Waktu menunjukkan tepat pukul 12:00 siang hari di New York, Amerika Serikat. Waktu tersebut merupakan waktu yang sangat tepat untuk menikmati makan siang dengan sajian yang istimewa, tetapi hal ini tidak berlaku bagi seorang wanita bernama Reina. Reina yang sangat hobi makan, kini berkomitmen untuk menjalankan diet harus rela hanya makan salad sayur untuk makan siangnya.
Suasana hati Reina yang sudah berantakan bertambah kacau karena pria yang dihubunginya tidak kunjung mengangkat teleponnya. Reina membuka aplikasi jam dunia dan berpikir kalau pria yang dihubunginya sudah tidur karena waktu di Jakarta telah menunjukkan kurang lebih pukul 23:00.
“Apa dia sudah tidur, ya?” tanya Reina.
Reina melirik ke luar jendela restoran yang sedang dikunjunginya dan melihat matahari sedang bersinar begitu cerianya. Reina ber
Wajah Danish terlihat sangat kusut, bagaikan sebuah pakaian yang sangat lecek. Danish memutuskan untuk diam karena takut menyakiti hati Alexa. Suasana hatinya benar-benar berubah sekarang. Danish menyalakan lampu ruang tengah apartemennya dan memutuskan untuk menyandarkan dirinya di sofa. Danish merasa sangat lelah.“So tired!” seru Danish. Danish baru saja berusaha untuk menenangkan pikirannya, namun ponselnya lagi-lagi berdering. Danish melihat nama Ibu Barbara muncul di layar ponselnya. Ibu Barbara adalah orang tua kandung Danish yang berada di New York, Amerika Serikat. Danish menghela napasnya dan mengangkat telepon tersebut dengan sangat terpaksa.“Hello, mom! How’s life? I’m fine, thank you! How’s New York?” tanya Danish.&l
Alexa ingat kalau dirinya baru dapat tidur saat hari sudah larut malam. Alexa tidak kunjung dapat terlelap karena terlalu sibuk memikirkan Danish. Sialnya, pria tersebut selalu menghantui pikirannya akhir-akhir ini. Terlalu sulit sepertinya untuk menghilangkan Danish dari dalam pikiran Alexa. Alarm di pagi hari berbunyi. Alexa mematikan alarm tersebut kemudian meraih ponselnya untuk mengecek notifikasi. Alexa berharap telah mendapatkan sebuah notifikasi dari Danish, tetapi seketika harapan itu pupus karena Alexa tidak berhasil menemukan notifikasi yang dicarinya.“Ke mana perginya Danish Adelio?” tanya Alexa. Alexa berusaha untuk tidak ambil pusing dan tetap berpikir positif, terutama tentang kejadian semalam. Mungkin Danish baru ingat ada pekerjaan yang belum diselesaikannya dan telepon semalam kemungkinan berasal dar
Danish baru saja tiba di Kota Bandung untuk menyelesaikan beberapa pemotretan. Danish mendorong kopernya asal-asalan menuju lobi hotel. Suasana hati Danish memang masih sangat kacau sejak kejadian semalam. Minuman beralkohol yang dikonsumsinya semalam pun tidak mampu memperbaiki suasana hatinya. Namun, mau tidak mau Danish memang harus pergi ke Bandung hari ini. Danish pergi bersama manajernya yang bernama Frey Agra dan beberapa kru yang bertugas. Frey Agra hanya berusia 3 tahun lebih tua dari Danish, sehingga Danish telah menganggapnya sebagai kakak laki-lakinya. Frey baru saja tiba di Indonesia setelah sebelumnya memiliki beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di Singapura. Frey memiliki sikap yang sangat ramah dan mengayomi, bertolak belakang sekali dengan Danish. Danish masih memasang wajah kusutnya. Frey menatapnya sambil geleng
Sellena kembali memasang senyum palsunya setelah berjabat tangan dengan Danish. Danish menatap Sellena sinis dan memberanikan diri untuk angkat suara.“Loe yang tadi merebut minuman gue di minimarket, kan? Ngaku!” seru Danish.“Oh, minuman? Iya, ini tadi cappuccino yang kamu mau, kan?” Sellena tersenyum sinis. Sellena membuka kaleng minuman cappuccino tersebut dan mulai meneguknya dengan penuh kemenangan. Sellena tersenyum puas lalu mulai membuat ulah untuk membuat Danish kesal.“Jadi, kamu mau minuman ini? Nih, tangkap! Rasanya gak enak ternyata!” seru Sellena. Sellena melemparkan kaleng minuman cappuccino tersebut persis ke depan tubuh Danish. Minuman tersebut tumpah dan mengotori kaos yang dikenakan Danish.“Ups, maaf! Aku gak sengaja! Mak
Ponsel Sellena berdering. Sellena langsung menempelkan ponselnya pada telinga kanannya dan nampak sibuk berbicara dengan sang penelepon.“Iya, hari ini gue sudah berhasil ketemu sama target. Sekarang? Oke, gue bakal lakukan seseuai dengan apa yang loe mau. Gue yakin hari ini pasti gue berhasil. Gue yakin target akan hancur sebentar lagi kalau gue berhasil. Wish me luck! Gue bakal lakukan apa saja supaya rencana ini bisa berhasil,” kata Sellena. Sellena memamerkan senyum liciknya dan mengakhiri percakapan dengan sang penelepon. Sellena memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan bersiap-siap untuk melaksanakan rencananya hari ini. Sellena berjalan menyusuri lobi hotel, restoran hotel, hingga koridor-koridor hotel, tetapi tidak berhasil menemukan Danish. Di manakah Danish berada? Sellena sempat menyesal karena belum bertukar nomor ponsel dengan Danish, sehingga dirinya tidak dapat menelepon Danish untuk menanyakan keberadaannya. Sellena baru inga
Rule number 4:“Ke mana pun Danish pergi, Alexa tidak perlu tahu” Danish menyantap croissant di hadapannya dengan ogah-ogahan hingga membuat Frey merasa heran. Frey sangat tahu kalau croissant adalah makanan favorit Danish. Kalau Danish menyantap croissant dengan ogah-ogahan, Frey yakin pasti ada masalah yang sedang menimpa Danish.“Lio, ada apa? Gue yakin loe pasti lagi ada masalah,” kata Frey. Danish hanya terdiam dan memilih untuk menuangkan sedikit gula ke dalam kopinya. Danish meminum kopinya yang masih sangat panas hingga membuat lidahnya hampir melepuh.“Aw, panas banget!” seru Danish. Frey semakin yakin pasti ada masalah yang sedang menimpa Danish karena gelagat Danish yang terlihat aneh. Frey juga tahu kalau Danish tidak mungkin nekat meminum kopi sepanas itu. “Lio, sudah berapa kali gue bilang? Loe kalau ada masalah cerita sama gue. Kebiasaan buruk loe itu selalu saja kalau ada masalah diam,” kata Frey.“Oh, engga ada apa-apa!” Danis
Sellena masih terus berusaha untuk mengetuk pintu kamar hotel Danish. Biar bagaimana juga, rencananya hari ini tidak boleh sampai gagal lagi. Danish harus masuk ke dalam jebakannya yang telah disiapkan matang-matang.“Danish Adelio! Danish! Aku tahu kamu ada di dalam! Dasar sombong,” kata Sellena. Sementara itu, Danish memilih untuk bersikap acuh dan pura-pura tidak mendengar suara ketukan pintu tersebut. Sellena masih tidak mau menyerah dan terus mengetuk pintu tersebut. Sellena mengetuknya semakin keras hingga membuat emosi Danish meningkat.“Danish Adelio! Aku tahu kamu ada di dalam! Kamu gak perlu menghindar dari aku,” kata Sellena. Sellena benar-benar manusia yang pantang menyerah. Danish hanya bisa menghela napasnya dan berjalan untuk membuka pintu tersebut. Di balik pintu, Dan
Alexa berpikir bahwa pergi ke perpustakaan akan membantunya untuk fokus dalam belajar, tetapi dugaan Alexa sepertinya salah. Alexa telah berulang kali mencoba untuk memfokuskan seluruh pikirannya pada soal-soal Matematika di hadapannya, namun Alexa selalu saja gagal. Pikiran Alexa selalu tertuju pada Danish. Sejak semalam, Danish masih belum kembali menghubunginya. Hati Alexa langsung dipenuhi oleh kekhawatiran dan kecurigaan tentang Danish, apalagi setelah mendengar suara seorang gadis mengetuk pintu kamarnya. Danish hanya berkata kalau dirinya sedang ada di luar kota, tetapi Alexa tidak tahu di mana Danish berada sekarang. Alexa hanya berharap Danish bisa kembali ke Jakarta secepatnya. Alexa baru saja akan kembali berusaha fokus belajar, namun Kayla menghampirinya.“Kayla, aku sudah bilang kalau hari ini aku lagi gak mau diganggu. Aku mau fokus belajar,” kata Alexa.“Yah, Ra!
Langit Kota Jakarta sudah benar-benar gelap sekarang. Alexa masih duduk sendirian di kamarnya. Sekali lagi, Alexa melirik gaun cantik yang telah dibelinya di butik untuk acara promnight esok hari. Alexa meliriknya berkali-kali, lalu kembali menghela napasnya. Alexa melirik jam dinding di kamarnya. Ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 00:00 dan Alexa masih mampu mendengar sayup-sayup suara rintik hujan di Kota Jakarta. Hujan sepertinya memang tidak berhenti. Alexa berusaha menyakinkan dirinya lagi dengan cara berjalan menuju jendela kamarnya. Dugaan Alexa benar. Suara rintik hujan terdengar semakin jelas. Alexa mulai tersenyum tipis. Alexa yakin dirinya akan menang taruhan sekarang. Walau demikian, Alexa belum ber
Danish tersenyum saat masih banyak wartawan yang mengambil fotonya dan masih banyak wartawan lainnya yang bertanya kepada Danish. Danish merasa senyumnya hari ini adalah senyum yang tulus, bukan senyum yang dipaksakan alias senyum palsu. Danish tidak peduli dengan banyaknya pertanyaan wartawan pada hari ini.“Mas Danish, apa berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Danish, apa betul Mas Danish tidak jadi bertunangan?” tanya wartawan lainnya. Danish masih saja tersenyum dan masih berusaha untuk merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan dari para wartawan. Sementara itu, para wartawan juga tidak segan untuk mulai bertanya kepada Frey.“Mas Frey, apa bisa bantu jawab pertanyaan kami? Apa semua berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Frey, apa betul Danish
Danish menatap Reina sambil tersenyum lebar. Danish berjabat tangan dengan Reina sambil terus memamerkan senyum tulusnya, hingga membuat Reina sedikit heran. Reina sangat jarang melihat Danish tersenyum seperti ini. “Gue benar-benar engga menyangka loe mau bantu gue,” kata Danish. Kedua mata Reina membulat karena kaget. Dengan penuh rasa canggung, akhirnya Reina membalas senyuman Danish.“Iya, sama-sama, Lio! Aku pikir bahwa sudah selayaknya aku melakukan semua ini,” kata Reina.“Loe dan gue engga pernah saling cinta. Buat apa dua hati yang engga saling cinta harus dipaksakan untuk bersatu?” tanya Danish. Reina masih berusaha untuk tersenyum di balik rasa canggungnya. Sementara itu, Reina kembali bertanya kepada Danish untuk menghilangkan rasa penasarannya.“Jad
Danish memasang ekspresi datar dan dinginnya di hadapan Reina. Reina sudah berbicara panjang lebar, tetapi Danish tampak tidak memedulikannya sama sekali. Reina masih berusaha untuk tidak ambil pusing dengan sikap Danish. Namun, Reina akhirnya merasa kesal lama-kelamaan melihat sikap Danish. Reina mulai berbicara dengan nada tingginya kepada Danish.“Jadi, gaun untuk pertunangan kita lebih bagus yang mana? Ini atau itu? Danish, kamu dengar aku bicara engga, sih?” tanya Reina kesal.“Reina, pilih saja gaun yang loe mau! Gue engga mau ikut campur. Gue engga mengerti masalah seperti ini,” kata Danish angkuh.“Danish! Sekali ini saja, tolong kamu dengarkan aku!” seru Reina. Danish masih saja bersikap tidak peduli dan malah menggelengkan kepalanya. Danish meraih ponselnya dan pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Reina merasa semakin kesal dan memutuskan untuk
Ujian Akhir Sekolah telah berakhir. Alexa tidak menyangka bahwa hari-harinya yang paling berat selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas telah berhasil dilewatinya dengan baik. Alexa merasa jerih payahnya tidak sia-sia selama ini. Alexa tidak pernah menyesal karena selalu menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, terutama menjelang Ujian Akhir Sekolah. Jerih payah dan kerja keras Alexa terasa semakin bermakna saat Alexa mengetahui bahwa dirinya berhasil meraih nilai yang sangat baik untuk Ujian Akhir Sekolah. Alexa merasa sangat senang. Alexa berpikir pasti kedua orang tuanya dan Bu Siti akan bangga terhadap prestasi yang telah diraihnya.Bukan hanya mereka, Alexa yakin Danish juga pasti bangga jika mengetahui prestasi Alexa. Alexa yakin Danish pasti akan berhenti menghinanya dan mungkin akan sedikit memberi pujian kepada Alexa.Setelah Ujian Akhir Sekolah selesai, Alexa masih harus datang k
Alexa melirik jam tangannya. Alexa baru menyadari bahwa Hari Valentine akan segera berlalu sebentar lagi. Alexa memang sebenarnya tidak rela jika Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap satu tahun sekali ini segera berlalu. Walau Alexa seperti tidak mendapatkan cintanya pada tahun ini, Alexa memilih untuk tidak peduli. Alexa hanya ingin waktu bergulir lebih lama lagi di Hari Valentine. Alexa hanya ingin lebih lama lagi mengenang saat-saat indahnya bersama Danish pada waktu itu. Semua itu hanya ada dalam pikiran Alexa, tetapi Alexa tetap tidak peduli. Kini, Alexa sedang duduk sendirian di kamarnya sambil menatap langit. Alexa menghela napasnya sebentar, lalu tersenyum tipis.“Apa ini adalah cara terbaik supaya aku bisa melupakan seorang Danish Adelio?” tanya Alexa dalam hatinya.&n
Jantung Alexa berdebar semakin kencang. Alexa yakin ini bukanlah mimpi. Danish benar-benar berdiri di hadapannya. Alexa masih belum dapat berbicara kepada Danish. Lidahnya menjadi kaku dan dipenuhi oleh segenap rasa canggungnya terhadap Danish. Alexa hanya mampu menatap Danish dalam diam, hingga Danish memulai pembicaraan dengan suara pelan yang dingin seperti salju.“Kursi di depan loe kosong, kan?” tanya Danish. Alexa mengangguk. Alexa tidak tahu bisa memberikan anggukan secepat itu. Danish juga ikut mengangguk pelan dan langsung menarik kursi kosong di hadapan Alexa. Namun, Alexa kembali berbicara kepada Danish dengan tegas.“Kursi itu memang kosong, tapi Kak Danish lebih baik duduk di tempat lain,” kata Alexa.“Semua kursi di restoran ini penuh,” balas Danish pelan. Alexa mengh
Hari demi hari terus berlalu. Alexa masih mencoba untuk melupakan Danish, walau rasanya masih sangat sulit. Bulan Januari telah berganti menjadi bulan Februari. Bulan Februari yang kembali identik dengan bulan penuh cinta. Cinta mungkin dirasakan oleh sebagian orang yang memilikinya, berbeda dengan Alexa. Hingga saat ini, Alexa masih mengurusi urusan hatinya yang masih terasa runyam. Hari ini bertepatan dengan hari Valentine, yaitu tanggal 14 Februari. Alexa sedang banyak melamun hari ini, karena kembali teringat akan Danish. Alexa ingat bahwa tahun lalu Danish mengajaknya makan malam dan Danish memulai semua permainan bodohnya dengan Alexa. Tiba-tiba, ponsel Alexa berdering. Nama Frey muncul di layar ponsel Alexa. Alexa mengangkat panggilan telepon tersebut dengan ogah-ogahan.“Iya, Kak Frey! Ada yang bisa aku bant
Alexa baru saja selesai membereskan hadiah-hadiah ulang tahun yang diterimanya hari ini. Alexa sudah selesai menatanya dengan rapi di salah satu sudut kamarnya. Semuanya ini terasa melelahkan. Alexa berusaha untuk merenggangkan otot-otot lehernya yang mulai terasa kaku, lalu memutuskan untuk berjalan menuju meja belajarnya. Alexa mengambil selembar kertas dan pulpen. Alexa ingin sekali menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut, tetapi rasanya sungguh sulit.“Resolusi tahun ini,” gumam Alexa pelan. Alexa mulai berusaha untuk merangkai kata-kata dalam otaknya, namun tidak kunjung dapat melakukannya. Alexa merasa heran dengan dirinya sendiri. Pada tahun lalu, Alexa memang sangat lancar dalam menuliskan banyak resolusi dan terlihat sangat semangat dan bera