"Tuan Dante, anda disini? Maaf saya tidak melihat anda," jawab Joshua kaget dan langsung berdiri dengan sopan. Membuatku dengan terpaksa ikut berdiri."Selamat pagi, Tuan," sapaku berpura-pura sopan."Apa kau sedang mengungkapkan perasaanmu sepagi ini?" tanya Dante sambil menepuk pundak Joshua."Oh tidak begitu, Tuan. Kami hanya membicarakan-""Kami adalah teman sekampus, Tuan. Dan hubungan kami sangat dekat, jadi membicarakan perasaan kami, adalah hal yang sering kami lakukan tanpa memandang waktu," potongku cepat.Siapa dia berani mengatur kapan waktu yang tepat untuk kami membicarakan perasaan kami. Kalau dia tidak memiliki perasaan kepadaku, sebaiknya dia tidak menggangguku!"Nona, bisakah anda bicara dengan saya diluar?" tanya Dante dengan wajah serius."Maaf, Tuan. Bukannya saya tidak sopan. Tapi semua pegawai sudah membicarakan banyak hal buruk tentang saya di belakang anda, karena Tuan menggendong saya kemarin. Mereka juga menyindir dan menghina saya, meski saya tidak melakuka
Aku tersenyum sinis, bukan pada mereka berdua, tapi pada diriku sendiri. Lagi-lagi aku bersikap besar kepala. Benar-benar menyedihkan!***"Nona, anda sudah pulang?" sapa Myrna begitu aku tiba di rumah."Ya. Apakah Dante sudah pulang?" tanyaku sambil melihat sekeliling rumah."Sudah, Nona. Tuan muda sudah pulang dari tadi," jawabnya sambil tersenyum sopan."Mari Nona, saya akan membawakan tas anda ke kamar.""Tidak usah, aku bisa sendiri," tolakku lalu segera berjalan ke kamar.Dante sedang membaca buku di taman belakang. Dia terlihat sangat serius dan tampan. Tapi entah mengapa melihatnya malah membuatku merasa kesal.Aku masuk ke dalam kamar dan membongkar tasku. Setelah selesai aku segera mandi dan berencana untuk langsung tidur. Aku sedang tidak ingin bertemu atau berbicara dengan Dante."Kenapa lama sekali sampai di rumah?" tanya Dante begitu aku keluar dari kamar mandi."Ha! Kau membuatku terkejut!" seruku kesal.Dante hanya menatapku dengan datar, sepertinya dia menunggu jawaba
"Dari mana mama tahu?""Dia menemui mama langsung. Dia meminta kita tidak menghalangi jalannya untuk mendapatkan semua kekayaan Randall. Karena apapun yang kalian lakukan dia pasti bisa menghancurkan kalian. Ruby, mama mohon beritahu Dante dan bercerailah. Kalau kalian bercerai, Dante masih bisa mengelola firma hukumnya dan kau melanjutkan hidup bersama mama.""Mungkin saja dia cuma mengancam? Dante memiliki kekuatan yang tidak mama ketahui, jadi tidak usah khawatir," jawabku meski ragu."Apa kau tidak tahu kalau ayahnya juga memiliki kekuatan dan kekuasaan? Tapi kau lihat apa yang terjadi dengan ayahnya? Ruby, lupakan saja dendam itu. Orang tuamu juga pasti ingin kau hidup bahagia, bukannya menghancurkan dirimu sendiri.""Mama, aku harus bekerja, nanti kita bicara lagi."Aku segera menutup telepon sambil menghela napas dengan keras. Tiba-tiba terdengar suara ledakan, dan orang-orang menjadi sangat ribut. Jantungku langsung berdetak dengan cepat. Aku lari keluar dan melihat sebagian o
