Beranda / Semua / REUNI / Rencana Akhir Pekan

Share

Rencana Akhir Pekan

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-03 14:41:16

Aku terselamatkan dari cecaran Arin karena dia lantas sibuk dengan tumpukan pekerjaan yang Danar beri. Aku juga bisa fokus mengerjakan pekerjaanku hingga selesai.

Pukul setengah delapan malam aku baru benar-benar merampungkan pekerjaan. Sementara Arin dan Danar belum kembali ke kantor divisi lantaran sedang mengikuti rakor di lantai sepuluh. Ketika aku sedang merapikan meja, ponsel pintarku yang ada di dekat PC bergetar. Senyumku sontak terbit saat membaca nama yang tertera di layarnya. Aku meraih benda pipih itu dan mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Tama," sapaku, menjepit ponsel di antara telinga dan bahu. Sementara dua tanganku memasukkan barang-barang pribadiku ke dalam tas.

"Udah pulang, Wina?" tanya Tama di sana.

"Ini baru mau turun. Kamu di mana?"

Aku menarik resleting setelah memastikan semuanya masuk ke tas.

"Aku masih di kantor. Ini lagi istirahat sebentar. Ngopi biar nggak ngantuk. Sambil telepon kamu biar tambah melek."

Aku terkekeh mendengarnya. "Sama siapa?"

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • REUNI   Selamat

    "Wina!" Suara panggilan itu menghentikan langkahku. Aku menoleh ke belakang dan langsung menemukan Giko setengah berlari menghampiri. Aku tidak menghiraukan dan kembali melanjutkan langkah menuju lift. Namun, dia dengan cepat bisa menyejajariku, dan tangannya yang usil langsung bertengger di pundakku, merangkul. Aku melebarkan mata, mengutuk tingkahnya yang asal peluk. Astaga, ini tempat umum. Aku memang kadang jalan berdua dengan Giko di wilayah gedung ini. Tapi, ya tentu saja nggak sampai main peluk begini. Cepat-cepat aku menyingkirkan tangannya dan mendelik. Menjadi perhatian para karyawan di pagi hari bukan awal yang baik. "Jaga sikap lo, Gi. Ini tempat umum," desisku berusaha tidak membuka bibir. "Kenapa sih? Kan kita pacaran," sahutnya cengengesan. Aku ingin sekali menampol kepalanya yang nggak tahu isinya apa. "Yang pacaran beneran aja nggak selebay elo," ujarku sebal masih mempertahankan ekspresi gemas campur kesal. "Lihat, situasi dong, Gi." Giko masih cengengesan seak

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-04
  • REUNI   Bekal

    "Aku nggak bisa, sori," ucapku lirih. Saat ini aku sedang makan siang sendiri di pantri. Dengan bekal yang sengaja aku bawa dari rumah untuk menghindari makan siang bersama Tama atau Giko. "Kenapa? Sudah ada rencana?" tanya Tama di ujung telepon sana."Hu-um." Aku berharap Tama tidak bertanya lebih daripada ini."Kamu mau pulang ke rumah ibu kamu?" tanya Tama lagi. "Enggak, sih. Udah ada rencana aja." Aku nggak ingin jujur kalau weekend nanti Giko mengajakku makan malam dan akan memperkenalkan aku pada Luffy, kakaknya. Tapi, lidahku susah untuk jujur."Oke kalau gitu take your time buat nanti. Tapi Sabtu malam, kita bisa ketemu, kan?" Aku menggigit bibir tanpa sadar. Sekarang aku agak takut jika bertemu dengan lelaki itu. Di depannya aku merasa tidak bisa mengendalikan diri. "Lihat nanti saja kayaknya, deh. Soalnya kerjaan lagi hectic banget." Meskipun dalam hati aku ingin selalu bersama lelaki itu, tapi aku harus tetap bisa menahan diri. "Ternyata lo di sini." Aku terkesiap da

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-05
  • REUNI   Gaduh

    "Kok kamu ngomongnya gitu?" tanya Tama dengan nada tak suka. "Kenapa? Omongan aku benar kan? Kita enggak bisa begini terus. Lebih baik kamu jauhi aku aja." Aku mengatakan kalimat itu dengan mata lurus menatap pintu lift di depanku. "Enggak, ini salah. Kamu nggak tau gimana aku menunggu momen ini. Momen bersama kamu. Aku yakin kamu juga sama kan?" Aku melepas napas kasar. "Tapi masalahnya kamu dan aku nggak bisa bersama. Kamu udah punya keluarga dan aku nggak pernah punya rencana buat jadi yang kedua." Emosiku buruk. Aku merasa punya lampiasan rasa kesal yang aku simpan untuk Giko. "Aku nggak pernah anggap kamu yang kedua, ya, Win," ujar Tama terdengar dalam. Suara baritonnya yang biasa terdengar lembut, kini berubah dingin. "Aku nggak mungkin melepasmu begitu saja setelah menemukanmu." "Aku tetap yang kedua, Tama. Mau gimana pun kamu beralasan, aku tetap yang kedua." Aku menunjuk dadanya yang bidang. "Kamu udah punya Sintia lebih dulu!" "Aku akan melepas Sintia, secepatnya." S

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-05
  • REUNI   Seblak Tengah Malam

    Danar datang dua puluh menit kemudian ketika kepalaku sedang pusing-pusingnya. Pria itu datang dengan wajah panik, dan langsung masuk unit saat aku membuka pintu. Giko dan Tama masih duduk di sofa yang sama dengan posisi saling memunggungi. Keduanya persis seperti anak kecil yang sedang berantem memperebutkan permen. "Kalian pulang sana. Jangan ganggu Wina istirahat," ujar Danar sesampainya di depan mereka. Aku pikir dia akan mengatakan hal penting apa. Ya, semacam nasehat atau apa, nggak tahunya cuma mengusir mereka. "Lo usir aja dia. Dia membawa pengaruh buruk buat Wina," seru Giko masih terdengar kesal."Dih, lo aja kali. Yang udah njebak Wina main pacar-pacaran buat bohongin keluarga lo." Giko menggeram. Dia lantas beranjak berdiri dan berkacak pinggang. "Sadar dong, Tam. Lo itu udah punya bini. Nggak pantes banget lo rayu-rayu cewek lain. Lo mau jadiin Wina selingkuhan lo?!" Mataku terpejam. Telingaku merasa tak nyaman mendengar ucapan Giko barusan. Padahal yang dia katakan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-06
  • REUNI   Lufiando Jayakusuma

    Aku menarik napas beberapa kali sebelum keluar dari mobil Giko. Saat ini kami sedang ada di depan salah satu restoran fine dining di kawasan Mega Kuningan. Kami akan makan malam bersama Luffy. Giko bilang Luffy sudah menunggunya di sana. Makan malam bersama orang kaya itu agak ribet. Harus ada dress code agar bisa bergabung bersama mereka. Siang tadi Giko mengirimi aku sebuah gift berisi satu set dress lengkap dengan clutch melalui seorang OB. Dia niat sekali mengenalkan aku dengan abangnya. "Makin cepat makin baik, Win. Jadi, gue nggak dikejar-kejar Luffy terus. Sekalian pembuktian sama dia bahwa gue juga punya hubungan serius," ujar Giko ketika aku meminta dia mengulur waktu untuk berkenalan dengan Luffy. "Setelah ini udah kan? Maksudnya nggak akan ada acara-acara lain yang bakal nglibatin gue?" Aku harus memastikan hal ini. Jujur, aku nggak mau terlibat terlalu jauh dengan keluarga Jayakusuma. "Gue nggak tau, sih. Tapi, ada rencana liburan keluarga tahun ini. Kemungkinan besar

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-06
  • REUNI   Luffy yang Kurang Waras

    "Sepertinya kita pernah bertemu, tapi di mananya aku lupa," ujar Luffy, menyipitkan mata memperhatikan aku makan. "Oh, mungkin karena kamu bekerja di perusahaan ayah jadi aku nggak asing. Tapi, aneh, sih. Kalau kamu udah kenal lama dari sekolah, dan menjalin hubungan selama dua tahun dengan Giko, kenapa aku nggak tau, ya?" Luffy terus saja berbicara seperti orang bermonolog karena aku tidak tertarik menanggapi ocehannya itu. "Bisa jelaskan enggak proses jadian kalian gimana?" Ya Tuhan, Giko ke mana sih? Bisa-bisanya dia membiarkan aku berdua dengan abang setannya ini? Aku menarik tisu dan mengelap bibir. Berhadapan dengan orang yang mungkin saja bisa mengintimidasi, kita nggak boleh lemah. Aku mengangkat dagu sedikit, dan menatap pria di depanku. "Seperti yang Anda tau, Pak. Saya dan Giko bekerja dalam satu naungan perusahaan yang sama. Awalnya kami memang teman biasa, tapi karena kami sering bertemu jadi rasa suka di antara kami timbul. Mungkin gitu, sih prosesnya." Luffy tampa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • REUNI   Jadi Yang Kedua? No!

    Pria di hadapanku mendekat. Aku tidak tahu maksud pertanyaan "Pakaian seperti ini?" Memangnya apa yang salah dari gaun yang aku pakai? Tiba-tiba Tama menarik pinggangku, hingga tubuhku terdorong ke depan mengenai dadanya. "Harusnya kamu berpakaian seperti ini saat lagi sama aku, Wina," bisiknya dengan lengan yang memeluk pinggangku erat. Sebelah tangannya menekan tombol lift, dan seketika pintu besi itu terbuka. Dengan masih memeluk erat, Tama mendorongku masuk ke dalam lift hingga punggungku mengenai dinding lift. Aku masih belum bisa berpikir apa-apa ketika bibir Tama jatuh mengenai bibirku. Terkejut? Tentu saja. Dia lalu menjauh, dan menatapku. Sebelum aku melontarkan tanya dia kembali membungkamku dengan bibirnya. Menjauh, dan melakukannya lagi. Dan bodohnya aku diam saja seraya menahan gejolak di dalam perutku yang mendadak seperti banyak kupu-kupu terbang. Kami di sini, saling berpelukan di teras balkon. Akhir dari ciuman di lift tadi, membawa kami ke sini. Menikmati malam

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • REUNI   Gosip

    Aku masih sibuk menggarap konten ketika Arin menyenggol lenganku berulang. Aku hanya menanggapi seadanya dengan tatapan masih lurus ke arah layar. Aku membutuhkan konsentrasi tinggi untuk membuat konten menarik. Dan biasanya gangguan pergosipan dari Arin sering mendistraksi. Jadi, kali ini aku mau fokus dan nggak mau peduli berita apa yang dibawa wanita yang beberapa hari lalu mengembalikan poni pendeknya lagi. "Wina, dia datang lagi ke kantor kita. Mau apa coba?" tanya Arin pelan. Aku nggak tahu apa yang dia bicarakan jadi memilih abai. "Meski agak nyeremin tapi lama-lama dilihat tampan juga, ya, Win." Aku masih fokus memilih stiker yang cocok untuk aku masukan ke dalam konten. "Rahangnya tegas, dagunya juga kokoh. Cakep Win, lebih cakep dia daripada Pak Giko. Kenapa lo nggak gaet abangnya aja, sih?" Sebelah alisku berkedut. Lalu tanganku kembali menggerakkan tetikus membuang stiker yang sudah aku pasang. Aku mengembuskan napas. Arin terlalu berisik, sehingga konsetrasiku buyar

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08

Bab terbaru

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

  • REUNI   Kejutan dari Danar

    Danar masih sibuk di depan laptopnya. Akhir bulan memang menjadi momok bagi karyawan di perusahaan keuangan. Jika biasanya dia akan lembur di kantor hingga larut, kali ini dia membawa pulang pekerjaan ke apartemen. Alasannya konyol. Lembur di kantor sudah nggak menyenangkan sejak aku nggak bekerja di sana lagi.Maksud ngana?Beberapa saat sebelum dia berkutat di depan layar laptop ada sebuah pengakuan yang mencengangkan. Seenggaknya mencengangkan bagi aku. Hehe."Aku dulu sengaja memintamu lembur, agar aku bisa berlama-lama sama kamu di kantor. Percaya enggak?"Itu diucapkan manusia yang baru dua minggu jadi pacarku tanpa ekspresi. Gila enggak? Sontak saja mataku melotot dan memekik. "Demi apa?""Demi kamu."Panggilan "lo-gue" berganti "aku-kamu" di hari kedua kami pacaran. Awalnya agak geli, tapi lama-lama terbiasa. Danar yang terus membiasakan sebenarnya.Aku menarik napas dan mengembuskannya. "Kamu tau nggak, sih, Nar. Lembur itu hal yang paling nggak aku suka.""Aku sih suka aja

  • REUNI   Potongan Kue Pertama

    Setelah mengucapkan tetek bengek doanya buatku, pria yang aslinya memiliki senyum manis itu memelukku. "Nggak usah sedih meskipun sekarang cuma gue doang yang nemenin ultah lo." Dia mengacak rambutku. Alih-alih sedih aku malah terkekeh. Ini yang aku nggak paham. Serius, muka lempeng Danar itu nggak ada lucu-lucunya sama sekali, tapi kadang bikin aku ingin tertawa. "Sebenarnya gue pengin rayain ultah bareng pacar. Tapi, nasib cinta gue masih ngenes aja dari tahun kemarin," ujarku masih terkekeh, merasa nasib konyolku ini seperti lelucon. "Pacar, ya?" Aku mengangguk. "Mungkin gue akan pertimbangin Bima, biar ultah gue tahun depan nggak jomblo lagi." "Kok Bima?" Kening Danar mengernyit."Ya, soalnya cuma dia satu-satunya cowok yang lagi prospek ke gue." Aku meraih pisau keik, dan mulai memotong kue. "Sebenarnya gue punya penawaran. Dan gue rasa ini cukup menguntungkan, buat lo atau pun gue." Aku yang sedang fokus memotong kue hanya membalas sambil lalu. "Apa tuh?"Danar tidak lan

  • REUNI   Hari Jadi

    "Lo udah kayak bodyguard Wina aja, sih? Ngapain juga pake acara jemput Wina segala? Gue bisa kok anterin dia." Bima mengatakan itu setengah sadar. Dia agak sedikit mabuk. Seperti apa yang Danar bilang, pukul sembilan malam dia sudah menyambangi privat room lokasi pesta kami. "Anggap aja begitu. Gue bawa Wina dulu, ya," ujar Danar tersenyum kecil lalu menarik tanganku untuk bergegas keluar dari ruangan itu. "Nggak asik lo!" seru Bima dari dalam yang diabaikan oleh Danar. Kami menuruni anak tangga, dan melewati lautan manusia yang tengah berpesta di lantai bawah. "Lain kali nggak usah datang kalau kantor ngadain acara di tempat kayak gini," ujar Danar begitu membawaku masuk ke mobilnya. "Gue kan nggak enak nolaknya, Nar." "Itu tempat nggak aman. Kalau lo diapa-apain mereka gimana?" Aku nggak akan mendebat si kulkas. Pikirannya yang sistematis selalu membuatku tidak bisa berkata-kata kalau memaksa debat dengannya. "Lihat, bajumu kenapa basah gitu?" Aku menunduk, sempat lupa ka

DMCA.com Protection Status