Pernikahan, semua insan yang terlahir di dunia ini pasti menginginkan menikah dengan pasangan sempurna, bahkan atas dasar cinta.
Sangat berbeda dengan Leon, ia harus menikahi Shinta atas permintaan Arlan, yang ternyata wanita itu memiliki usia lebih tua dari Leon, dan tentu setelah menandatangani perjanjian diatas kertas, dan saling menguntungkan.Kini Shinta telah berada di mansion mewah milik Arlan. Wanita yang telah menjadi istri dari putranya itu berdecak kagum melihat kamar Leon yang di lengkapi dengan semua kebutuhan medis. Tabung oksigen, dan kasur pegas untuk orang sakit ditambah mesin cuci darah, yang sudah di lengkapi dengan tenaga medis jika di perlukan.Kediaman itu tampak indah dari luar, namun terlihat seperti berada di rumah sakit jika berada didalamnya. Aroma obat-obatan, sehingga berbagai macam jenis alat canggih untuk orang yang mengalami gagal ginjal ada di sana.Shinta berdecak kagum, menoleh kearah Arlan yang menemaninya untuk melihat-lihat seisi rumah, saat kedua-nya berada di dapur kering.Arlan bertanya sambil menatap mata gadis yang ada di sampingnya, "Bagaimana, apakah ada yang kurang Shin?"Shinta menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa semua yang ada di kediaman Arlan, "Tidak Pi, semua tampak lebih sempurna, saya rasa penentuan gizi untuk Leon sudah cukup. Kenapa jika semua sudah di fasilitasi begini, Papi masih membawa Leon ke rumah sakit?"Arlan yang mendengar panggilan Shinta mulai berubah padanya, sedikit tersenyum geli. Dia tampak seperti sudah tua, bahkan sebentar lagi akan memiliki cucu juga cicit."Sejak kapan kamu merubah panggilan mu? Cukup panggil Arlan saja. Karena kita hanya orang asing. Kamu menjadi menantu ku, hanya diatas kertas. Tidak resmi, dan keluarga besar ku juga tidak mengenal mu!" tegasnya.Shinta menaikkan kedua alisnya. Sejujurnya ingin sekali ia mengatakan bahwa Arlan lah yang diinginkan nya, bukan Leon ..."Sepertinya aku harus mencari cara, bagaimana caranya untuk menarik perhatian Tuan Arlan. Beliau benar-benar berbeda, dan ternyata sangat kaku, tapi menarik perhatian ku. Jika aku tidak agresif, maka kesempatan ku untuk menjadi Nyonya Arlan pupus sudah. Percuma jika memiliki uang banyak, jika menikah dengan pria yang tidak bekerja, pasti akan habis. Aku tidak tahu sampai kapan nafas Leon bisa bertahan ..." geramnya dalam hati.Mendengar isyarat Arlan membuat Shinta tertawa kecil, bercampur dengan rasa kesalnya ..."Jadi saya harus manggil apa, Pi? Sayang kah, honey, Mas, atau Abang?"Seketika Arlan terdiam, ia mendehem, dan berlalu. "Ehem ..."Arlan meninggalkan Shinta seorang diri, ia tidak ingin pelayan dapur, mengetahui tentang kegilaan menantunya yang sudah mulai menggoda perlahan.Sejujurnya Arlan sangat memahami, bagaimana perasaan Shinta. Harus menandatangani surat pernikahan, yang seharusnya tidak ia terima. Namun semua harus dilakukan Shinta untuk menemani Leon, untuk memperlama masa hidup putra kesayangan Arlan.Saat Arlan tengah berjalan menuju ruang keluarga, seketika Leon hadir, dan semakin mengejutkan bagi Arlan, "Pi ... mana Shinta? Aku ingin membawa dia keliling taman. Nanti malam tolong buatkan aku menu spesial, karena aku sangat menginginkan makanan yang lezat!"Arlan tersenyum sumringah, mendekati Leon, menatap mata putranya lebih dalam, "Apa yang kamu inginkan hmm? Jika kamu menginginkan makanan yang enak, sampaikan pada Shinta, tapi ingat ... jaga kadar gula dan kolesterol kamu. Papi tidak mau diabetes kamu kambuh, dan kita harus menjalani insulin lagi!"Leon menelan ludahnya, membayangkan jika penyakit diabetesnya kambuh kembali, dan menjalani penyuntikan insulin, dan pasti sangat menyakitkan, bahkan bisa jadi mempersingkat usianya. Sementara dia baru saja menikah, dan merasakan kebahagiaan yang tak sanggup di ungkapkan dengan kata-kata.Matanya mengarah pada Shinta yang mulai mendekat kearah mereka, namun Arlan tak menyadari karena dia masih berjongkok dihadapannya untuk mengingatkan Leon, yang duduk di kursi roda elektrik."Ehem ..." sapa Shinta tersenyum tipis, menatap wajah suaminya, dan sang idola Tuan Arlan.Leon melihat kehadiran Shinta sedikit berbeda karena membawa satu senyuman yang sangat manis, dengan jus buah dua gelas untuk membasahi tenggorokan kedua pria yang ada dihadapannya.Leon bertanya dengan penuh kebahagiaan, "Jus apa itu sayang?""Hmm jus buah strawberry dan melon," jelas Shinta menatap Leon dan Arlan bergantian.Shinta semakin mendekat, memberikan gelas untuk Arlan terlebih dahulu, "Minumlah Pi ... Papi pasti suka, karena sejak tadi pagi aku lihat Papi belum makan apa-apa," ucapnya lembut dan menggoda.Arlan membuka mulutnya, menyunggingkan senyuman lirih, karena Shinta tak mengindahkan ucapannya, untuk tidak memanggil Papi. Dengan sangat terpaksa dihadapan Leon, Arlan menerima gelas pemberian menantunya."Jangan salahkan jika suatu hari nanti aku tergoda ..." Hanya itu yang Arlan ucapkan dalam hati, saat menatap wajah cantik Shinta dari jarak dekat.Shinta menunduk malu dan hormat, dalam hatinya bersorak gembira, bahwa Arlan terpesona melihat kecantikan serta kebaikannya.Leon tersenyum melihat kedekatan istri dan papi-nya yang semakin tidak ada jarak. Sesuai permintaannya, setelah pernikahan mereka berdua di tandatangani, maka panggilan Shinta terhadap Arlan harus berubah.Shinta mendekati Leon, mencondongkan badannya agar lebih dekat dengan sang suami, menatap mata Leon dengan tatapan iba. Ia membantu Leon, dengan menempelkan sedotan di bibir tipis suaminya yang sudah mengering."Hmm ..." Leon menyeruput perlahan, kali ini ia benar-benar menikmati kelezatan jus buah yang diberikan Shinta dengan menutup kedua matanya.Shinta melihat wajah tampan, yang tak terlihat tampan itu dengan perasaan sedih, "Tuhan ... Kenapa Kau beri keluarga ini cobaan dari sakitnya Leon dan kehilangannya Yasmin istri Tuan Arlan? Bukankah mereka orang yang banyak uang, bahkan bisa membeli apa saja ... Namun melihat pria yang ada dihadapan ku kini, membuat aku tidak tega untuk berbuat apa-apa. Aku sungguh kasihan padanya ..."Arlan tersenyum sumringah, melihat Shinta memerankan peranan sebagai istri terlihat baik dan sempurna. Membuat ia memilih meninggalkan Leon bersama Shinta.Leon menyentuh tangan Shinta yang masih memintanya untuk menghabiskan jus yang ada dalam genggaman."Sa-sa-sa-sayang ... bisakah kita jalan-jalan ke taman samping? Aku ingin kamu memotongkan kuku ku yang sudah terlihat panjang. A-a-aku tidak ingin melihat mu terluka, jika aku tidur di dekatmu nanti," jelasnya ... Memperlihatkan kuku tangan yang tak berseri lagi, hanya terlihat buku-buku tangan itu biru tak berdarah dan kulit yang tak sehangat tubuh normal biasanya.Shinta yang merasakan keanehan pada diri Leon, bergegas mengusap lembut kening pria yang sudah berstatuskan sebagai suaminya itu ..."Sayang ... kamu kenapa? Kenapa tubuh kamu terasa sangat dingin? Tidak sehangat kemren?" pekik Shinta panik.Arlan yang mendengar suara Shinta bertanya dan menangis, berbalik dan berlari kearah semula untuk mendekati putra kesayangannya, kemudian bertanya, "Ada apa Shinta?"Shinta menggelengkan kepalanya, dia khawatir dengan kondisi Leon, hanya bisa meminta Arlan untuk segera menghubungi dokter pribadi Leon, "Cepat hubungi dokter Pi, karena Leon kembali kehilangan kesadaran!" perintahnya pada sang mertua, kemudian membawa Leon dengan gerak cepat menuju kamarnya ...Benar saja, teriakan dan kepanikan Shinta membuat semua petugas medis yang berada di kediaman Arlan bertindak dengan cepat. Dari selang oksigen, juga selang infus yang di pasang langsung oleh Shinta.Shinta menyentuh selang cuci darah yang berada di lengan Leon dengan sangat hati-hati, merasakan bahwa denyut nadi di sana sedikit mendesir namun telah melemah. Ia menelan ludahnya, seketika dia sadar ..."Sayang, kamu harus melakukan cuci darah lagi ..." bisiknya perlahan di cuping kiri Leon yang masih setengah sadar.Melihat kondisi Leon yang sangat memprihatinkan, membuat Shinta tak kuasa meninggalkan suaminya untuk pergi bekerja. Sudah dua minggu pria berusia 20 tahun itu terbaring lemah tak berdaya, di ranjang kamar dengan selang oksigen masih terpasang di hidungnya.Shinta masih enggan beranjak dari kamar itu, hanya untuk menemani Leon. Dengan menggenggam jemari tangan pria yang sudah berstatuskan suaminya itu.Sudah lebih seminggu pula Arlan menghabiskan waktunya bersama sahabat bisnisnya, dan belum mau kembali ke mansion.Seno menepuk pundak Arlan yang tengah termenung di ruang keluarga apartemen duda beranak satu itu, hanya untuk mengejutkan sahabatnya, "Kenapa kamu malah kembali ke apartemen? Apakah Leon baik-baik saja? Sehingga kamu mengundang ku kesini?"Arlan menggelengkan kepalanya, sesungguhnya dia sangat khawatir pada Leon. Tapi semenjak kepergiannya dengan alasan dinas, Shinta selalu memberitahu bagaimana kabar putra kesayangannya, melalui telepon serta pantauan melalui CCTV yang ia
Keheningan apartemen Arlan sangat menenangkan bagi duda beranak satu itu, saat dia mengenang semua kisahnya bersama Yasmin. Tentu saja istri tercintanya itu tidak terlupakan sampai kapanpun.Namun, semenjak pertemuannya dengan Shinta, membuat pikirannya seakan-akan mendapatkan angin segar, dalam pencarian cinta terakhirnya.Ya, kemiripan Shinta dengan Yasmin, sangat terlihat jelas. Dari tatapan mata yang sendu, bahkan kebaikannya pada Leon, mampu membius mata hatinya.Untuk itulah Arlan memilih tinggal di apartemen agar tidak tergoda oleh pesona sang menantu, yang sangat ramah juga hangat.Arlan memiliki insting yang luar biasa, jika menilai seorang wanita. Tapi apakah dia mampu, menolak Shinta jika terus menggodanya?Lamunan dua pria yang tengah bersantai itu seketika buyar, saat asisten rumah tangga Arlan, berlari menuju pintu utama, untuk menyambut kakak dari Almarhum Yasmin."Tuan, ada Mba Raline." Tutur wanita paruh baya yang menjadi asisten rumah tangganya. Arlan mendengus ding
Mata keduanya saling bertemu, Arlan tak mampu untuk tidak mendekati Shinta. Gadis ceria nan hangat, membuat ia benar-benar tergoda pada menantunya sendiri. Jantung mereka berdegup kencang tak karuan, terlihat guratan gugup saat mata mereka saling menatap. Hanya satu yang ada dalam benak Arlan,"Cantik ..."Kekaguman Arlan semakin terlihat jelas dari rona wajahnya, saat ia langsung memberikan tas yang ada ditangannya kepada salah satu pelayan. Tatapan mata yang dulu tak merasakan apa-apa, kini semakin merasakan sesuatu yang sangat berbeda.Arlan mendekatkan wajahnya, hanya untuk mencium aroma wangi yang menyeruak dari tubuh gadis, yang mengaku masih perawan dihadapannya beberapa waktu lalu.Shinta tersentak, saat jemari tangan Arlan menyentuh kulit wajahnya, menatap mata Arlan yang juga tengah menatapnya, "Papi, kenapa baru pulang sekarang? Tadi ada keluarga Leon yang datang ke sini, tapi wanita itu tidak Shinta beri ruang untuk bertemu dengan Leon, karena suami ku sedang istirahat. Ja
Mendengar penuturan mertuanya, Shinta antara ingin bersorak gembira, atau bahkan sedih setelah mendengar kejujuran dari seorang Arlan, yang tergoda akan pesonanya.Shinta menautkan kedua alisnya, menatap wajah Arlan yang memang sudah sangat dekat dengan wajah cantik itu, kemudian berkata hanya sekedar menggoda, "Maaf Pi ... maksudnya terpesona atas apa? Aku hanya mengatakan ingin merawat Leon, bukan untuk merayu Papi," dalihnya dengan dada bergemuruh senang. Arlan menahan rasa malunya. Entahlah, kali ini ia seperti dipermalukan oleh seorang gadis, yang benar-benar sangat menarik perhatiannya."Sudahlah lupakan saja. Oya, apa kamu ada waktu? Kita akan membahas tentang perjanjian karena ada beberapa yang harus aku perbaiki, karena lebih baik kita bicarakan sedari awal. Agar kamu tidak kecewa," pintanya mengalihkan pikiran Shinta.Sejujurnya semua itu hanya akal-akalan Arlan, karena tidak mampu menjawab godaan dari menantunya sendiri.Ya ... Shinta semakin menarik perhatian Arlan. Ketul
Suasana pagi begitu menyibukkan bagi Shinta dalam merawat Leon. Membersihkan tubuh suami yang masih dalam kondisi lemah, dengan memakaikan baju kaos pilihan pria yang menikahinya secara kontrak tersebut, setelah menyeka tubuh Leon menggunakan air hangat."Sa-sa-sa-sayang, bisakah kamu menolong ku untuk menjahitkan celana pendek aku yang itu?" tunjuknya pada celana berbahan katun, yang robek di bagian kantong celananya.Shinta mengalihkan pandangannya kearah tunjuk Leon yang masih duduk di bibir ranjang tanpa mengenakan underwear. Untuk diketahui, selama pasien melakukan cuci darah rutin, selama itu pula ia tidak mengeluarkan air seninya.Shinta mengangguk, dia mencari jarum dan benang yang pernah ia lihat di dalam laci kamar suaminya tersebut. "Sayang, dimana jarum jahitnya? Kemaren aku lihat ada disini, kok sekarang enggak ada? Apa ada orang lain yang masuk ke kamar kita? Karena setahu aku, kamar ini tidak boleh siapapun yang masuk," celotehnya masih mencari-cari keberadaan jarum jah
Shinta masih berusaha merayu suaminya, dia tidak ingin Leon bersedih atas sikapnya. Bagaimanapun ia menyadari kesalahan yang telah dilakukan sehingga melukai perasaan Leon. "Sayang ... aku minta maaf padamu. Bagaimana hari ini kita jalan-jalan, atau belanja. Kebetulan keperluan kewanitaan ku habis, jadi aku ingin membeli beberapa kebutuhan, dan kita bisa jalan-jalan di pusat perbelanjaan," pujuknya mengecup punggung tangan Leon.Leon yang tidak pernah keluar rumah, semenjak sakit, seketika menyetujui permintaan Shinta, "Tapi kamu harus janji satu dengan aku," rungutnya.Shinta mendekatkan wajahnya lebih dekat pada Leon, menggenggam erat pada pegangan kursi roda, "Apa hmm?"Leon tersenyum sumringah, wajah pucatnya seketika merona malu. Dia tidak pernah mendapatkan perhatian khusus dari orang lain seperti yang dirasakannya ketika bersama Shinta.Beberapa tahun lalu, saat Leon menjalin hubungan dengan Cua, hanya dirinya lah yang selalu merayu, berbuat baik pada gadis itu. Bahkan jika keka
Cukup lama Arlan menghabiskan waktu di ruang meeting bersama pihak manajemen rumah sakit internasional, hanya untuk mendengarkan laporan tahunan, serta perencanaan enam bulan kedepan. Tentu ia dihadapkan dengan Raline juga Seno yang duduk persis dihadapannya.Ketika break makan siang yang telah dipersiapkan team management, Arlan memilih meninggalkan ruang meeting menuju ruangannya. Tentu Mia mengejarnya, untuk meminta tanda tangan duda tampan beranak satu tersebut.Mia bertanya sedikit gugup karena sejak tadi Arlan tidak mengacuhkan secretarisnya, "Ma-ma-maaf Pak ... bisa kita menandatangani berkas dulu sebelum makan siang?"Arlan hanya menjentikkan jarinya, agar Mia meletakkan berkas diatas meja kerjanya, dan meminta wanita itu pergi dari ruangannya. "Panggil Seno untuk makan bersama di ruangan saya. Satu lagi, kembalikan posisi Raline untuk sementara waktu, beri dia kontrak tiga bulan, sambil kita mencari kandidat yang lain! Shinta masih sibuk mengurus
Di keheningan ruangan mewah yang berada di lantai sembilan itu, Arlan masih membiarkan Seno dengan pikirannya sendiri, sambil menikmati hidangan makan siang mereka berdua. Seketika ia teringat akan Liberti yang menunggunya di restoran, "Agh ... sial!" umpatnya.Seno terhenyak seketika, "Hmm?"Arlan memukul meja yang ada dihadapannya, setelah menyantap lahap makan siang yang tidak senikmat hidangan pelayan mansion mewahnya. "Mama mertuaku ada di restoran. Entah ada urusan apa dia menemui aku. Aku sama sekali sudah muak dengan keluarga Almarhumah Yasmin. Lebih baik aku menghindar. Pasti yang mereka bahas, Raline, Raline, dan Raline. Wanita itu memang benar-benar mengganggu aku sejak dulu hingga kini. Dari Yasmin masih hidup, sampai dia tidak ada. Aku jadi seperti terganggu dengan wanita paruh baya itu! Ingin rasanya aku memaki Mama Liberti, membalikkan semua kata-kata penghinaan yang dikatakannya padaku. Tapi aku masih belum bisa, karena aku masih sangat menghargai d
Sejuk angin berhembus perlahan, menyentuh kulit halus Alexa sambil menatap penuh cinta ke arah Brian. Tidak ada yang lebih indah, selain menjadi wanita dewasa di hadapan pria yang memperlakukannya dengan sangat baik. "Mr. Baby ..." terdengar suara serak Alexa menoleh ke arah Brian. "Hmm ..." Brian masih terus mengusap lembut punggung Alexa dengan sentuhan jemarinya yang sesekali mengecup lembut kepala gadis itu. Alexa tersenyum tipis, "Apakah yang kita lakukan ini salah, Mr. Baby? Kenapa aku merasa nyaman denganmu. Apakah, kamu akan mencampakkan aku jika mengalami sakit seperti Mama Cua?" Seketika Brian terdiam, rahangnya mengeras dan menghela nafas berat. Semua ini sangat berat baginya untuk menjelaskan bahwa ia juga terperangkap atas ketidakjujuran Cua--sang istri. "Aku tidak pernah ingin meninggalkan kamu, Baby. Bagiku, kamu wanita cerdas dan sangat patuh serta pantas untuk di pertahankan. Aku tidak akan menjanjikan apapun padamu, tapi aku akan memberikan yang terbaik untukmu
Wajah tampan bak artis Korea itu seketika berubah menjadi seorang pria yang memiliki rasa bersalah pada Arlan juga Shinta sang mantan istri. "Bukankah sejak dulu Shinta sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hidupku, tapi kenapa aku justru menyakitinya dan akhirnya meninggalkan Cua begitu saja. Aku harus bertemu dengan Cua, aku tidak ingin melanjutkan perdebatan ini, karena hal ini tidak akan pernah usai ..." tuturnya dalam hati ketika mengemudikan kendaraan menuju kediaman Brian. Leon yang selama ini hanya mendengar cerita dari Duke melalui sambungan telepon tentang Cua, tapi tidak pernah bisa bertemu dengan sang mantan kekasih, justru merasa terjebak karena ulah pria itu yang memiliki dendam karena putri kesayangan mereka dihina oleh sikap Arlan beberapa waktu lalu. "Jika benar Cua melahirkan Alexa, berarti selama ini papi sudah mengetahui semua tentang aku, kenapa pak tua itu tampak segar dan jauh dari stroke sesuai apa yang dikatakan oleh Dokter Salim padaku ..." Kembal
