Alexa sengaja datang lebih awal ke Game and Go sebelum Danish datang ke sana. Tujuannya hanya untuk mencari cara memenangkan permainan basketball arcade melawan Danish, walaupun harus berbuat sedikit curang. Alexa menghampiri salah satu operator permainan di Game and Go.“Mas, saya mau nanya, dong! Ada cheat supaya bisa menang main basketball arcade?” tanya Alexa. Alexa bisa melihat perubahan wajah yang terpancar dari Mas operator tersebut. Alexa memang keterlaluan karena bertanya hal-hal di luar jangkauan manusia.“Eh, maaf, Kak! Kalau mau main basketball arcade engga bisa pake cheat,” kata Mas operator.“Yah, masa engga ada, sih? Mas aja yang pelit kali engga mau kasih tahu ke saya.” Alexa masih tidak mau kalah.“Serius, Kak! Engga ada cheat. Maaf, saya permisi dulu,” kata Mas operator. Alexa langsung cemberut karena Mas operator tidak lagi menghiraukannya. Alexa meraih ponselnya dan membuka Mbah Google yang sangat canggih.“Cheat main basketball arcade,” kat
Danish mengompres pergelangan tangan kiri Alexa yang cedera dengan es batu sambil menghela napasnya. Danish menatap Alexa lekat-lekat hingga membuat Alexa salah tingkah.“Sudah oke?” tanya Danish. Alexa mengangguk dan tersenyum tipis. Alexa ikut menatap kedua mata Danish lekat-lekat.“Maunya aku bilang oke atau aku pura-pura sakit?” tanya Alexa.“Ra! Loe ngerjain gue, ya? Jangan-jangan semua ini cuma prank,” kata Danish. Danish mencubit pergelangan tangan kiri Alexa. Alexa kembali mengerang kesakitan.“Ouch! Sakit, tau! Kak Danish jahat banget,” kata Alexa.“Gue gak yakin kalau loe betul-betul sakit,” kata Danish.“Ih, mana sini!” Alexa mengambil es batu dari genggaman Danish. Alexa mengalihkan pandangannya dan tidak mau menatap Danish, seolah berpura-pura marah pada Danish. Alexa tidak mengerti kepada dirinya sendiri karena sampai rela terluka demi memenangkan pertandingan basketball arcade melawan Danish.“Ra! Cek ponsel loe,” kata Danish.
Danish Adelio lahir di New York, Amerika Serikat pada bulan Januari. Bukan, Danish bukan orang Amerika Serikat, melainkan orang asli Indonesia yang hanya menetap di sana saat kecil, namun kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan pendidikan jenjang SMA. Setelah lulus SMA, Danish memutuskan untuk kembali ke New York untuk melanjutkan pendidikannya. Kini, Danish kembali ke Indonesia dan berkarier sebagai seorang aktor dan model. Alexa sempat terpesona dengan cerita Danish.“Jadi, gue lahir di New York, tapi gue orang Indonesia asli. Gue bukan keturunan orang Amerika Serikat,” kata Danish.“Oh, aku pikir Kak Danish lahir di Jakarta kayak aku,” kata Alexa. Danish menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. Orang tua Danish masih berada di New York sehingga Danish memutuskan untuk tinggal di salah satu apartemen di Jakarta. Danish adalah anak tunggal, sehingga kedua orang tua Danish sangat membanggakan Danish sebagai seorang anak yang berbakat dan berprestasi.“Gue tinggal di a
Hujan deras yang tadi mengguyur Kota Jakarta telah lenyap dan digantikan dengan aroma bekas hujan yang menyejukkan jiwa. Danish berjalan menuju kassa dan benar-benar membayar seluruh tagihan makan malam hari ini. Danish berjalan menghampiri Alexa dan melirik jam tangannya.“Well, mau ke mana lagi kita?” tanya Danish.“Aku gak tahu, Kak. Terserah Kak Danish,” kata Alexa.“Dasar bodoh! Setiap kali gue tanya pasti jawabannya engga tahu,” kata Danish. Alexa mengangkat bahunya dan memutuskan untuk mengekor di belakang Danish. Alexa membiarkan Danish membawanya ke tempat mana pun untuk menghabiskan sisa waktu malam hari ini. Alexa melirik ke sekeliling pertokoan dan restoran yang nampaknya masih sangat ramai. Semua orang nampaknya masih sangat antusias untuk mencicipi setiap kuliner yang ada.“Tuh, gue lihat di seberang sana masih banyak
