Ucapan Ria sungguh menohok langsung ke dalam hati Arza.Selama ini, Arza bahkan memilih untuk menahan rasa kecewa dan tetap mempertahankan Ria.Benar. Ia belum mampu mengakhiri hubungan tersebut meski ingin.Tangan Arza mengepal dengan sangat kuat. Ia marah. Marah pada dirinya sendiri karena terlalu lemah.“Sudah aku katakan jika kau tak akan pernah bisa lepas dariku,” lirih Ria dengan senyum sinisnya.“Kau tidak punya pilihan selain mempertahanku bukan?” pongah Ria dengan penuh percaya diri“Tidak.”“Aku tidak akan lagi menjadi pengecut sekarang,” ujar Arza pelan.Senyum mengejek terbit dari bibir Ria.“Benarkah?”Ria menyentuh rambutnya pelan.“Hubungan kita benar-benar berakhir hari ini,” jelas Arza.Tawa sumbang menguar dari mulut Ria. Wanita itu bahkan sampai menunduk karena terus tertawa geli.“Katakan itu langsu
Azkiya tengah memasukkan baju-baju yang sudah ia setrika ke dalam lemari.Matanya melirik ke arah pintu kamar. Arza belum juga masuk.Lelaki itu tengah duduk di teras. Entah apa yang Arza lakukan di sana, ia tidak tahu.Azkiya tidak tahu apa yang dimaksud Arza mengenai urusan di luar tadi siang, tapi yang jelas raut wajah Arza tampak berbeda saat kembali.Dan setelah itu Arza lebih banyak diam.Bulan tampak bersinar dengan indah. Azkiya tengah menikmati pemandangan itu seraya duduk di sofa dalam kamarnya.Sinarnya yang terang menembus melewati pintu kaca kamarnya.Terdengar suara pintu dibuka dari luar. Azkiya menoleh ke sumber suara. Arza muncul dari balik pintu lalu berjalan masuk.Tak disangka lelaki itu ikut duduk di sofa tepat di sebelah Azkiya.Perempuan itu menoleh sekilas lalu kembali menatap bulan. Ia bingung harus bereaksi seperti apa.Keheningan menyelimuti untuk beberapa saat.“Kamu baik-baik saja, Kak?” Akhirnya Azkiya memulai percakapan.Lelaki itu mengangguk tanpa membu
Alwi tertawa sumbang sambil membuang tatapannya ke samping.“Apa yang kau bicarakan?”“Kau sangat aneh,” seloroh Alwi sambil menggelengkan kepalanya.Ia benar-benar terkejut karena Arza tiba-tiba mengatakan hal itu.“Jangan lupa jika aku juga seorang lelaki, Alwi.”“Aku tahu bahkan hanya dengan melihat tingkahmu,” tutur Arza tanpa menatap sahabatnya itu. Nada bicara Arza tiba-tiba menjadi serius.“Azkiya juga sahabatku jika kau lupa,” pungkas Alwi mencoba mengelak.Ia kemudian terdiam dengan pikiran penuh. Apakah perasaannya sangat kentara sehingga Arza menyadarinya?Suasana menjadi senyap.Arza hanya diam sambil menatap lukisan-lukisan di dinding. Sementara Alwi tampak tertegun sambil memainka jari-jarinya.Detik terus berlalu tapi dua lelaki itu masih tenggelam dalam pikirannya masing-masing.Setelah cukup lama terdiam, Alwi bangkit dari duduknya
Azkiya tampak menggenggm garpu dan memilah-milah buah yang ada di piring. Tapi ia tak kunjung memakannya.Kepalanya menunduk. Ia menatap piring di hadapannya sambil melamun.Terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.Seorang lelaki keluar dengan handuk yang bertengger di pinggangnya.Arza selesai dengan ritual mandinya.Azkiya menunduk semakin dalam saat mendengar suara langkah Arza padahal lelaki itu berjalan menuju lemari.Tampaknya Arza akan memakai pakainnya.Mengetahui hal itu, Azkiya baru sadar jika dia masuk ke kamar terlalu cepat. Biasanya ia akan menunggu hingga suaminya selesai lebih dulu.Ia ingin keluar dari sana. Tapi tubuhnya serasa membeku.Otak Azkiya seperti linglung, ia tidak tahu harus melakukan apa.Azkiya tidak bergerak sedikitpun. Matanya tetap menatap ke bawah. Ia tak berniat untuk melirik meski sekilas.Tak lama Arza sudah selesai memakai pakaiannya dengan rapi.Lelaki itu kemudian melangkah menuju sofa. Ia menatap Azkiya yang masih mematung dengan posisi
Arza masih menatap Azkiya tanpa mengatakan apapun. Kepalanya bergerak maju mendekat ada Azkiya.Jantung Azkiya sudah tidak aman. Tubuhnya tiba-tiba mematung tak bergerak.Jarak mereka semakin terkikis dan kini Arza sudah benar-benar menempel ada Azkiya.Tapi lelaki itu tiba-tiba berhenti bergerak."Aku tidak bisa tidur.""Bolehkah aku memelukmu?" tanya Arza dengan suara pelan. Ia tampak ragu saat mengatakannya."H-hah?""Tentu saja." Meski sedikit terkejut, tapi Azkiya akhirnya mengizinkannya.Tangan Arza bergerak perlahan ke atas tubuh Azkiya.Arza memeluk pinggang ramping perempuan itu.Sementara wajahnya ia tempelkan menempel pada pundak Azkiya.Azkiya hanya terdiam dan membiarkan Arza melakukan apapun yang lelaki itu inginkan.Ia meletakkan kedua tangannya di atas lengan kekar Arza lalu mengusapnya lembut.Ujung matanya melirik ke arah Arza. Lelaki itu tampak terpejam, sepertinya mencoba u
Gama menggaruk kecil ujung alisnya, ia tampak berpikir sejenak."Eeh.""Itu...."Azkiya masih menunggu. Ia sudah sangat yakin akan kebohongan yang Gama ucapkan."Sudah dua bulan!""Ya! Sudah dua bulan," ujar Gama sambil tersenyum canggung.Azkiya tersenyum miring saat mendengar jawaban itu."Benarkah?" tanya Azkiya memancing.Wajah Gama tampak canggung, ia menatap kesana kemari untuk menghindari Azkiya."Jadi di mana kita bertemu untuk pertama kalinya?" Lagi Azkiya bertanya.Arza dan Lina tampak heran dengan apa yang Azkiya lakukan, tapi mereka hanya diam dan terus memperhatikan."Kita pertama kali bertemu di kota sebelah.""Apa kamu lupa? Aku yang menolongmu waktu itu," jelas Gama dengan percaya diri. Ia tidak sadar bahwa ucapannya adalah bumerang bagi dirinya sendiri."Ah, benar. Itu tepat saat pembukaan kafe suamiku di luar kota.""Jadi pasti aku ada di sana," ujar Azkiya seray
Permasalahan mengenai fitnah tersebut tampaknya sudah selesai setelah kepergian Gama.Lina berkali-kali meminta maaf kepada Azkiya karena sempat percaya dengan ucapan lelaki tersebut.Tapi Azkiya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.Ia memaklumi respon dari mertuanya, Azkiya pikir wajar dan siapapun akan percaya saat Gama mengatakan kebohongan tersebut.Apalagi fakta bahwa mereka memang pernah bertemu semakin mendukung kebohongan itu.Meski begitu, tampaknya semua belum selesai bagi Arza.Entah mengapa lelaki itu terus membisu.Setelah kepergian Gama, Arza terus berdiam diri di kamarnya hingga malam tiba.Azkiya mencoba memahaminya.Ia pikir Arza masih shock dengan kejadian tadi dan emosinya belum stabil.Seperti tidak terjadi apa-apa, Azkiya beraktivitas seperti biasanya.Ia bahkan memasak untuk makan malam.Namun, Arza masih tampak berbeda. Ia bahkan tidak mengatakan sepatah katapun saat makan malam.Lelaki itu hanya menggeleng atau mengangguk untuk menjawab setiap Azkiya bertany
Alwi menatap kedatangan Ria sekilas, ia kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan.“Kamu sudah lama menungguku?” Ria menjatuhkan bokongnya di bangku tepat di samping Alwi.“Langsung saja pada intinya.”“Kenapa kau ingin bertemu denganku?” tanya Alwi datar.Ia awalnya berniat mengabaikan permintaan Ria yang ingin bertemu dengannya. Tapi Alwi takut ada sesuatu yang penting yang ingin Ria bicarakan.“Hei! Santai saja!”“Kau seperti tidak mengenalku saja,” celetuk Ria seraya terkekeh.Mereka berdua memang sudah saling mengenal satu sama lain cukup lama. Tepatnya saat Ria mulai dekat dengan Arza.Karena itu Alwi sudah cukup tahu banyak tentang Ria, termasuk sifat liciknya.“Aku ingin mengajakmu bekerjasama,” ujar Ria.Alwi mengernyit. Kerjasama?Ria menoleh ke samping untuk menatap Alwi.”Bantu aku mendapatkan Arza kembali.”Seketika Alwi terkejut. Wajahnya tercengang tidak percaya.Mendengar ucapan Ria yang menurutnya sangat konyol, Alwi lantas bangkit dan berniat meninggalkan tem
“Ayah!”Tiba-tiba Aluna berlari menghampiri dan langsung menubruk tubuh Arza. Seketika perhatian mereka langsung teralihkan pada gadis kecil itu.“Iya, kenapa?” tanya Arza seraya memegang tubuh putrinya.Aluna memegang telunjuk sang ayah lalu menariknya agar bangun dari duduknya. Arza bangun menuruti keinginan sang putri.“Ayo ke sana!” ajak Aluna seraya menunjuk ke suatu arah. Gadis itu ingin ayahnya ikut bergabung dan bermain bersamanya.Arza melirik ke arah Azkiya. Ia bahkan belum sempat menyelesaikan pertanyaannya tadi, padahal Arza sudah mempersiapkan diri untuk hal itu.Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti keinginan Aluna. Arza tidak sampai hati untuk menolak permintaan putrinya.Akhirnya Arza berjalan mengikuti langkah kecil Aluna. Matanya beberapa kali sempat melirik ke arah Azkiya. Perempuan itu hanya bisa tersenyum tipis karena sebenarnya ia juga penasaran dengan apa yang ingin Arza katakan.Tidak terasa mereka sudah seharian berada di pusat perbelanjaan ter
Arza tertegun sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan seraya tersenyum kecil.Saat menyetir Arza terus terngiang-ngiang ucapan Azkiya sebelum ia pergi tadi. Entah mengapa tiba-tiba ada yang menghangat di sudut hatinya saat kembali mengingat hal itu.Hatinya berdebar saat membayangkan wajah Azkiya. Bayangan perempuan tersebut membuat Arza terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju rumah.Lelaki itu bersumpah perasaannya pada Azkiya tidak pernah berubah sedikitpun.Keesokan paginya saat Aluna bangun ia langsung langsung menanyakan keberadaan sang ayah. Gadis kecil itu berpikir akan hidup satu rumah dengan ayahnya.“Bunda!” seru Aluna.“Hem?” Azkiya tengah sibuk menyiapkan bekal untuk dibawa putrinya ke sekolah.“Kenapa ayah tidak tinggal bersama kita?” tanya Aluna polos.Azkiya tertegun sejenak. Ia bingung bagaimana menjelaskan mengenai perceraian pada anak sekecil itu.“Aku ju
“Aku tidak akan menyarankan apapun. Keputusan ada padamu, Azkiya,” ujar Alwi.Azkiya tampak bingung setelah mendengar celotehan Aluna mengenai nenek dan kakeknya.Selama ini, Azkiya memang tidak pernah menunggu Aluna saat gadis kecil itu bersekolah karena ia memang harus bekerja.Azkiya hanya akan mengantarnya saat berangkat lalu menjemputnya saat waktu pulang tiba.Perempuan itu mendesah pelan setelah cukup lama berpikir. Meski ia dan Arza sudah berpisah, tapi Aluna tetaplah bagian dari keluarga Arza.Aluna tampak sangat gembira duduk di dalam mobil Arza. Gadis itu tak berhenti berceloteh membicarakan apapun yang ia lihat di sepanjang jalan.Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Azkiya menerima ajakan Arza untuk membawa putri mereka menemui neneknya.Sesekali Arza tersenyum mendengar ocehan Aluna yang duduk di belakang bersama Azkiya. Arza sadar mungkin kebahagiaan ini tidak pantas ia dapatkan, tapi hari ini adalah
“Aluna! Kamu tidak apa-apa?”“Oh! Bunda! Iya, tadi Om ini menolongku,” jawab gadis kecil yang ternyata bernama Aluna tersebut.“Benarkah?” Seseorang yang dipanggil bunda tersebut kembali menanggapi.Arza masih terpaku dalam posisinya. Ia berjongkok membelakangi orang tua dari anak tersebut. Jantungnya mendadak berdebar. Apakah suara itu benar milik seseorang yang ia kenal?“Kamu harus mengucapkan terima kasih padanya!”“Terima kas….”Perempuan tersebut membeku dan tidak sempat menyelesaikan ucapannya saat Arza membalikkan tubuhnya.Arza mematung di tempatnya. Begitu juga perempuan tersebut yang terdiam seketika dengan mata membulat sempurna.Dua orang tersebut saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang campur aduk.“Azkiya,” lirih Arza dengan suara yang hampir tidak terdengar.“Bunda?” panggil Aluna yang merasa heran
“Arza!” pekik Alwi saat melihat pemandangan di kamar Arza.Tampak Arza tengah berdiri di balkon. Sekilas tak ada yang salah memang. Namun, yang membuat Alwi segera berlari menghampiri adalah karena Arza berdiri di atas kursi tepat di depan pagar yang menjadi pembatas balkon.Benar. Arza memang berniat mengakhiri hidupnya.Alwi berlari dengan cepat lalu segera menarik tubuh Arza agar turun dari kursi tersebut. Ia kemudian membawa Arza menjauh dari pinggir balkon.Alwi benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajahnya tampak sangat tegang dan penuh ketakutan.“Apa yang akan kau lakukan, hah?” pekik Alwi. Ia menatap sahabatnya itu dengan segala emosi yang seketika bercampur baur.Tetapi tidak ada respon apapun dari Arza. Lelaki itu hanya diam seraya menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong seperti tanpa jiwa.“Arza!”“Dengarkan aku!” bentak Alwi seraya mengguncang tubuh lelaki
