Bu Endang menatap bapakku tajam. Ingin aku tertawa keras tapi takut nanti akan membuat malu bu Endang. Aku sangat suka dengan gaya bapak membalikkan kalimat bu Endang tadi yang mengingatkan untuk ingat ada tetangga yang berprofesi sebagai tukang masak.
"Loh kenapa harus ingat tetangga pak Harun?" tanya Ratna."Kata bu Endang aku makai jasa katring karena nggak mau ingat ada tetangga yang tukang masak juga takut masakannya dibawa pulang sama yang masak," jawabku."Ibu ini gimana sih. Kalau aku mah mendingan katring sudah terima beres nggak capek," balas Ratna.Ratna menggerutu kesal dengan pemikiran ibunya yang masih kolot. Emang enak apa ya ibu dan anak ini sedikit merasa malu karena ada perbedaan pendapat."Ratna nggak boleh begitu kita ini hidup bertetangga ya harus gotong royong minta bantuan tetangga. Itung-itung bagi rejeki gitu loh!" seru bu Endang."Bagi-bagi rejeki apa sih bu yang ada kita jadi tekor. Enak kaya Dara gini katring biaya murah makanannyRatna malu dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. Dia juga menatapku tajam seakan tahu kalau aku menutupi semuanya kebenaran tentang siapa Nungki.Aku tersenyum saat tahu Ratna menatapku dengan tatapan kekesalan karena sengaja menyembunyikan identotas Nungki yang sebenarnya. "Dara sebenarnya kamu itu bilang ke orang lingkungan sini Nungki itu apa sih. Bikin malu aku saja?" tanya Ratna."Dia sendiri yang bilang ke ibu juga warga sini kok kalau Nungki ini hanya tukanh cuci piring di restoran," jawab bu Endang semakin kesal karena tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.Aku membenarkan apa yang dikatakan oleh bu Endang. Ratna sempat marah padaku karena tidak mengatakan siapa Nungki yang sebenarnya kalau begini 'kan ibunya bisa jadi bahan omongan rombongan keluarga yang dibawa oleh Nungki saat lamaran saat ini."Kamu sengaja ya membuat ibuku ditertawakan oleh kalangan kelas atas. Serta mendapatkan penilaian pertama yang buruk oleh Bagas?" tanya Ratna kesal."
Aku mendengar kedua calon mertuaku membicarakan anaknya yang bisa mengontrol emosinya. Biasanya Nungki paling tidak bisa diam saja ketika ada orang yang membuatnya tidak senang. "Itu Nungki anak sulung kita. semenjak kenal Dara sifatnya banyak berubah lebih baik ya pi. Tidak seperti dulu arogan juga suka bertindak semena-mena ketika ada orang yang membuatnya kesal," jawab bu Rina. "Kamu benar mi. Papi juga melihat perubahan besar itu. Sepertinya dia sudah menemukan orang yang cocok untuk mendampinginya lebih baik kita dukung saja apa yang ingin lakukan," ucap pak Maulana. Acara sudah selesai kami semua sudah rapi-rapi juga rombongan besan sudah pulang ke rumah masing-masing. Ratna masih berada di rumahku bersama calon suaminya Dokter bagas. Tak henti-hentinya itu bu Endang kepo banget dengan berapa biaya membuat pesta lamaran seperti yang aku gelar ini. "Tadi katanya harus ingat tetangga bu yang tukang masak. bagi-bagi rejeki gitu loh masa habis ngomongin or
Estel melihat ke arah bu Endang. Ketiga dayangnya juga turut serta menatap wajah bu Endang yang berani mengatakan nona mudanya sebagai seorang pelakor."Pacar putrimu? Kamu halu ya bu, putri yang kamu banggakan ini selalu ingin menjadi istri orang kaya. Dia secara tidak malu mendekati para pemuda kaya di kota ini!" seru Estel."Tidak mungkin kamu yang kegatelan memangnya kamu mempunyai prestasi apa sehingga mampu bersaing dengan anakku yang genius ini?" tanya bu Endang kesal.Estel memerintahkan ketiga orang setianya untuk mengatakan siapa dia sebenarnya. Lalu juga melihatku dan mengode siapa Estel yang aku tahu. Tentu saja ketiga orang kepercayaan Estel itu mengatakan dengan lantang siapa nona besarnya."Kamu rakyat jelata tahu apa. Mungkin di rumahnya tidak punya televisi atau ponsel pintarnya itu tidak ada kuota datanya sehingga tidak tahu siapa nona kami," ejek salah satu dayang Estel."Ponselnya hanya digunakan untuk gosip saja makanya o
Ratna menatapku tajam ia menyalahkanku kalau sengaja mengundangnya ke acara lamaran untuk mempermalukannya. Dia menuduhku mau pamer kalau mendapatkan orang kaya sekaligus mengadakan pesta yang mewah."Apa sih bu. Aku ini sedang dijebak oleh Dara untuk datang ke acara lamarannya untuk dipermalukan seperti ini," jawab Ratna."Sudah salah menyalahkan orang lain. Memang buah tak jatuh dari pohonnya benar-benar mirip sama ibunya," balas bapakku.Aku meluruskan segalanya kalau aku ini tak berniat menimbukkan kesalahpahaman antar tetangga. Mana aku tahu kalau kejadiannya akan seperti ini. Ternyata Bagas yang dibawa oleh Ratna dan dikenalkan sebagai pacar Ratna ternyata memiliki hubungan dengan wanita lain yang merupakan putri dari walikota."Bagas lebih baik katakan yang sejujurnya kalau seperti ini aku seperti dikambing hitamkan oleh Ratna dan ibunya. Aku tak mau menjadi bahan gosip yang menimbulkan fitnah," ucapku."Memang benar kok Ratna ini mendekatiku hanya in
Estel bertanya pada Ratna mengenai bagian mana yang kami bicarakan merupakan sebuah fitnah. Sekelas Estel mungkin tidak akan memfitnah orang sembarangan kecuali rival dalam dunia politik."Iya Ratna kamu nggak boleh asal menuduhku. Aku memfitnah kamu apa?" imbuhku."Kalian bersekongkol menjatuhkan nama baikku. Estel menggunakan jabatan ayahnya untuk menyuap Dara agar mempermalukan aku. Dan kamu Bagas lelaki mokondo yang hanya memanfaatkan wanita untuk menguatkan posisimu," ucap Ratna.Sepertinya jawaban Ratna ini tidak nyambung. Kami bertanya bagian mana yang merupakan fitnah kenapa dia jawab yang menjadi asumsinya belaka. Aku semakin pusing dengan orang yang pandai berkelit seperti Ratna ini."Kami tidak bersekongkol apa buktinya kami bersekongkol?" tanya Estel.Estel merangkul lengan tangan Bagas juga mengatakan kalau sudah janjian sama Bagas untuk menghadiri acara lamaran sahabatnya. "Tapi Bagas adalah kekasihku. Kalian berselingkuh di belakangku!" seru R
Nungki hanya tertawa tak menjawab apa yang aku tanyakan padanya. Ia mengucapkan selamat malam karena sudah waktunya untuk istirahat."Tidurlah tidak ada hukuman untukmu!" seru Nungki."Baiklah aku tutup telponnya," jawabku.Ku letakkan ponsel diatas meja kamarku lalu aku tidur terlelap karena kecapekan. Pagi pun tiba sura riuh orang yang lalu lalang juga gosip yang terdengar di warung sayur semuanya menjadi satu menambah keramaian pagi ini."Sudah jam berapa ini apa aku terlambat bangun lagi?" gumamku."Nanti kalau sudah resmi jadi istri orang jangan bangun jam segini. Kamu mau biarin suamimu kelaparan di pagi hari hah!" seru ibuku yang berada di luar kamar menggedor pintu.Aku menjawab teriakan ibuku kalau sudah bangun. Aku menggerutu kesal masak di pagi hari buat apa Nungki terbiasa masakan koki kelas atas. Apa akan mau makan masakanku yang hanya biasa makanan rakyat jelata."Ribut banget ibu-ibu di luar sana ada apa lagi sih," gumamku."Ratna dijem
Ratna mendengar apa yang dikatakan oleh bu Arum dan bu Lastri. Anak itu benar-benar tidak ada sopan santunnya ia mendamprat bu Arum juga bu Lastri seenak jidatnya. Ia tidak bisa membedakan teman sebaya atau orang tua."Heh ibu-ibu tukang gosip. Bisanya cuman gosip doang. Lebih baik pulang siapkan makanan untuk suami," balas Ratna."Yang tukang gosip bukannya ibu kamu. Anak muda katanya berpendidikan tidak ada sopan santunya sama sekali," ketus bu Sri.Ratna membantah omongan bu Sri kalau ibunya bukan tukang gosip melainkan sebauh fakta yang diomongkan. Ia tak terima kalau dikatai anaknya tukang gosip juga berpendidikan tapi tak punya sopan santun."Kalian yang iri sama aku. Anak kalian mana ada yang sekolah tinggi paling juga smp langsung berhenti sekolah makanya sekarang pada suram masa depannya," ucap Ratna."Istigfar Ratna nggak boleh ngomong begitu. Anak bu Sri dan bu Lastri juga sekolah tinggi kok terbukti pada dapat jabatan tinggi di pabrik,"
Tegar menatapku dia membungkuk memberi hormat juga menyapaku dan ingin mengantarku menggunakan mobi sampai tempat kerja. Namun aku menolaknya dan meminta ia segera mengantar Ratna bekerja. Tidak enak jika terlihat orang lain aku yang dibawa olehnya bukan. Nnati si bu Endang bisa memutar balikkan fakta aku sudah menerima lamaran orang tapi masih kegatelah merebut pacar putri kesayangannya.Walau ada bu Lastri dan bu Sri yang menjadi saksi tapi yang namanya mulut manusia memang tidak bertulang akan menjadi fitnah buatku yang akan melangsungkan pernikahan."Dia ibu Dara calon istri bapak Nungki. Aku hanya orang kepercayaannya di salah satu cabang. Bukankan aku seorang karyawan yang tidak tahu malu jika membiarkan isri bosku berjalan kaki dan di hina oleh kekasihku. Aku kecewa sama kamu Ratna," jawab Tegar."Jadi kamu hanya seorang yang dipercaya oleh Nungki untuk mengelola salah satu tokonya. Kalau begitu kita putus aku tidak mau menjadi lebih rendh dari Dara panta
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal