KRING!!!!!Ponsel Karan berdering sangat kencang membuatny menghentikan aktivitas. Tetapi tangannya tetap tidak terlepas dari Eliza. Justru semakin dalam memasukan jarinya. Sementara Eliza pun tidak menolaknya, dia menikmati sentuhan dan semakin melebarkan keduanya. Agar Karan lebih leluasa bermain di sana, semakin dalam dan semakin merdu derap napasnya.“Ssshhhttt! Sean, apa yang terjadi di bawah sana? Kenapa rasanya nikmat sekali?” lenguh Eliza sambil menggigit bibir bawahnya.Tetapi sepertinya, Karan masih sibuk bicara melalui panggilan telepon. Dia tidak menjawab, tetapi tangannya tidak terhenti hingga dia kembali menyimpan ponselnya.“Sean, lakukan sesuatu. Rasanya aku buang air kecill saat ini.”Eliza terus meracau tidak karuan, mendengar itu seperti membangunkan sesuatu yang sejak tadi sedang tertidur. Sean tidak ingin melewatkan kesempatan ini, dia sudah tidak tahan lagi untuk membiarkan bibir teman wanitanya menganggur.Tanpa meminta persetujuan dari Eliza, Sean langsung saj
Hampir saja Karan menabarak sesuatu di hadapannya, sejak tadi Eliza mengganggu Karan berkonsentrasi membawa mobil. Gadis ini beracau tidak karuan, saking terlalu sakit pendarahan yang terjadi kepadanya.Sepanjang perjalanan, dia terus meringis kesakitan. Dia terus menyalahkan Karan atas apa yang terjadi padanya. Rasa sakit akibat hubungan seksual yang tidak sehat dan sakit hatinya atas pengkhianatan yang dia lakukan.“Aku baik-baik saja, jangan bawa aku ke rumah sakit. Kita pulang saja, Karan.”“Tapi kamu pendarahan, jangan kamu...”Puk!Eliza melayangkan tangannya tepat di lengan kekar Karan. Sebelum Karan mengutarakan kalimat dan tuduhan gila, Eliza sudah memakinya lebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan? Pendarahan karena keperawanan aku sudah berhasil kamu ambil? Dasar lelaki gila, tidak waras.”“Kenapa kamu terus mengatakan aku gila dan tidak waras. Jelas-jelas aku dalam keadaan warasa saat aku menikahimu, Eliza.”“Jika kamu lelaki yang sedang waras, tentu saja kamu tidak akan membia
Karan berbicara seolah dia tidak melakukan kasalahan apapun kepada Eliza. Dia tidak peduli meskipun istrinya akan marah terhadapnya atas kejujuran Karan tersebut. Dia juga sudah muak dengan kepalsuan hubungannya bersama Ryn.Meskipun Karan menyadari bahwa sebenarnya, dia akan menyakiti hari Eliza. Setelah Eliza mengetahui bahwa Karan memiliki hubungan denga Ryn, bukan hanya rekan kerja saja. Melainkan hubungan sepasang kekasih.Eliza mengagkat kepalanya, kali ini dia benar-benar memberanikan diri menghadap Karan dan menatapnya tajam. Dari sudut mata itu, Karan melihat kekecewaan dan kemarahan serta kepedihan yang ditunjukkan istrinya.“Karan, apa yang kamu katakan itu benar atau kamu hanya menguji perasaanku?”“Baiklah, El. Aku memang harus jujur padamu, bahwa aku dengan Ryn sudah menjalin hubungan satu bulan sebelum pernikahan kita. Aku menikah denganmu karena memang kita sudah menetapkan pernikahan. Jika aku membatalkannya, itu akan membuat reputasiku hancur, baik sebagai pengusaha
“Arrgghhhtttt!!!” pekik Eliza seraya menyentuh pelipisnya. Kepalanya terasa sakit setelah tertidur sejak sore tadi. Eliza tidak hentinya menangis, hingga dia tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Karan belum juga kembali setelah pertikan dengannya tadi siang.Ingin sekali Eliza tidak peduli pada keadaan Karan saat ini. Akan tetapi, hati kecilnya masih terus mengkhawatirkan dirinya. Meskipun Karan meminta agar Eliza tidak peduli ke mana kepergiannya, tetap saja Eliza takut terjadi sesuatu dengannya.“Ke mana dia? Jam segini belum juga kembali. Apakah dia akan menghabiskan waktu hingga pagi seperti hari-hari sebelumnya? Sial. Kenapa aku begitu peduli pada lelaki yang jelas tidak peduli padaku.”Eliza menepis bayangan Karan, dia memilih untuk beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air minum ke lantai bawah. Eliza berjalan ke dapur perlahan, masih terasa begitu sakit luka dibagian organ intimnya itu.Saat Eliza sedang meneguk air segelas air minum, suara pintu diketuk
Hari-hari Eliza semakin tidak waras, dia bukan hanya harus menangis rasa sakit hati dan juga sakit akibat perbuatan Karan di atas ranjang. Kesehatan mental Eliza juga semakin terganggu. Dia harus menanggung banyak rasa yang tidak dipajami oleh orang lain.Setelah menikah, dunia Eliza hanyalah memenuhi hasrat suaminya tanpa penolakan. Namun, sejak malam itu Karan tidak lagi melampiaskan hasrat kepada Eliza. Entah apa yang terjadi, sehingga Karan membiarkan istrinya tanpa disentuh.“Apakah Karan masih melakukan tindakan seperti yang sering dia lakukan sebelumnya?” tanya Zoe siang itu saat keduanya menghabiskan waktu di sebuah kafe.Eliza mengangkat bahunya, “sudah lama dia tidak menyentuhku, entalah. Akan tetapi, itu sudah jauh lebih baik daripada aku menanggung rasa sakit akibat perbuatannya itu.”“Sudah kuduga, Eliza. Karan bukan lelaki baik, setiap ucapannya itu hanya sebuah kepalsuan untuk menarik simpatimu saja.”Zoe benar, Eliza sudah berhasil terpedaya oleh kebaikan Karan yang ny
Karan mengangkat semua barang-barang milik Eliza dan memasukan ke bagasi mobilnya. Sudah tidak ada lagi toleransi untuk Eliza, pernikahan ini harus benar-benar hancur. Meskipun berat hatinya meninggalkan rumah sang suami, terutama meninggalkan kenangan bersamanya. Akan tetapi, Eliza juga tidak ingin memaksakan Karan untuk tetap menampungnya di rumah itu. Padahal sudah jelas, bahwa Karan tidak menginginkan lagi istrinya. “Haruskah dengan cara begini hancurnya pernikahan kita, Karan? Apakah kita tidak bisa menyelesaikannya dengan baik-baik, Karan?” “Sejak awal sudah kukatakan bahwa aku ini menikahimu hanya untuk memenuhi janjiku padamu. Jika kamu tidak bisa bertahan dengan sikapku sekarang, lebih baik kamu pergi saja. Itu lebih baik daripada aku harus mendengarkan banyak tuntutan darimu." “Apa selama ini aku tidak pernah mengurusi dirimu atau tidak memenuhi kebutuhanmu, Karan? Aku lakukan semuanya meskipun aku sendiri enggan melakukan hal itu." “Tapi kamu lebih sibuk dengan duniamu
Dering ponsel Eliza berbunyi, ada panggilan masuk dari dr. Sean yang sejak tadi berusaha menghubunginya. Memang sebelumnya, Eliza sudah membuat janji temu untuk membicarakan mengenai kondisi kesehatannya.“Argghhttt!!!” pekik Eliza saat terbangun akibat dering ponselnya.“Apa yang terjadi? Aku di mana? Apakah aku...” Eliza melihat kesekeliling kamarnya, “oh tidak, aku masih di tempat yang sama,” ujarnya seraya bangkit dari ranjang.Ini sebuah mimpi buruk yang benar-benar membuat Eliza ketakutan. Beruntung saja, Karan tidak benar-benar akan memulangkannya. Tapi ke mana Eliza akan pulang? Rumah ibu angkatnya sudah tidak di tempat yang sama.Eliza sudah lama tinggal sendiri semenjak ibunya meninggal. Lalu ayahnya, entah ke mana dia pergi setelah melarikan diri bersama wanita itu. Seketika, bayangan masa lalu yang terjadi di tahun 1998 itu terbesit dalam ingatannya.“Mimpi buruk itu, Tuhan... kenapa terasa nyata bagiku,” pekik Eliza seraya menyapukan kedua tangan di wajahnya.Jakarta, 199
BRAK!!!!Karan memukul meja kantornya dengan sekuat tenaga. Amarahnya semakin besar, dia naik pitam setelah mendapatkan laporan bulanan perusahaannya. Hampir 50% uang perusahaan lenyap begitu saja, bahkan Ryn sebagai sekretarisnya tidak memberikan penjelasan apa pun kepadanya.Karan mulai kalut, hampor seluruh uangnya hilang tidak tahu ke mana. Dia tidak mengerti bahwa perusahaan yang di bangun dari nol akan hancur dalam waktu sekejam mata. Bahkan dia tidak mengerti siapa dalang dari semua yang terjadi.Semua karyawan tidak menunjukkan kecurigaan apa pun, mereka terlihat bersih dan tidak mungkin melakukan kecurangan. Entah satu di antaranya menyembunyikan wajah pengkhianat atau memang bukan orang dalam dalang sebenarnya.“Bagaimana mungkin kamu tidak mengetahui ke mana uang itu hilang, Ryn? Kamu sekretaris pribadiku dan semua urusan kantor ini ada di tanganmu. Tidak mungkin uang itu lenyap begitu saja tanpa sebab.”“Kenapa kamu jadi marah kepadaku? Apa kamu menuduhku melakukan kecuran
Usai melakukan pemeriksaan, dokter memberikan izin Eliza untuk pulang dan menjalankan rawat jalan. Laura cukup terkejut mendengar kenyataan yang sedang dijalani oleh Eliza. bertahun-tahun lamanya mereka berpisah, tetapi pertemuan ini justru tidak akan bertahan lama.Aku akan baik-baik saja, Tante. Jangan menyalahkan Karan karena hal ini, semua bukan salahnya. Aku yang salah karena tidak teratur mengkonsumi obat-obatan dan melakukan pengobatan.Mengapa kamu tidak pernah menceritakan hal ini pada kami? Setidaknya dengan itu kami akan memberikan pengobatan yang jauh lebih baik.Tante, sebelum perusahaan Karan gulung tikar, Karan sudah memberikan aku pengobatan yang terbaik. Karan suami yang bertanggung jawab, aku saja sebagai istrinya tidak patuh dan memilih kabur dari rumah.Jangan berlebihan memberikan pembelaan padanya. Kamu tidak akan menghadapi situasi seperti ini jika benar suamimu ini bertanggung jawab.Karan memutar rodanya, dia menyadai bahwa yang dikatakan oleh Laura benar. Kal
Eliza menggelengkan kepalanya, dia tidak memperhatikan Karan. Tentu saja lelaki itu hanya duduk di kursi tanpa beranjak dan tidak mengejar dia seperti biasanya. Eliza menghela napas panjang, tidak tahu harus kembali ke rumah dokter Sean atau tetap melanjutkan perjalanan pulang."Kenapa kamu tidak bicara sejak awal, Sean?""Kamu tidak bertanya padaku, kupikir kamu sudah tahu sebelum akhirnya pergi saat itu. "Tubuh Eliza bergetar hebat, dia memilih masuk mobil dan meminta sang sopir untuk mengantarkannya kembali ke rumah dokter Sean. Sementara itu, dokter Sean hanya menarik napas panjang dan kembali melajukan mobilnya. Dia harus membawa mobilnya ke bengkel agar segera diperbaiki kerusakannya.Saat tiba di rumah dokter Sean, dia melihat Karan sedang melanjukan kursi roda seorang diri. Benar saja yang dikatakan oleh dokter Sean, bahwa suaminya kini tidak dapat berjalan dengan sempurna. Eliza segera menghampiri Karan.Aku bantu dorong, Karan, pintanya.Karan hanya menatap tanpa memberikan