Suasana apartemen milik Brian pribadi sangatlah berbeda dengan mansion mewah miliknya bersama Cua. Gadis muda nan cantik rupawan itu benar-benar tak berkutik dibuat pria bule tersebut, karena tidak menyangka bahwa yang tengah menikmati keindahan surga dunia bersamanya itu merupakan anak tiri darinya. "Tidurlah baby. Aku tahu, kamu pasti lelah setelah seharian melayani aku," titahnya mengusap lembut kepala Alexa kemudian mengecup bibir itu untuk kesekian kalinya. Alexa menggeliat, ia semakin terlihat jatuh hati kepada Brian. Pria beristri yang sangat baik dan bertanggung jawab tersebut. ***Sementara itu di kediaman Arlan, Shinta justru tampak kalut karena tidak menemukan keberadaan putra-putri kesayangannya. Bagaimana tidak, cukup lama mereka saling bercerita dengan cara yang berbeda, kini justru keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Sandy ataupun Alexa. Shinta berteriak keras kepada para pengawalnya, "Cari Alexa dan Sandy saat ini juga! Bawa mereka pulang, karena ada hal yan
Suasana siang itu semakin terik. Entah mengapa mansion mewah milik Keluarga Arlan, tampak seperti neraka yang akan hancur dalam hitungan detik. Shinta melemparkan beberapa perkakas yang ada diatas meja riasnya, karena tidak menyangka bahwa Arlan memiliki anak dari perempuan lain, bahkan wanita itu merupakan Raline, musuh bebuyutannya selama ini. Arlan justru semakin mendekat kepada Shinta, walau langkah kakinya sangat sulit untuk digerakkan. "Dengar sayang, aku tidak pernah melakukan hal itu dengan Raline. Aku benar-benar lupa, aku bersumpah tidak pernah bertemu dengan dia setelah kejadian di Santo Stefano, Shinta. Please ... aku mohon, jangan pernah percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan pria itu, sayang. Kamu harus percaya padaku, karena aku suamimu!" Dengan cepat, Shinta menepis semua ucapan Arlan. Ia tidak menyangka bahwa selama ini sang suami tercinta telah tega mengkhianatinya selama pernikahan mereka yang hampir menginjak sembilan belas tahun. "Katakan jujur sama aku,
Dapat dibayangkan bagaimana perasaan Sandy sebagai putra mahkota satu-satunya yang akan mewarisi semua harta kekayaan Arlan Alendra. Kini ia benar-benar tidak dapat berpikir jernih, karena telah menghabiskan malam bersama wanita yang merupakan adik tirinya. "Apakah benar Janet merupakan anak dari Papa Arlan? Kenapa dunia ini begitu sempit? Apa maksud Tuan Laren memperkenalkan Janet pada keluarga ku, bahkan mereferensikan gadis itu untuk menjadi secretaris pribadi ku ..." umpatnya, meremas kuat rambut ikal itu dengan perasaan bersalah. Seketika telinganya menjadi lebih awas, karena mendengarkan suara sang mama, yang terus memanggil kedua buah hatinya, "Sandy, Alexa!" Kedua putra-putrinya seketika muncul dihadapan Shinta yang langsung berhambur memeluk tubuh ramping sang mama dengan penuh kerinduan. Alexa menciumi pipi Shinta, sesekali melirik tajam kearah Sandy yang berdiri di sisi kanan sang mama. Terdengar suara rengekan Alexa yang sangat manja ditelinga Shinta, membuat wanita o
Tepat pukul 04.00 waktu Singapura, mereka tiba dibandara Changi tanpa mau bicara sepanjang penerbangan. Brian yang tak kuasa menahan rasa keingintahuannya, berkali-kali mencoba untuk mencari informasi dari kerabat dekatnya, Dokter Albert yang selalu ada dalam masa sulitnya ketika berusia muda dulu. [Bisa katakan padaku, apakah kamu mengetahui tentang Laren] Terdengar helaan nafas Albert dari balik gawainya, membuat Brian kembali menanyakan hal yang sama. [Albert, jawab aku! Apakah kau mengetahui tentang status Laren] [Ogh, boy! Sorry, mataku masih mengantuk, karena aku baru saja terlelap. Aku pikir yang menghubungi aku pasien, ternyata kamu. Bagaimana jika kita bertemu nanti siang di hotel ku. Aku istirahat dulu, oke] Tidak ada pilihan, Brian menuruti semua permintaan Albert, karena sejak dulu mereka selalu saling mengerti profesi masing-masing. Dengan tatapan lelah, Brian menoleh kearah Alexa yang meringkuk di dekapannya sejak memasuki mobil SUV yang sudah menunggu kemudian me
Cukup lama Brian menghabiskan waktu bersama sang kekasih didalam kamar hotel, sehingga melupakan waktu pertemuan mereka yang tinggal satu lagi untuk pengiriman barang, kemudian kembali ke Singapura sesuai jadwal yang sudah ditentukan keluarga. Tampak kegelisahan dihati Sandy, karena belum mendapatkan kabar dari sang adik tiri seraya bergumam dalam hati, "Kemana Alex? Apakah dia baik-baik saja ...?" Gegas Sandy meninggalkan restoran hotel tempat mereka menginap, hanya untuk memastikan keadaan Alexa, serta mencari tahu keberadaan Brian yang juga tidak menampakkan puncak hidungnya sejak malam. Tanpa Sandy sadari, ia meninggalkan gawai miliknya diatas meja restoran dengan merekam semua pembicaraan mereka, yang akan ia serahkan kepada sang papa. Akan demikian, ketika Sandy akan keluar dari pintu lift ketika tiba dilantai tempat mereka menginap, ternyata ia melihat pemandangan yang tidak biasa, Alexa tengah tertawa bahagia bersama Brian dengan wajah cerah selayaknya dirinya yang telah
Suasana kamar milik Alexa yang awalnya terasa sangat sejuk, kini berubah menjadi panas ketika kedua insan itu masih mendesah nikmat dalam suasana yang dimabuk hasrat juga gairah. Brian yang sudah lama tidak merasakan kehangatan dari seorang wanita, seakan banyak menuntut, karena tidak dapat menghentikan sentuhannya. "Stophh baby ...!" Alexa mengehentikan tangan liar Brian yang akan memasuki jemarinya ke lembah surga yang sudah tidak terhalang benang. Pandangan Brian yang berkabut gairah, hanya terus menciumi leher jenjang Alexa yang sangat memabukkan seraya berbisik, "Please babyhh ... kita merupakan kekasih. Aku sangat menginginkan mu, baby." Sejujurnya saat ini Alexa juga merasakan hal yang sama seperti Brian. Tapi kali ini pikirannya sedikit terganggu karena kondisi sang papa yang tengah sakit membuat dirinya berpikir dua kali untuk melakukan hal itu. "Maaf sayang, kembalilah kekamar mu. Aku tidak ingin melakukannya dengan cara seperti ini. Papa sedang sakit, dan jujur perasaan
Suasana Kota Roma yang sangat sejuk. Alexa hanya terus menyibukkan diri tanpa mau berbasa-basi dengan Sandy, karena perasaan kesal juga kecewa pada abang angkatnya tersebut. Bagaimana tidak, ia harus melihat pria muda itu tidur satu kamar dengan Janet, tanpa memikirkan bagaimana perasaannya sebagai seorang wanita muda yang juga memiliki perasaan.Dengan wajah menekuk murung, Alexa hanya menghabiskan malamnya dikamar hotel tanpa mau bertemu dengan siapapun termasuk Brian yang memilih pergi menghabiskan malam disalah satu club' kasino yang terletak di Kota Roma.Tak ingin menjawab pertanyaan Brian ketika kesibukan mereka disela-sela padatnya jadwal pertemuan dengan beberapa rekan bisnis yang berada di sana.Entah mengapa, perasaan Alexa seakan hancur setelah menyaksikan kemesraan Sandy bersama Janet yang sangat mengejutkan, ketika melihat pria muda itu berada diatas tubuh secretarisnya sendiri. "Kenapa aku harus percaya padanya? Kenapa dia tidak pernah jujur padaku, bahwa Sandy memang m