Menemukan orang yang teramat dicintai, yang ternyata sudah menjadi milik seseorang tak ubahnya seperti mimpi buruk di siang bolong. Dengan lunglai Aksara menghenyakkan tubuhnya di atas kursi di belakangnya. Entah apa yang harus dia bicarakan pada perempuan di depannya, mengakui segala rasa rindunya yang terpendam selama ini? Rasanya tak ada gunanya. Hellena telah mengikat hati dengan seseorang yang bukan dirinya. Atau, aku harus marah? Dan mengatakan Hellena penghianat cinta? Hello, bangun woy, masa iddahnya bahkan sudah lewat hampir empat bulan yang lalu. Dia cuma mantan. Dia, hanya perempuan masa lalu yang bebas menentukan langkah hidupnya sendiri. Sepi. Tak ada sapa manis dan pelukan rindu diantara mereka. Hanya bunyi suara jam yang terdengar nyaring. Hellena masih menunduk dalam, menekuri ujung jarinya, menggenggam tangan yang tiba-tiba terasa dingin dan berkeringat. Haruskah ia berharap, aksara mengucap sepatah kata rindu untuknya? Apakah dia merindukanku? Akankah, suda
Dua minggu sudah Aksara menjalani hari-harinya di Bandung. Menjalankan rutinitas sebagai boss baru di perusahan patungannya dengan Abizar. Tak ada yang luar biasa, perusahaan berjalan semestinya. Hellena bekerja dengan sangat baik dan cekatan. Karyawan lain, bekerja menjalankan aturan dengan disiplin. Termasuk Clarissa gadis cantik Sang Designer yang tampil sangat eksentrik dibandingkan karyawan perempuan yang lain. Rambut merahnya tampak kontras dengan kulit putih dan matanya yang bersoftlens biru. Sesekali berhello ria dengan Aksara jika berpapasan di luar ruangan. Tak ada sungkan di wajahnya, tawanya yang ceria terkadang menggema saat dia bercanda dengan karyawan lainnya, mau dengan karyawan laki mau karyawan perempuan, Clarissa selalu rame. Sesekali gadis lincah itu menggoda Hellena, yang tampak serius membuat laporan. "Senyum Mbak, Elle. Jangan meneng aje."Godanya sambil mengipas hasil rancangan yang akan dibawanya ke bagian pemolaan. Hellena biasanya hanya tersenyum, terka
Udara malam yang beradu dengan detak jam dikesunyian, membuat suasana makin terasa sunyi. Sunyi dan sepi, dua kata yang begitu akrab dengan hari-harinya. Apalagi setelah pulang kerja, Aksara jarang kemana-mana dan lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar apartemen yang disewanya. Kesunyian itu begitu sempurna. Mata Aksara rasanya mengembun saat menelusuri setiap inci bayangan wajah yang tengah tersenyum lucu dalam bingkai di tangannya. Mata bening itu ibarat ribuan bintang di langit saat malam gelap gulita, dan bibir mungil yang selalu merah dan menyimpan senyum itu, ibarat gula-gula yang manisnya rasanya bikin diabetes. Manis banget. Tak bosan-bosannya dia memandangi bibir, mulut, mata, rambut ikal dan pipi bulat dalam potret di tangannya. Tak terasa ada yang begitu menggebu-gebu di sudut hatinya yang paling dalam. Rindu. Cellia, Papa kangen. Bisiknya dalam hati, lirih,sunyi dan hampa. Berbulan-bulan Papa mencarimu siang malam, bertanya pada sahabat, kerabat dan memb
Langit Bandung menjelang senja. Merah keemasan bercampur dengan langit yang menjelaga karena mendung. Aksara, memacu mobilnya dalam kecepatan sedang, jalanan mulai padat merayap. Bandung di sore hari kadang seperti ini, apalagi ini jalan utama. Dari balik jendela mobil Aksara, melihat samar rintik hujan mulai turun, membiaskan pandangannya ke depan sana. Membawanya pada ribuan kenangan pada sosok perempuan yang duduk di sampingnya dengan wajah menunduk. Hellena. [ Zar, gue ke rumah Lo ya. Gue, pingin ketemu Cellia.]Aksara mengingat pesannya tadi pagi. Minta izin. [Datang, Ra. Ngapain juga minta izin, rumah itu selalu jadi rumahmu. Dulu dan sekarang.][Bener, Zar?][ kapan gue gak bener, Ra? Gue tunggu, Mama juga sempet nanyain lo. ]Abizar memang tidak berubah. Pria realistis yang tidak suka memusingkin hal yang belum jelas. Menebak dan mencurigai orang lain. [ Ra, bisa gak pulang bareng Hellena. Tunggu gue di rumah.][ What, bukannya lo mo jemput? ][Pulang bareng lo aja. G
Aksara menghirup dalam- dalam udara segar yang menerobos jendela di ruangannya. Suplay oksigen yang berasal dari pohon yang tumbuh di sekitar kantornya, sungguh membuat dadanya merasa plong. Kontras dengan gedung-gedung yang tumbuh tinggi di depan sana. Apa kabar alun-alun Bandung, yang sudah berubah wujud menjadi begitu elok dan makin elok saat malam menjelang. Juga sudut-sudut kota lainnya yang telah berubah wajah menjadi semakin apik dan dinamis.Ah, Cellia seandainya kau masih bisa kupeluk, ingin sekali Papa, membawamu menyusuri setiap sudut kota Kembang. Menikmati segala keindahan dan keunikan dari kota sejuta pesona ini.Bandung memang sejuk. Meski tak sesejuk dulu saat dia masih kuliah. Pemandangan kemacetanpun sudah menjadi hal yang biasa sekarang, Bandung tumbuh dengan cepat, banyak sudut kotanya yang dulu asri dan masih alami berubah menjadi lebih modern, tapi tetap romantis. Bandung memang selalu romantis. Sayang, bertahun-tahun Aksara menghabiskan waktu di Bandung sela
19 ~ PergiHellena segera mengurai pelukan Aksara. Memaksakan berdiri dengan ajeg, merapikan debar dadanya yang tidak karuan. Pelukan Aksara yang tiba-tiba jauh lebih mengagetkannya dibandingkan puluhan jar kain yang menimpa tubuhnya.Astagfirullah. Ampuni aku Ya Allah. Bisik hati Hellena, dia tidak menduga, tiba-tiba saja, menyadari tubuhnya ada dalam pelukan Aksara, laki-laki yang telah memberinya banyak kenangan manis dan juga kata talak, hampir sepuluh bulan yang lalu.Sementara Hellena yang pucat pasi, Aksara juga tidak kalah kaget. Sesaat menyesali tindakannya yang terlalu reflek. Memeluk tubuh Hellena adalah kesalahan besar, bukan hanya mendapati Abizar yang menatapnya penuh prasangka, tapi membuat kenangan tentang sulaman hari-hari indah bersama perempuan itu perlahan hadir kembali.Hellena.Untuk pertama kalinya Aksara menyebut nama itu hampir tujuh tahun yang lalu, saat dirinya tak sengaja menatap raut wajah lembut dengan binar mata yang sulit dilupakan. Gadis polos yang
PengakuanAbizar menyudahi kalimatnya, dengan cepat. Ada nada getir dalam lautan kebesaran jiwanya, ada tatapan terluka pada ketulusan dan kerelaan hatinya. Ribuan bunga cinta sepertinya terasa layu sebelum berkembang dengan sempurna. Melepas Hellena, pada saat cintanya sedang tumbuh dan bermekaran. S-akit. Abizar tahu setelah hari ini, saat Hellena kembali pada sosok pria masa lalunya, merenda kembali kisah mereka yang sempat terkoyak, dia yang akan merasakan hatinya sepi. Dia yang akan merasakan jiwanya sunyi. Tapi membiarkan asa pada dua orang dihadapannya yang masih menyala hancur, hadir diantara dua orang yang masih mencinta, menghadirkan mereka jarak yang tak terbatas, Abizar tak sanggup. Lebih baik sakit dari pada menyakiti. Tatapan Abizar mengembun, berusaha tegar saat membayangkan rencana yang sempat terukir begitu indah bersama Hellena. Menikah, merajut hari indah,Perlahan mencoba melupakan, mungkin lebih baik. "Apa yang kau katakan, Mas?" Hellena bangkit mendekat.