Sebuah takdir telah merubah kehidupan Eliza, siapa sangka bahwa gadis sebatang kara yang telah lama kehilangan sang ibu kemudian menjadi seorang pewaris tunggal keluarga Bagaskara. Lelaki yang dianggap Eliza adalah pewaris tunggal, ternyata hanya seorang anak angkat. Dia berusaha membuat Eliza tunduk, tetapi kenyataan akhirnya mengungkapkan siapa sebenarnya Aaryan Bagaskara.Seorang sopir bernama Bayu telah membawa Eliza pada sebuah rumah mewah berwarna putih abu-abu. Pemilik rumah tak lain adalah seorang dokter muda yang pernah terlibat scandal dengan dirinya. Namun kali ini, Eliza datang bukan menemui sang dokter melainkan mencari keberadaan Karan.Sudah satu bulan terakhir ini dia menghilang dari Karan, tentu saja satu kata maaf takkan mudah membuat Karan melupakan rasa kecewanya. Akan tetapi, Eliza tidak akan pernah menyerah hingga dia kembali meyakinkan Karan mengenai kepergiannya saat itu.Permisi, apakah dokter Sean ada di rumah? tanya Eliza kemudian usai seorang wanita paruh b
Satu bulan kemudian, setelah perjuangan cukup panjang bagi Eliza memenuhi permintaan Aaryan untuk mengemulihkan kembali perusahaan. Usaha yang dilakukan Eliza membuahkan hasil memuaskan, Bagaskara hotel kembali maju seperti sebelumnya bahkan lebih ramai. Dalam satu bulan terakhir, Eliza sudah bekerja keras untuk membangun kembali kehancurahan yang disebabkan oleh Aaryan.Namun, di hari kemenangan itu dia harus menerima kenyataan pahit bahwa Bagaskara tidak bisa diselamatkan dari serangan jantung yang kambuh seketika hingga merenggut nyawanya. Akan tetapi, Eliza merasa bahwa kematian itu tidak wajar, dia menduga ada seseorang yang sengaja membuat Bagaskara serangan jantung hingga merenggang nyawa. Sayang sekali, Eliza tidak bisa membuktikan semua itu hingga ia memilih bungkam dan tidak membahasa itu di hadapan keluarga yang telah berkabung.“Aku sudah menyelesaikan semua urusanku denganku, Aaryan. Itu artinya sekarang juga aku boleh meninggalkan rumah ini dan kembali kepada suamiku.”“
Seperti yang sudah Eliza janjikan kepada Aaryan, bahwa dirinya akan membantu memulihkan perusahaan. Benar yang ditakutkan oleh Bagaskara, ditangan Aaryan perusahaan tidak akan berjalan dengan baik. Belum lama Bagaskara masuk rumah sakit, semua sudah luluh lantak. Karyawan juga mengeluh dengan keadaan ini, beberapa dari mereka sudah ada yang mengundurkan diri dari hotel.“Apa yang dilakukannya? Hanya mengurusi perusahaan saja tidak becus. Dia hanya bisa tidur dengan wanita, menghamilinya lalu pergi tanpa memberikan apapun kepada wanita tersebut. Kemudian, dia melanjutkan kembali rutinitas mabuk dan main wanitanya. Dasar lelaki gila!”Eliza menggerutu kesal kepada Aaryan usai mempelajari semua berkas yang diberikan oleh Aaryan mengenai perusahaan Bagaskara Hotel. Usai menyekapnya di gudang hari itu, tiba-tiba saja hari ini Eliza telah disulap Aaryan menjadi wanita cantik nan elegant. Entah apa yang sudah Aaryan jelaskan kepada karyawan, mereka tampak menyambut Eliza dengan hangat tanpa
“Arrgghhtt!!! Sakit sekali kepalaku,” pekik Eliza seraya mencoba membuka matanya. Eliza membuka mata, melihat ke sekeliling yang dipenuhi kegelapan. Tangannya terikat dengan posisi duduk di atas kursi. Bajingan, Aaryan telah melakukan kejahatan ini hanya untuk memenuhi hasratnya. Dia sengaja menggunakan uangnya untuk memeras Eliza dan menindas dirinya. “Aaryan, keparat!!! Lepaskan aku!!!” pekik Eliza dengan kencang. Teriakan Eliza berhasil memanggil Aaryan kehadapannya. Benar memang yang diduga oleh Eliza, bahwa semua ini adalah perbuatan Aaryan. Lelaki itu sangat licik, dulu dia menyelamakan dirinya atas perbuatan keji Broto, sekarang justru perilakunya lebih bajingan dari Broto sendiri. “Kenapa berteriak sayang? Sudah kukatakan agar kamu menuruti semua permintaanku bukan justru membantahnya. Ini adalah hukuman atas sikap berontakmu.” “Aku bahkan belum menjawab apapun, tapi kamu sudah menyiksaku seperti ini.” “Eliza, aku sangat tahu sifat licikmu. Bukankah dulu kamu berusaha ka