Waktu menunjukkan tepat pukul 12:00 siang hari di New York, Amerika Serikat. Waktu tersebut merupakan waktu yang sangat tepat untuk menikmati makan siang dengan sajian yang istimewa, tetapi hal ini tidak berlaku bagi seorang wanita bernama Reina. Reina yang sangat hobi makan, kini berkomitmen untuk menjalankan diet harus rela hanya makan salad sayur untuk makan siangnya. Suasana hati Reina yang sudah berantakan bertambah kacau karena pria yang dihubunginya tidak kunjung mengangkat teleponnya. Reina membuka aplikasi jam dunia dan berpikir kalau pria yang dihubunginya sudah tidur karena waktu di Jakarta telah menunjukkan kurang lebih pukul 23:00.“Apa dia sudah tidur, ya?” tanya Reina. Reina melirik ke luar jendela restoran yang sedang dikunjunginya dan melihat matahari sedang bersinar begitu cerianya. Reina ber
Wajah Danish terlihat sangat kusut, bagaikan sebuah pakaian yang sangat lecek. Danish memutuskan untuk diam karena takut menyakiti hati Alexa. Suasana hatinya benar-benar berubah sekarang. Danish menyalakan lampu ruang tengah apartemennya dan memutuskan untuk menyandarkan dirinya di sofa. Danish merasa sangat lelah.“So tired!” seru Danish. Danish baru saja berusaha untuk menenangkan pikirannya, namun ponselnya lagi-lagi berdering. Danish melihat nama Ibu Barbara muncul di layar ponselnya. Ibu Barbara adalah orang tua kandung Danish yang berada di New York, Amerika Serikat. Danish menghela napasnya dan mengangkat telepon tersebut dengan sangat terpaksa.“Hello, mom! How’s life? I’m fine, thank you! How’s New York?” tanya Danish.&l
Alexa ingat kalau dirinya baru dapat tidur saat hari sudah larut malam. Alexa tidak kunjung dapat terlelap karena terlalu sibuk memikirkan Danish. Sialnya, pria tersebut selalu menghantui pikirannya akhir-akhir ini. Terlalu sulit sepertinya untuk menghilangkan Danish dari dalam pikiran Alexa. Alarm di pagi hari berbunyi. Alexa mematikan alarm tersebut kemudian meraih ponselnya untuk mengecek notifikasi. Alexa berharap telah mendapatkan sebuah notifikasi dari Danish, tetapi seketika harapan itu pupus karena Alexa tidak berhasil menemukan notifikasi yang dicarinya.“Ke mana perginya Danish Adelio?” tanya Alexa. Alexa berusaha untuk tidak ambil pusing dan tetap berpikir positif, terutama tentang kejadian semalam. Mungkin Danish baru ingat ada pekerjaan yang belum diselesaikannya dan telepon semalam kemungkinan berasal dar
Danish baru saja tiba di Kota Bandung untuk menyelesaikan beberapa pemotretan. Danish mendorong kopernya asal-asalan menuju lobi hotel. Suasana hati Danish memang masih sangat kacau sejak kejadian semalam. Minuman beralkohol yang dikonsumsinya semalam pun tidak mampu memperbaiki suasana hatinya. Namun, mau tidak mau Danish memang harus pergi ke Bandung hari ini. Danish pergi bersama manajernya yang bernama Frey Agra dan beberapa kru yang bertugas. Frey Agra hanya berusia 3 tahun lebih tua dari Danish, sehingga Danish telah menganggapnya sebagai kakak laki-lakinya. Frey baru saja tiba di Indonesia setelah sebelumnya memiliki beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di Singapura. Frey memiliki sikap yang sangat ramah dan mengayomi, bertolak belakang sekali dengan Danish. Danish masih memasang wajah kusutnya. Frey menatapnya sambil geleng
Langit Kota Jakarta sudah benar-benar gelap sekarang. Alexa masih duduk sendirian di kamarnya. Sekali lagi, Alexa melirik gaun cantik yang telah dibelinya di butik untuk acara promnight esok hari. Alexa meliriknya berkali-kali, lalu kembali menghela napasnya. Alexa melirik jam dinding di kamarnya. Ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 00:00 dan Alexa masih mampu mendengar sayup-sayup suara rintik hujan di Kota Jakarta. Hujan sepertinya memang tidak berhenti. Alexa berusaha menyakinkan dirinya lagi dengan cara berjalan menuju jendela kamarnya. Dugaan Alexa benar. Suara rintik hujan terdengar semakin jelas. Alexa mulai tersenyum tipis. Alexa yakin dirinya akan menang taruhan sekarang. Walau demikian, Alexa belum ber
Danish tersenyum saat masih banyak wartawan yang mengambil fotonya dan masih banyak wartawan lainnya yang bertanya kepada Danish. Danish merasa senyumnya hari ini adalah senyum yang tulus, bukan senyum yang dipaksakan alias senyum palsu. Danish tidak peduli dengan banyaknya pertanyaan wartawan pada hari ini.“Mas Danish, apa berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Danish, apa betul Mas Danish tidak jadi bertunangan?” tanya wartawan lainnya. Danish masih saja tersenyum dan masih berusaha untuk merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan dari para wartawan. Sementara itu, para wartawan juga tidak segan untuk mulai bertanya kepada Frey.“Mas Frey, apa bisa bantu jawab pertanyaan kami? Apa semua berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Frey, apa betul Danish
Danish menatap Reina sambil tersenyum lebar. Danish berjabat tangan dengan Reina sambil terus memamerkan senyum tulusnya, hingga membuat Reina sedikit heran. Reina sangat jarang melihat Danish tersenyum seperti ini. “Gue benar-benar engga menyangka loe mau bantu gue,” kata Danish. Kedua mata Reina membulat karena kaget. Dengan penuh rasa canggung, akhirnya Reina membalas senyuman Danish.“Iya, sama-sama, Lio! Aku pikir bahwa sudah selayaknya aku melakukan semua ini,” kata Reina.“Loe dan gue engga pernah saling cinta. Buat apa dua hati yang engga saling cinta harus dipaksakan untuk bersatu?” tanya Danish. Reina masih berusaha untuk tersenyum di balik rasa canggungnya. Sementara itu, Reina kembali bertanya kepada Danish untuk menghilangkan rasa penasarannya.“Jad
Danish memasang ekspresi datar dan dinginnya di hadapan Reina. Reina sudah berbicara panjang lebar, tetapi Danish tampak tidak memedulikannya sama sekali. Reina masih berusaha untuk tidak ambil pusing dengan sikap Danish. Namun, Reina akhirnya merasa kesal lama-kelamaan melihat sikap Danish. Reina mulai berbicara dengan nada tingginya kepada Danish.“Jadi, gaun untuk pertunangan kita lebih bagus yang mana? Ini atau itu? Danish, kamu dengar aku bicara engga, sih?” tanya Reina kesal.“Reina, pilih saja gaun yang loe mau! Gue engga mau ikut campur. Gue engga mengerti masalah seperti ini,” kata Danish angkuh.“Danish! Sekali ini saja, tolong kamu dengarkan aku!” seru Reina. Danish masih saja bersikap tidak peduli dan malah menggelengkan kepalanya. Danish meraih ponselnya dan pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Reina merasa semakin kesal dan memutuskan untuk
Ujian Akhir Sekolah telah berakhir. Alexa tidak menyangka bahwa hari-harinya yang paling berat selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas telah berhasil dilewatinya dengan baik. Alexa merasa jerih payahnya tidak sia-sia selama ini. Alexa tidak pernah menyesal karena selalu menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, terutama menjelang Ujian Akhir Sekolah. Jerih payah dan kerja keras Alexa terasa semakin bermakna saat Alexa mengetahui bahwa dirinya berhasil meraih nilai yang sangat baik untuk Ujian Akhir Sekolah. Alexa merasa sangat senang. Alexa berpikir pasti kedua orang tuanya dan Bu Siti akan bangga terhadap prestasi yang telah diraihnya.Bukan hanya mereka, Alexa yakin Danish juga pasti bangga jika mengetahui prestasi Alexa. Alexa yakin Danish pasti akan berhenti menghinanya dan mungkin akan sedikit memberi pujian kepada Alexa.Setelah Ujian Akhir Sekolah selesai, Alexa masih harus datang k
Alexa melirik jam tangannya. Alexa baru menyadari bahwa Hari Valentine akan segera berlalu sebentar lagi. Alexa memang sebenarnya tidak rela jika Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap satu tahun sekali ini segera berlalu. Walau Alexa seperti tidak mendapatkan cintanya pada tahun ini, Alexa memilih untuk tidak peduli. Alexa hanya ingin waktu bergulir lebih lama lagi di Hari Valentine. Alexa hanya ingin lebih lama lagi mengenang saat-saat indahnya bersama Danish pada waktu itu. Semua itu hanya ada dalam pikiran Alexa, tetapi Alexa tetap tidak peduli. Kini, Alexa sedang duduk sendirian di kamarnya sambil menatap langit. Alexa menghela napasnya sebentar, lalu tersenyum tipis.“Apa ini adalah cara terbaik supaya aku bisa melupakan seorang Danish Adelio?” tanya Alexa dalam hatinya.&n
Jantung Alexa berdebar semakin kencang. Alexa yakin ini bukanlah mimpi. Danish benar-benar berdiri di hadapannya. Alexa masih belum dapat berbicara kepada Danish. Lidahnya menjadi kaku dan dipenuhi oleh segenap rasa canggungnya terhadap Danish. Alexa hanya mampu menatap Danish dalam diam, hingga Danish memulai pembicaraan dengan suara pelan yang dingin seperti salju.“Kursi di depan loe kosong, kan?” tanya Danish. Alexa mengangguk. Alexa tidak tahu bisa memberikan anggukan secepat itu. Danish juga ikut mengangguk pelan dan langsung menarik kursi kosong di hadapan Alexa. Namun, Alexa kembali berbicara kepada Danish dengan tegas.“Kursi itu memang kosong, tapi Kak Danish lebih baik duduk di tempat lain,” kata Alexa.“Semua kursi di restoran ini penuh,” balas Danish pelan. Alexa mengh
Hari demi hari terus berlalu. Alexa masih mencoba untuk melupakan Danish, walau rasanya masih sangat sulit. Bulan Januari telah berganti menjadi bulan Februari. Bulan Februari yang kembali identik dengan bulan penuh cinta. Cinta mungkin dirasakan oleh sebagian orang yang memilikinya, berbeda dengan Alexa. Hingga saat ini, Alexa masih mengurusi urusan hatinya yang masih terasa runyam. Hari ini bertepatan dengan hari Valentine, yaitu tanggal 14 Februari. Alexa sedang banyak melamun hari ini, karena kembali teringat akan Danish. Alexa ingat bahwa tahun lalu Danish mengajaknya makan malam dan Danish memulai semua permainan bodohnya dengan Alexa. Tiba-tiba, ponsel Alexa berdering. Nama Frey muncul di layar ponsel Alexa. Alexa mengangkat panggilan telepon tersebut dengan ogah-ogahan.“Iya, Kak Frey! Ada yang bisa aku bant
Alexa baru saja selesai membereskan hadiah-hadiah ulang tahun yang diterimanya hari ini. Alexa sudah selesai menatanya dengan rapi di salah satu sudut kamarnya. Semuanya ini terasa melelahkan. Alexa berusaha untuk merenggangkan otot-otot lehernya yang mulai terasa kaku, lalu memutuskan untuk berjalan menuju meja belajarnya. Alexa mengambil selembar kertas dan pulpen. Alexa ingin sekali menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut, tetapi rasanya sungguh sulit.“Resolusi tahun ini,” gumam Alexa pelan. Alexa mulai berusaha untuk merangkai kata-kata dalam otaknya, namun tidak kunjung dapat melakukannya. Alexa merasa heran dengan dirinya sendiri. Pada tahun lalu, Alexa memang sangat lancar dalam menuliskan banyak resolusi dan terlihat sangat semangat dan bera