“Dengan sadar aku menjatuhkan talak padamu.”Kalimat talak Arza bercampur dengan suara air hujan mengalun lirih di telinga Azkiya.“Seperti permintaanmu aku akan mengurus perceraian kita. Jadi, kamu tidak perlu datang,” ujar Arza.Gelegar petir menyambar mengiringi jatuhnya air mata dari sudut mata Arza. Lelaki itu semakin mengeratkan genggamannya pada payung, ia berusaha menahan sesak yang semakin menghimpit dadanya.Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Azkiya sebagai tanggapan dari ucapan Arza. Perempuan itu membeku mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar.Azkiya terpaku saat rasa sakit mulai merambah dalam hatinya. Meski ini yang Azkiya inginkan, tetap saja ia tidak dapat mengelak bahwa perasaannya hancur kala kata talak keluar dari mulut Arza.Mulut Azkiya terkatup rapat tetapi air matanya mengalir semakin deras. Ia berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan Arza.“Maaf, karena sampai akhir aku masih tidak mampu membahagiakanmu,” lirih Arza.Kakinya mela
Pukulan terakhir dari Alwi membuat Arza terkapar. Tidak ada perlawanan sama sekali dari Arza, lelaki itu benar-benar sudah pasrah.Alwi duduk di samping Arza yang terbaring di bawah. Ia mengatur nafasnya perlahan untuk meredam emosi yang sempat meluap.“Tolong sampaikan maafku pada Azkiya,” pinta Arza yang masih berada di posisi sebelumnya. Matanya menatap ke arah langit.“Tidak.”“Katakan pada Azkiya dengan mulutmu sendiri!” tolak Alwi dengan cepat. Ia sadar tidak berhak masuk ke dalam urusan tersebut karena ini menyangkut hubungan mereka berdua.Alwi bangkit dari duduknya. Ia berdiri membelakangi Arza.“Selesaikan semua ini!”“Kau harus melanjutkan hidup apapun yang terjadi!” tukas Alwi.Arza hanya terdiam mendengar ucapan Alwi. Melanjutkan hidup? Arza bahkan rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini.“Obati lukamu!” ujar Alwi sebelum akhirnya mele
Tangannya gemetar saat memegang kertas tersebut. Arza tertegun cukup lama dengan netra yang berkaca-kaca.“Benarkah ini?” lirih Arza. Ia sungguh ingin mempercayai bahwa apa yang ia lihat tidaklah nyata. Tetapi tanda tangan Azkiya di kertas tersebut tidak dapat disangkal.Surat yang dulu pernah ia siapkan untuk perceraian kini benar-benar ditandatangani oleh Azkiya.Arza meremas kertas itu dengan kuat seiring rasa sakit yang makin menyesakkan dadanya. Apakah pernikahannya akan benar-benar berakhir seperti ini?Arza menggeleng. Lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya. Ia menyambar kunci mobil di atas nakas lalu melangkah cepat keluar dari kamar.Kebahagiaannya bersama Azkiya terlalu cepat berakhir. Ini bahkan tidak sebanding dengan usaha Arza untuk menerima kehadiran perempuan itu dalam hidupnya.Kakinya melangkah dengan cepat menuruni tangga. Pikirannya kini hanya tertuju pada Azkiya. Arza harus bisa menemukan perempuan itu baga
Azkiya langsung tertegun. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Atifa.“Apa kamu yakin Arza berkata jujur?” tanya Azkiya memastikan. Ia sepertinya trauma dengan semua kebohongan yang ditujukan padanya.“Dia mengatakannya kepadaku dan Alwi kemarin. Aku tidak melihat kebohongan di matanya,” jelas Atifa. Ia merasa serba salah saat mengatakannya. Pasalnya, Alwi bersikeras untuk tidak memberitahu Azkiya tentang hal itu.Tak ada tanggapan apapun. Azkiya hanya termangu dengan tatapan entah kemana.“Kemarin Alwi menghajarnya,” cicit Atifa yang masih bisa terdengar oleh Azkiya.“Kondisinya sangat memprihatinkan. Dia tidak pernah berhenti mencarimu, Azkiya,” tambah Atifa. Hatinya merasa dilema saat mengatakannya.Seketika Azkiya mengalihkan pandangannya. Air matanya mulai berjatuhan saat ia menatap sahabatnya itu.Ada rasa perih disudut hatinya saat mendengar hal t