Mentari terbangun dari tidurnya dia menoleh kesampingnya Benji sudah tidak ada.
"Dasar jelangkung" guman Mentari.
Semalam dia tidak berhasil mengusir Benji. Terjebak dengan ucapannya sendiri waktu itu.
Ngomong-ngomong gimana ke adaan Romi. Dia masih kepikiran walaupun dia benci sama pria itu, tapi tetap saja dia masih punya hati. Apalagi semuanya terjadi juga gara-gara dia.
Benji tidak tanggung-tanggung kemarin, dia memukul Romi hingga babak belur. Membuat Mentari menjadi sangat khawatir.
Ting...tong....ting....tong...
Seseorang menekan bel dengan tidak sabar.
"Astaga siapa lagi.." ujar Mentari lelah, perasaan hidupnya tidak pernah tenang lagi akhir-akhir ini.
Semenjak kenal sama Benji semakin banyak orang yang mengganggunya, terutama di kampus.
Dia turun dari ranjangnya lalu masuk ke kamar mandi untuk gos
"Hallo"sapa ibu Mentari ke pada orang di sebrang telpon."Datang kesini kamu kerumah saya, jangan main-main sama anak gadis orang ya" ujar ibu Mentari dengan kesal.Mentari hanya berdiri kaku dia nggak tau harus berbuat apa. Mila sudah mencerita kan semuanya ke ibunya saat tadi sore ibunya pulang. dan ibunya sangat marah mendengar hal itu.sekarang ibunya sedang menelpon Benji dan memarahi pria itu. Mentari berharap semoga Benji tidak emosi dan mencelakai ibunya. Tau sendiri kan betapa nekatnya Benji, Mentari takut Benji akan marah dan memukul ibunya."Nggak mungkin kan dia kasar sama orang tua"batin Mentari."Nih.." ibunya mengembalikan handphonenya."Gimana bu, apa katanya ibu nggak di marahin kan?" Tanya Mentari penasaran. Sekaligus takut dengan reaksi Benji.Mira melotot kan matanya."Kok ibu yang di marahin orang dia yang salah, kamu ini
Mira melepas kan pelukanya, Mira memperhatikan wajah Benji."kamu enggak berubah dari kecil, tetap ganteng malah tambah ganteng" ujar Mira tersenyum senang.Benji mengerut kan keningnya."Tante kenal saya?" Tanya nya bingung.Mira mengangguk"Oke, sekarang kita masuk biar tante jelasin semuanya" ujar Mira dengan menarik tangan Benji dan meninggal kan Mentari begitu saja.Mentari melebarkan mulutnya terkejut, kenapa jadi begini.Benji meraih tangan Mentari dan menariknya agar ikut juga.Mereka duduk di sofa Benji duduk di sebelah Mentari. Sementara ibu Mentari duduk di sebelah mereka di kursi yang berbeda."Udah lama banget tante mau ketemu sama kamu" ujar ibunya Mentari dengan tersenyum bahagia."Jadi gimana ibu bisa kenal sama kak Benji?"tanya Mentari tak sabar."Ibu nggak ngomong sama Kamu, ibu ngomong sama Nenji" sewot Mira.Lah kenapa ibunya jadi marah ke dia bukan harusnya marah ke Benji, batin Ment
Benji terdiam mendengar cerita ibu Mentari. Dia tak menyangka sesakit itu hidup yang di jalani mamah nya. Selama ini yang dia tau hanya sebagian kecil saja. Ternyata, sesakit itu hidup yang harus mamahnya jalani.Dia tersenyum miring, mungkin setelah ini dia akan membenci papi nya.Mira mengelus bahu Benji."Tante juga punya sesuatu buat kamu ini titipan dari mamah kamu, sebenarnya sudah lama tante ingin memberikanya namun tante belum sempatbertemu dengan kamu" ujar Mira."Sebentar tante ambil dulu.." Mira pergi menuju kamarnya.Mentari masih terdiam dia tidak tau harus mengatakan apa. Dia menoleh ke arah Benji, pria itu hanya menatap lurus kedepan, tatapanya kosong dia terlihat sangat kecewa.Tak lama kemudian ibu Mentari kembali dengan membawa sebuah amplop di tanganya."Ini surat titipan dari mamah kamu sebelum dia meninggal" ucap Mira dengan memb
Mentari sedang berada di kampusnya, dia duduk di taman sambil menunggu kelasnya di mulai.Sudah tiga hari dia tidak pernah melihat Benji lagi, walaupun itu hal yang wajar karena pria itu biasa begitu. Tapi kali ini beda, dia merasa khawatir takut Benji kenapa-napa, setelah mendengar cerita dari ibunya."Apa aku telpon aja ya..."guman nya.Mentari memutar-mutar handphone nya dengan berpikir."Oke, aku telpon aja" putus nya dia langsung menghubungi Benji."Nggak aktif lagi.."ucap nya lesu saat nomor Benji tidak bisa di hubungi."Apa aku telpon oma aja ya" ujar nya lagi, karena emang dia sempat bertukar nomor dengan omanya Benji waktu itu.Tanpa pikir panjang Mentari langsung menghubungi omanya Benji."Hallo oma.." sapanya saat telponya di angkat."Oma apa kabar?" Tanya nya."Oma baik-baik aja, kabar kamu
Mentari segera membersih kan dirinya ke toilet, dia mengganti bajunya dengan jaket yang dia bawa.Ini lebih mendingan dari pada tadi walau bau busuk dan amis masih kecium, Mentari menutupi rambutnya yang basah dengan tudung jaket.Dia menghela napas sebenarnya dia bisa saja langsung pulag, namun dia nggak mau meninggalkan mata kuliahnya.Dia harus masuk kelas. Mentari berjalan keluar dari toilet, semua orang yang berpapasan denganya menutup hidung seolah ingin muntah."Oi cupu baru kecemplung got lo?" ucap salah satu teman di kelasnya.Mentari menulikan pendengaranya dia terus berjalan dan duduk di bangku nya."Iyuuuhh banget sih lo, busuk banget tau nggak keluar aja sana" saut yang lain.Mereka semua menutup hidung tak tahan dengan bau tubuh Mentari.Wajar mereka begitu dia aja nggak tahan dengan bau badanya, tapi tetap saja dia tidak mau
"Kamu ini udah ibu bilang jangan tidur sore-sore" grutu ibunya saat di meja makan."Ya bu namanya juga ketiduran" saut nya.Dia ketidur sampai jam tujuh malam, dan sekarang baru bangun untuk makan malam."Gimana Benji, kamu udah ketemu sama dia?" Tanya Mira."Belum bu nomor nya juga nggak aktif" ucapnya."Ih kamu ini gimana sih, pacar nya ilang kok santai aja" ujar Mira."Aduh ibu, Tari kan udah bilang kalau kita nggak pacaran. dan kak Benji kan udah besar nggak mungkin lah dia ilang" jelas Mentari, dengan menyuap makanan ke mulutnya."Kamu ini memang bebel kalau di omongin, situasinya kali ini itu beda Benji itu lagi sedih" kata Mira gemas dengan putrinya."Ibu jadi khawatir, emang kamu enggak?"tanya Mira khawatir.Mentari terdiam senjenak dia juga khawatir dengan Benji, tapi mungkin Benji masih butuh waktu sendiri.
Mentari terbangun dari tidurnya, dia menoleh ke samping Benji masih terlelap.Wajarlah karena Benji mungkin kurang tidur beberapa hari ini, atau mungkin sama sekali tidak tidur.Mentari menyipit kan matanya kala melihat tangan Benji, apa dia nggak salah lihat seperti ada darah di tangan Benji."Beneran darah" ucapnya pelan.Mentari meraih tangan Benji ternyata memang ada darah yang sudah mengering.Banyak luka di punggung tangan pria itu, seperti habis memukul sesuatu yang tajam.Mentari segera turun dari ranjang dan mencari kotak P3K, sekalian mengambil air hangat dan lap kecil untuk membersih kan tangan Benji.Mentari kembali dengan membawa baskom dan peralatan lainya.Dia meraih tangan Benji dengan pelan agar tidak membangunkan pria itu.Mentari mengobati luka itu dengan telaten.Mentari melihat kerutan di kening Benji saat dia menyentuh lukanya.Dia meniup tangan Benji agar mengurangi rasa s
"Lo suka jalan ke mana?" Tanya Benji ke Mentari.Berusaha menghibur Mentari, karena sedari tadi Mentari terus mendiam kan nya.Mereka duduk bersebelahan tapi Mentari sama sekali tak menghirau kan nya, seolah dia tidak ada."Ke mall suka nggak?" Tanya nya lagi saat Mentari tak kunjung menjawab."Jangan buat gue marah Tari" peringat Benji, sudah mulai kesal."Nggak" Mentari segera menjawab, walau pun singkat."Terus lo sukanya ke mana?" Tanya Benji dengan mengelus rambut Mentari sayang."Ke pasar malam""Oke kita ke sana nanti malem." Ucap Benji semangat.Namun ucapan Mentari berikutnya mematah kan semangat Benji."Tapi dulu waktu ayah masih hidup. kita sering kesana bareng, semenjak ayah meninggal aku nggak pernah mau ke sana lagi" ujar Mentari sedih.Dia ingat dulu ayah nya sering me
Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari
"semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m
"turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t
"aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta
"cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k
Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me
Mentari melajukan mobilnya menuju rumahnya. Dia harus segera pulang untuk bertemu dengan Benji.Walaupun mungkin Benji nggak ada di rumah. Mentari akan menunggu nya sampai Benji pulang."Mi.... kita langsung pulang?" Tanya Bachtiar.Mentari mengangguk kan kepalanya."Yes.." ucap Bachtiar senang."Kasihan Bambang, Sri sama Joko belum di kasih makan.." ujar Bachtiar.Bachtiar ingat sama binatang peliharaan nya. Yang dari kemarin dia tinggal, pasti mereka semua kelaparan.Mentari menggelengkan kepalanya, dia berharap semoga semua binatang peliharaan Bachtiar mati.Salah sendiri pelihara binatang aneh, kecoak, tikus bahkan kecebong.Nanti Mentari harus cari cara untuk membuang mereka semua.Setelah tiga puluh menit mobil Mentari pun tiba di depan rumahnya.Tin...tin...
Mentari membereskan semua barang-barang nya, dia akan pulang hari ini.Nggak ada guna nya pergi-pergi begini, lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah.Lebih baik di hadapi dan selesaikan semuanya.Rasa kesal nya ke Benji semakin menjadi-jadi, karena sampai pagi ini Benji sama sekali nggak menghubungi nya dan mencarinya.Apa dia nggak khawatir anak dan istrinya hilang, batin Mentari."Mommy kita pulang sekarang?" Tanya Bachtiar, dia sibuk memasukan mobil-mobilan nya ke dalam tas sekolah nya."Iya, Tiar kan mau sekolah..." Ujar Mentari.Sebelum pulang Mentari harus mengantar Bachtiar sekolah dulu, dan menunggui nya sampai selesai. Setelah itu mereka baru pulang ke rumah."Tiar sini deh..." Panggil Mentari, menyuruh anaknya untuk mendekat ke arahnya."Kenapa Mommy..." Ujar Bachtiar, dengan berlari mendekat ke Mommy
Mentari mengajak Bachtiar untuk menginap di hotel. Mereka sudah pulang dari rumah Mila tadi.Mila menyuruh nya untuk bicara baik-baik dulu sama Benji.Tapi Mentari masih mau sendiri, jadi dia pura-pura pulang saja. Padahal dia sama sekali nggak pulang ke rumah. Dia lebih memilih untuk menginap di hotel untuk malam ini.Mentari menidurkan Bachtiar di kasur, Bachtiar sampai ketiduran sangking capek nya."Maaf ya nak..." Ucap Mentari sedih, dengan memandang wajah anaknya.Dia merasa bersalah karena harus membawa-bawa anak nya untuk pergi kayak gini.Mentari merebahkan tubuhnya, dia menatap langit-langit kamar hotel. Mentari menghembuskan napasnya berat.Kenapa harus ada cobaan begini di rumah tangganya.Apa mungkin Benji selingkuh? Tapi Mentari juga takut kalau dia salah paham.Mila menyuruhnya bicara baik-baik dulu sama Benj