“Maaf, aku tidak bermaksud berbohong. Tadi aku memang mencari dokter Sean dan bertemu dengannya di kantin rumah sakit. Dia juga tidak mau berbicara apapun denganku, jadi aku makan saja di sana,” jawab Eliza seraya duduk di pinggiran ranjang tempat Karan berbaring.“Sejak kapan kamu memanggilnya dokter Sean?” tanya Karan lagi dengan surut mata yang tampak aneh.“Masih saja saja cemburunya gak terkontrol, lagi juga tidak terjadi apapun antara aku dengannya.”“Aku hanya bertanya, lagi pula untuk apa mencemburuinya. Sean sudah banyak membantuku bahkan sebelum kecelakaan ini terjadi.”“Baiklah, aku tidak akan mencari lelaki lain lagi selain kamu. Sudahlah ya, kurangi berpikir burukmu aku mau kamu segera pulih. Ada hal yang harus kita selesaikan, aku juga tidak mau berlama-lama melihatmu sakit. Nanti gak ada yang marah-marah lagi sama aku seperti dulu.”Hari pertama Karan membuka mata di luar dugaan Eliza, lelaki itu sungguh sangat kuat dan hebat. Dia tidak tampak lemah seperti saat koma, h
Jari Eliza tertahan saat akan melepaskan diri, spontan saja Eliza menatap ke arah sumber suara tersebut. Tanpa berpikir panjang lagi, Eliza segera mendekap tubuh lemah yang terbaring itu. Matanya yang sayu tampak berusaha membuka dengan sempurna. Suaranya tertahan oleh alat pernapasan yang terpasang.Lelaki yang dia tinggalkan begitu saja, kemudian jalan hidupnya harus berakhir di rumah sakit berhari-hari bahkan dalam hitungan bulan. Memang ini bukan kali pertama Karan masuk rumah sakit, dia pernah melewati kecelekaan sebelumnya. Akan tetapi, kecelakaan yang Karan alami saat ini sangat berbeda.“Karan, benarkah ini kamu? aku tidak sedang bermimpi lagi bukan?” seru Eliza seraya menyentuh lembut wajah Karan.“Aku sudah bangun, seperti yang kamu lihat,” jawab Karan dengan suara lirih bahkan hampir tak terdengar.Air mata Eliza jatuh tak tertahankan lagi, dia menangis bahagia dapat melihat wajah lelakinya. Melihat hal itu, Karan perlahan menggerakkan tangannya untuk menghapus butiran beni
Eliza segera memesan ojek online agar segera tiba di rumah sakit. Tentu saja, dia tidak boleh datang terlambat untuk menyelamatkan Karan. Bagaimanapun kondisi Karan sekarang dan sebagaimanapun kesalahan yang telah dilakukannya saat itu, kehilangan Karan bukan hal yang diinginkan Eliza.“Karan, bertahanlah! Aku akan segera datang dan membujuk mereka agar tidak melepaskan semuanya. Bertahanlah demi aku, demi pernikahan kita,” batin Eliza seraya terisak tangis.Eliza menyeka air mata yang mulai membasahi pipinya, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit dia terus berdoa memohon kepada Tuhan agar suaminya dapat diselamatkan. Baginya, ada hal yang belum mereka selesaikan. Sebab itulah, Eliza tidak ingin kehidupannya berakhir tragis dengan kehilangan sang suami disebabkan oleh kematian.Segera Eliza berlari menuju ruangan Karan di rawat usai tiba di rumah sakit. Dia terlihat sangat panik dan ketakutan. Hatinya semakin hancur ketika melihat dokter dan beberapa perawat mendorong tubuh lemah Ka