Rianne mematung karena mendengar ucapan Alexander yang tidak masuk akal. “Tidak. Aku tidak akan melakukannya,” Rianne jelas tidak akan menolak.“Terserah kau saja. Kau tinggal melihat kami atau kau gantikan dia,” dengan perasaan kesal Rianne duduk kembali dan membiarkan Rafh menutup pintu.Sekarang tinggallah mereka bertiga di dalam ruangan, Alexander melirik Rianne dengan ujung matanya, lalu kembali menatap mangsa yang menagantarkan diri dengan suka cita.“Sekarang tunjukkan bagaimana kau melayaniku!”Rika dengan senang hati melakukannya, perlahan dia menundukkan diri, mengecup pelan rahang tegas Alexander. Pria itu mendongak dengan menutup mata, di bayangannya yang melakukannya adalah Anna.Rika yang mendapatkan kesempatan emas tidak membuang waktu, dia mendengar sendiri dari teman-temannya bahwa pria yang tengah melayang karena kelihaiannya ini sangat susah untuk di taklukkan.Rika berjongkok di kedua paha sang pria dengan senyum mengembang, sementara Rianne sudah membuang muka sej
Caroline yang sejak tadi melihat dan mendengar Alexander yang marah karena kehilangan Rianne sangat kegirangan. Dia mendekat dengan pelan dan duduk di samping kekasihnya.“Kau kenapa?” tanya Caroline berbasa-basi memainkan tangannya di dada bidang Alexander.Alexander menghentikan tangan Caroline dan berdiri meninggalkannya. Tetapi bukan Caroline namanya jika menerima penolakan, “Sayang, kau kenapa?”“Berhenti di tempatmu dan jangan mendekat!”Caroline mematung, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku tangannya terlihat memutih, “Apa salahku? Kenapa kau selalu saja mengabaikanku?!” Caroline berteriak. Dia sangat kesal bagaimana bisa Alexander hanya menganggapnya teman ranjang jika dia butuh saja.Alexander memutar badan dan membuat Caroline sontak mundur selangkah, “Kau berani berteriak padaku? Sudah berapa kali ku katakan berhenti. Aku tidak akan pernah bisa membalas perasaanmu.”Napas Caroline naik turun dia sangat kesal bagaimana mungkin pria itu bisa sekejam itu padanya, apakah A
Rianne mundur dengan bersamaan langkah lebar di depannya semakin mendekat. “Kau tidak lelah terus berlari dariku, Anna?” suara bariton Alexander membuat Rianne tercekat. Mimpi indah yang diharapkan nyatanya mimpi buruk yang menghampiri.“Bagaimana kau bisa –,” Rianne mengingat, “Dimana Dokter Richard? Kau tidak melukainya kan?” tanya Rianne terlihat khawatir dan Alexander membenci itu.“Keselamatannya tergantung dari sikapmu.” Kata Alexander semakin mendekatkan diri, tangan kekarnya sudah menyentuh wajah mulus Rianne, membuat sang wanita semakin kesal.“Diamlah! Atau aku membunuh pria yang sudah berani padaku.”Rianne mengeleng, dia tidak memikirkan hal ini kemarin saat mencoba kabur. Jika dia tahu Alexander akan dengan mudah menangkap mereka dia tidak akan melibatkan Richard.“Jangan lakukan apapun padanya, kau boleh menghukumku asal jangan libatkan orang lain lagi.” Rianne sudah terduduk dibawah lantai, mengingat bagaimana kematian kakaknya, penembakan atas Orlando dia tidak aka
“Tidak. Aku mohon jangan mendekat.” Rianne terus mundur dan memeluk diri. Tetapi kelima pria yang mencari mati tidak menghiraukan ketakutan mangsa mereka, semakin takut Rianne semakin bernafsu juga mereka.“Alexander!!” teriak Rianne. Dia benar-benar ketakutan sekarang.Pria-pria yang mencari perkara pada raja singa itu hanya tertawa, melihat mangsa yang sudah tersudutkan, melihat posisi Rianne mereka yakin kalau mereka akan bersenang-senang dengan mudah karena kelemahan Rianne.Namun yang membuat mereka terkejut saat Rianne sudah berdiri dan mengarahkan tusuk konde miliknya, tusuk konde pemberian kakaknya Arche, jarang terlihat memakainya karena Rianne menyimpannya di balik baju.“Jangan mendekat atau aku akan membunuh kalian.” Rianne mengarahkan tusuk konde berwarna hitam pada kelimanya secara bergantian. “Aku bilang jangan mendekat!” Rianne semakin mengarahkan tusuk konde runcingnya, perlahan kelimanya menjaga jarak karena tidak tahu kalau Rianne memiliki senjata, tetapi tekad mer
Richard berhenti di tempatnya. Dia mengingat sesuatu, tidak mungkin Alexander akan membiarkan Rianne sendirian. Dia berbelok dan masuk ke kamar yang sudah di khususkan untuknya.Rafh yang melihat itu hanya mendesah, dia juga ngeri sendiri, luka yang Richard dapatkan jauh lebih parah dari luka yang diterimanya karena kehilangan Rieanne.“Ku peringatkan sebagai teman. Jangan mendekati nona Rianne.”Richard hanya diam, dia menerima kaleng minuman mineral yang Rafh berikan, dia baru saja mendapatkan pukulan di sekujur tubuhnya lalu apakah dia tahan jika harus mendapatkan siksaan yang lain lagi?“Aku hanya mencoba melindunginya?” kata Richard dengan pandangan hampa.“Tuan Alexander bisa melakukannya, biarkan tuan menjaga apa yang seharusnya menjadi miliknya.” Kata-kata Rafh seolah mengatakan bahwa Richard tidak akan bisa memiliki Rianne sampai kapanpun.Malam semakin pekat, Rafh beranjak dari duduknya, dia menepuk pelan pundak Richard, “Jangan mencari masalah dengannya.” Setelah itu Rafh p
Rianne menoleh, tatapan mereka bertemu, Alexander yang tidak tahan langsung saja menarik tubuh Rianne dalam dekapannya, wanita berusia 27 tahun itu terlihat memberontak namun setelahnya dia diam saja, Alexander mengecup pelan pucuk kepala Rianne berulang kali.Aneh sekali rasanya, orang yang ingin kita bunuh tiba-tiba saja bersikap lunak, dan sialnya Riane tidak bisa menolak sentuhan itu. Mengingat dua tahun lalu sebelum semuanya masalah ini terjadi, Rianne lah yang pertama kali mencintai Alexander.Namun penolakan pria itu membuat nya kuat dan mencoba membuka hati pada pria lain yang rupanya juga mengkhianatinya, Orion dan Lyora akan mendapatkan balasannya nanti.“Maafkan aku, sungguh aku tidak tahu kalau Arche adalah kakakmu.” gumam nya tetap mengelus lembut punggung kecil Rianne. Di dalam mobil tersebut hanya mereka bertiga, dengan Rafh sebagai pengemudi. Sementara Richard berada di mobil lain bersama anak buah yang lainnya.“Aku akan tetap membunuhmu, Xander.” kata Rianne tetapi t
Tidak ada jawaban sama sekali, Rianne hanya diam memperhatikan Alexander yang sudah sangat lapar ingin melahapnya. Mata indah itu mengerjap perlahan, otak dan hatinya tengah berperang sekarang.“Anna ….” Suara Alexander bahkan sudah berubah parau karena tidak bisa menahan nafsunya yang membumbung tinggi.Karena tidak mendapatkan jawaban Alexander naik ke atas dan mencium kening Rianne, dia salah karena tidak seharusnya melakukan ini ada Rianne yang nyata-nyata berbeda dengan wanita lain.Setelahnya Alexander menarik naik selimut untuk menutup tubuh setengah polos Rianne dan meninggalkan kamar. Pria itu tidak lagi kembali sampai pagi hari. Riane yang terbangun dalam keadaan menjijikkan langsung saja bangun dan berjalan ke arah kamar mandi dengan selimut yang masih melilit di dada.Beberapa jam kemudian, seorang pelayan memintanya turun ke lantai bawah atas permintaan sang tuan. Rianne mengangguk, dan turun ke lantai bawah, mereka akan sarapan bersama, disana sudah ada dua orang lain ya
Rianne yang sudah dibakar nafsu karena permainan Alexander mengangguk, demi apapun ini adalah pengalaman pertama baginya, bersama Orion dia tidak permah melakukanya, karena baginya tidak ada permainan sebelum menikah.Sungguh Rianne tidak menyesalinya karena sampai dia tahu bahwa Orion menghianatinya, dia bersyukur bisa terselamatkan dari pria menjijikkan itu, tetapi kenapa dengan Alexander dia terbuai, bahkan pria yang berada di bawah kakinya adalah pria yang sudah membunuh saudara satu-satunya. Arche“Sayang … boleh?” sekali lagi Alexander meminta izin padahal dia sudah berada di puncak, namun kesanggupan Rianne sungguh sangat penting untuknya.Keadaan Alexander yang sudah tidak tertutup apapun membuat siapa saja akan meneguk ludah, tubuh kekar dengan otot-otot ditempat yang sesuai, perut sixpack, serta keringat yang sudah mulai keluar karena menahan gejolak. Sungguh menderita Alexander jika Rianne menggeleng.Namun, beruntungnya dia saat Rianne mengangguk, Alexander tersenyum, kemu
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?