Dua bulan sejak kejadian di gudang yang menimbulkan prasangka dan hampir membuat Abizar pergi. Aksara menjalanlan harinya seperti biasa. Tak terasa dia sudah menjalani harinya di Bandung berbulan lamanya. Hari berjalan begitu sempurna, pagi, siang, malam datang dan pergi silih berganti. Udara Bandung yang sejuk dan rutinitas dari penduduknya yang beraneka ragam berjalan dengan teratur. Segala keindahan alam dan keelokan budayanya menghadirkan sisi indah dan romantis dari kota yang berjuluk Paris Van Java ini.Sudah seminggu Hellena tidak masuk kerja. Meja tempatnya duduk nampak lengang. Tak ada lagi wajah teduh dengan senyum lembutnya yang dengan sopan memberikan laporan atau sekedar mengingatkan jadwal pentingnya.Seperti kata Abizar, Hellena akan resign bekerja.Aksara menatap meja yang kosong dan ruangan yang rasanya begitu sepi. Sedang apa Hellena? Kau pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu. Mata Aksara kembali menyapu ke arah meja kerja Hellena. Sepi. Mengapa hatiku
Tolong yang belum menikah dan dibawah umur skip ya sayangkuh.Aroma Melati menyerubak di kamar yang dihias sedemikian indah. Seprai sutra merah muda satu set dengan bantal bentuk hati nampak membuat kamar tanpak elegan. Sebuket besar bunga mawar tampak menghiasi nakas. Mata Hellena rasanya mengabur, mengingat di kamar ini begitu banyak kenangan yang tersimpan indah bersama Aksara saat mereka masih resmi menjadi suami istri. Kini dia kembali untuk mengukir cerita dan lembaran hidup yang baru. Dada Hellena berdesir. Tuhan, begitu mudah bagimu mengembalikan semua cerita yang pernah hilang dalam hidupnya. Masyaa Allah. Hellena mengurai rambut panjangnya di depan cermin, rasa dingin membelai lengan dan lehernya. Sia-sia dia membetulkan dan menarik baju tidurnya, sepertinya Aksara sengaja meminta Clarissa memilihkannya yang bikin dia masuk angin. Membuat lekuk tubuh indah Hellena tak bisa bersembunyi dengan sempurna. Sungguh Hellena malu. Entah berapa kali dia menatap pintu kamar yang
Wajah Mama membesi, mata dan mulutnya yang menarik garis lengkung kedalam menyiratkan rasa penolakan yang begitu dalam. Sungguh dia benci mendengar nama Hellena terucap kembali dari bibir Aksara. Dadanya masih berdesir panas tiap nama perempuan Panti itu disebut. Berpuluh purnama menghilang, kini Hellena akan kembali menjadi ratu dan nyonya di rumah besar ini? Wait. Mama menatap wajah Aksara, putra kebanggaan yang selama ini banyak memanjakannya dengan harta dan kemewahan tapi mulai berubah sejak hadirnya seorang wanita yang bernama Hellena. "Dengan Ra, Mama tak merestui pernikahan keduamu ini." Mama menajamkan pandangannya berharap Aksara akan mendengar dan patuh seperti biasa. Sepertinya waktu belum menghapus segwla murkanya. Kebenciannya kepada seorang Hellena belum usai. Malah rasa itu semakin dalam saat Aksara mulai berani membangkang. Mama merasa superioritasnya terancam. Cinta Aksara kepada Hellena, membuat dia tak lagi nomor satu di depan putranya. Sejak
Adakah yang lebih indah dari cinta yang kembali? Sekian purnama menanti dan menunggu bibir itu mengucap sepatah kata tentang sebuah harapan yang terbalas dan mimpi yang menjadi nyata? "Elle, benarkah? Katakan sekali lagi, katakan." Suara Aksara bergetar hebat, tak dihiraukannya sekujur tubuh lelahnya mulai basah. Cinta memberinya kekuatan. "Katakan, aku ingin mendengarnya seribu kali."Tangan aksara terasa kuat mencengkram teralis pagar gerbang Panti yang menghalangi dirinya dan Hellena. Ada energi yang membuatnya bisa berdiri lebih tegak. "Mas, aku... aku bersedia kembali padamu, merajut kembali cerita kita yang pernah kandas dan hilang." Tangis Hellena pecah sudah. Hujan tak hanya mengaburkan pandangannya pada sosok Aksara yang tampak samar berdiri kukuh dalam hujan tapi juga menghapus luka yang pernah ditorehkan laki-laki dihadapannya. Luka itu perlahan sirna bersama maaf yang dia berikan untuk ayah putrinya."Elle...""Iya, Mas.""Makasih, ya," bisik Aksara bergetar. Ya Alla
Tak terasa enam bulan sudah Aksara kembali ke Jakarta. Memulai hari-harinya, seperti dulu. Mengambil alih perusahaan dari orang yang dipercayanya dan menjalankan sendiri seperti biasa. Tak banyak yang berubah, beruntung Aksara memilih orang yang tepat untuk menggantikan sementara selama dia di Bandung. Perusahaaan tidak kurang satu apapun dan berjalan lancar. Sesekali Aksara berkirim pesan dengan Abizar dan Clarissa. Perusaahaan yang dulu mereka tangani sudah berjalan normal kembali, kini Clarissalah yang memegang kendali. Clarissa ternyata tak hanya seorang desainer yang handal tapi juga seorang pebisnis yang tangguh. Dengan cepat perusahaan itu berkembang dan memiliki brand tersendiri di jajaran produk ofice wear karena memang perusahaan mereka memfokuskan rancangan dan produknya dengan pangsa pasar wanita karier.Aksara membetulkan letak duduknya, angin senja mulai terasa menerobos jendela kantornya yang sedikit terbuka. Entah sampai kapan dia betah berlama-lama di kantor menghi
32 ~ Aku MenunggumuHellena merasakan pipinya memanas. Pertanyaan yang lembut tapi sungguh menampar hatinya, angannya melayang pada, kenangan saat dia pergi dari rumah Aksara membawa luka dan kata talak. Waktu memang telah pergi dan menjauh, tapi luka akibat perceraiannya dengan Aksara masih tersimpan rapi di sudut hatinya. "Elle, jawablah." Suara Aksara sendu, menyelinap diantara nyanyian syahdu di atas panggung."Seandainya kata maaf itu tidak ada, aku mengerti."Hellena kembali menunduk. Samar dia merasakan sesuatu yang hangat di sudut matanya. Perlahan, diliriknya Aksara yang pandangannya menerawang kepada dua mempelai. "Mas," panggil Hellen lirih. "Aku belum bisa menjawabnya saat ini." Hellena menyeka butiran air bening yang tiba-tiba lancang menghiasi matanya. "Sudah berbulan lamanya kau ucapkan kata talak itu, tapi lukanya masih belum hilang, Mas."Aksara tersenyum getir, penyesalan itu perlahan kembali membuatnya terluka.Menyakiti dan disakiti ternyata sama sakitnya. Aks
Hellena dengan lembut memakaikan rangkaian bunga melati putih di kepala Clarissa, berpadu dengan hiasan yang telah dipakaikan Sang perias pengantin dengan cantiknya. Ditaapnya wajah jelita Clarissa dari pantulan cermin, wajah itu tampak bahagia. Hari ini, ijab kabul dilaksanakan di kediaman Clarissa. Beruntung sekali Abizar mendapatkan seorang Clarissa yang memiliki orang tua yan bukan hanya kaya dan terpandang tapi juga sangat berpendidikan. Tak harus melewati proses yang ribet, Ayah dan Ibu clarissa menyetujui pernikahan putri semata wayangnya. Bagi mereka kebahagiaan Clarissa lebih utama, lagipula Abizar bukan pria asing bagi keluarga Clarissa. Dua tahun Clarissa bergabung di perusahaan Abizar, sepertinya menjadi salah satu alasan bagi Papa dan Mama Clarissa mempercayai sosok Abizar untuk menjadi suami putrinya."Selamat ya Cha, tersenyumlah. Kau sebentar lagi akan menemukan imam terbaikmu." Senyum Hellena menyapu wajah cantik Clarissa yang berbusana pengantin putih bersih. Ren
Ruang perawatan tampak lebih semarak. Sebuket bunga warna -warni teronggok manis di atas nakas di samping tempat tidur Aksara. Suasana jauh lebih berwarna dibanding saat Aksara masih diam membisu di ruang ICU. Ada celoteh riang Clarissa, juga ada senyum dan sapa lembut Hellena. Abizar yang kalem sesekali menimpali seloroh Clarissa yang memang sepertinya terlahir dengan hati yang riang dan tanpa beban. Aksara juga sudah bisa tersenyum. Tak ada lagi alat bandu fungsi organ tubuh yang terpasang di tubuhnya, satu-satunya yang terpasang tinggal slang infusan, yang terkadang membuat dia susah bergerak dan hrus dibantu Abizar. Jangan sangsikan kasih sayang Allah, Allah selalu punya jawaban untuk manusia yang berikhtiar dan berdoa. Setelah melewati masa sulit berhari-hari akhirnya kondisi Aksara stabil dan bisa dipindah ke ruang perawatan. Angin segar masuk lewat jendela yang terbuka, menyapu wajah teduh Hellena yang tampak berdiri tidak jauh dengan Clarissa. Meski diam wajah Hellena tamp
Suara detak langkah Abizar terdengar nyaring saat melewati lorong apartemen yang sepi. Bergegas menemui Pak Rudi yang menunggunya di bassement, sebisa mungkin kembali ke rumah sakit secepatnya. Jalanan Bandung bersiram cahaya lampu yang memenuhi sepanjang jalan yang dilewati Abizar, kadang sinarnya beradu dengan cahaya mobil yang kebetulan berpapasan. Abizar duduk disamping Pak Rudi yang melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, bibir Abizar rapat, sementara hati dan pikirannya melayang pada sosok Aksara yang masih diam membisu di ruang ICU. Gerimis menyambut Abizar di halaman parkir rumah sakit yang penuh dengan kendaraan. Sementara Pak Rudi tetap menunggunya di luar, Abizar bergegas memasuki gerbang utama rumah sakit, langkahnya lebar dan cepat menuju ruang ICU. Bau tanah yang basah berpadu angin dingin menampar tubuh Abizar yang berjalan cepat di koridor, menampar wajah tampannya yang datar dan dingin. Malam sudah menunjukan pukul sembilan kurang saat Abizar sampai di depan
Abizar perlahan membuka matanya, tatapannya menyapu seisi ruangan yang didominasi warna puth. Beberapa perawat dan dokter terlihat berjalan hilir mudik melintasi samping jendela kamar ruang perawatan Abizar yang terbuka. Tangannya urung bergerak saat menyadari ada slang infus yang terpasang. Sementara tangannya tidak leluasa bergerak, Abizar merasakan kalau hidungnya juga masih dipasang alat bantu pernafasan. Sekujur tubuhnya terasa ngilu dan beberapa bagian malah terasa pedih. Beruntung sepertinya luka yang dideritanya tidak terlalu serius, bahkan luka bakarpun boleh dibilang tidak terlalu menghawatirkan. Sepertinya aksi cepat dan nekat Aksara banyak membantu Abizar untuk selamat dari kobaran api. Kepala Abizar masih terasa pusing saat mengingat-ngingat kronologi kecelakaan yang tengah menimpanya.Dia sedang mempersiapkan berkas malam itu, saat entah darimana api berasal, tahu-tahu dia terkepung di ruangan seorang diri. Sia-sia Abizar berteriak dan hendak berlari menyelamatkan di