Irma kaget dan tampak marah mendengar apa yang aku katakan. Mungkin saja itu benar apa yang aku katakan sehingga Irma terdiam sejenak meloto ke arahku.
Biasanya ia akan segera membantah sepertinya hari ini Irma seperti menahan dan tak ingin sembarangan berkata.
"Kamu sekarang mulai berani padaku ya! Dahulu kamu cupu dan pura-pura kalem. Sekarang sifat asli kamu mulai kelihatan," seru Irma.
"Orang itu ada batas sabarnya. Aku muak menjadi orang lemah dan ditindas oleh orang murahan sepertimu, oh iya kok pertanyaanku nggak dijawab. Siapa yang aku laporkan polisi sehingga kamu ikit nggak terima?" ucapku tegas.
Irma mundur selangkah demi selangkah. Tapi aku maju selangkah mengokutinya yang mundur satu langkah. Aku sekarang akan balik menyerang setiap orang yang menindasku.
Menjadi orang baik akan terus disakiti juga ditindas oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka puas kalau orang ditindas tidak melawan.
Apa mereka pikir mereka itu he
Irma geregetan mungkin mendengar pertanyaanku. Orang seperti Irma ini yang aku herankan kenapa tak pernah kapok ya melakukan kejahatan."Kau ini sungguh keyerlaluan. Kau sengaja membuatku bicara pekerjaan sampingan yang aku lakukan. Kamu wanita rubah!" gertak Irma."Kau yang pertama melakukan kejahatan padaku. Kau yang duluan menggangguku kenapa seakan jadi aku yang jahat dan kau yang tertindas?" tanyaku dengan santai.Irma terlihat menggertakkan giginya. Aku semakin sengaja ingin membuatnya marah. Seseorang jalang yang meneriaki orang lain sebagai jalang. Kurang ajar sekali dia ini, coba mau menjawab apa lagi dia ini?"Aku hanya bertanya baik-baik kau yang terus menekanku untuk membuka aib di depan umum 'kan. Kau yang melakukan trik murahan Dara bukan aku," ucap Irma."Aku yang menggunakan trik kotor. Bagaimana mungkin aku yang sedari tadi sibuk bekerja bisa membuat keributan. Orang yang suka mencari kebenaran biasanya adalah pelaku yang sesungguh
Antrean terlalu panjang seperti ini mengapa membuatku kesal. Seperti sia-sia tadi aku buru-buru dan menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat. Ternyata sampai kampus banyak sekali yang sudah bersusah payah untuk sampai ke titik ini."Dara kenapa kamu duduk di sini?" tegur seorang temanku."Aku sedang menyerahkan hasil akhir skripsiku. Tapi antrean banyak begini. Kamu juga satu dosen pembimbing denganku 'kan?" tnayaku."Kau salah mengantre. Dosen pembimbing kita ada disana, bukan disini," temanku menunjuk satu ruangan yang ada disana.Aku jadi malu karena bisa salah ruangan. Mungkin karena mengantuk dan terlalu bersemangat. Saatnya menuju ruang dosen untuk segera mengumpulkan naskah skripsiku. Hatiku bergetar hebat dan selalu berdoa semoga aku bisa lanjut sidang."Bagimana Dara hasilnya?" tanya temanku yang sudah selesai bimbingan."Aku sudah selesai bimbingan dan juga di acc menuju sidang tapi harus banyak revisi," jawabku."Kalau beg
Husna menatapku tajam. Sepertinya dia sangat marahh dengan apa yang aku tanyakan tapi 'kan jika kau tidak bertanya nanti bagaimana kalau beneran dia tidak menyayangi anaknya sendiri dan sibuk bermesraan dengan lelaki manapun yang dia suka.Aku hanya memikirkan nasib bocah yang dilahirkan oleh Husna. Bayi itu nanti akan tumbuh besar dan ketika melihat anak-anak yang lain bersama sang ayah namun dia sendiri tidak bagaimana rasanya."Halah itu urusan belakangan Dara. Nanti aku tinggal bilang bapaknya sudah mati atau apalah kecuali lingkungan sini ada yang ember mulutnya kaya ibu-ibu di warung sini nih. pasti sudah pada heboh ngomongin aku yang hamil lagi 'kan," celetuk Husna yang aku rasa otaknya sudah gila."Heh Husna kamu memang benar-benar nggak punya hati nurani ya. Mau sampai kapan kamu seperti ini terus. Kalau ada kejadian kedua seperti ini apa kamu mau melahirkan anak tanpa suami untuk yang ketiga kalinya, terus nggak dinikahin lagi?" tanya bu Endang yang ke
Bu Endang kesal sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Mamat. Sudah tidak mau bertanggung jawab masih saja mengatakan hal yang menjengkelkan. Perut sudah besar seperti ini kenapa di suruh menggugurkan. Dasar lelaki tak punya hati."Heh kamu ini pemuda tidak punya otak ya. Ini perut juga sudah besar apa tidak ada sedikitpun kamu menyesal menghamili anak orang. Kamu tidak takut karma yang akan datang. Kamu punya adik perempuan juga apa tidak takut akibat ulahmu adikmu akan bernasib sama dengan wanita yang kau campakan ini nantinya?" tanya bu Endang."Itu urusan belakangan bu. Adik saya saya jaga ketak tidak boleh sembarangan mengenal pria!" seru Mamat yang berhati busuk itu.Bu Endang masih melawan kata-kata Mamat yang menyakiti hati seluruh wanita. Tapi Husna sekarang mengeluarkan suaranya. Ia sudah tidak mau dihina lagi sama Mamat ia memutuskan untuk tetap melahirkan anaknay walau tanpa pertanggungjawaban Mamat."Bu Endang sudah cukup. Kita pulang saja
Ternayata itu adalah pak Hansip warga kami. Beliau melerai kedua belah pihak agar tidak ada yang bertengkar sampai jambak-jambakan lagi."Bu mutia duluan yang melakukan kejahatan pak. Dia mau jual anak saya katanya!" seru bu Endang sambil membetulkan kerudungnya."Halah bu Endang duluan yang ikut campur urusan anak saya yang hamil lagi," jelas bu Mutia sewot."Anakmu hamil lagi?" tanya pak hansip terkaget-kaget.Pak Hansip yang kaget itu refleknya sungguh lucu. Aku terpingkal saat ia mencengkram lengan tangan bu Mutia lalu di suruh duduk di bale-bale dan di introgasi."Biasa saja pak Hansip. Memang benar kok kami semua tadi habis ke rumah si lelaki itu tapi nggak mau tanggung jawab lagi," jawab bu Sri."Bu Mutia apakah betul apa yang dikatakan oleh bu Sri barusan?" tanya pak hansip.Bu Mutia membetulkan apa yang dikatakan oleh bu Sri. Ia juga mengomel warga desa sukma jaya itu suka ikut campur terlalu dalam urusan pribadi tetangganya.
Pak hansip desa kami pergi sampil memberikan kode dari tangannya. Tapi aku tidak tahu apa artinya itu. Ibu-ibu pada ngomel dan tertawa lagi karena tingah lucu pak hansip. Beliau itu memang kalau sore apalagi malam suka keliling sekitaran desa untuk patroli. Aku rasa pak hansip kabur karena melihat sesuatu yang membuatnya takut."Walah ada ibu-ibu cantik di sini pantesan hansip saya kok nggak nongol-nongol, sampai lupa di mintai tolong apa," ucap pak rw yang berkeliling menggunakan motor."Eh pak rw memangnya pak hansip dimintai tolong apa pak?" tanya bu Endang."Ya sesuatu yang bersifat rahasia pokoknya," balas pak Rw."Jangan-jangan pak rw punya istri muda ya?" tanya bu Endang lagi menyelidik.Pak rw tersenyum sinis pergi meninggalkan ibu-ibu yang masih sibuk bergosip. Beliau menyalakan motor dan kembali berkeliling desa. seperginya pak rw dari lingkungan tempatku tinggal mereka kembali sibuk bergosip."Bu kok suami saya nggak pulang-pulang
Bapakku tersenyum ke arah ibu tapi belum berbicara apa yang beliau mau. Bapak melanjutkan makan sampai selesai barulah mengutarakan isi hatinya."Bapak mau pergi mancing bu sama pak somat. Sama pak nurdin juga," jawab bapakku meminta ijin pada ibuku."Mancing apa mancing keributan. Malam-malam mau mancing kemana. Lebih baik juga istirahat di rumah pak-pak!" seru ibuku.Bapak masih memohon dengan merayu dan menjanjikan nanti akan di bawakan ikan yang banyak kalau diijinkan memancing bersama teman-temannya atau bapak-bapak yang lain yanh juga warga komplek desa ini."Sekali saja bu nanti bapak bawain ikan yang banyak bu, percaya deh sama bapak," bujuk bapakku."Halah di rumah ini loh ikan banyak nggak usah mancing segala ke rawa-rawa. Setiap hari juga ada banyak ikan sampai ember pada penuh!" tegas ibuku.Bapak tak kehabisan akal. Beliau mengeluarkan uang dari saku celananya dan menyerahkan pada ibu. Melihat banyak uang yang diserahkan padanya
Aku jadi celingukan melihat sekitar apakah ada orang yang mencurigakan atau tidak. Aku sungguh penasaran dengan siapa Irma makan siang hari ini. Duh sampai segini keponya aku ya."Sudah ah jangan kepo lagi yuk kita bayar makan habis itu kita kembali ke kantor," ajak Desi."Ya udah ayo kita bayar dulu. Sudah siang juga nanti keburu lewat kena omel kita," ucapku.Kami semua sudah membayar dan pulang ke kantor. kami langsung mengerjakan tugas kami masing-masing. Entah kenapa aku masih penasaran dengan siapa Irma makan siang tadi."Duh kenapa pikiranku nggak bisa fokus sih," keluhku."Kenapa sih Dar. Apa ada masalah?" tanya bu Sari."Enggak sih bu cuma ada sedikit kendala saja," jawabku.Bu Sari mengernyitkan dahinya dan menatap dengan tatapan tajam padaku. Aku tak bisa menyembunyikan kebohongan dan menceritakan apa yang aku lihat tadi siang. Bu Sari menganggukkan kepala tanda mengerti."Kamu tidak usah lagi mencampuri urusan orang
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal