"Bagaimana kemah kalian? Apakah sangat menyenangkan? Kenzie tidak rewel selama di sana, 'kan?" tanya Aram dari seberang telepon.
"Kenzie terihat senang di sini. Sejak tadi dia terlihat antusias," balas Riana.
Meski tak dapat kendengar apa yang dibicarakan oleh Aram, namun Mahesa merasa cemburu.
Wajahnya pun memerah.
Tak ingin membiarkan dadanya semakin panas, Mahesa pun melangkah melewati Riana dan pergi menemui Kenzie.
"Wah, pasti kemahnya sangat seru. Jangan lupa abadikan fotonya ya! Nanti aku ingin melihatnya," pinta Aram.
Sesaat, Riana tak begitu fokus mendengar ucapan Aram. Matanya menatap punggung Mahesa yang bergabung dengan anak-anak yang saat ini sedang duduk berkumpul di atas tikar lebar yang digelar.
"Baik. Nanti akan kukirimkan fotonya padamu."
Setelah itu, Riana segera mengakhiri pembicaraan dan mematikan telepon. Kemudian melangkah menyusul Mahesa.
Terde
Mendengar permintaan Riana, senyum tipis tersungging di bibir Mahesa. "Oke. Aku akan menunggu di sini," ucap Mahesa sambil memberi isyarat agar Riana segera masuk ke dalam toilet itu. Riana mengangguk, lantas bergegas masuk dan menutup pintu. "Jangan mengintip!" terdengar suara Riana memberi peringatan dari dalam toilet. "Paling hanya mengintip sedikit saja," canda Mahesa. Mahesa terkekeh pelan saat Riana memukul pintu dengan keras. "Tidak akan. Tenang saja, aku tidak bernapsu pada wanita yang sedang buang air," ucap Mahesa, membuat Riana mengerucutkan bibir di dalam toilet itu. Begitu selesai, Riana dan Mahesa pun sama-sama berjalan beriringan menuju tenda.Mereka melewati jalan yang hanya disirami oleh cahaya bulan sebab senter yang dipegang oleh Riana ternyata mati karena kehabisan baterai."Mengapa kau pergi sendiri saja ke toilet, apa Kenzie sudah tidur?" Mahesa bertanya sambil tetap melangkah di samping Riana. "Iya, dia sudah tidur. Aku tidak tega membangunkannya.""Rian
"Aku heran, Kenapa kau selalu ada di sekitar Kenzie dan Riana?" Aram mendengus sebal, berkaca pinggang di depan Mahesa."Terserahku. Itu bukan urusanmu!" Mahesa membalas.Mencoba untuk menahan emosi, Aram kemudian menoleh ke arah Kenzie dan Riana sembari melemparkan senyum."Kalian sudah siap? Ayo kita pulang!" Aram membukakan pintu mobil.Riana dan Kenzie mengangguk, sementara Mahesa hanya terpaku di tempatnya.Mahesa tak bisa menahan Kenzie dan Riana untuk tak pulang dengan mobil Aram sebab sekarang Mahesa sudah tahu kalau Aram adalah kekasih Riana."Dah, Om Mahesa!"Kenzie menurunkan kaca mobil dan melambaikan tangan pada Mahesa.Senyum tipis pun tersungging di bibir CEO tampan itu.Mobil Aram terus melaju di jalan raya, Riana yang duduk di samping lelaki itu pun hanya menundukkan wajah."Bukankah ini acara kemah untuk anak-anak dan orang tua dari 'TK Kasih Ibu'?
Rahang Mahesa langsung mengetat begitu melihat Aram. "Maaf, tapi bukankah masih banyak meja lain yang kosong? Mengapa harus di mejaku?" tanya Mahesa. Menatap Arak dengan sorot tak suka. Riana mulai gelisah. Terlebih ketika dua lelaki tampan itu saling melempar tatapan permusuhan. "Tidak. Jangan sampai mereka bertengkar di sini. Bagaimana Jika manajer restoran datang, aku pasti akan dipecat," resah Riana dalam hati. Dengan santainya, Aram menghempaskan pantatnya di kursi tepat di depan Mahesa. "Tapi aku sedang ingin duduk satu meja denganmu. Kau merasa keberatan untuk itu?""Tentu saja," jawab Mahesa dengan tegas. "Aram, aku mohon. Sebaiknya kau duduk di meja yang lain saja agar tidak memancing keributan. Aku takut … " Riana memasang raut khawatir. Tangannya menyentuh lengan Aram. "Tenang saja, Riana. Aku janji tidak akan membuat keributan apalagi sampa membuatmu dipecat dari restoran ini. Kau jangan takut. Aku hanya ingin bicara hal penting saja dengan Mahesa," ujar Aram sembar
"Nama siapa? Aku tidak menyebut nama siapapun. Mungkin kau salah dengar." Mahesa segera mengelak karena tidak mau semuanya menjadi masalah yang panjang. "Dengan sangat jelas aku mendengar kau menyebut nama Riana. Riana itu wanita yang dulu pernah bertemu di 'Seaworld', kan? Dia juga wanita yang bekerja di restoran itu?" Mahesa mengerutkan kening. "Darimana kau tahu kalau Riana bekerja di restoran?" mata Mahesa menyipit. Menatap Nessie dengan sorot menyelidik. Nessie melipat kedua tangannya di depan dada, mengangkat bahu. "Tidak penting aku tahu darimana. Aku kecewa karena kau membayangkan wanita murahan itu saat aku ada di hadapanmu. Oh, jangan-jangan … wanita yang sudah membuatmu mabuk dan kacau seperti ini adalah Riana. Benar, 'kan?" Nessie menuntut jawaban. "Nessie, jangan mengada-ngada. Riana tidak salah apapun," elak Mahesa. Nessie tersenyum kecut. Sama sekali tak percaya dengan ucapan Mahesa. "Aku harus menemui wanita itu. Aku tidak terima dia menjadi wanita yang mengisi h
"Terima kasih sudah antar aku ke sekolah, Om," ucap Kenzie pada Mahesa ketika mobil Mahesa telah sampai di sekolah. Mahesa turun dan mengantar Kenzie hingga ke depan gerbang. "Sama-sama. Belajar yang rajin. Oke!""Oke!" Kenzie mengacungkan kedua jempolnya. Mahesa tersenyum lebar, pada Kenzie yang kini berlari kecil menuju kelasnya. "Sudah jam setengah delapan. Aku harus segera sampai di kantor." Mahesa baru ingat, pagi ini ada meeting bersama klien. Baru saja Mahesa membalikan badan, ia terkejut melihat Nessie berdiri di dekat mobilnya. "Nessie?" pekik Mahesa. Wajah Nessie tampak muram. Kedua tangannya melipat di depan dada. Kaki panjang Mahesa melangkah menghampiri wanita itu. "Mengapa kau ada di sini?" tanya Mahesa. "Mengikutimu.""Apa? Mengikutiku? Tapi untuk apa?" "Tentu saja untuk mencaritahu siapa anak kecil yang fotonya kau simpan di dalam dompetmu," jelas Nessie sambil mengarahkan telunjuknya ke dada Mahesa. "Aku baru ingat kalau anak laki-laki itu adalah anak yang
"Aku berani mengatakan dia anakku karena aku sudah melakukan test DNA. Dan hasilnya 99% DNA kami cocok," jelas Mahesa yang lantas membuat Gustav terhenyak mendengarnya. "Apa anak yang Mahesa maksud adalah anaknya Riana? Sial! Jadi, Mahesa sudah bertemu dengan anak itu. Sepertinya wanita murahan itu tidak mendengarkan peringatanku." Gustav mendengus kesal dalam hati. "Lalu, apa yang akan kau lakukan pada anak itu?" "Jangan panggil anak itu, Pa. Namanya Kenzie."Gustav memutar bola mata. Rasanya malas sekali untuk sekadar menyebut namanya."Kau tidak berniat membawanya ke rumah ini, 'kan?" tanya Gustav, menyipitkan mata. "Kenapa tidak? Kenzie putraku. Meskipun saat ini aku belum memberitahunya kalau aku ayahnya, tapi suatu saat dia akan tahu dan akan kubawa ke rumah ini. Dia pewarisku, dia bebas tinggal di rumahku semaunya," jawab Mahesa. "Papa tidak setuju! Anak itu tidak bisa tinggal di rumah ini!""Maksud Papa? Kenapa tidak bisa?" kedua alis Mahesa mengernyit heran. "Karena hal
"Apa aku tidak salah dengar? Aram memanggil Riana dengan sebutan calon istri? Apa mereka benar-benar akan segera menikah?" pekik Mahesa dalam hatimRiana pun kaget saat Aram memanggilnya dengan sebutan itu. Tapi kemudian Riana menganggukkan kepala. "Kenapa tiba-tiba Aram memanggilku calon istri? Apa dia sengaja?" batin Riana. "Dia sudah siap. Mungkin sedang mengambil tasnya," jawab Riana. "Kenzie akan berangkat sekolah denganku! Jika kau ingin mengantar, antar saja Riana." Mahesa segera menyela. Tentu saja dia tidak mau Aram membawa Kenzie juga.Sebab Mahesa sudah rela datang pagi-pagi hanya untuk mengantar anaknya. "Baiklah. Ayo kita berangkat, Sayang," ajak Aram sambil dengan sengaja merangkul pundak Riana di depan mata Mahesa. Mahesa hanya memutar bola mata, mengalihkan pandangan ke arah lain. Sialnya, ada rasa cemburu yang menyergap hatinya. "Mahesa, titip Kenzie ya! Antarkan dia sampai sekolah. Kami pergi duluan. Bye!" sebelum masuk ke dalam mobil, Aram melambaikan tangan
Serasa ada yang patah di dalam dada Mahesa setelah menerima undangan dari tangan Aram. "Baik, terima kasih undangannya. Aku akan sempatkan datang ke pernikahan kalian," kata Mahesa sambil menyunggingkan senyum hambar. Aram tersenyum lebar. Hatinya puas melihat ekspresi Mahesa yang mendadak tak bisa berkutik di depannya. Setelahnya, Riana pun keluar bersama Kenzie. "Loh, Om Mahesa sudah datang?" "Iya, Kenzie. Ayo kita berangkat sekarang!" Mahesa mengajak sambil menarik pelan tangan bocah kecil itu. Kenzie mengangguk. "Dah Mama! Dah Om Aram! Aku duluan." Riana balas melambaikan tangan.Akan tetapi, matanya menyipit saat tak sengaja melihat undangan pernikahannya yang digenggam oleh tangan Mahesa. "Apa Aram sudah memberikan undangan pernikahan kita pada Mahesa?" gumam Riana dalam hati. Mobil Mahesa pun berlalu pergi. Menyisakan Aram dan Riana berdua saja di depan teras. "Aram," panggil Riana. "Iya, sayang? Kenapa?" "Apa kau sudah memberikan undangan pada Mahesa?" tanya Riana
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera