Beranda / Semua / REUNI / Meeting

Share

Meeting

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-11 15:16:19

"Lo sama Arin meeting ke tempat klien bisa enggak, Win?"

Aku mendongak dan melihat Danar sudah berdiri di depan kubikelku. Sebenarnya aku malas bertemu klien, lalu mempersuasi agar mau bekerja sama dengan kami. Itu kan tugas Danar sebagai manajer.

Lelaki itu menatapku, dengan sorot yang bisa aku artikan 'please, jangan tolak permintaanku', menyebalkan.

"Emang lo mau ke mana?" tanyaku kembali memelototi layar laptop.

"Gue ada seminar di Bogor. Siang ini juga harus berangkat," ujarnya sembari melirik pergelangan tangannya. "Tinggal datang aja sih, nanti juga perusahaan mereka tahu kalau lo memperkenalkan diri. Gue udah buat janji kok."

"Tanya aja sama Arin," aku menunjuk Arin yang sedang berjalan ke arah kami. Dia habis dari mesin fotokopi yang ada di koridor.

"Eh, ada Pak Danar. Kenapa, Pak?" tanya Arin begitu sampai. Wanita rambut sebahu itu lantas masuk ke kubikel.

"Habis makan siang ketemu sama klien ya. Eh bukan klien sih, masih calon," ujar Danar. Aku harap Arin menolak.

"
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Viet Cahaya Fitriana
Hmmm ada apa yaa Tama,,,modus bgt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • REUNI   Mati Gaya

    Aku memeluk tas laptop, masih berdiri nggak jauh dari posisinya. Yudhistira Pratama tersenyum memandangku. Senyum yang masih sama seperti dulu ketika aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh. Dan hanya dengan satu ulasan itu dadaku berdegup tak karuan. Aku makin erat memeluk tas laptop sembari membalas senyum kikuk. Dia nggak menggunakan kata "lo" ketika menyebutku, tapi "kamu". Sekarang dia klien perusahaanku, aku juga tak mungkin berlo-gue dengannya. "Apa kabar ... Pak Tama?" tanyaku setenang mungkin. Kami hanya berdua di ruangan ini dan tentu saja aku nggak akan membiarkan diriku sendiri bertingkah konyol di pertemuan yang ke .... tiga? Tama terkekeh pelan. Sudut matanya berkerut, tapi itu sama sekali nggak mengurangi ketampanannya. Diam-diam aku menarik napas dan mengembuskannya pelan. Detak jantungku yang menggila benar-benar menyebalkan. Padahal aku sudah berniat melupakannya setelah reuni itu, tapi takdir malah mempertemukan kami kembali. Aku bisa apa? "Aku baik." Aku? Al

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • REUNI   Satu Apartemen

    Meski sepi kayak kuburan, tetep aku update-nya. Aku sayang cerita ini soalnya. (人 •͈ᴗ•͈)"Kalian berhasil menggaet klien?" tanya Danar saat dia meneleponku. Aku baru saja turun dari bus trans Jakarta dan berjalan menuju apartemen. "Lo tau kalau klien kita itu perusahaan tempat Tama kerja?" tanyaku balik, tanpa menjawab lebih dulu petanyaannya. Aku berhenti berjalan dan menunggu lampu merah menyala. "Tau. Kan gue yang nawarin kerjasama pas kemarin di acara reuni. Jadi, kemarin itu follow up tawaran gue." Sudah kuduga. Tahu begini aku–"Dan lo tau pasti bakal dapat kontraknya, kan?" "Oh, kalau itu belum tentu makanya aku kirim kalian. Pas itu Tama bilang mau lihat dulu proposal tawaran kerjasamanya." Syukurlah, itu artinya usaha Arin nggak sia-sia membuat percaya calon klien. "Lo masih di Bogor?" Aku mendongak ketika lampu merah menyala. Lalu kembali berjalan dengan pejalan kaki lainnya untuk menyeberang."Masih, tapi kayaknya sebentar lagi selesai. Gue pulang malam kayaknya."

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • REUNI   Makan Malam Bersama

    Ini hal gila yang aku lakukan. Mengizinkan Tama masuk ke unit. Entah apa yang aku pikirkan ketika membolehkannya datang dan menerima ajakan makan malam masakan ibunya. Aku tahu ini salah. Tapi biarkan aku bahagia sejenak. Nggak masalah kan? Setelah ini aku akan menjauh, menciptakan jarak agar bisa membatasi rasa sukaku padanya. Aku sempat lintang pukang setelah menerima telepon dari Tama. Mendadak aku ingin terlihat mengesankan, meski berada di rumah. Lalu aku pilih midi dress sepanjang lutut bergambar dora emon super big, disambung dengan celana legging tiga perempat. Aku merasa ini adalah penampilan terbaikku saat ada di rumah. Santai, tapi nggak berantakan. Aku nggak memakai chussion seperti saat ke kantor, bedak dingin dan olesan lip blam menjadi pilihan alternatif tampil cantik ala-ala gadis rumahan. Jantungku seakan lolos dari rongganya ketika mendengar bunyi bel pintu. Aku menarik dan mengembuskan napas beberapa kali untuk menetralisir degup jantung yang menggila sebelum aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • REUNI   Izinkan Aku Mengenalmu Lebih Jauh

    Aku merasa sudah bisa menguasai diri setelah makan malam. Meski Tama yang sering bercerita, tapi aku bisa merespons dengan kalimat panjang. Aku berhasil memecah kecanggungan dalam diriku sendiri. Mungkin karena sikap luwes Tama yang dominan. Sehingga membuatku nyaman. Meskipun tetap saja ada batasan yang harus aku jaga. Aku nggak mungkin memperlakukan Tama seperti aku memperlakukan Giko dan Danar, kan? "Kasih tips dong kenapa persahabatan kalian bisa awet," ujar Tama saat kami menutup kegiatan makan malam dengan sepotong buah apel. "Kasih formalin." Tama tertawa mendengar jawabanku. "Memangnya mayat? Ada-ada aja kamu. Tapi aku bisa menduga sesuatu sih." Dia menatapku sejenak mengambil potongan buah apel yang aku simpan di sebuah wadah. "Apa?" "Kamu sahabat yang asyik makanya kalian bisa awet." Aku melengkungkan bibir ke bawah. Dugaannya salah besar. Aku nggak seasyik yang dia pikir. Kata Giko aku cewek paling menyebalkan. Meski Danar nggak bilang aku yakin dia juga berpikiran ya

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • REUNI   Warung Makan Padang

    Giko menambah dua kali nasi. Dia terlihat lahap makan nasi padang plus sambal goreng ati pedas. Sampai-sampai keringat di pelipisnya bermunculan. Sepertinya dia sakit hati gara-gara Bu Rina makan siang bareng Pak Beni. Aku di depannya cuma bisa mengulum senyum. Sekali-kali Giko memang perlu dikasih pelajaran biar nggak asal nemplok sama cewek. "Mau nambah lagi?" tanyaku saat Giko berhasil menandaskan piring keduanya. Dia menggeleng dan mendorong piringnya menjauh lantas menarik gelas es teh dingin di dekatnya. "Cukuplah, gue bisa bengkak. Sore gue bakal ke gym lagi buat buang kalori siang ini." Tentu saja. Makan siangnya kali ini seperti orang kesurupan. Aku sampe ngeri sendiri melihatnya. "Lo nimbun banyak kolesterol loh." "Besok gue diet," ucapnya menyeruput es teh tanpa gulanya. Kata 'ah' meluncur ketika dia berhasil menandaskan isi gelas. "WA Danar gih, Win. Dia udah sampai di kantor belum?" Aku menurut saja dan mengambil ponsel di kantong dompetku yang berukuran panjang. Su

