasakan. Terasa sangat salah, tapi juga benar.'Bee tidak mungkin ...? Mungkinkah dia masih memikirkan cinta pertamanya? Namun, Mario berkata rasa itu tidak pernah terbalas.'Bonita mencari nama Mea Loza di peramban ponselnya. Berbeda dengan Zayna yang sangat mudah ditemukan, nama Mea Loza tidak ada di manapun. Bonita memang menemukan orang-orang bernama Mea, tapi mereka berada di negara yang berbeda dan tidak ada tanda-tanda pernah tinggal di lingkungan yang sama dengan Benjamin. Ketukan jari di ponsel Bonita yang di luar kendali membuat Kenzo merasa terganggu. Ketukan itu bahkan bukan karena Bonita sedang mengetik sesuatu. Itu gestur yang membuktikan rasa resah selama beberapa minggu menjelang pernikahan. Kenzo mengambil ponsel Bonita dan meletakkannya di dekat sikunya agar Bonita berhenti mengetuk pons
"Coba lihat. Dia seksi sekali. Sangat memesona." Puji Velica seraya menunjuk pada layar promosi besar di depan gerai Kith. Ada foto Zayna yang sedang memakai bikini merah berpadu garis emas dipajang di sana.Bonita menoleh ke arah yang ditunjuk Velica, "Tidak mengherankan kenapa dia sangat populer.""Dia populer karena berhasil memanfaatkan calon suamimu." Bisik Velica saat beberapa pengunjung lain berpapasan dengan mereka. Mereka sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan untuk mencari restoran. Kemarin Melissa memaksa Bonita pergi bersenang-senang dengan Velica. Melissa bahkan memesan tiket film untuk mereka berdua dan mengatur jadwal di salon di pusat perbelanjaan yang sama."Kamu sudah melihat foto terbarunya yang diunggah pagi ini?" tanya Velica seraya menarik Bonita menjauh dari gerai Kith yang memamerkan foto Zayna."Aku tidak akan dengan sengaja mencari tahu tentang wanita yang berusaha merusak hubunganku dengan calon suamiku." Desis Bonita kesal."Betul juga." Celetuk Vel
"Kamu serius?" tanya Helga dengan mata terbelalak."Ya. Aku yang akan membuatkannya gaun. Batalkan semua janjiku pada pelanggan. Tolong urus mereka untukku, itu termasuk janji untuk bertemu Maria. Kurasa aku bisa menyelesaikannya dalam waktu seminggu. Beritahu Theo untuk bekerja untukku selama aku menyelesaikan gaun ini."Helga dan Kenzo saling bertatapan. Terdapat raut tidak percaya pada wajah keduanya saat Bonita mengambil lembaran kertas kosong dan mulai membuat sketsa. Mereka tahu saat Bonita bersikap seperti itu merupakan saat mereka harus benar-benar patuh —atau nasib pekerjaan mereka yang akan menjadi taruhannya. Bonita memang selalu bersikap profesional saat bekerja, tapi jika sikap itu muncul, maka siapapun tidak akan mampu mengganggu atau menggoyahkan niatnya.Sementara kedua asistennya berpikir untuk mengatur ulang semua jadwal yang sudah sempurna menjadi kepingan puzzle yang berantakan, Bonita larut dalam berbagai ide. Goresan demi goresan tertoreh dari pensil di sela jarin
"Maksudku, kamu ... terlihat manis." Gumam Benjamin dengan wajah memerah karena malu."Aku bukan permen, tapi aku mengerti maksudmu. Kamu baru saja menyatakan cinta padaku." Bibir Mea terkatup walau tersungging senyum penuh makna. Kata "cinta" yang diucapkan olehnya selembut aroma bunga, seringan helaian rambut yang tertiup angin di tengah cuaca terik. Sangat dalam hingga menetap di relung hati Benjamin sejak kata itu terucap. Benjamin terhenyak. Saat itu dia baru tahu bahwa pengakuan rasa sukanya merupakan pernyataan cinta. Dia merasa bertindak berlebihan karena baru sadar dirinya tidak berencana memiliki kekasih di usia yang masih sangat muda. Tidak pernah dalam satu detik pun sebelum saat itu, dia memikirkan kemungkinan dirinya jatuh cinta. Mea selalu terlihat berkilau di matanya hingga membuat Benjamin telat menyadari bahwa dia terburu-buru menyatakan perasaan yang belum sepenuhnya dimengerti olehnya."Maaf, aku harus menolak perasaanmu." Ujar Mea dengan nada bersalah yang manis.
Gelengan kepala Jeremy tidak mampu menghentikan gerak tubuh Bonita di sebuah ruangan di lantai ketiga bridal. Satu dari lima ruangan menjahit sengaja dikosongkan agar Bonita leluasa membuat gaun untuk ibunya, dibantu oleh Theo yang menjadi asistennya. Mereka berdua berkutat di ruangan itu sejak Bonita berhasil memastikan pendapat ayahnya tentang desain gaun mana yang dia sukai tanpa menjelaskan untuk siapa gaun itu akan dibuat. Berbagai jenis kain sudah dipotong sesuai bentuk dan sedang diaplikasikan ke sebuah manekin berkepala tanpa wajah. Theo membantu Bonita dengan cekatan menyiapkan segala aksesoris untuk menyelesaikan gaun di hadapan mereka, termasuk menjahit semua detail kecil dan mencari semua bahan tambahan yang dibutuhkan."Ayah akan membencimu jika tahu, Boo." Tegur Jeremy dengan bahu bersandar di kusen pintu. Sudah setengah jam dia memperhatikan Bonita bekerja dari sana tanpa disadari oleh adiknya."Dia tidak akan pulang dalam waktu dekat dan tidak mungkin tahu jika kamu ti
"Bagaimana dengan persiapan pernikahanmu, Boo?" tanya Nolan melalui telepon."Sempurna. Kapan kamu akan pulang?""Empat hari sebelum hari pernikahanmu. Apakah kamu sudah menghubungi ibumu?""Belum. Aku masih berpikir apa yang harus kukatakan padanya." Gumam Bonita seraya mengelus gaun ibunya yang masih belum selesai. Kini, gaun itu hanya perlu tambahan brokat dan beberapa lapisan renda. Jeremy benar-benar membantunya menyelesaikan gaun lebih cepat tanpa mengeluh. Walau Bonita tahu betapa kesal perasaan kakaknya selama mengerjakan gaun itu."Hubungi dia secepatnya, Boo. Dia pasti perlu menyiapkan banyak hal.""Apakah kamu merindukannya?"Hening karena Nolan tidak menyangkal atau mengiyakan. Namun, jawabannya jelas bagi Bonita. Sejak Nolan membahas alasan kenapa dia memutuskan berpisah dengan Edith, Nolan tidak pernah membahas apapun lagi. Nolan bahkan menghindari Bonita dengan terus bekerja di luar kota untuk mencari persediaan bahan atau menjalin relasi baru dengan orang asing. Walau B
Menyingkirkan Melissa dari kamar Jeremy membutuhkan usaha ekstra. Beruntung bagi Bonita karena semua usaha itu datang dari Jeremy. Bonita bersikap seolah tidak acuh, padahal hatinya bersorak gembira melihat berbagai usaha Jeremy untuk mengusir Melissa demi bisa tidur bersamanya. Usaha Jeremy dimulai dari menyuap Melissa dengan es krim kesukaannya, memasak daging panggang, hingga memuji setinggi langit sepanjang hari hingga membuat Melissa terheran-heran.Saat akhirnya motif Jeremy terkuak, Melissa berkali-kali menatap Bonita tidak ramah. Namun, Jeremy terus meyakinkan Melissa bahwa malam itu merupakan malam terakhir dia bisa tidur bersama Bonita sebelum Bonita menikah, hingga Melissa terpaksa menerima ide aneh kakak-adik yang ingin tidur bersama itu.Kata maaf terucap tanpa suara pada Melissa saat Bonita melangkah memasuki kamar Jeremy. Bonita sedikit berharap Melissa akan membiarkan kamarnya tetap utuh malam itu, walau berusaha menyiapkan hati untuk tidak terkejut jika mendapati kamar
Bermandi peluh dalam kenikmatan yang tidak terelakkan membuat Bonita dan Benjamin lupa segala yang terjadi di luar campervan. Sudah tidak terhitung berapa kali Jeremy mencoba menelepon pengantin baru yang menghilang di acara pernikahannya sendiri. Padahal dia sudah jauh-jauh datang mengitari setengah dunia demi menghadiri acara sakrat adiknya yang selalu bersikap seenaknya."Sudahlah, biarkan mereka berdua. Tidak akan terjadi apa-apa." Ujar Melissa yang mencoba membuat kemarahan Jeremy reda seraya menepuk punggung anak laki-laki mereka yang bernama Julian yang berada di pelukannya. "Bahkan jika terjadi sesuatu, mereka akan menemukan cara menyelesaikannya."Jeremy melirik ke arah Edith yang tersenyum simpul di sudut resort yang disewa sebagai tempat menginap selama menyiapkan acara pernikahan. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan ibunya, perasaan benci yang dulu menggerogoti hatinya perlahan pudar."Edith tidak akan khawatir. Boo sudah membuktikan dirinya pantas berkeliling dunia
Cumbuan dalam dan hangat terjalin di antara sepasang suami istri yang baru saja menikah di altar yang dibangun di area air terjun yang dikelilingi kabut tipis. Keluarga dan sahabat kedua mempelai bersorak riang saat menyaksikan dua sejoli itu akhirnya bersatu dalam cinta setelah perjalanan panjang yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dan jarak jauh hingga mengelilingi dunia.Hanya ada belasan orang di tengah dinginnya hawa pegunungan termasuk pengantin. Tempat yang tidak lazim untuk mengadakan pesta pernikahan tentu saja, tapi apapun akan dilakukan agar Bonita dan Benjamin yang sudah lama menjalin hubungan dalam ketidakpastian mampu melangkah ke jenjang pernikahan.Gaun dan jas yang dipakai mempelai pengantin merupakan gaun dan jas yang sudah mereka miliki sejak lama. Dekorasi altar pernikahan dibuat sederhana menggunakan bunga dan tanaman pohon lokal yang berada di sekitar lokasi pernikahan. Velica dan Melissa yang menyiapkannya selama beberapa hari. Sedangkan hidangan hangat yang m
"Hentikan!" Tegur Bonita.Tawa Benjamin menggema di dinding batu. Poin-poin yang dituliskan Bonita sebagian besar masuk akal, walau ada poin yang menurutnya konyol, "Kamu yakin ingin tahu tentang itu? Kamu mungkin akan cemburu.""Aku tidak akan cemburu selama kamu jujur padaku. Aku tidak akan cemburu pada yang hal-hal sudah berlalu.""Baiklah." Ujar Benjamin seraya menggenggam tangan Bonita dan mengajaknya duduk di sofa. Tatapannya terpaku pada wanita yang paling bersinar di matanya itu, "Hanya agar segalanya jelas, apakah ini artinya aku diterima menjadi kekasihmu lagi?""Selama kamu memenuhi semua poin di kertas itu ..., maka: ya."Kecupan yang mendarat di bibir Bonita membuatnya terkejut dan canggung. Dia belum sempat berpikir lebih baik saat Benjamin meraih wajahnya seraya menggeser tubuh lebih dekat pada kekasih hatinya itu. Perlahan, Benjamin memimpin kecupan hingga berubah menjadi cumbuan lembut. Belum terbiasa bercumbu setelah bertahun-tahun berlalu, Bonita berusaha menyamakan
"Itu benar." Ujar Bonita dengan wajah tertunduk. Dia sudah memikirkan hal itu jutaan kali. Keputusan membatalkan pernikahan memang bukan hanya karena Mea. "Aku pergi mencari ibuku di hari seharusnya kita berkencan —di hari kamu bertemu Mea. Ibuku memberitahu semua yang terjadi dengan hubungannya dengan ayahku. Aku memang mencintaimu, tapi ... kupikir mungkin lebih baik jika aku kembali memikirkan apa landasanku jatuh cinta. Aku tidak tahu apakah cintaku padamu murni atau karena aku mencintai ide tentang jatuh cinta seperti yang dulu ibuku rasakan pada Frans."Angan Benjamin yang awalnya melayang, ditebas hingga roboh. Dia sadar harapannya masih ada, tapi alasan Bonita membatalkan pernikahan mereka membuatnya merasa hampa."Jujur saja, aku ragu apakah kamu benar-benar mencintaiku. Mencintai seseorang pada pandangan pertama terasa sangat sulit untuk kupercayai. Saat mengetahui tentang Mea, kupikir kamu hanya mencintaiku karena aku mungkin mirip dengannya.""Kalian sangat berbeda." Jelas
Semua jendela di rumah batu milik keluarga Tristan berteralis hingga membuat Bonita menyerah untuk kabur. Dia sudah mencari setiap sudut rumah yang sekiranya bisa dibuka, tapi tidak ada jalan untuk keluar. Dia sudah meminta tolong pada orang-orang yang lewat melalui jendela, tapi mereka semua mengabaikannya seolah tidak ingin memiliki masalah karena membantu tahanan.Bulan sabit muncul dengan cepat. Bonita memilih bersabar menunggu Tristan esok hari dan akan membuat perhitungan dengan pria itu karena menyekapnya bersama Benjamin walau perkataan Tristan tentang makanan dan kamar benar adanya.Benjamin sudah mandi dan berganti dengan pakaian yang ditemukannya dari dalam lemari. Dia meminta Bonita untuk mandi dan berganti pakaian sementara dia menghangatkan makanan yang ada di dalam kulkas, tapi Bonita terlalu kesal untuk menurut saat melihat semua pakaian wanita di lemari hanyalah gaun tidur seksi.Anting berlian dan gaun putih berenda masih membalut tubuh Bonita yang berbaring di tempat
"Apakah kamu sedang menggunakan metode yang sama seperti saat kamu meminta dekorasi bunga kesukaan Mea untuk tema pernikahan kita?" tanya Bonita dengan tatapan miris.Pertanyaan Bonita membuat tubuh Benjamin membeku. Dia tidak menyangka Bonita menaruh perhatian pada bunga itu hingga masih mengingatnya setelah bertahun-tahun berlalu."Kukira aku sudah menuliskan dengan jelas bahwa aku tidak sudi menjadi pengganti bagi wanita manapun.""Kamu tidak pernah menjadi pengganti wanita manapun, Boo.""Jangan!" Teriak Bonita penuh amarah seraya menunjuk ke wajah Benjamin. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menyebutku seperti itu!""Baiklah. Akan kukatakan sekali lagi agar kamu mengerti. Kamu tidak pernah menjadi pengganti bagi wanita manapun, Bonita."Ujung jari Bonita terasa seolah terkena aliran listrik saat Benjamin menyebutkan namanya. Dia menurunkan telunjuknya dan menyilangkan lengan di depan dada untuk melindungi diri dari serangan yang mungkin
"Aku tidak memercayai ramalan.""Hidupmu pasti membosankan." Celoteh Tristan dengan langkah menjauh. Dia mengeluarkan ponsel dari saku dan menerima telepon dengan mata bersinar. "Aku akan mengantarnya. Tunggu saja di sana dan siapkan penampilan terbaikmu.""Kamu bekerja untuk teater?" tanya Bonita asal saja karena menganggap penampilan yang Tristan sebutkan ada hubungannya dengan itu.Tristan tertawa seraya mengembalikan ponsel ke saku, "Tidak. Aku memiliki perkebunan buah di daerah barat. Dekat dengan tempat tinggal ibuku.""Wah, aku merasa tersanjung karena mengenal orang penting." Ujar Bonita dengan senyum simpul."Percuma saja karena kamu sudah menolak ajakan kencanku.""Haruskah aku menyesal?" sindir Bonita."Seharusnya ya, tapi tidak. Kamu sudah memiliki kekasih. Aku tidak akan merebut wanita manapun demi kesenangan pribadi."Bonita menatap Tristan lekat, "Aku bisa mengenalkanmu dengan Velica. Dia sahabatku. Dia sudah lama melajang sejak sebelum aku berkeliling dunia. Tertarik un
"Itu kekasihmu?" tanya pria asing itu dengan tatapan tertambat pada foto di samping kemudi campervan Bonita. Ingatan pria itu timbul tenggelam saat mencoba kembali menatap wajah Bonita lebih serius.Bonita tidak menanggapi. Dia tahu foto yang dimaksud pria asing itu merupakan foto Benjamin. Foto itu memang sudah lama tertempel di sana."Lupakan candaanku tentang menjadi kekasihmu. Aku tidak bersungguh-sungguh.""Aku tidak akan menerima ajakan kencanmu walaupun kamu bersungguh-sungguh.""Tenang saja, aku tidak akan menghitung makan siang yang kutawarkan tadi sebagai kencan. Restoran itu berjarak dua jam dari sini, tapi sebaiknya kamu memiliki pakaian yang sedikit pantas untuk makan di tempat yang berkelas."Bonita tersenyum lebar, "Kurasa ini saat yang tepat untuk memakai gaun kesukaanku lagi.""Kamu memiliki gaun?" tanya pria asing itu dengan sudut mata memicing."Tentu saja. Sebetulnya aku mewarisi bridal keluarga. Aku berpakaian seperti ini," ujar Bonita seraya menunjuk kaus dan cela
Minggu, bulan, tahun demi tahun berganti. Keinginan Benjamin untuk menemukan Bonita tidak pernah surut. Dia sudah benar-benar melupakan Mea. Di hatinya hanya ada Bonita. Wanita-wanita lain yang menggodanya selama di perjalanan mencari mantan tunangannya bahkan tidak ada seorang pun yang mampu membuat hatinya berpaling walau hanya seperseribu detik.Satu yang dipelajari Benjamin dari petualangan mencari kekasih hatinya, yaitu dia yakin mereka akan dipertemukan di saat yang lebih tepat. Itu sebabnya dia bersabar dengan apapun yang terjadi di hidupnya. Jika memang harus menempuh dunia ratusan keliling pun, dia sanggup asalkan pada akhirnya dia bisa bertemu dengan Bonita.Namun, Benjamin tidak tahu Bonita menghindari tempat-tempat yang pernah mereka bahas bersama. Bonita lebih memilih pergi ke tempat lain sementara Benjamin mencarinya di tempat-tempat yang dulu pernah menjadi calon destinasi bulan madu mereka. Benjamin menatap kanguru dari kejauhan di Australia, saat Bonita berpesta deng