"Selamat pagi, hari ini aku juga akan berangkat pagi. Jadi mari berangkat bersama," sapa Dante begitu aku tiba di ruang makan.Pantas saja, ketika aku bangun tadi dia sudah tidak ada di kamar. Ternyata hari ini dia berangkat lebih pagi."Tapi nanti-""Tenang saja, aku akan turun duluan karena ada urusan yang harus aku selesaikan di luar kantor. Jadi supir yang akan mengantarmu ke kantor," potongnya membaca pikiranku."Tapi mobil-""Aku membeli mobil baru untukmu, jadi tidak akan ada yang tahu kalau itu mobilku," sahutnya sebelum aku selesai bicara. Ada dia dukun? Kenapa dia bisa membaca pikiranku."Lalu bagai-""Tidak usah memikirkan mobil lamamu. Pakai saja yang kusediakan. Sekarang, duduklah. Kita sarapan dulu sebelum berangkat."Aku menghela napas sambil menggelengkan kepala. Apa kecelakaan kemarin membuatnya bisa membaca pikiran?***Aku masuk ke kantor dengan ragu-ragu. Aku menyadari tingkahku kemarin pasti agak berlebihan. Karena khawatir terjadi sesuatu dengan Dante, aku berlar
"Papa, tolong biarkan aku pulang."Aku memohon kepada ayahku yang menipuku untuk datang ke rumah judi dan menahanku disana, katanya untuk dijadikan jaminan pembayaran kepada bandar judi tempat dia berhutang."Dengar Ruby, kali ini hanya kau yang bisa menolong papa. Kalau tidak seluruh keluarga kita akan hancur. Apa kau mau bertanggung jawab kalau mereka membunuhku dan menyiksa ibumu?" sahutnya dengan tenang, seakan-akan ini semua salahku dan akulah yang harus bertanggung jawab."Tapi papa yang kalah judi, kenapa harus aku yang papa jual? Kenapa papa tidak menjual diri papa saja!" teriakku marah."Karena papa tidak laku!" balasnya berteriak. Ayahku yang terlihat jauh lebih tua dari umurnya itu menatapku putus asa. Aku membalas tatapannya dengan tajam. Aku benar-benar membencinya."Bagaimana kalau orang yang membeliku menyiksaku?" tanyaku, kali ini berharap dia mau berubah pikiran."Dia tidak sekejam itu, percayalah. Ayo, masuk," ajaknya sambil menarik tanganku dengan kuat.Aku mengiku
Aku membalikkan tubuhku dan mataku langsung menatap sebuah pemandangan yang seharusnya tidak muncul di tempat seperti ini.Seorang pria tinggi dengan tato di lengannya, hanya ada satu tato tidak seperti bandar judi itu yang seluruh lengan hingga lehernya dipenuhi tato. Wajah pria ini sangat tampan dengan rambut hitam kecoklatan. Dia memakai kemeja putih dengan pola daun, seakan-akan dia akan berlibur ke pantai.Di belakangnya berdiri tiga orang pria memakai pakaian yang mirip dengan pria tampan itu, hanya saja dua diantaranya tampak menyeramkan dengan tubuh besarnya. Sementara seorang lagi tampak masih sangat muda, sepertinya usianya tidak jauh berbeda denganku.Aku berbalik dan menatap ayahku. Pria tua itu tampak lebih ketakutan daripada kepada sang bandar judi tadi. Dia tidak bisa berkata apa-apa dan hanya berdiri diam dengan tubuh gemetar.Pria tampan itu memberi tanda kepada pria besar di belakangnya, lalu salah satu dari pria berwajah seram itu pergi keluar."Siapa kau?" tanya si
"Apa yang kau cari?" tanya ibuku melihatku membongkar tempat surat-surat penting kami."Surat-suratku," jawabku sambil memasukkan semua surat yang diminta pria bernama Dante itu ke dalam map."Untuk apa surat-surat ini kau ba-""Ma, aku pergi dulu. Nanti setelah pulang, aku akan menjelaskan semuanya," potongku sambil menepuk pelan tangan ibuku yang sudah keriput itu.Aku menghindari pertanyaannya dengan berlari keluar dan langsung masuk ke dalam mobil milik Dante. Sementara ibuku berdiri di depan pintu rumah reyot kami dengan bingung. Aku tidak berani berlama-lama di dekatnya, dia akan mengetahui kalau aku menyembunyikan sesuatu. Aku tidak pernah bisa menutupi apapun darinya, karena dia adalah satu-satunya orang yang aku percayai dan andalkan dalam hidupku.Aku mengembuskan napas sambil menatap iba wanita yang sudah melahirkanku itu. Usianya baru saja memasuki 45 tahun tapi wajahnya sudah tampak renta. Padahal seingatku dia adalah wanita yang sangat cantik, entah sejak kapan dia mulai
"Tapi katamu semua akan seperti sebelumnya," sahutku bingung."Aktivitasmu bukan hubunganmu! Kau sudah menjadi istriku, jadi bersikaplah seperti seorang istri!" bentak pria itu lalu segera membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam mobil."Nona, saya akan mengantar anda pulang untuk mengambil barang-barang anda," ucap salah satu pria besar dan seram kepadaku.Aku segera menuruti pria besar itu dan masuk ke dalam mobil sambil mengernyitkan dahi. Aku tidak mengerti apa mau pria bernama Dante ini. Kalau orang-orang tidak boleh tahu kami menikah, kenapa aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain?"Saya akan menunggu disini," ucap pria itu setelah kami tiba di depan rumahku.Aku masuk dengan perasaan bingung dan tidak menentu. Bagaimana aku harus menjelaskan semuanya kepada ibuku? Hatinya pasti hancur bila mengetahui apa yang terjadi."Ruby! Akhirnya kamu pulang, sayang," sapa ibuku sambil memelukku."Kenapa kau tidak mau ikut dengan kami? Bagaimana kalau kau kesepian, siapa yang akan
"Selamat pagi, hari ini aku juga akan berangkat pagi. Jadi mari berangkat bersama," sapa Dante begitu aku tiba di ruang makan.Pantas saja, ketika aku bangun tadi dia sudah tidak ada di kamar. Ternyata hari ini dia berangkat lebih pagi."Tapi nanti-""Tenang saja, aku akan turun duluan karena ada urusan yang harus aku selesaikan di luar kantor. Jadi supir yang akan mengantarmu ke kantor," potongnya membaca pikiranku."Tapi mobil-""Aku membeli mobil baru untukmu, jadi tidak akan ada yang tahu kalau itu mobilku," sahutnya sebelum aku selesai bicara. Ada dia dukun? Kenapa dia bisa membaca pikiranku."Lalu bagai-""Tidak usah memikirkan mobil lamamu. Pakai saja yang kusediakan. Sekarang, duduklah. Kita sarapan dulu sebelum berangkat."Aku menghela napas sambil menggelengkan kepala. Apa kecelakaan kemarin membuatnya bisa membaca pikiran?***Aku masuk ke kantor dengan ragu-ragu. Aku menyadari tingkahku kemarin pasti agak berlebihan. Karena khawatir terjadi sesuatu dengan Dante, aku berlar
"Dari mana mama tahu?""Dia menemui mama langsung. Dia meminta kita tidak menghalangi jalannya untuk mendapatkan semua kekayaan Randall. Karena apapun yang kalian lakukan dia pasti bisa menghancurkan kalian. Ruby, mama mohon beritahu Dante dan bercerailah. Kalau kalian bercerai, Dante masih bisa mengelola firma hukumnya dan kau melanjutkan hidup bersama mama.""Mungkin saja dia cuma mengancam? Dante memiliki kekuatan yang tidak mama ketahui, jadi tidak usah khawatir," jawabku meski ragu."Apa kau tidak tahu kalau ayahnya juga memiliki kekuatan dan kekuasaan? Tapi kau lihat apa yang terjadi dengan ayahnya? Ruby, lupakan saja dendam itu. Orang tuamu juga pasti ingin kau hidup bahagia, bukannya menghancurkan dirimu sendiri.""Mama, aku harus bekerja, nanti kita bicara lagi."Aku segera menutup telepon sambil menghela napas dengan keras. Tiba-tiba terdengar suara ledakan, dan orang-orang menjadi sangat ribut. Jantungku langsung berdetak dengan cepat. Aku lari keluar dan melihat sebagian o
Aku tersenyum sinis, bukan pada mereka berdua, tapi pada diriku sendiri. Lagi-lagi aku bersikap besar kepala. Benar-benar menyedihkan!***"Nona, anda sudah pulang?" sapa Myrna begitu aku tiba di rumah."Ya. Apakah Dante sudah pulang?" tanyaku sambil melihat sekeliling rumah."Sudah, Nona. Tuan muda sudah pulang dari tadi," jawabnya sambil tersenyum sopan."Mari Nona, saya akan membawakan tas anda ke kamar.""Tidak usah, aku bisa sendiri," tolakku lalu segera berjalan ke kamar.Dante sedang membaca buku di taman belakang. Dia terlihat sangat serius dan tampan. Tapi entah mengapa melihatnya malah membuatku merasa kesal.Aku masuk ke dalam kamar dan membongkar tasku. Setelah selesai aku segera mandi dan berencana untuk langsung tidur. Aku sedang tidak ingin bertemu atau berbicara dengan Dante."Kenapa lama sekali sampai di rumah?" tanya Dante begitu aku keluar dari kamar mandi."Ha! Kau membuatku terkejut!" seruku kesal.Dante hanya menatapku dengan datar, sepertinya dia menunggu jawaba
"Tuan Dante, anda disini? Maaf saya tidak melihat anda," jawab Joshua kaget dan langsung berdiri dengan sopan. Membuatku dengan terpaksa ikut berdiri."Selamat pagi, Tuan," sapaku berpura-pura sopan."Apa kau sedang mengungkapkan perasaanmu sepagi ini?" tanya Dante sambil menepuk pundak Joshua."Oh tidak begitu, Tuan. Kami hanya membicarakan-""Kami adalah teman sekampus, Tuan. Dan hubungan kami sangat dekat, jadi membicarakan perasaan kami, adalah hal yang sering kami lakukan tanpa memandang waktu," potongku cepat.Siapa dia berani mengatur kapan waktu yang tepat untuk kami membicarakan perasaan kami. Kalau dia tidak memiliki perasaan kepadaku, sebaiknya dia tidak menggangguku!"Nona, bisakah anda bicara dengan saya diluar?" tanya Dante dengan wajah serius."Maaf, Tuan. Bukannya saya tidak sopan. Tapi semua pegawai sudah membicarakan banyak hal buruk tentang saya di belakang anda, karena Tuan menggendong saya kemarin. Mereka juga menyindir dan menghina saya, meski saya tidak melakuka
Aku terdiam. Dia tahu, pria ini tahu apa yang mau kukatakan tapi dia menghentikannya. Dia jelas tidak ingin mendengar kata-kataku. Dante tidak ingin aku merasakan dan mengatakan cintaku kepadanya."Kau benar. Tentu saja, aku ingat perjanjian itu," jawabku mencoba mempertahankan harga diriku."Sebaiknya aku kembali sekarang. Aku mau istirahat," ucapku segera berdiri, berbalik lalu berjalan dengan cepat.Air mata kembali menetes di pipiku. "Cengeng!" gumamku memaki diriku sendiri sambil berlari sekencang mungkin.Hatiku terasa begitu sakit, hingga aku bahkan tidak merasa takut, berlari sendirian di jalanan sesepi ini. Aku hanya ingin menjauh dari Dante.Entah bagaimana caranya tapi akhirnya aku tiba di penginapan cukup cepat. Dengan napas tersengal-sengal, aku masuk ke dalam penginapan. Aku masuk ke kamar yang masih kosong. Untunglah Kitty belum datang, jadi aku bisa menangis dengan keras, sepuasku. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan pancuran lalu menangis tersedu-sedu. Per
Aku langsung mengalihkan pandanganku ke Joshua, dan lanjut bernyanyi hingga lagunya selesai. Para partner dan pengacara senior bertepuk tangan dengan keras. Sementara para pegawai terlihat enggan tapi terpaksa bertepuk tangan untuk menghormati atasan mereka."Bagus, aku sampai terharu mendengar suara kalian," komentar Kitty sambil bertepuk tangan."Nona, apakah aku boleh kembali ke kamarku? Aku ingin beristrahat," ucapku dengan wajah lelah."Tentu, beristirahatlah," jawabnya lalu langsung maju ke depan dan melanjutkan acara.Aku permisi kepada Joshua lalu keluar dari aula pertemuan itu, sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh Dante dan Naomi saat ini.Sepertinya Dante tidak menyukai suaraku, padahal aku berharap dia terpesona dengan suaraku seperti yang dirasakan Joshua. Tapi kenyataannya berbeda, dia bahkan tidak mau mendengarku bernyanyi sampai selesai."Ruby!" Aku menoleh. Dante menatapku lalu berjalan mendekatiku."Kau mau kemana?""Kembali ke kamarku.""Ikut aku," ajakn
"Nona Kitty, anda masih disini?" tanyaku terkejut."Aku kembali karena ada yang tertinggal. Jadi, bisa kau jelaskan? Apa benar kau sudah bersuami?" tanyanya dengan wajah serius.Aku tertawa canggung."Tidak, itu hanya candaan sahabat-sahabatku, memanggil kekasihku sebagai suamiku," elakku dengan wajah bingung."Kau sudah punya kekasih?" tanyanya lagi. Aku mengangguk."Anak muda sekarang memang luar biasa. Diantara kuliah dan magang masih sempat berpacaran. Ya sudah, istirahatlah!" sahutnya lalu segera keluar dari kamar.Aku mengembuskan napas lega. Untunglah dia tidak memperpanjang masalah suami ini. Selanjutnya aku harus sangat berhati-hati.***Aku terbangun, karena Kitty membangunkanku."Apa kakimu masih sakit?""Sepertinya sudah jauh lebih baik," jawabku masih dengan mata yang berat."Kalau begitu bersiaplah, lalu turun untuk makan malam.""Baik," jawabku sopan.Aku mandi dengan cepat lalu segera turun sebelum Kitty kembali menjemputku."Itu dia anak magang yang kemampuan aktingnya
"Hei! Anak magang, apa yang kau lakukan? Untung kakiku tidak kena serpihan. Bersihkan cepat!" bentak pegawai yang tadi bicara denganku."Iya, maaf," jawabku panik lalu segera mengumpulkan pecahan gelas tidak sengaja kujatuhkan itu."Apa yang terjadi?" tanya Kitty yang duduk tidak begitu jauh dari tempatku."Tanganku licin, jadi gelasnya jatuh," jawabku berbohong."Biarkan saja, biar petugas kebersihan yang membereskannya," ucapnya sambil menarik tanganku."Kau tidak apa-apa?" tanya Dante yang tiba-tiba muncul di hadapanku."Dia tidak apa-apa, Tuan," jawab Kitty sopan, lalu memanggil petugas kebersihan untuk membersihkan serpihan kaca.Dante menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan wajah khawatir."Apa itu?" tanyanya sambil berjongkok dan mengangkat celana panjangku perlahan."Kakimu berdarah, ada pecahan kaca yang menusuk kakimu!" seru Dante panik. Aku tadinya bahkan tidak merasakan apapun tapi setelah Dante mengatakannya, kakiku mulai terasa perih."Apa kau bisa berjalan
"Pindahlah ke tempat lain. Aku harus duduk di depan," ucap Dante, membuat Joshua langsung berdiri dan mundur ke belakang.Aku mencoba menyembunyikan senyumanku. Aku rasa dugaanku kali ini benar. Dia memang sengaja mengajak para pegawai magang karena aku. Seperti saat ini di sengaja naik bus, karena aku.Aku sangat senang hingga bisa mencium aroma angin, yang berhembus masuk dari pintu bus. Aromanya sangat wangi.Bus akhirnya mulai bergerak maju, sementara suasana yang tadinya gaduh kini sangat sunyi."Apa kau sudah sarapan? Tadi kau keluar dari rumah tanpa makan apapun," bisik Dante kepadaku."Belum," jawabku juga berbisik."Apakah kalian membawa sesuatu untuk dimakan sebagai sarapan?" tanya Dante kebelakang."Ada, Tuan," seru para pegawai cepat.Lalu beberapa orang datang, ada yang membawa roti lapis, roti manis, pasta dan beberapa camilan asin serta minuman kemasan.Dante mengambil roti dan pasta serta sebotol air mineral. Lalu meminta para pegawai kembali ke kursinya."Kau mau yang