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-12
  • REUNI   Si Playboy

    Ketika aku kembali ke kantor, Arin sudah ada di kubikelnya. Senyum merekah di bibirnya yang bersenandung. Sebuah earphone tersumpal di kedua telinganya. Seperti sudah mendapat doorprize. Dia terlihat bahagia setelah pergi bersama Danar. "Rin, kok lo di sini?" tanyaku heran. Setahuku Danar pergi bertemu klien lagi. "Urusan dengan Inti Persada udah kelar. Masa gue mau di sana terus?" sahut Arin menurunkan salah satu earphone-nya. Aku kira dia nggak dengar. "Pak Danar emang pergi lagi buat prospek klien baru. Tapi gue disuruh balik." Mulutku membulat. Aku bergerak mengambil facial foam di kabinet bawah. "Lo makan di mana, Win?" tanya Arin. Dia memutar kursi menghadapku."Gue makan nasi padang bareng Giko." "Nah, itu!" serunya tiba-tiba. "Ketimbang sama gue, kayaknya lo yang lebih cocok sama Pak Giko. Lo lebih bisa mengendalikan dia, lo pawang yang pas buat dia." "Ngaco banget. Ya nggak mungkinlah gue sama dia. Feel-nya nggak dapat. Kalau kami sama-sama mau udah dari dulu kali." Aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • REUNI   PHP

    "Rin, besok ikut lagi, ya." Aku yang lagi menekuri pekerjaan sontak mendongak. Lalu tatapku bergeser ke kubikel sebelah tempat di mana Arin berada. Danar persis di depannya. Dua lengan lelaki itu bertumpu di partisi kubikel."Ke mana, Pak?"Ada binar yang bisa aku lihat dari wajah sumringah Arin saat menanyakan itu."Tanda tangan kerja sama lagi sama klien. Pagi, ya." Binar itu seketika memudar, dan cukup dengan sebuah anggukan membuat Danar menjauhinya segera. Lelaki itu dengan santai kembali ke ruangannya tanpa menghiraukan raut galau Arin. "Beneran tukang PHP," desah Arin menyandarkan punggungnya agak kasar. "Di mana letak PHP-nya?" tanyaku, mengernyit bingung. Kalau Arin mau berpikir jernih sedikit saja, dia nggak akan lagi menyebut Danar tukang PHP. "Lha tadi datang-datang langsung bilang: Besok ikut lagi ya, apa namanya kalau bukan PHP?"Wanita itu ribet. Itu kata Giko yang nggak sepenuhnya aku percaya. Tapi aku nggak pernah membantah atau pun mengiyakan. Mengingat aku send

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14
  • REUNI   Mie Goreng

    Aku menatap layar ponsel yang masih bercahaya menampilkan caller ID Tama. Cuma ditelepon, tapi dadaku bergetar hebat. Padahal tadi malam aku sudah lumayan rileks bicara padanya. Aku menarik napas panjang dan mengembuskannya sebelum menerima panggilan dari Tama itu. Sedikit berdeham, lantas kudekatkan benda persegi itu ke telinga. "Halo." "Hai, Win. Kamu udah pulang?" tanya Tama begitu panggilannya itu aku angkat. "Belum masih di kantor," Aku menjawab seraya melirik jam tangan. Pukul setengah lima sore. "Aku pikir udah pulang. Kira-kira pulang jam berapa nanti?" Aku nggak pernah mematok akan pulang jam berapa jika sedang lembur begini. "Nggak tau, sih. Tergantung selesainya pekerjaan aja. Kenapa?" "Tadinya mau nawarin pulang bareng. Kita kan searah." Aku sontak terdiam. Tama mengatakan itu terdengar tanpa beban apa pun, sementara hatiku kalang kabut mendengarnya. "Halo, Wina. Kamu masih di sana, kan?" Aku terkesiap. Beruntung Tama nggak melihat reaksiku. Sehingga aku bisa menc

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-14

Bab terbaru

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

  • REUNI   Kejutan dari Danar

    Danar masih sibuk di depan laptopnya. Akhir bulan memang menjadi momok bagi karyawan di perusahaan keuangan. Jika biasanya dia akan lembur di kantor hingga larut, kali ini dia membawa pulang pekerjaan ke apartemen. Alasannya konyol. Lembur di kantor sudah nggak menyenangkan sejak aku nggak bekerja di sana lagi.Maksud ngana?Beberapa saat sebelum dia berkutat di depan layar laptop ada sebuah pengakuan yang mencengangkan. Seenggaknya mencengangkan bagi aku. Hehe."Aku dulu sengaja memintamu lembur, agar aku bisa berlama-lama sama kamu di kantor. Percaya enggak?"Itu diucapkan manusia yang baru dua minggu jadi pacarku tanpa ekspresi. Gila enggak? Sontak saja mataku melotot dan memekik. "Demi apa?""Demi kamu."Panggilan "lo-gue" berganti "aku-kamu" di hari kedua kami pacaran. Awalnya agak geli, tapi lama-lama terbiasa. Danar yang terus membiasakan sebenarnya.Aku menarik napas dan mengembuskannya. "Kamu tau nggak, sih, Nar. Lembur itu hal yang paling nggak aku suka.""Aku sih suka aja

  • REUNI   Potongan Kue Pertama

    Setelah mengucapkan tetek bengek doanya buatku, pria yang aslinya memiliki senyum manis itu memelukku. "Nggak usah sedih meskipun sekarang cuma gue doang yang nemenin ultah lo." Dia mengacak rambutku. Alih-alih sedih aku malah terkekeh. Ini yang aku nggak paham. Serius, muka lempeng Danar itu nggak ada lucu-lucunya sama sekali, tapi kadang bikin aku ingin tertawa. "Sebenarnya gue pengin rayain ultah bareng pacar. Tapi, nasib cinta gue masih ngenes aja dari tahun kemarin," ujarku masih terkekeh, merasa nasib konyolku ini seperti lelucon. "Pacar, ya?" Aku mengangguk. "Mungkin gue akan pertimbangin Bima, biar ultah gue tahun depan nggak jomblo lagi." "Kok Bima?" Kening Danar mengernyit."Ya, soalnya cuma dia satu-satunya cowok yang lagi prospek ke gue." Aku meraih pisau keik, dan mulai memotong kue. "Sebenarnya gue punya penawaran. Dan gue rasa ini cukup menguntungkan, buat lo atau pun gue." Aku yang sedang fokus memotong kue hanya membalas sambil lalu. "Apa tuh?"Danar tidak lan

  • REUNI   Hari Jadi

    "Lo udah kayak bodyguard Wina aja, sih? Ngapain juga pake acara jemput Wina segala? Gue bisa kok anterin dia." Bima mengatakan itu setengah sadar. Dia agak sedikit mabuk. Seperti apa yang Danar bilang, pukul sembilan malam dia sudah menyambangi privat room lokasi pesta kami. "Anggap aja begitu. Gue bawa Wina dulu, ya," ujar Danar tersenyum kecil lalu menarik tanganku untuk bergegas keluar dari ruangan itu. "Nggak asik lo!" seru Bima dari dalam yang diabaikan oleh Danar. Kami menuruni anak tangga, dan melewati lautan manusia yang tengah berpesta di lantai bawah. "Lain kali nggak usah datang kalau kantor ngadain acara di tempat kayak gini," ujar Danar begitu membawaku masuk ke mobilnya. "Gue kan nggak enak nolaknya, Nar." "Itu tempat nggak aman. Kalau lo diapa-apain mereka gimana?" Aku nggak akan mendebat si kulkas. Pikirannya yang sistematis selalu membuatku tidak bisa berkata-kata kalau memaksa debat dengannya. "Lihat, bajumu kenapa basah gitu?" Aku menunduk, sempat lupa ka

DMCA.com Protection Status